Amber menatap Julian dengan kemarahan yang membara di matanya. “Apa lagi yang Anda rencanakan, Tuan Kingston?!”Julian berusaha tetap tenang meskipun dia bisa merasakan ketegangan yang menyelimuti mereka. “Amber, dengarkan aku. Aku tidak bermaksud jahat. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.”Amber menggeleng, tidak percaya. “Kau berpikir bisa mengambil anak-anakku dengan cara seperti ini? Kau tidak tahu betapa kerasnya aku berjuang untuk mereka.”Julian menarik napas panjang, mencoba menahan emosi. “Aku tahu, Amber. Aku tahu kau adalah ibu yang hebat. Tapi aku ingin berada dalam hidup mereka juga. Mereka berhak tahu siapa ayah mereka.”Amber menatap Julian dengan tatapan tajam, menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak, Tuan Kingston. Hidupku berantakan sejak kau muncul kembali. Kau tidak tahu bagaimana sulitnya bagiku. Aku ingin kau pergi dan menjauh dari kami.”Debat semakin memanas, suara Amber mulai bergetar oleh emosi yang tertahan. “Aku sudah mencoba
Clara baru saja pulang dari perjalanan bisnis tiga harinya di Miami. Begitu sampai di rumah, dia langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyelidiki lebih dalam tentang Amber dan seberapa jauh hubungannya dengan Julian. Dengan cepat, laporan yang dia harapkan pun tiba.“Nona Hayes sekarang bekerja di club malam di pusat kota, Nona,” lapor salah anak buahnya, Tara Medley.Clara tersenyum licik. “Bagus. Kirim orang untuk mengganggu dan merendahkannya. Aku ingin dia merasa tertekan dan tak berdaya.”Setelah memberikan perintah itu, Clara segera menghubungi Julian dan mengajaknya makan malam. Dia berharap bisa mempererat hubungan mereka dan mengendalikan situasi. Namun, respon Julian membuat Clara kecewa.“Tidak bisa, Clara. Aku sudah ada janji malam ini. Mungkin kita bisa pergi makan malam di lain waktu.” kata Julian dengan acuh dan dingin.Dia sudah berencana mengajak si kembar ke cafe anak, Mark telah bersusah payah membujuk Jessie, semata-mata agar wanita itu mau bekerjasama dan den
Malam itu di kelab, Amber sedang bekerja seperti biasa, menghidangkan minuman dan mengelap meja-meja yang dipenuhi oleh pengunjung. Namun, ada dua pelanggan yang terus menatapnya dengan pandangan mesum. Mereka duduk di pojok ruangan, berbicara pelan sambil sesekali tertawa, dan setiap kali Amber melintas, tatapan mereka terasa menyulitkannya.Amber merasa tidak nyaman, dan kegelisahannya terlihat jelas oleh teman satu shift-nya, Peter. Peter, yang sedang mengatur gelas-gelas di bar, melirik ke arah kedua pria itu lalu mendekati Amber.“Amber, kau kelihatan tidak nyaman. Ada masalah?” tanya Peter dengan suara pelan namun penuh perhatian.Amber mengangguk sedikit, matanya melirik ke arah kedua pria tersebut. “Mereka terus menatapku, Peter. Aku merasa terganggu.”Peter mengangguk memahami. “Kenapa kau tidak pindah ke pantry saja? Aku yang akan mengambil alih di sini. Biar aku yang mengurus mereka.”Amber merasa lega mendengar tawaran itu. “Terima kasih, Peter. Aku akan ke pantry sekarang
