Mouren Inc memang selalu sibuk. Sama seperti Amber yang sedang berusaha menyesuaikan diri dengan kesibukan Mouren Inc di meja kerjanya. Tentu saja ini adalah hari pertama Amber di kantor. Jadi dia berusaha menyelesaikan tugas-tugasnya dengan tekun. Namun, keheningan kantor seiring berjalannya waktu mulai membuatnya merasa tidak nyaman. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, dan Amber pikir, dia bisa segera pulang untuk menjemput Victor dan Violet di daycare.
Namun, Tuan Parker, atasan Amber, tiba-tiba saja datang dan duduk di meja dekatnya dengan senyum genit. “Amber, bisakah kau menyelesaikan laporan ini sebelum pulang?”
Amber mengernyit bingung, ah, dasar atasan menyebalkan, memangnya kami sedekat itu sampai dia bisa langsung memanggil nama depanku?!
“Ta- tapi….”
Amber mengepalkan tangannya di bawah meja, tapi aku harus menjemput anak-anakku yang lucu dan imut!
“Laporan ini akan digunakan untuk meeting besok pagi. Kau tahu kan, Nona Clara, putri pemilik perusahaan yang baru kembali ke sini, akan memeriksanya pukul enam pagi.” Tuan Parker tersenyum dengan seringai yang tampak menjijikan di mata Amber.
Amber tentu tidak punya pilihan, jadi dia mengangguk singkat, “Tentu saja, Tuan Parker. Saya akan segera menyelesaikannya.”
Amber berkali-kali melihat ke arah jam dinding. Sudah hampir setengah enam sore. Ponselnya terus bergetar. Panggilan dari petugas daycare tempatnya menitipkan si kembar sudah sejak tadi berdering. Aduh, bagaimana ini? Violet dan Victor belum di jemput, dan aku terjebak di sini. Awas saja kalau mereka tidak membayar uang lemburku dengan benar! batin Amber sambil menghela napas panjang.
Amber menatap layar ponselnya dengan ekspresi cemas. Suaranya gemetar saat dia menjawab panggilan dari daycare tempat Victor dan Violet berada.
[Nyonya, ini sudah melewati jam operasional kami. Tolong segera jemput putra-putri Anda karena kami akan segera tutup.]
“Iya, maafkan saya. Saya terjebak oleh lemburan di kantor Tapi saya akan segera mengirim seseorang untuk datang dan menjemput mereka,” ucap Amber dengan penuh rasa bersalah.
Setelah menutup panggilan, dia segera menghubungi Jessie, sahabatnya yang sudah sangat baik hati, sampai bersedia menampung dirinya, Victor dan Violet. Bahkan Jessie uga bilang kalau dia tak keberatan menjaga si kembar sebentar sementara Amber bekerja. Meskipun merasa tidak enak, tapi saat ini Amber tidak punya pilihan lain selain Jessie. Amber segera memutar nomor Jessie di ponselnya.
“Jessie, maaf mengganggu. Bisakah kau menjemput Victor dan Violet di daycare? Aku terjebak di kantor, dan mereka memintaku menjemput si kembar segera,” pinta Amber, suaranya penuh kegelisahan.
Untungnya, Jessie merespons dengan ramah.
[Tentu saja, Amber. Jangan khawatir. Aku akan segera ke sana.]
Amber merasa lega mendengar jawaban Jessie. Dia tahu dia bisa mengandalkan sahabatnya itu. Namun, kekhawatirannya terhadap Victor dan Violet membuatnya tidak bisa diam. Namun tak ada pilihan. Amber harus menyelesaikan tugas yang diberikan Tuan parker sebelum pulang.
Jam terus berjalan, sekarang pukul delapan dan kantor mulai sepi. Amber fokus menyelesaikan tugasnya, tetapi tiba-tiba dia merasa ada yang mengawasinya. Dia menoleh dan melihat Tuan Parker mengamatinya dengan tatapan mengganggu.
“Tuan Parker, apakah ada yang bisa saya bantu?” tanya Amber, mencoba tetap profesional.
Tuan Parker tersenyum licik. “Oh, Amber. Kau tahu, kau terlihat sangat menarik hari ini. Apa kau mau minum wine bersama denganku setelah ini?”
