“Boleh ya, ya, Evan.” Renata masih mencoba membujuk Evan agar mengizinkan pergi. Evan melepas kedua tangan Renata yang memeluknya. Dia lantas menatap Renata yang sudah memandangnya. Istrinya menatap penuh harap kepadanya. “Baiklah, jangan memasang wajah itu,” ucap Evan yang tidak mau melihat ekspresi wajah Renata saat merayu, atau dia akan menjadi gemas ke istrinya. “Kamu ngizinin?” tanya Renata memastikan. “Ya, dengan catatan benar-benar di kafe, tidak ada alasan pindah tempat lain atau apa,” jawab Evan setengah ikhlas. Renata mengembangkan senyum, hingga secara iseng mengecup pipi suaminya untuk berterima kasih. “Terima kasih, aku akan langsung kembali begitu urusannya selesai,” ucap Renata penuh semangat. Evan benar-benar gemas tapi juga kesal karena Renata begitu semangat ingin bertemu Stef. “Tunggu!” Saat Renata baru saja akan menuju pintu, Evan memanggil dan membuat Renata berhenti melangkah. Renata membalikkan badan, hingga terkejut dengan yang dilakukan Evan. Sang sua
Renata sangat terkejut karena ada yang membekap menariknya menjauh dari jalan. Merasa dalam bahaya, Renata pun berusaha menginjak kaki seseorang yang menariknya.“Dasar psikopat!” Renata mengayunkan tas ketika sudah terlepas, menghantamkan tas itu ke wajah pria yang menariknya.“Agh! Re!”Renata terkejut mendengar suara yang menyebut namanya, hingga memperhatikan dan baru menyadari siapa yang menariknya.“Van, apa yang kamu lakukan?” Renata benar-benar tidak habis pikir dengan yang dilakukan suaminya itu.Evan mengusap pipinya yang sakit terkena gampar tas Renata, belum lagi kakinya yang diinjak oleh istrinya itu.“Iseng,” ucap Evan.Renata melongo mendengar jawaban suaminya. Bisa-bisanya Evan berkata kalau iseng, padahal dia sudah takut setengah mati.“Ngapain iseng? Untung aku ga teriak, atau kamu akan digebuki masa. Lagian kenapa kamu di sini?” tanya Renata bertubi karena heran.“Mau nyari makan, lihat kamu jadi iseng ngerjain. Lagi pula, kenapa tidak menghubungiku untuk menjemput
Evan dan Renata pergi ke rumah sakit setelah keduanya baru saja menikmati kebersamaan mereka. Keduanya sengaja datang saat malam hari, untuk meminimalisir bertemu dengan Kevin.“Bagaimana keadaan oma?” tanya Renata saat bertemu Murni.“Dalam kondisi baik seperti kemarin,” jawab Murni, “tadi tuan datang dan menanyakan kondisi nyonya,” ucap Murni kemudian.Renata sudah menebak jika Kevin pasti akan datang dan memantau kondisi Veronica.“Apa dia masuk dan melihat kondisi oma secara langsung?” tanya Renata penasaran, untung saja tidak datang saat siang hari, atau dia mungkin bertemu Kevin dan rencananya akan gagal.“Tidak, mana mau tuan masuk ke ICU. Sudah betul nyonya berpura dirawat intensif agar tuan tidak melihatnya,” ucap Murni.Renata mengangguk paham, hingga pamit masuk untuk bertemu Veronica.“Kenapa kalian ke sini malam-malam?” tanya Veronica yang sudah bersiap tidur, tapi urung karena melihat Evan dan Renata datang.“Hanya ingin memastikan kondisi oma saja,” jawab Renata.Veroni
“Ingat, kamu sudah setuju jika akan mengiakan semua ucapanku,” bisik Stef saat melihat Renata yang ingin protes.Renata tidak bisa berkutik, kalah telak karena sudah mengiakan semua syarat yang Stef berikan.“Oh, benarkah? Kenapa aku tidak tahu? Kamu juga, kenapa tidak pernah memperkenalkannya dari dulu?” Wanita itu terlihat senang mendengar Stef memiliki kekasih.Renata hanya tersenyum canggung, merasa berbohong bukanlah hal yang baik untuk mendapatkan sesuatu. Takut jika suatu saat status sebenarnya diketahui, maka orang-orang itu akan kecewa.“Dia tinggal di luar negeri selama ini dan baru pulang,” ujar Stef menjelaskan dengan sangat luwes, bahkan tidak akan ada yang bisa menebak jika semua ucapannya dusta.“Hai, aku Grace. Kupikir Stef masih lajang, hampir saja aku memintanya menikahi putriku,” seloroh wanita itu sambil memperkenalkan diri ke Renata.Renata mengulurkan tangan untuk membalas jabat tangan wanita itu dan balik memperkenalkan diri. “Saya Renata.”“Jangan bicara terlal