“Aku sudah mengatakan pada bosmu bahwa kau mengundurkan diri mulai malam ini, Amber.” Julian memasuki ruang loker karyawan tempat dia meninggalkan Amber sebelumnya untuk berbicara dengan pemilik kelab.“Tuan Kingston, apa yang kau bicarakan?!” Amber langsung berdiri, dia marah dan suaranya meninggi. “Siapa kau berani-beraninya mengatur hidupku?!”Julian terdiam, dia membiarkan Amber meluapkan amarahnya.“Aku mencari pekerjaan ini dengan bersusah payah setelah kau membuatku dipecat dari Mouren Inc, dasar brengsek!” Amber menarik napas, dia terengah-engah. “Kau menghancurkan hidupku, pekerjaanku, dan-”“Sudah malam, ayo pulang. Aku akan mengantarmu.”“Tuan Kingston!”Julian memicing tajam, “diamlah, sebelum aku berubah pikiran dan membawamu ke hotel sekarang juga, lalu menidurimu semalam suntuk.”Amber langsung menutup mulutnya. Julian menatap Amber dengan tekad yang bulat. Tanpa berkata-kata, dia merangkul Amber dengan lembut namun tegas, memapahnya keluar dari ruang loker karyawan. Am
Pagi yang cerah di apartemen Jessie, tetapi suasana tegang di dalamnya. Tepat pukul tujuh, bel apartemen berbunyi. Amber, yang masih merasa cemas setelah kejadian malam sebelumnya, membuka pintu dan melihat Mark berdiri di sana dengan senyum profesionalnya.“Selamat pagi, Nona Hayes,” sapa Mark dengan sopan.“Pagi, Tuan. Ada apa?” tanya Amber, meskipun dia sudah bisa menebak maksud kedatangannya.“Saya Mark Trupperton adalah asisten Tuan Kingston, kedatangan saya ke sini adalah untuk menyampaikan perintah dari Tuan Kingston, Nona Hayes.”Mark mengeluarkan sebuah map dari tas kerjanya dan menyerahkannya kepada Amber. “Ini kontrak kerja yang disiapkan Tuan Kingston untuk Anda. Beliau ingin Anda menjadi sekretaris pribadinya di Kingston Corporation.”Amber membuka map itu dan membaca isi kontrak dengan seksama. “Sekretaris pribadi?” gumamnya, keraguan tampak di wajahnya. “Aku tidak yakin ini pekerjaan yang tepat untukku. Aku sudah menolaknya semalam, Tuan Trupperton.”“Tuan Kingston sang
Suasana di dalam tenda sirkus begitu hidup. Lampu-lampu berwarna-warni menerangi panggung, menciptakan suasana magis yang memukau setiap mata yang memandang. Suara riuh penonton mengisi udara dengan gelak tawa dan tepuk tangan. Victor dan Violet duduk di antara Julian dan Amber, mata mereka berbinar-binar menyaksikan pertunjukan akrobat yang memukau.“Mommy, lihat! Mereka terbang!” seru Violet, menunjuk ke atas di mana dua akrobat berayun di udara dengan gaya yang memukau.Amber tersenyum dan mengangguk. “Ya, sayang. Mereka hebat sekali, ya?”Seorang akrobatik melompat dari satu trapeze ke trapeze lainnya dengan kelincahan yang luar biasa. Dia bergerak dengan elegan dan presisi, seolah-olah terbang di udara. Di bawah panggung, badut-badut dengan wajah penuh make-up konyol melakukan aksi lucu yang membuat penonton terpingkal-pingkal.“Ini sangat menyenangkan!” Victor, yang duduk di sebelah Julian, menoleh dan bertanya, “Daddy- ma… maksudku Uncle Julian, apakah kita bisa datang lagi ke
Julian pulang ke penthouse yang lebih dekat dengan kantornya, sebab dia belum menyelesaikan beberapa pekerjaan. Begitu membuka pintu, dia terkejut mendapati Clara sudah menunggunya di sana.“Apa yang kau lakukan di sini, Clara?” tanya Julian dengan nada datar, mencoba menyembunyikan kekesalannya.Clara memandangnya tajam. “Aku yang seharusnya bertanya, ke mana saja kau tadi?”Julian menghela napas, “Clara, bukankah kau sudah menyelidikiku? Harusnya kau tahu. Berhenti basa-basi.”Clara mengepalkan tangannya. “Aku tidak berhasil karena kau terus menghalangi. Jadi, aku datang langsung untuk meminta penjelasan.”“Aku bekerja, Clara. Dan itu bukan urusanmu,” jawab Julian singkat sambil berjalan menuju meja kerjanya. “Saat ini aku sangat lelah. Lebih baik kau pergi.”Clara tidak terima. “Apakah kau bersama Amber lagi? Itu sebabnya kau menghalangi orang-orangku untuk menyelidikimu?”“Itu bukan urusanmu,” balas Julian dengan dingin.Clara semakin kesal. “Kita akan segera menikah, Ian. Kau tid
