“Seharusnya kalian sudah lihat tadi? Bibir Rayden jadi warna ungu dan mengeluarkan buih putih. Sepertinya dia itu keracunan!”“Maksudmu, ada yang sengaja ingin meracuni Rayden?”Begitu ucapan dilontarkan, ekspresi semua orang langsung berubah.Hati Tony menjadi tidak karuan dan terasa penat. Dia segera meninggalkan keramaian, lalu bertanya pada Evano, “Apa kamu yakin nggak ada yang keliru dengan masalah hari ini?”Evano tahu betapa seriusnya masalah ini. Dia pun hampir menangis.“Pak Tony, kalau memang aku lalai dalam menjalankan misi, mana berani juga aku merahasiakannya darimu! Semuanya berjalan sesuai dengan rencana, bahkan berjalan dengan sangat lancar!”“Kalau lancar, kenapa Rayden bisa mati?”“Aku … aku benar-benar nggak tahu. Kita juga bukan pertama kalinya meracuni Rayden. Apalagi racun kali ini juga dari dia. Nggak ada yang berubah dari prosedurnya!” Evano mengecilkan suaranya, lalu melanjutkan dengan bingung, “Pak, menurutmu, apa mungkin rencana kita malam ini diketahui orang
Setelah memberi perintah, Caden mulai merokok sebatang demi sebatang!Detik demi detik berlalu. Lonceng jam terdengar keras. Tahun yang lama akan segera berakhir, dimulai dengan tahun yang baru. Suara hitung mundur terdengar. “Ayo! Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh … tiga, dua, satu …. Selamat Tahun Baru! Semoga semuanya semakin gembira di Tahun Baru ini. Hahaha ….”Lembaran baru dimulai. Suara petasan terdengar memenuhi seluruh Kota Jawhar.Kembang api menghiasi langit. Orang-orang larut dalam kebahagiaan. Padahal mereka telah berjanji akan merayakan Tahun Baru berenam. Sekarang jarak mereka berdua malah terpisah oleh sebuah pintu ruang UGD. Naomi sedang berusaha menyelamatkan Rayden!Caden, Braden, Hayden, dan Jayden hanya bisa menunggu di depan koridor. Mereka merasa gelisah dan juga tidak berdaya.Suasana gembira perayaan Tahun Baru tidak ada hubungannya dengan mereka. Sekarang mereka hanya merasa takut, takut, dan takut saja. Hingga saat ini, nasib Rayden masih belum diketahui.
Alhasil, beberapa pria itu menatap Rayden dari jam 2 subuh hingga matahari terbit, tetapi Rayden tidak memanggil Caden lagi. Si Rayden cilik terus tidur nyenyak. Saat sedang tidur, karena popoknya tergeser, Rayden malah buang air kecil tepat di wajah Dylan yang sedang melihatnya dari samping tempat tidur kecilnya.Kemudian, ketika Rayden melangkah untuk pertama kalinya, Caden bahkan merasa lebih gembira daripada saat dia menghasilkan miliaran dalam hitungan menit!Caden mencium pipi kecil Rayden, mengangkatnya tinggi-tinggi berlari di atas rerumputan seraya berkata dengan bangga, “Anakku memang hebat sekali! Nomor satu di dunia!”Saat itu, Dylan sempat menyindirnya, “Kamu seolah-olah anakmu nggak bisa jalan saja.”“Hehe.” Caden yang sedang membayangkan memori indah itu tersenyum. Namun 1 detik kemudian, air mata membasahi matanya. Caden melihat ke sisi ruang UGD. Napasnya mulai terasa sesak. Setiap kenangan kebersamaannya dengan Rayden bagai film yang diputar di dalam benak Caden. Ra
Beberapa saat kemudian, Naomi berusaha untuk menenangkan dirinya. Dia mulai keluar dari pelukan Caden.Naomi menyeka air matanya, lalu berjongkok menyeka air mata anak-anaknya.“Jangan menangis lagi, ya. Rayden sudah baik-baik saja. Dia akan segera sembuh.”Jayden sedang menangis terisak-isak. Dia pun bertanya dengan suara gemasnya, “Kalau Rayden sudah sembuh, kenapa dia nggak keluar bareng Mama?”Naomi melembutkan suaranya untuk menghibur Jayden. “Rayden lagi istirahat di dalam sana. Dia masih belum bangun.”Hayden segera bertanya, “Apa kami boleh melihatnya?”“Boleh.” Naomi berdiri, lalu berkata pada Caden, “Aku ke toilet bentar. Kalian pergi jenguk Rayden sana. Ada Pak Robbin di dalam.”“Emm.” Caden membawa ketiga anak-anak memasuki ruangan UGD.Rayden sedang berbaring di atas ranjang dengan tenang. Ada banyak selang yang dipasang di tubuh anak kecil itu. Wajahnya kelihatan pucat saat ini. Hanya saja, setiap nilai di mesin menunjukkan nilai stabil.Jayden bertanya pada Braden denga