Amber mencoba tersenyum sopan. “Maaf, Tuan Parker. Saya harus menyelesaikan pekerjaan ini dan segera pulang.”
“Jangan dingin begitu.” sahut Tuan Parker tidak mengerti batasan. Dia mendekati Amber dengan sikap yang semakin mengganggu. “Ah, Amber. Ayo, kita bisa meluangkan waktu bersama. Kau pasti menyukainya nanti. Punyaku keras dan panjang… kurasa kau akan mendesah dan-”
Amber merasa tidak nyaman dan langsung memotong ucapannya. “Tuan Parker, saya ingin fokus pada pekerjaan saya.”
Tetapi Tuan Parker semakin mendekat. “Kau terlalu tegang, Amber. Biarkan aku membantu merilekskanmu.”
Amber mencoba menghindar, tetapi Tuan Parker terus mendekatinya. Dia merasa terjebak dan tidak tahu harus berbuat apa.
“Tuan Parker, tolong jangan melakukan ini,” ucap Amber dengan suara gemetar.
Tetapi Tuan Parker terus mendekat. “Kau bisa menikmatinya, Amber. Jangan terlalu kaku.”
Amber merasa semakin terjepit. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tetapi tiba-tiba, suara pintu kantor terbuka dan salah satu rekan kerjanya muncul. Dia adalah wanita berambut coklat yang memperkenalkan dirinya sebagai Charlotte tadi pagi.
“Maaf mengganggu, Amber. Tuan Parker, aku juga sedang lembur dan ingin membeli makan malam, apa kalian mau burger dan cola di resto depan?” tanya Charlotte ramah dengan senyum.
Tuan Parker langsung berbalik dan menyadari situasinya. “Oh, tentu saja Lottie… apa kau bisa pesankan dua burger keju dan cola?”
“Tentu, ayo temani aku, Amber!”
Amber merasa lega ketika rekan kerjanya masuk, dan Tuan Parker pergi dengan cepat. Dia mengambil napas dalam-dalam dan berusaha mengatasi rasa gemetarnya.
***
Sementara itu di Kingston Corporation, dengan langkah gemulai, Clara memasuki ruang kerja Julian, senyum manis terukir di bibirnya. Dia melihat Julian yang sibuk di meja kerjanya, menghadapi tumpukan dokumen dan laptop yang menyala terang.
“Julian, sayang, aku datang menemuimu,” ucap Clara dengan suara lembut, mencoba menarik perhatian Julian.
Julian mengangkat kepala, matanya bertemu dengan sosok Clara yang memesona di depannya. Dia menarik nafas dalam-dalam, merasakan sedikit gangguan karena kedatangan Clara di tengah kesibukannya.
“Clara,” sahut Julian dengan nada yang tetap tenang dan dingin meskipun dia sedang lelah. “Ada apa dengan kedatanganmu?”
Clara mendekati meja Julian dengan langkah anggunnya, merapatkan diri pada Julian yang duduk tegak di kursi. Dia memperlihatkan senyumnya yang manis, mencoba mencairkan keretakan dingin di antara mereka.
“Aku hanya ingin melihatmu, Ian. Aku merindukanmu,” ucap Clara dengan suara lembut, matanya memancarkan kilau keinginan.
Julian merasa sedikit terganggu dengan kedekatan Clara. Dia tidak terbiasa dengan ekspresi perhatian dan kasih sayang yang terlalu manis dari Clara. Namun, dia tidak menolak kehadirannya.
“Maaf, Clara. Aku sedang terlalu sibuk dengan pekerjaanku,” jawab Julian singkat, mencoba memfokuskan perhatiannya kembali pada dokumen di depannya. “Kalau tidak ada perlu, pulanglah.”
Clara menatap Julian dengan tatapan penuh harap. Dia mencintai Julian lebih dari apapun, meskipun Julian seringkali bersikap dingin dan acuh tak acuh padanya. Baginya, Julian adalah segalanya, dan dia bersedia melakukan apapun untuk menjaga hubungan itu.
“Kita akan bertunangan besok, dan seperti ini saja responmu?” Clara merajuk. “Ian, aku sudah bilang pada Dad tentang proyek yang kau minta, jadi kenapa kau masih begini?”
Julian mengangkat sebelah alisnya, dia merangkul Clara dan membawa wanita itu duduk di pangkuannya. “Jadi, apa yang dikatakan ayahmu?”
Clara langsung bungah dengan perhatian kecil itu. “Dad akan menyetujuinya.”
“Bagus, kurasa aku bisa mencintaimu kalau kau terus memberikan keuntungan bagiku.”
Clara tidak peduli, dia mengalungkan tangan di leher Julian. “Apapun, asal kau tidak meninggalkanku, Ian.”
Dalam benak Julian, dia berpikir bahwa mungkin ini memang yang terbaik. Clara adalah wanita cantik dan sepadan dengannya, dan menjalin hubungan dengan Clara mungkin akan membuat hidupnya lebih mudah. Meskipun tidak ada api yang berkobar di dalam dirinya untuk Clara, Julian menganggap ini sebagai kesempatan yang baik untuk memperkuat posisinya di dunia bisnis.
Ini yang terbaik, batin Julian mantap.
Pesta pertunangan Julian dan Clara digelar megah di salah satu hall hotel bintang lima yang mewah di pusat kota Los Angeles. Ratusan tamu elit dari berbagai kalangan bisnis dan sosial hadir untuk merayakan persatuan antara Kingston Corporation dan Mouren Inc. Amber, salah satu karyawan Mouren Inc yang baru dipindahkan ke sana, tentu saja mendapatkan undangan ke pesta tersebut.Hari pesta pertunangan tiba. Amber duduk di depan meja rias di kamarnya, memandang dirinya sendiri di cermin dengan gaun malam yang elegan. Rambutnya dikepang indah, dan makeupnya dipoles dengan cermat. Namun, di dalam hatinya, Amber merasa gelisah. Dia sebenarnya tidak berniat datang ke pesta ini.“Jessie, aku rasa aku tidak bisa pergi,” kata Amber dengan cemas saat mengeluh pada sahabatnya.Jessie, yang sedang sibuk menyiapkan makan malam untuk si kembar, mendengus di telepon. “Amber, sudahlah. Ini kesempatan bagus untukmu bersosialisasi di perusahaan baru. Ayo, berikan senyum terbaikmu dan hadir di pesta itu.”
Julian menatap dengan mata terbelalak saat dia menyaksikan Amber berlalu di hadapannya. Sebuah rasa kebingungan menyelimuti pikirannya, tetapi saat Amber, Jessie, dan si kembar melangkah menuju pintu keluar, Julian tiba-tiba menyadari sesuatu.“Astaga, gadis itu. Sial, dia adalah gadis mabuk yang selama ini aku cari,” desis Julian pelan, seperti menyusur angin. Segera saja Julian memanggil Mark. “Itu ... itu dia.”“Siapa, Tuan?” tanya Mark, melirik ke arah Amber yang menghilang di tengah keramaian lobi hotel.Julian menggelengkan kepala, mencoba mengatasi kebingungannya. “Dia adalah wanita mabuk yang aku cari selama ini.”“Anda yakin, benar-benar gadis itu yang Anda lihat sebelumnya?” Mark mencoba memastikan.“Pernahkah mataku salah melihat atau salah menilai selama ini, Mark?”“Maaf, Tuan, bukan maksud saya—”Julian mendesah keras. “Sudahlah, nanti saja kita bicarakan. Pesta masih berlangsung, aku tidak boleh terganggu oleh hal lain.” Julian masuk ke dalam lagi setelah mengucapkan itu
Setelah mengunci pintu apartemen Jessie dengan hati-hati agar tidak mengganggu Victor dan Violet yang sedang tidur, Amber dan Jessie duduk di ruang tamu yang redup. Dalam keheningan yang tegang, Amber merasa berat untuk membuka mulut.“Amber, kau berhutang penjelasan padaku. Apa yang terjadi tadi?” tanya Jessie dengan nada cemas. “Kenapa kau terlihat begitu gelisah? Apakah semuanya baik-baik saja? Benarkah kau melihat ayah si kembar?”“Satu-satu, Jessie.” Amber menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. “Iya, tadi di pesta ... aku bertemu dengan ayah si kembar.”Jessie menatap Amber dengan tatapan terkejut. “Ayah si kembar? Bagaimana itu bisa terjadi? Apa dia ....?”Amber mengangguk, wajahnya pucat. “Dia adalah tunangan dari putri keluarga Mouren, pemilik Mouren Inc.”“Putri perusahaan tempatmu bekerja…” Jessie mengerutkan kening, mencoba memahami implikasi dari apa yang baru saja diungkapkan Amber. “Jadi, ayah si kembar ad
Di sebuah restoran mewah bintang lima di tengah kota, Julian dan Clara duduk bersama ibu Julian, Gracey, untuk makan siang. Suasana restoran tenang dan elegan, dengan pemandangan kota yang terhampar di luar jendela tinggi. Mereka dikelilingi oleh aura kemewahan yang memancar dari setiap sudut ruangan.Gracey tersenyum lembut sambil menatap anak dan calon menantunya bergantian. “Jadi, bagaimana kabar kalian berdua? Bagaimana persiapan pernikahan?”Clara, dengan senyuman manisnya, menjawab, “Kami sangat bahagia, Aunty. Persiapan pernikahan berjalan lancar dan kami berdua sangat menantikan hari spesial itu.”Julian bergeser di kursinya, menatap ibunya dengan penuh perhatian. “Dan bagaimana dengan Mom sendiri? Apa kabar sejak terakhir kali kita bertemu?”Gracey tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, Sayang. Hanya sedikit sibuk dengan pekerjaan dan urusan rumah tangga. Tidak apa-apa.”Saat percakapan mereka berlanjut, pintu restoran terbuka dan seorang tamu memasuki ruangan. Tamu itu membawa
Julian mendekati cubicle Amber dengan langkah mantap, menatapnya dengan tatapan tajam. “Amber Hayes, apakah kau pegawai baru yang dimutasi dari Dallas?” tanya Julian dengan nada yang tenang namun tegas.Amber terkejut dan gemetar saat mendengar pertanyaan tersebut. Dia mencoba menjawab dengan canggung, “I-i-ya, Tuan Kingston, s-saya baru saja dimutasi dari Dallas...”Ketika Amber berbicara, dia merasa ketakutan. Bagaimana Julian tahu tentang latar belakangnya? Sudahkah Julian menyelidiki dirinya? Amber semakin takut saat memikirkan kemungkinan bahwa Julian juga tahu bahwa Victor dan Violet adalah anaknya.Sementara itu, Julian melihat gelagat Amber dengan senang hati. Dia merasa mendominasi dalam situasi ini. “Baiklah Amber, aku baru saja membantu Clara memeriksa pekerjaanmu,” kata Julian dengan nada serius. “Ada banyak kesalahan yang perlu diperbaiki segera.”Amber menelan ludah, merasa tegang mendengar bahwa Julian telah memeriksa pekerjaannya. Semua karyawan di sekitar mereka tahu b
“Malam itu hanya kesalahan? Apa maksudnya? Sudah sejauh apa mereka? Julian bahkan tak pernah mau menyentuhku. Bisa-bisanya si jalang itu sudah menikmati tubuh calon suamiku!”Suasana di kantor Clara terasa tegang pagi ini. Semalaman dia tidak bisa tidur, dan seharian kemarin dia terus uring-uringan memikirkan kedekatan Julian dan Amber. Kini, Clara duduk di balik meja kerjanya, mata menatap layar komputernya dengan intensitas yang mengkhawatirkan. Di lubuk hatinya, perasaan cemburu dan ketakutan terus menggerogoti.“Amber Hayes, aku akan membalasmu dengan benar!” Clara merasa terancam oleh kehadiran Amber, asisten kepala cabang yang baru. Setiap kali Julian memberikan perhatian pada Amber, Clara merasa dirinya semakin terpinggirkan. Dengan cepat, Clara memutuskan untuk mengambil tindakan. Dia merencanakan untuk menyingkirkan Amber dari kehidupan Julian, tanpa memikirkan akibatnya. Ide jahat muncul di benaknya, dan dia mulai menyusun rencana sekejam mungkin.“Tuan Parker, aku ingin Ambe
Suasana di kantor semakin tegang seiring berjalannya waktu. Julian duduk di meja kerjanya, memikirkan Amber dan Clara. Dia merasa sulit untuk mendekati Amber, tetapi juga memahami bahwa Amber sulit dijangkau karena tekanan yang diberikan Clara padanya.“Amber terlalu sulit didekati. Tapi aku paham itu, karena Clara menekannya. Aku harus menemukan cara untuk membantunya.”Julian memikirkan situasinya dengan hati-hati. Dia tidak bisa langsung menegur Clara, karena itu akan terlihat aneh. Lagi pula, dia takut Clara akan mengadu pada ayahnya dan membatalkan persetujuan proyek yang sedang berjalan. Julian masih membutuhkan Clara, meskipun dia mengakui bahwa dia tidak bisa lepas dari bayang-bayang Amber.Julian menghela napas. “Apa yang seharusnya aku lakukan?”“Bagaimana kalau Anda menemui si kembar saja, Tuan?” usul Mark sambil menunjukkan foto si kembar yang Amber antarkan ke tempat penitipan anak.“Hmmm, kurasa ini ide bagus.” Akhirnya, Julian memutuskan untuk menghentikan kunjungannya k
Amber menutup laptopnya dengan perasaan lega setelah menyelesaikan hari yang melelahkan di kantor. Untungnya Clara pulang cepat, sehingga tidak membebaninya dengan perintah konyol lagi. Setelah mengenakan jaketnya, Amber segera menuju tempat daycare untuk menjemput anak-anaknya.Tetapi begitu Amber tiba di tempat daycare, dia merasa cemas. Sesuatu terasa tidak beres. Dia tidak melihat Victor dan Violet seperti biasanya. Amber segera menuju ke ruang resepsionis dan bertanya pada pengurus daycare.“Maaf, di mana Victor dan Violet?” tanya Amber dengan nada cemas.Pengurus daycare memandang Amber dengan ekspresi terkejut sebentar sebelum menjawab, “Oh, tadi teman Anda menjemput mereka lebih awal, dan saat ini mereka sedang bermain di taman dekat sini, Nyonya Hayes. Mereka terlihat sangat senang.”Amber merasa lega mendengar itu tetapi juga merasa sedikit marah. Dia bertanya pada dirinya sendiri mengapa tidak ada yang memberitahukannya sebelumnya. Dia segera berterima kasih kepada pengurus
Waktu berlalu dengan cepat. Sudah beberapa bulan sejak Hector dan Hugo lahir, dan hidup Amber kini penuh dengan kesibukan. Setiap hari, dia terfokus mengurus dua bayi kembar mereka, sementara Julian mengambil alih tugas mengasuh Victor dan Violet setiap kali ada waktu. Gracey sering mampir dan kadang menginap untuk membantu Amber, memberikan sedikit kelonggaran dari tugas berat sebagai ibu baru.Suatu malam, saat mereka akhirnya bisa duduk berdua di sofa setelah anak-anak tertidur, Julian memandang Amber dengan lembut. Wajah istrinya terlihat lelah, tetapi tetap memancarkan kehangatan dan kasih sayang.“Amber,” panggil Julian pelan, membuat Amber menoleh. “Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”“Apa itu, Sayang?” Amber bertanya sambil menyesuaikan posisi duduknya, mencoba meredakan kelelahan di tubuhnya.“Aku ingin memberikanmu sesuatu sebagai hadiah,” kata Julian dengan serius. “Hadiah yang spesial.”Amber mengerutkan kening, sedikit terkejut. “Hadiah? Untuk apa?”Julian tersenyum han
Waktu berlalu dengan cepat, dan kehamilan Amber kini sudah mencapai bulan terakhir. Setiap hari terasa penuh dengan harapan dan kegembiraan. Ketika Amber dan Julian melakukan USG beberapa minggu sebelumnya, mereka terkejut dan senang mengetahui bahwa bayi yang dikandung Amber ternyata kembar. Namun, sebagai kejutan, mereka memutuskan untuk tidak mengungkap jenis kelamin bayi tersebut, menjaga agar momen kelahiran menjadi lebih spesial.Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Amber merasakan kontraksi yang semakin intens, dan Julian segera membawa Amber ke rumah sakit. Ketegangan dan kegembiraan memenuhi udara saat mereka memasuki ruang bersalin. Julian menggenggam tangan Amber erat, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas.“Grandma, sebentar lagi adik bayi akan lahir, ya?” tanya Violet dengan wajah polosnya.Gracey yang ikut ke rumah sakit mengangguk pelan, “iya sayang. Mommy akan melahirkan adik bayi untuk kalian.”“Apa prosesnya cepat?” tanya Victor dengan wajah khawatir, “bany
Pagi itu, Amber merasa tidak enak badan. Sudah beberapa hari terakhir tubuhnya lemah, disertai pusing dan mual yang semakin parah. Namun, hari ini, saat mereka mengunjungi rumah orang tua Julian, Gracey dan James, mual itu terasa lebih kuat. Amber dan Julian sengaja membawa si kembar, Victor dan Violet, untuk bermain di rumah kakek dan nenek mereka. Namun, suasana hangat yang biasanya menyelimuti mereka saat berkumpul kali ini terasa berbeda.Julian duduk di sebelah Amber di ruang tamu, matanya penuh kekhawatiran. “Sayang, kau terlihat pucat. Ada apa? Kau sakit?” tanyanya lembut.Amber mengerutkan kening, tangannya memegang perutnya. “Aku merasa pusing dan mual, tapi tidak demam.”Julian semakin cemas. “Ini sudah beberapa hari. Mungkin kita perlu ke dokter.”Sebelum Amber sempat menjawab, rasa mual itu datang lebih kuat. “Hoeekk!” Amber menahan muntah, lalu melambaikan tangan ke arah Julian. “Julian, tolong... menjauh sebentar,” pintanya dengan lemah.Julian mundur dengan bingung. Ini
Setahun telah berlalu sejak Amber dan Julian mengikat janji suci dalam pernikahan mereka. Kehidupan mereka yang damai penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan tawa anak-anak yang mengisi rumah mereka. Namun, di balik senyum Amber yang selalu cerah, ada kegelisahan yang tak kunjung hilang. Meskipun pernikahan mereka telah memasuki usia setahun, Amber belum juga hamil lagi. Rasa cemas dan bersalah mulai menghantui pikirannya, terutama karena Julian dan anak-anak pernah sangat menginginkan kehadiran adik bayi untuk Victor dan Violet.Hari itu, setelah mengantar Victor dan Violet ke taman kanak-kanak, Amber memutuskan untuk duduk sejenak di taman sekolah, menikmati ketenangan pagi. Saat dia duduk, Amber melihat seorang wanita di bangku lain yang tampak kelelahan dan sedih. Merasa iba, Amber menghampirinya.“Hai, kau baik-baik saja?” Amber menyapa dengan lembut.Wanita itu, yang terlihat terkejut dengan perhatian Amber, tersenyum kecil meski kesedihan masih terpancar di wajahnya. “Oh, hai… Iy
Sepulang dari bulan madu yang indah dan penuh kenangan di Eropa, Amber dan Julian kembali ke rumah mereka dengan hati yang hangat. Namun, kehangatan itu segera terganggu oleh dua sosok kecil yang sudah tak sabar menunggu di depan pintu.“Mommy! Daddy!” teriak Victor dan Violet serempak, wajah mereka bersinar-sinar penuh antusiasme.Gracey mengikuti dibelakang mereka. Kemudian memeluk Amber dengan hangat. “Bagaimana? Kalian menghabiskan waktu dengan baik di sana, kan?”“Sangat menyenangkan, Mom,” Amber mengurai pelukan, dia memberikan bingkisan yang terpisah pada Gracey. “Ini hadiah yang khusus aku bawakan dari setiap negara yang kami kunjungi.”“Tidak perlu repot-repot, Sayang.” Gracey menerima bingkisan itu, “tapi karena ini dari menantu kesayanganku, akan aku terima dengan senang hati.”“Mommy, Mommy!” Violet membentangkan tangannya, “peluk Vio! Aku sangat rindu pada Mommy!”Victor ikut membentangkan tangan, “jangan lupa aku juga anak kalian.” Ucapnya dengan malu-malu.Julian berde
Segera setelah pesta pernikahan selesai, Julian membawa Amber pergi berbulan madu. Meninggalkan Victor dan Violet dibawah pengawasan Gracey dan James. Perjalanan mereka dimulai dari Paris, kota yang tak pernah kehilangan pesonanya sebagai tujuan romantis. Mereka tiba di Paris pada malam hari, disambut oleh gemerlapnya lampu kota dan Menara Eiffel yang menjulang megah, seakan mengucapkan selamat datang kepada mereka. Julian telah merencanakan segalanya dengan cermat. Dia memilih hotel yang elegan dengan pemandangan langsung ke Menara Eiffel.Malam pertama mereka di Paris dihabiskan dengan makan malam romantis di sebuah restoran mewah di tepi Sungai Seine. Di bawah sinar lilin yang redup dan dengan latar belakang Menara Eiffel yang berkilauan, mereka menikmati hidangan Prancis yang lezat, ditemani oleh alunan musik lembut yang dimainkan oleh musisi lokal.“Kita akhirnya di sini,” kata Julian sambil menggenggam tangan Amber di atas meja. “Ini adalah awal dari kehidupan baru kita, dan ak
Hari itu tiba. Hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama oleh Amber dan Julian. Pernikahan mereka diatur dengan sempurna, setiap detail dipikirkan dengan seksama untuk memastikan bahwa momen ini akan menjadi kenangan indah seumur hidup. Para tamu mulai berdatangan, mengenakan pakaian terbaik mereka, memberikan suasana mewah tetapi tidak menghilangkan kesan hangat di sekitar gereja besar yang dikelilingi taman penuh bunga berwarna-warni.Di ruang tunggu pengantin wanita, Amber berkumpul bersama Gracey dan kedua anaknya, Victor dan Violet. Dengan gaun pengantin putih yang anggun, Amber tampak seperti sosok peri yang tenang dan penuh cinta. Matanya bersinar, tetapi di balik itu, ada sedikit kegugupan yang wajar. Ini bukan hanya tentang pernikahan, melainkan awal dari kehidupan baru. Tidak hanya baginya, tetapi juga bagi Julian, terutama Victor dan Violet.Gracey, mengenakan gaun biru langit, menghampiri Amber dengan senyum penuh arti. Dia telah melihat banyak perubahan dalam
Hari-hari menjelang pernikahan Julian dan Amber terasa seperti mimpi yang hampir menjadi kenyataan. Setelah sekian lama dilanda berbagai cobaan, akhirnya momen bahagia itu tiba juga. Julian yang perfeksionis, tak ingin melewatkan satupun detail dalam persiapan pernikahan mereka. Dia ingin pernikahan ini menjadi simbol cinta yang tidak akan pernah terlupakan oleh siapapun.Pagi itu, matahari bersinar cerah, seakan turut merayakan kebahagiaan mereka. Julian, Amber, dan si kembar, berkumpul di butik tempat mereka akan fitting pakaian pernikahan. Butik tersebut telah disulap menjadi tempat yang penuh dengan keanggunan, dihiasi dengan bunga segar dan kain-kain sutra yang menambah kesan mewah.Amber berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Gaun itu terbuat dari sutra lembut yang membalut tubuhnya dengan sempurna, dihiasi renda halus yang menyatu dengan kulitnya, serta manik-manik berkilauan yang memantulkan cahaya lampu kristal di atasnya. Saat Amber melih
Seminggu setelah kejadian yang mengguncang keluarga Kingston, Amber akhirnya diizinkan pulang. Kondisinya sudah jauh membaik setelah melewati masa pemulihan yang intensif. Hari itu, Julian, James, Gracey, dan si kembar menjemputnya di rumah sakit.Saat pintu rumah sakit terbuka, wajah-wajah penuh harapan menyambut Amber dengan sukacita. Sementara Amber yang berdiri di ambang pintu tersenyum tipis penuh kehangatan. Si kembar lantas berlari kecil menuju Amber, wajah mereka bersinar dengan kegembiraan yang tak terbendung.“Mommy!” seru Victor dan Violet serempak, keduanya melompat ke dalam pelukan Amber dengan semangat yang menggebu-gebu.“Mommy! Aku merindukanmu!” ujar Violet yang semakin mengeratkan pelukan.“Aku juga!” seru Victor tidak mau kalah.Amber tidak bisa menahan air matanya. Dia merindukan anak-anaknya lebih dari apa pun selama masa pemulihan ini. Pelukan mereka adalah sesuatu yang dia impikan setiap malam di rumah sakit. Dengan mata berkaca-kaca, dia membalas pelukan mere