"Tenang Alana... Semua akan baik-baik saja." Alana berucap pada dirinya sendiri saat ia terbangun dari tidurnya malam ini. Mimpi buruk kembali datang di setiap tiap malam-malamnya. Pelan ia memukuli dadanya yang terasa sesak, Alana sendirian di dalam kamarnya yang gelap. Sejak siang, melihat peristiwa kecelakaan tadi membuat kepingan bayangan menyeramkan di benaknya berulang kali muncul dan menghantui. "Hiks...." Alana medesis pelan menahan tangisannya. "Kenapa... Kenapa harus aku? Alexsander... Siapa dia? Kenapa dia selalu ada di pikiranku? Kenapa wajahnya muncul saat aku takut? Siapa Alex... Siapa dia sebenarnya, Ya Tuhan?" Alana menekuk kedua kakinya dan duduk memeluk lututnya. Ia menunduk dan menangis tersiksa, sangat tertekan dengan apa yang ia rasakan kini.Gadis itu mengusap wajahnya berulang kali meskipun air matanya yang tidak berhenti mengalir. Hingga tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka, di sana Alana mengangkat wajahnya pelan. Nampak siluet laki-laki muncul di balik
"Lesu sekali. Uang sakumu tidak ketinggalan kan, Kenzo?!" Kata-kata ledekan itu terucap dari bibir Celine, gadis kecil dengan rambut dikepang dua yang berjalan merangkul lengan Kenzi dan menatap sinis pada Kenzo. Namun tidak seperti biasanya, Kenzo hanya diam dan begitu jelas menunjukkan kalau dirinya sedang tidak mood pada Celine. "Heum, dia kenapa, Kenzi?" tanya Celine menoleh pada Kenzi yang berdiri menatap punggung Kenzo menjauh berjalan lesu menuju ayunan di depan kelas sebelah. "Tidak papa," jawab Kenzi, dia sangat irit bicara pada Celine yang sering ia panggil angin ribut, karena gadis kecil itu sangat cerewet dan banyak bicara. Celine mendengkus pelan. "Hari ini aneh sekali, Kenzo yang diam padaku, Kenzi yang masih tidak menyukaiku, aku harus bagaimana?" Anak itu menyun. Sedangkan Kenzo duduk di atas ayunan dan membuka kotak bekalnya. Biasanya ia akan bersemangat memakan bekal buatan Mamanya, tapi kali ini tidak lagi karena bekal itu buatkan Tery, bukan buatan Alana. K
"Kenzo tidak mau pulang sebelum pengasuh Ayumi datang! Kalau kalian mau pulang, pergi saja sana sendiri!" Kenzo menatap tajam pada Rivaldo dan Tery yang membujuknya sejak tadi. Bersama dengan Kenzi juga, mereka sibuk membujuk Kanzo dan mengajaknya pulang. Namun karena Ayumi, teman perempuannya itu belum ada yang menjemputnya hingga hari nyaris sore. "Kenzo sama Kenzi pulang saja, kasihan Tante dan Om," ujar Ayumi pada Kenzo dan Kenzi. "Halah kau ini cerewet juga, sudah diam! Aku akan menemanimu sampai pengasuhmu yang payah itu datang!" pekik Kenzo dengan menghentak-hentakkan kakinya. "Haahh... Payah!" keluh Celine. Gadis kecil itu juga di sana, bedanya ia bersama pengasuhnya saat ini. "Kenapa tidak kita antarkan saja dia, kalau di sini terus yang ada merepotkan!" "Ya, kau memang sangat merepotkan, mulut mercon!" sinis Kenzo memicing pada Celine.Tery menatap Rivaldo yang merangkul pundaknya hingga Tery pun berjalan mendekati Ayumi. Wajah anak perempuan itu sangat cemas, sepertin
Alana sibuk mencari Ayumi, sejak usai mandi bersamanya, bocah itu tidak lagi terlihat. Bahkan si kembar kini mengamuk mencari teman kecilnya tersebut. Hari juga sudah gelap, Alana takut kalau Ayumi sampai pergi keluar dari dalam rumah sendirian. Malam hari sangat berbahaya untuk anak sekecil dia kalau memang Ayumi benar-benar kembali pulang ke panti. "Di mana Ayumi? Tidak mungkin kalau dia pulang," lirih Alana berdiri di teras depan. "Jelas-jelas gerbangnya terkunci sejak sore." "Huwaa... Ayumi di mana?! Cari dong Paman Ben! Ayo bantu cari, yang berguna dikit jadi orang!" teriak si kembar yang kini terlihat menyeret Beningno di paviliun. "Ayo cari pacarku!" Kenzi juga marah-marah pada Benigno. Pasalnya di rumah itu hanya ada Benigno, Tery, dan Alana, juga si kembar. Tery sendiri, ia mencari Ayumi di dalam rumah, takutnya kalau Ayumi tiba-tiba saja tertidur di sebuah tempat. "Tidak mungkin dia pergi jauh," lirih Alana. Segera ia berjalan di teras, menelusir teras samping rumahny