Setelah insiden Clara menampar Amber, hubungan Julian dengan Amber yang sebelumnya mulai menghangat kini kembali merenggang. Amber, merasa terpojok dan terancam oleh Clara, dia mulai menghindari Julian sebisa mungkin.Clara menyelesaikan tugasnya dengan cepat dan sebisa mungkin menghindari percakapan yang tidak perlu. Namun, Julian tidak membiarkan situasi ini berlangsung lama. Dengan otoritas yang dimilikinya sebagai bos, Julian menemukan cara untuk terus berada di dekat Amber. Dia memaksa Amber ikut dalam berbagai meeting, meskipun sebenarnya tidak ada urgensi bagi Amber untuk hadir.“Amber, siapkan presentasi ini untuk meeting besok,” katanya dengan tegas, tidak memberi ruang untuk penolakan.Amber hanya bisa mengangguk patuh, meski hatinya memberontak. Setiap kali ada rapat, Julian selalu memastikan Amber duduk di dekatnya, kadang-kadang bahkan di sebelahnya. Setiap kali Amber mencoba menjauh, Julian akan memanggilnya dengan alasan pekerjaan. Dia bahkan membuat Amber lembur, sehin
Waktu berlalu dengan cepat. Sudah beberapa bulan sejak Hector dan Hugo lahir, dan hidup Amber kini penuh dengan kesibukan. Setiap hari, dia terfokus mengurus dua bayi kembar mereka, sementara Julian mengambil alih tugas mengasuh Victor dan Violet setiap kali ada waktu. Gracey sering mampir dan kadang menginap untuk membantu Amber, memberikan sedikit kelonggaran dari tugas berat sebagai ibu baru.Suatu malam, saat mereka akhirnya bisa duduk berdua di sofa setelah anak-anak tertidur, Julian memandang Amber dengan lembut. Wajah istrinya terlihat lelah, tetapi tetap memancarkan kehangatan dan kasih sayang.“Amber,” panggil Julian pelan, membuat Amber menoleh. “Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”“Apa itu, Sayang?” Amber bertanya sambil menyesuaikan posisi duduknya, mencoba meredakan kelelahan di tubuhnya.“Aku ingin memberikanmu sesuatu sebagai hadiah,” kata Julian dengan serius. “Hadiah yang spesial.”Amber mengerutkan kening, sedikit terkejut. “Hadiah? Untuk apa?”Julian tersenyum han
Waktu berlalu dengan cepat, dan kehamilan Amber kini sudah mencapai bulan terakhir. Setiap hari terasa penuh dengan harapan dan kegembiraan. Ketika Amber dan Julian melakukan USG beberapa minggu sebelumnya, mereka terkejut dan senang mengetahui bahwa bayi yang dikandung Amber ternyata kembar. Namun, sebagai kejutan, mereka memutuskan untuk tidak mengungkap jenis kelamin bayi tersebut, menjaga agar momen kelahiran menjadi lebih spesial.Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Amber merasakan kontraksi yang semakin intens, dan Julian segera membawa Amber ke rumah sakit. Ketegangan dan kegembiraan memenuhi udara saat mereka memasuki ruang bersalin. Julian menggenggam tangan Amber erat, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas.“Grandma, sebentar lagi adik bayi akan lahir, ya?” tanya Violet dengan wajah polosnya.Gracey yang ikut ke rumah sakit mengangguk pelan, “iya sayang. Mommy akan melahirkan adik bayi untuk kalian.”“Apa prosesnya cepat?” tanya Victor dengan wajah khawatir, “bany
Pagi itu, Amber merasa tidak enak badan. Sudah beberapa hari terakhir tubuhnya lemah, disertai pusing dan mual yang semakin parah. Namun, hari ini, saat mereka mengunjungi rumah orang tua Julian, Gracey dan James, mual itu terasa lebih kuat. Amber dan Julian sengaja membawa si kembar, Victor dan Violet, untuk bermain di rumah kakek dan nenek mereka. Namun, suasana hangat yang biasanya menyelimuti mereka saat berkumpul kali ini terasa berbeda.Julian duduk di sebelah Amber di ruang tamu, matanya penuh kekhawatiran. “Sayang, kau terlihat pucat. Ada apa? Kau sakit?” tanyanya lembut.Amber mengerutkan kening, tangannya memegang perutnya. “Aku merasa pusing dan mual, tapi tidak demam.”Julian semakin cemas. “Ini sudah beberapa hari. Mungkin kita perlu ke dokter.”Sebelum Amber sempat menjawab, rasa mual itu datang lebih kuat. “Hoeekk!” Amber menahan muntah, lalu melambaikan tangan ke arah Julian. “Julian, tolong... menjauh sebentar,” pintanya dengan lemah.Julian mundur dengan bingung. Ini
Setahun telah berlalu sejak Amber dan Julian mengikat janji suci dalam pernikahan mereka. Kehidupan mereka yang damai penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan tawa anak-anak yang mengisi rumah mereka. Namun, di balik senyum Amber yang selalu cerah, ada kegelisahan yang tak kunjung hilang. Meskipun pernikahan mereka telah memasuki usia setahun, Amber belum juga hamil lagi. Rasa cemas dan bersalah mulai menghantui pikirannya, terutama karena Julian dan anak-anak pernah sangat menginginkan kehadiran adik bayi untuk Victor dan Violet.Hari itu, setelah mengantar Victor dan Violet ke taman kanak-kanak, Amber memutuskan untuk duduk sejenak di taman sekolah, menikmati ketenangan pagi. Saat dia duduk, Amber melihat seorang wanita di bangku lain yang tampak kelelahan dan sedih. Merasa iba, Amber menghampirinya.“Hai, kau baik-baik saja?” Amber menyapa dengan lembut.Wanita itu, yang terlihat terkejut dengan perhatian Amber, tersenyum kecil meski kesedihan masih terpancar di wajahnya. “Oh, hai… Iy
Sepulang dari bulan madu yang indah dan penuh kenangan di Eropa, Amber dan Julian kembali ke rumah mereka dengan hati yang hangat. Namun, kehangatan itu segera terganggu oleh dua sosok kecil yang sudah tak sabar menunggu di depan pintu.“Mommy! Daddy!” teriak Victor dan Violet serempak, wajah mereka bersinar-sinar penuh antusiasme.Gracey mengikuti dibelakang mereka. Kemudian memeluk Amber dengan hangat. “Bagaimana? Kalian menghabiskan waktu dengan baik di sana, kan?”“Sangat menyenangkan, Mom,” Amber mengurai pelukan, dia memberikan bingkisan yang terpisah pada Gracey. “Ini hadiah yang khusus aku bawakan dari setiap negara yang kami kunjungi.”“Tidak perlu repot-repot, Sayang.” Gracey menerima bingkisan itu, “tapi karena ini dari menantu kesayanganku, akan aku terima dengan senang hati.”“Mommy, Mommy!” Violet membentangkan tangannya, “peluk Vio! Aku sangat rindu pada Mommy!”Victor ikut membentangkan tangan, “jangan lupa aku juga anak kalian.” Ucapnya dengan malu-malu.Julian berde
Segera setelah pesta pernikahan selesai, Julian membawa Amber pergi berbulan madu. Meninggalkan Victor dan Violet dibawah pengawasan Gracey dan James. Perjalanan mereka dimulai dari Paris, kota yang tak pernah kehilangan pesonanya sebagai tujuan romantis. Mereka tiba di Paris pada malam hari, disambut oleh gemerlapnya lampu kota dan Menara Eiffel yang menjulang megah, seakan mengucapkan selamat datang kepada mereka. Julian telah merencanakan segalanya dengan cermat. Dia memilih hotel yang elegan dengan pemandangan langsung ke Menara Eiffel.Malam pertama mereka di Paris dihabiskan dengan makan malam romantis di sebuah restoran mewah di tepi Sungai Seine. Di bawah sinar lilin yang redup dan dengan latar belakang Menara Eiffel yang berkilauan, mereka menikmati hidangan Prancis yang lezat, ditemani oleh alunan musik lembut yang dimainkan oleh musisi lokal.“Kita akhirnya di sini,” kata Julian sambil menggenggam tangan Amber di atas meja. “Ini adalah awal dari kehidupan baru kita, dan ak
Hari itu tiba. Hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama oleh Amber dan Julian. Pernikahan mereka diatur dengan sempurna, setiap detail dipikirkan dengan seksama untuk memastikan bahwa momen ini akan menjadi kenangan indah seumur hidup. Para tamu mulai berdatangan, mengenakan pakaian terbaik mereka, memberikan suasana mewah tetapi tidak menghilangkan kesan hangat di sekitar gereja besar yang dikelilingi taman penuh bunga berwarna-warni.Di ruang tunggu pengantin wanita, Amber berkumpul bersama Gracey dan kedua anaknya, Victor dan Violet. Dengan gaun pengantin putih yang anggun, Amber tampak seperti sosok peri yang tenang dan penuh cinta. Matanya bersinar, tetapi di balik itu, ada sedikit kegugupan yang wajar. Ini bukan hanya tentang pernikahan, melainkan awal dari kehidupan baru. Tidak hanya baginya, tetapi juga bagi Julian, terutama Victor dan Violet.Gracey, mengenakan gaun biru langit, menghampiri Amber dengan senyum penuh arti. Dia telah melihat banyak perubahan dalam
Hari-hari menjelang pernikahan Julian dan Amber terasa seperti mimpi yang hampir menjadi kenyataan. Setelah sekian lama dilanda berbagai cobaan, akhirnya momen bahagia itu tiba juga. Julian yang perfeksionis, tak ingin melewatkan satupun detail dalam persiapan pernikahan mereka. Dia ingin pernikahan ini menjadi simbol cinta yang tidak akan pernah terlupakan oleh siapapun.Pagi itu, matahari bersinar cerah, seakan turut merayakan kebahagiaan mereka. Julian, Amber, dan si kembar, berkumpul di butik tempat mereka akan fitting pakaian pernikahan. Butik tersebut telah disulap menjadi tempat yang penuh dengan keanggunan, dihiasi dengan bunga segar dan kain-kain sutra yang menambah kesan mewah.Amber berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Gaun itu terbuat dari sutra lembut yang membalut tubuhnya dengan sempurna, dihiasi renda halus yang menyatu dengan kulitnya, serta manik-manik berkilauan yang memantulkan cahaya lampu kristal di atasnya. Saat Amber melih
Seminggu setelah kejadian yang mengguncang keluarga Kingston, Amber akhirnya diizinkan pulang. Kondisinya sudah jauh membaik setelah melewati masa pemulihan yang intensif. Hari itu, Julian, James, Gracey, dan si kembar menjemputnya di rumah sakit.Saat pintu rumah sakit terbuka, wajah-wajah penuh harapan menyambut Amber dengan sukacita. Sementara Amber yang berdiri di ambang pintu tersenyum tipis penuh kehangatan. Si kembar lantas berlari kecil menuju Amber, wajah mereka bersinar dengan kegembiraan yang tak terbendung.“Mommy!” seru Victor dan Violet serempak, keduanya melompat ke dalam pelukan Amber dengan semangat yang menggebu-gebu.“Mommy! Aku merindukanmu!” ujar Violet yang semakin mengeratkan pelukan.“Aku juga!” seru Victor tidak mau kalah.Amber tidak bisa menahan air matanya. Dia merindukan anak-anaknya lebih dari apa pun selama masa pemulihan ini. Pelukan mereka adalah sesuatu yang dia impikan setiap malam di rumah sakit. Dengan mata berkaca-kaca, dia membalas pelukan mere