“Kenapa kamu di sini?” Ternyata yang menarik tangan Renata adalah Evan. Renata sendiri juga bingung kenapa Evan di sana. “Kenapa kamu juga di sini?” tanya Renata balik. “Jangan balik tanya.” Evan terlihat kesal, apalagi tadi melihat Stef yang memeluk istrinya. “Aku bisa jelaskan,” kata Renata karena melihat Evan marah. Evan menatap tidak senang ke Stef, hingga kemudian memilih menarik tangan Renata. Stef ingin mencegah, tapi tidak memiliki hak dan takut membuat suasana semakin keruh, lantas memilih membiarkan saja Evan membawa Renata. ** Evan mengajak Renata keluar dari hotel menuju mobil. Dia kesal karena Renata tidak mengatakan jika pergi ke hotel itu bersama Stef. “Apa yang kamu pikirkan? Bisa-bisanya kamu pergi ke pesta di hotel bersama pria lain. Bagaimana jika terjadi sesuatu denganmu?” Evan menggerutu sepanjang jalan menuju mobil. “Maaf, bukannya aku tidak mau memberitahu. Aku pun tidak tahu jika Stef akan mengajakku ke sini,” ujar Renata menjelaskan. Evan menghentika
Rapat itu terhenti sejenak karena kedatangan Renata dan Evan, juga adanya perkenalan singkat dari keduanya. Renata sendiri benar-benar masih bingung, sejak kapan Evan memiliki saham perusahaan Veronica. “Apa kita bisa mulai rapatnya?” tanya staf yang berdiri di mimbar. Semua orang mengangguk. Renata mengambil kursi yang berhadapan dengan Stef, sekilas menyapa Grace dan pria yang pernah ditemuinya dengan seulas senyum. Rapat itu dimulai dengan membahas kinerja perusahaan, proges, juga keuntungan perusahaan selama setahun terakhir. Hingga akhirnya sampailah di acara penilaian kinerja jabatan presiden direktur, serta pengambilan suara untuk mempertahankan posisi itu. “Seperti tahun sebelumnya, hanya Pak Kevin yang layak menduduki jabatan itu, serta beliau memiliki kinerja yang bagus. Kami selaku pemegang saham, akan mendukung Pak Kevin menjadi presiden direktur seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar salah satu pemegang saham yang mendukung Kevin. Kevin tersenyum puas, sangat yakin mes
Kevin terperanjat melihat siapa yang hadir di rapat itu. Bahkan dia sampai menelan ludah susah payah dengan ekspresi wajah takut, tapi berusaha ditutupi dengan senyum.Renata memulas senyum melihat Veronica hadir di sana. Tidak menyangka jika sang oma akan datang dan menunjukkan diri, padahal sebelumnya masih berpura-pura sakit.“Ma.” Kevin langsung mendekat ke Veronica untuk mencari muka.Renata yang melihat hal itu tentu saja langsung memasang wajah masam karena kesal dengan sang paman yang bermuka dua.Semua orang langsung membungkuk memberi hormat ke Veronica yang berjalan masuk.“Mama kenapa ke sini? Apa kondisi Mama sudah membaik?” tanya Kevin berbasa-basi, padahal dalam hatinya benar-benar kesal dan geram karena Veronica terlihat baik-baik saja.“Kamu tidak pernah melihat kondisiku, bagaimana bisa kamu tahu apa aku sudah membaik atau belum,” ucap Veronica dengan suara datar dan tatapan begitu dingin.Kevin terkesiap dan menelan ludah mendengar ucapan Veronica, para petinggi per
“Apa maksud Mama? Kenapa Mama mempermalukanku di depan banyak orang, hanya untuk menyenangkan cucu yang sudah memberikan aib di keluarga kita?” Kevin mengamuk Veronica saat mereka berada di ruangan berdua.Veronica melihat ambisi dan kebencian dalam tatapan mata Kevin. Tidak disangka sang putra bisa sampai seperti ini hanya karena harta.“Apa aku perlu mengumpulkan semua jajaran direksi untuk membahas apa yang sudah kamu lakukan? Seharusnya kamu bersyukur karena aku masih membiarkanmu di sini.” Veronica bicara dengan tegas sambil menatap Kevin.Kevin sangat terkejut mendengar ucapan Veronica, tentunya tidak senang dengan ucapan wanita itu.“Memangnya apa yang sudah aku lakukan?” Kevin menatap penuh amarah yang ditahan.Veronica mengambil sebuah stopmap besar, lantas membanting di meja.“Memalsukan laporan, memanipulasi data, juga meracuni pemimping perusahaan.” Veronica mengungkap perbuatan Kevin yang sudah diselidikinya, termasuk percobaan pembunuhan yang dilakukan Kevin ke Veronica.