"Kalian berdua jangan nakal sama Ayumi, sebentar lagi Ayumi jadi anaknya Om Rivaldo!" Alex menasihati kedua putranya yang tengah sarapan bersama-sama. Bahkan di sana juga ada Ayumi duduk di antara Kenzi dan Kenzo. "Heum, kenapa tidak Daddy saja yang mengambil Ayumi?" Polos Kenzo bertanya pada sang Papa. "Nanti kalian nakal! Kasihan Ayumi," balas Alex tersenyum pada mereka. Sedangkan Alana hanya diam menatap Ayumi yang menunjukkan wajah bingungnya. Anak itu tidak paham dengan apa yang dibahas oang di sekitarnya saat ini. Senyuman Alana mengembang saat tanpa sengaja mata sipit Ayumi menatapnya dan anak itu kembali menunduk. "Ayo sarapan yang banyak, Ayumi," tutur Alana pada anak itu. Ayumi mengangguk dan memegang sendoknya. Tiba-tiba saja Kenzi meletakkan sepotong daging ayam di piring Ayumi. "Sendoknya sama tangannya besaran sendoknya. Mau aku suapin?" tawar Kenzi memiringkan kepalanya pada Ayumi. "Halah ngeles! Pakek bilang besar sendoknya! Bilang aja kalau emang mau caper! J
Hari sudah malam, Alana baru saja menutup pintu kamar si kembar setelah dua buah hatinya terlelap. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ke lantai satu. Alana membuka sedikit pintu ruangan kerja Alex, nampak calon suaminya itu tengah sibuk dengan pekerjaannya dan juga telepon dengan seseorang. "Aku tidak bisa datang tepat waktu Ma, mungkin kalau Alana bisa. Biar besok dia datang dengan anak-anak, nanti aku bujuk dia. Mama jangan khawatir, istriku tidak akan menolak selagi Mama baik!" Alana mengerutkan keningnya bingung, ia tidak tahu apa yang Alex bahas dengan Mamanya di telepon. Setelah mengintip beberapa menit, barulah Alana membuka pintunya. Hal pertama yang menyambut Alana adalah senyuman laki-laki itu yang hangat."Sini Sayang," panggil Alex melambaikan tanganya. Alana berjalan mendekat, ia berdiri di belakang Alex dan melingkarkan kedua tangannya merangkul pundak Alex, juga menghadiahi kecupan di pipinya berkali-kali. "Masih lama? Beberapa hari ini kau terus menerus lemb
Menuruti apa yang diminta oleh calon suaminya, Alana siang ini datang ke acara makan siang bersama Mama mertua. Renata yang mengundang Alana untuk datang ke sebuah hotel megah di Barcelona. Bahkan saat ini cuaca hujan deras, Alana tetap berangkat. Ia tidak mau mengecewakan Alex bagaimanapun caranya. "Akhirnya kau datang juga, aku pikir kau tidak akan datang!" Suara dingin Renata sukses mengejutkan Alana. "Mana anak-anakmu?!" "Mereka tidak mau ikut Ma, di rumah ada temannya. Cuaca juga sedang hujan deras, jadi mereka di rumah sama Tery dan Rivaldo," jelasnya pada wanita itu. Alana mengikuti langkah Renata dan masuk ke dalam sebuah ruangan. Ternyata di sana Renata mengundang banyak sekali teman-temannya. Mereka dari golongan wanita-wanita berkelas. Semua wanita yang ada di sana menatap ke arah Alana yang berdiri dengan balutan dress santin berwarna biru, rambut panjang hitam menggelombang yang tergerai indah. Dia sangat anggun dan cantik. "Oh, jadi ini calon menantumu, Ren?" tany
Sejak sampai di rumah, Alana ditemani dua anaknya yang cemas. Melihat mereka berdua yang khawatir padanya membuat Alana merasa bersalah.Alex juga terus memperhatikannya, melakukan apapun yang sekiranya membuat Alana nyaman."Mommy jangan sedih, Mommy kenapa? Siapa yang nakal sama Mommy?" Kenzo menatap sedih sang Mama yang duduk meringkuk di atas ranjang menatap mereka berdua yang juga duduk di hadapan Alana. "Mommy capek saja, tidak papa Sayang. Jangan sedih begini dong," hembus Alana pelan. Jemari tangannya hendak terulur menyentuh wajah Kenzo, namun urung dan Alana tarik kembali. "Kenapa Mom?" Kenzi menyadarinya, seperti biasa kalau anak itu jauh lebih peka. Kenzi meraih tangan Alana dan ia letakkan di pipinya. "Mommy bisa menyentuh kita kapan saja. Mommy... Mommy aneh. Akhir-akhir ini Mommy selalu menatap aneh pada kita. Kenapa? Apa Mommy tidak sayang lagi sama kita ya?" "Mulutmu!" pekik Kenzo langsung meninju pipi kembarannya. Jelas saja Kenzi tersungkur sampai nyaris jatuh
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu