Amber menutup laptopnya dengan perasaan lega setelah menyelesaikan hari yang melelahkan di kantor. Untungnya Clara pulang cepat, sehingga tidak membebaninya dengan perintah konyol lagi. Setelah mengenakan jaketnya, Amber segera menuju tempat daycare untuk menjemput anak-anaknya.Tetapi begitu Amber tiba di tempat daycare, dia merasa cemas. Sesuatu terasa tidak beres. Dia tidak melihat Victor dan Violet seperti biasanya. Amber segera menuju ke ruang resepsionis dan bertanya pada pengurus daycare.“Maaf, di mana Victor dan Violet?” tanya Amber dengan nada cemas.Pengurus daycare memandang Amber dengan ekspresi terkejut sebentar sebelum menjawab, “Oh, tadi teman Anda menjemput mereka lebih awal, dan saat ini mereka sedang bermain di taman dekat sini, Nyonya Hayes. Mereka terlihat sangat senang.”Amber merasa lega mendengar itu tetapi juga merasa sedikit marah. Dia bertanya pada dirinya sendiri mengapa tidak ada yang memberitahukannya sebelumnya. Dia segera berterima kasih kepada pengurus
“Amber Hayes… apa kau pikir aku bodoh?” Julian terus menggerutu sendirian. “Anak-anak itu jelas memiliki hubungan denganku.”“Melihat waktu kepergiannya ke Dallas empat tahun lalu, waktunya sangat tidak tepat jika dibilang hanya kebetulan belaka.” Julian menghela napas panjang, “Amber Hayes… apa yang kau sembunyikan?”Julian mengendarai mobilnya dengan pikiran yang kacau. Kata-kata Amber terus bergema di kepalanya, dan dia merasa terganggu oleh keanehan situasi hari ini. Victor dan Violet terlihat begitu mirip dengannya, dan Amber dengan tegas menolak kedekatan Julian dengan anak-anak itu.“Dia pasti menyembunyikan sesuatu,” gumam Julian. “Mengapa dia begitu tegas menolakku mendekati Victor dan Violet? Dan mengapa mereka begitu mirip denganku?”Julian merasa semakin penasaran. Dia merenung sejenak sebelum akhirnya mengambil keputusan. “Aku harus bicara dengan Amber. Aku harus tahu kebenaran di balik semua ini.”Tanpa pikir panjang, Julian segera memutar arah dan kembali ke apartemen Am
“Kau mengajukan syarat seperti itu, berarti mereka adalah anak-anakku!” Julian menatap Amber dengan tajam, suaranya meninggi, dan itu membuat Amber mencium ketakutan.Amber menelan ludah, dia tercekat. Barusan wanita itu sadar kalau dia keceplosan. “A- aku… aku tidak bermaksud begitu! Pokoknya mereka bukan anak-anakmu, Julian!”Julian menarik napas, menahan amarahnya yang memuncak, “baiklah… kalau mereka memang bukan anak-anakku, lantas mengapa kau takut aku akan merebut mereka darimu?”Amber terdiam, keringat dingin mengucur deras di keningnya.“Jawab aku, Amber Hayes! Mengapa kau begitu takut si kembar akan aku rebut darimu, bukankah itu sebuah indikasi kalau mereka adalah anak-anakku?” Julian mengejutkan Amber dengan pertanyaannya. “Apakah kau mengira aku bodoh? Anak-anak itu jelas-jelas mirip denganku. Kau tidak bisa sembunyi dari kenyataan itu.”Amber terdiam sejenak, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. Tadinya Amber akan berkata jujur jika Julian berjanji tidak akan merebut V
Amber pulang dengan perasaan kacau, air mata mengalir di pipinya. Jessie melihatnya dan segera mendekat, memeluknya erat. “Amber, apa yang terjadi?” tanya Jessie dengan nada khawatir.Amber menggeleng, kesedihan masih menyelimuti dirinya. Dia pun menceritakan segalanya kepada Jessie. “Julian curiga dan bersikeras meyakini kalau Vic dan Vio adalah anaknya.”“Itu masuk akal, Amber. Kalau aku jadi Julian, aku pun pasti akan memikirkan hal yang sama. Lihatlah wajah Victor, dia dipahat dengan fitur wajah yang sama peris dengan wajah Julian. Violet pun begitu, hanya saja matanya biru seperti matamu.”“Apa yang harus aku lakukan, Jessie. Bagaimana jika Julian benar melakukan tes DNA pada anak-anakku?” Jessie mendengarkan dengan simpati yang dalam, memahami betapa beratnya situasi Amber.“Haruskah kita kirim si kembar kembali ke Dallas. Ibuku akan menjaga mereka dengan baik. Kau bisa tetap bekerja di sini, sampai kau mendapat pekerjaan yang bagus di Dallas. Kurasa itu adalah pilihan terbaik sa
Julian duduk tegang di ruang kerjanya, memainkan pulpen di tangannya sambil menatap layar komputernya dengan ekspresi tegang. Pengacaranya, Jack Thompson, duduk di hadapannya, menggelengkan kepala dengan serius.Pengacara Thompson mengangkat satu alisnya seraya menyampaikan berita yang sulit. “Tuan Kingston, tampaknya kita memiliki masalah besar. Nona Hayes telah mendapatkan pekerjaan baru.”Julian menatap pengacaranya dengan pandangan yang penuh ketidakpercayaan. “Apa maksudmu dia sudah mendapat pekerjaan baru? Bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan pekerjaan baru begitu cepat?”Pengacara Thompson mengangguk. “Saya tidak punya semua rinciannya, tapi tampaknya Nona Hayes telah menemukan pekerjaan yang cukup solid. Posisi ini akan membuatnya sulit untuk memaksa dia membawa anak-anak ke kediaman Anda.”Julian merasa dunianya hancur. Dia telah mengatur segalanya dengan begitu rapi, termasuk mengambil sampel DNA anak-anaknya, dan sekarang semuanya terancam sirna. “Tidak mungkin. Kita haru
Julian melepaskan ciumannya pada Amber. Nafas Julian memburu panas, matanya berkilat liar di bawah remang lampu kelab. Amber meronta dalam dekapannya, hatinya berdebar kencang diiringi rasa takut yang mulai menjalar.“Lepaskan aku, Julian!” teriak Amber, berusaha mendorong tubuh Julian yang jauh lebih besar darinya.Julian mengabaikan perlawanan Amber, malah mendekatkan wajahnya semakin dekat. “Diamlah, Amber,” bisiknya dengan suara serak. “Diam dan rasakan ini. Kau pasti akan menikmati ini, seperti sebelumnya”Sebelum bibir Julian menyentuh bibir Amber lagi, Amber mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorongnya. Julian terhuyung ke belakang, memberi Amber kesempatan untuk melarikan diri. Namun Julian dengan cepat menangkapnya dan menarik tangan Amber lagi.“Kau tidak akan bisa lari dariku, Amber, tidak akan pernah bisa.” Julian tertawa dan itu terdengar dingin dan kejam. “Bukankah ini yang kau inginkan? Kau bekerja di kelab agar tubuhmu bisa di jamah dan--”Plak! Satu tamparan tiba-
Amber menatap Julian dengan kemarahan yang membara di matanya. “Apa lagi yang Anda rencanakan, Tuan Kingston?!”Julian berusaha tetap tenang meskipun dia bisa merasakan ketegangan yang menyelimuti mereka. “Amber, dengarkan aku. Aku tidak bermaksud jahat. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.”Amber menggeleng, tidak percaya. “Kau berpikir bisa mengambil anak-anakku dengan cara seperti ini? Kau tidak tahu betapa kerasnya aku berjuang untuk mereka.”Julian menarik napas panjang, mencoba menahan emosi. “Aku tahu, Amber. Aku tahu kau adalah ibu yang hebat. Tapi aku ingin berada dalam hidup mereka juga. Mereka berhak tahu siapa ayah mereka.”Amber menatap Julian dengan tatapan tajam, menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak, Tuan Kingston. Hidupku berantakan sejak kau muncul kembali. Kau tidak tahu bagaimana sulitnya bagiku. Aku ingin kau pergi dan menjauh dari kami.”Debat semakin memanas, suara Amber mulai bergetar oleh emosi yang tertahan. “Aku sudah mencoba
Clara baru saja pulang dari perjalanan bisnis tiga harinya di Miami. Begitu sampai di rumah, dia langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyelidiki lebih dalam tentang Amber dan seberapa jauh hubungannya dengan Julian. Dengan cepat, laporan yang dia harapkan pun tiba.“Nona Hayes sekarang bekerja di club malam di pusat kota, Nona,” lapor salah anak buahnya, Tara Medley.Clara tersenyum licik. “Bagus. Kirim orang untuk mengganggu dan merendahkannya. Aku ingin dia merasa tertekan dan tak berdaya.”Setelah memberikan perintah itu, Clara segera menghubungi Julian dan mengajaknya makan malam. Dia berharap bisa mempererat hubungan mereka dan mengendalikan situasi. Namun, respon Julian membuat Clara kecewa.“Tidak bisa, Clara. Aku sudah ada janji malam ini. Mungkin kita bisa pergi makan malam di lain waktu.” kata Julian dengan acuh dan dingin.Dia sudah berencana mengajak si kembar ke cafe anak, Mark telah bersusah payah membujuk Jessie, semata-mata agar wanita itu mau bekerjasama dan den
Waktu berlalu dengan cepat. Sudah beberapa bulan sejak Hector dan Hugo lahir, dan hidup Amber kini penuh dengan kesibukan. Setiap hari, dia terfokus mengurus dua bayi kembar mereka, sementara Julian mengambil alih tugas mengasuh Victor dan Violet setiap kali ada waktu. Gracey sering mampir dan kadang menginap untuk membantu Amber, memberikan sedikit kelonggaran dari tugas berat sebagai ibu baru.Suatu malam, saat mereka akhirnya bisa duduk berdua di sofa setelah anak-anak tertidur, Julian memandang Amber dengan lembut. Wajah istrinya terlihat lelah, tetapi tetap memancarkan kehangatan dan kasih sayang.“Amber,” panggil Julian pelan, membuat Amber menoleh. “Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”“Apa itu, Sayang?” Amber bertanya sambil menyesuaikan posisi duduknya, mencoba meredakan kelelahan di tubuhnya.“Aku ingin memberikanmu sesuatu sebagai hadiah,” kata Julian dengan serius. “Hadiah yang spesial.”Amber mengerutkan kening, sedikit terkejut. “Hadiah? Untuk apa?”Julian tersenyum han
Waktu berlalu dengan cepat, dan kehamilan Amber kini sudah mencapai bulan terakhir. Setiap hari terasa penuh dengan harapan dan kegembiraan. Ketika Amber dan Julian melakukan USG beberapa minggu sebelumnya, mereka terkejut dan senang mengetahui bahwa bayi yang dikandung Amber ternyata kembar. Namun, sebagai kejutan, mereka memutuskan untuk tidak mengungkap jenis kelamin bayi tersebut, menjaga agar momen kelahiran menjadi lebih spesial.Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Amber merasakan kontraksi yang semakin intens, dan Julian segera membawa Amber ke rumah sakit. Ketegangan dan kegembiraan memenuhi udara saat mereka memasuki ruang bersalin. Julian menggenggam tangan Amber erat, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas.“Grandma, sebentar lagi adik bayi akan lahir, ya?” tanya Violet dengan wajah polosnya.Gracey yang ikut ke rumah sakit mengangguk pelan, “iya sayang. Mommy akan melahirkan adik bayi untuk kalian.”“Apa prosesnya cepat?” tanya Victor dengan wajah khawatir, “bany
Pagi itu, Amber merasa tidak enak badan. Sudah beberapa hari terakhir tubuhnya lemah, disertai pusing dan mual yang semakin parah. Namun, hari ini, saat mereka mengunjungi rumah orang tua Julian, Gracey dan James, mual itu terasa lebih kuat. Amber dan Julian sengaja membawa si kembar, Victor dan Violet, untuk bermain di rumah kakek dan nenek mereka. Namun, suasana hangat yang biasanya menyelimuti mereka saat berkumpul kali ini terasa berbeda.Julian duduk di sebelah Amber di ruang tamu, matanya penuh kekhawatiran. “Sayang, kau terlihat pucat. Ada apa? Kau sakit?” tanyanya lembut.Amber mengerutkan kening, tangannya memegang perutnya. “Aku merasa pusing dan mual, tapi tidak demam.”Julian semakin cemas. “Ini sudah beberapa hari. Mungkin kita perlu ke dokter.”Sebelum Amber sempat menjawab, rasa mual itu datang lebih kuat. “Hoeekk!” Amber menahan muntah, lalu melambaikan tangan ke arah Julian. “Julian, tolong... menjauh sebentar,” pintanya dengan lemah.Julian mundur dengan bingung. Ini
Setahun telah berlalu sejak Amber dan Julian mengikat janji suci dalam pernikahan mereka. Kehidupan mereka yang damai penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan tawa anak-anak yang mengisi rumah mereka. Namun, di balik senyum Amber yang selalu cerah, ada kegelisahan yang tak kunjung hilang. Meskipun pernikahan mereka telah memasuki usia setahun, Amber belum juga hamil lagi. Rasa cemas dan bersalah mulai menghantui pikirannya, terutama karena Julian dan anak-anak pernah sangat menginginkan kehadiran adik bayi untuk Victor dan Violet.Hari itu, setelah mengantar Victor dan Violet ke taman kanak-kanak, Amber memutuskan untuk duduk sejenak di taman sekolah, menikmati ketenangan pagi. Saat dia duduk, Amber melihat seorang wanita di bangku lain yang tampak kelelahan dan sedih. Merasa iba, Amber menghampirinya.“Hai, kau baik-baik saja?” Amber menyapa dengan lembut.Wanita itu, yang terlihat terkejut dengan perhatian Amber, tersenyum kecil meski kesedihan masih terpancar di wajahnya. “Oh, hai… Iy
Sepulang dari bulan madu yang indah dan penuh kenangan di Eropa, Amber dan Julian kembali ke rumah mereka dengan hati yang hangat. Namun, kehangatan itu segera terganggu oleh dua sosok kecil yang sudah tak sabar menunggu di depan pintu.“Mommy! Daddy!” teriak Victor dan Violet serempak, wajah mereka bersinar-sinar penuh antusiasme.Gracey mengikuti dibelakang mereka. Kemudian memeluk Amber dengan hangat. “Bagaimana? Kalian menghabiskan waktu dengan baik di sana, kan?”“Sangat menyenangkan, Mom,” Amber mengurai pelukan, dia memberikan bingkisan yang terpisah pada Gracey. “Ini hadiah yang khusus aku bawakan dari setiap negara yang kami kunjungi.”“Tidak perlu repot-repot, Sayang.” Gracey menerima bingkisan itu, “tapi karena ini dari menantu kesayanganku, akan aku terima dengan senang hati.”“Mommy, Mommy!” Violet membentangkan tangannya, “peluk Vio! Aku sangat rindu pada Mommy!”Victor ikut membentangkan tangan, “jangan lupa aku juga anak kalian.” Ucapnya dengan malu-malu.Julian berde
Segera setelah pesta pernikahan selesai, Julian membawa Amber pergi berbulan madu. Meninggalkan Victor dan Violet dibawah pengawasan Gracey dan James. Perjalanan mereka dimulai dari Paris, kota yang tak pernah kehilangan pesonanya sebagai tujuan romantis. Mereka tiba di Paris pada malam hari, disambut oleh gemerlapnya lampu kota dan Menara Eiffel yang menjulang megah, seakan mengucapkan selamat datang kepada mereka. Julian telah merencanakan segalanya dengan cermat. Dia memilih hotel yang elegan dengan pemandangan langsung ke Menara Eiffel.Malam pertama mereka di Paris dihabiskan dengan makan malam romantis di sebuah restoran mewah di tepi Sungai Seine. Di bawah sinar lilin yang redup dan dengan latar belakang Menara Eiffel yang berkilauan, mereka menikmati hidangan Prancis yang lezat, ditemani oleh alunan musik lembut yang dimainkan oleh musisi lokal.“Kita akhirnya di sini,” kata Julian sambil menggenggam tangan Amber di atas meja. “Ini adalah awal dari kehidupan baru kita, dan ak
Hari itu tiba. Hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama oleh Amber dan Julian. Pernikahan mereka diatur dengan sempurna, setiap detail dipikirkan dengan seksama untuk memastikan bahwa momen ini akan menjadi kenangan indah seumur hidup. Para tamu mulai berdatangan, mengenakan pakaian terbaik mereka, memberikan suasana mewah tetapi tidak menghilangkan kesan hangat di sekitar gereja besar yang dikelilingi taman penuh bunga berwarna-warni.Di ruang tunggu pengantin wanita, Amber berkumpul bersama Gracey dan kedua anaknya, Victor dan Violet. Dengan gaun pengantin putih yang anggun, Amber tampak seperti sosok peri yang tenang dan penuh cinta. Matanya bersinar, tetapi di balik itu, ada sedikit kegugupan yang wajar. Ini bukan hanya tentang pernikahan, melainkan awal dari kehidupan baru. Tidak hanya baginya, tetapi juga bagi Julian, terutama Victor dan Violet.Gracey, mengenakan gaun biru langit, menghampiri Amber dengan senyum penuh arti. Dia telah melihat banyak perubahan dalam
Hari-hari menjelang pernikahan Julian dan Amber terasa seperti mimpi yang hampir menjadi kenyataan. Setelah sekian lama dilanda berbagai cobaan, akhirnya momen bahagia itu tiba juga. Julian yang perfeksionis, tak ingin melewatkan satupun detail dalam persiapan pernikahan mereka. Dia ingin pernikahan ini menjadi simbol cinta yang tidak akan pernah terlupakan oleh siapapun.Pagi itu, matahari bersinar cerah, seakan turut merayakan kebahagiaan mereka. Julian, Amber, dan si kembar, berkumpul di butik tempat mereka akan fitting pakaian pernikahan. Butik tersebut telah disulap menjadi tempat yang penuh dengan keanggunan, dihiasi dengan bunga segar dan kain-kain sutra yang menambah kesan mewah.Amber berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Gaun itu terbuat dari sutra lembut yang membalut tubuhnya dengan sempurna, dihiasi renda halus yang menyatu dengan kulitnya, serta manik-manik berkilauan yang memantulkan cahaya lampu kristal di atasnya. Saat Amber melih
Seminggu setelah kejadian yang mengguncang keluarga Kingston, Amber akhirnya diizinkan pulang. Kondisinya sudah jauh membaik setelah melewati masa pemulihan yang intensif. Hari itu, Julian, James, Gracey, dan si kembar menjemputnya di rumah sakit.Saat pintu rumah sakit terbuka, wajah-wajah penuh harapan menyambut Amber dengan sukacita. Sementara Amber yang berdiri di ambang pintu tersenyum tipis penuh kehangatan. Si kembar lantas berlari kecil menuju Amber, wajah mereka bersinar dengan kegembiraan yang tak terbendung.“Mommy!” seru Victor dan Violet serempak, keduanya melompat ke dalam pelukan Amber dengan semangat yang menggebu-gebu.“Mommy! Aku merindukanmu!” ujar Violet yang semakin mengeratkan pelukan.“Aku juga!” seru Victor tidak mau kalah.Amber tidak bisa menahan air matanya. Dia merindukan anak-anaknya lebih dari apa pun selama masa pemulihan ini. Pelukan mereka adalah sesuatu yang dia impikan setiap malam di rumah sakit. Dengan mata berkaca-kaca, dia membalas pelukan mere