Saat ini raut Naomi kelihatan sangat buruk. Dalam sekilas mata, dapat diketahui dia sangatlah lemas.Caden merasa khawatir dan sakit hati. Dia menggendong Naomi dengan perlahan, lalu membawanya ke kamar pasien. Naomi dibaringkan di atas ranjang dengan perlahan. Caden juga mengawasi langsung ketika Robbin menyuntikkan obat ke tubuh Naomi.Selesai infus, Robbin pun berkata, “Kamu pergi sibuk sana. Ada aku di sini.”Caden tidak berbicara sama sekali, hanya menatap Naomi saja. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba dia berkata, “Aku nggak jadi pulang.”“Emm?” Robbin merasa syok. “Kenapa nggak jadi pulang?”Braden juga menatap Caden dengan syok. Bagaimanapun, hal itu sangatlah penting!Caden menjelaskan dengan asal-asalan, “Ada Steven dan Andrew di sana. Aku nggak perlu ke sana.”Robbin melirik Naomi sekilas. Sepertinya Caden tidak tenang untuk meninggalkan Naomi.“Baiklah. Kalau begitu, aku keluar dulu. Aku pantau progres pemeriksaan racun. Aku akan mencarimu lagi setelah hasilnya keluar.”“Emm
Ketiga bocah cilik melirik Caden sejenak. Kemudian, Braden berkata, “Nggak usah, kami bisa tidur sendiri. Kamu cukup bantu kami buat jagain Mama saja.”Begitu masuk ke kamar kecil di dalam kamar pasien, Braden berkata pada Hayden, “Beri dia tambahan 1 poin, deh. Aku sungguh terharu dia bisa melepaskan hal sepenting itu demi menjaga Mama.”Hayden segera mengangguk tanda dirinya setuju. “Emm!”Sebelum tidur, Braden menyuruh Jayden untuk memperbaiki riasannya dan juga Hayden.Untung saja ada Jayden yang hebat, semua produk kosmetik yang digunakannya berkualitas sangat bagus. Jika tidak, riasan mereka pasti akan hancur karena menangis seharian. Bisa jadi Caden dan anggota Keluarga Pangestu akan menyadarinya!Di dalam kamar, Caden sedang berdiri di depan jendela sembari menelepon Steven. Tatapannya tertuju ke sisi Naomi. Dia memberi tahu Steven bahwa dirinya tidak akan kembali ke kediaman untuk sementara waktu ini, lalu menanyakan progres penyelidikan, kemudian mengatur beberapa hal.Setela
Caden menarik tisu untuk menyeka air mata dan ingus di wajah Jayden. Kemudian, dia menggendong Jayden dengan lembut. “Kamu dan Hayden lanjut tidur sana. Biar aku tenangin Jayden.”Caden menutup lampu di atas nakas, lalu menggendong Jayden keluar, sekalian menutup pintu kamar. Dia menggendong Jayden ke depan ranjang pasien, lalu berbisik, “Coba kamu lihat, Mama nggak dimakan sama monster. Mama lagi tidur di sini. Rayden juga lagi tidur, dia juga nggak dimakan sama monster. Jadi, Jayden nggak usah takut.”Jayden mengusap matanya, lalu menatap Naomi yang sedang berbaring di atas ranjang. Dia mengulurkan tangan kecilnya untuk mengusap Naomi. “Mama masih hangat.”Caden spontan tersenyum. Tentu saja tubuh Naomi masih hangat. Dia juga belum mati.“Sudah, kamu tidur dulu. Nanti setelah kamu bangun, seharusnya mamamu juga akan bangun. Jangan takut, aku akan melindunginya dan Rayden. Aku juga akan melindungi kalian. Kalau ada monster yang datang, aku akan memukulnya.”“Emm.” Jayden mengangguk de
Caden menatap Naomi dengan mengerutkan keningnya. Jayden sudah tertidur bersandar di atas pundak Caden, hanya saja Caden masih tidak menurunkannya.Dari tadi Caden tidak berhenti menepuk-nepuk punggung Jayden. Dia kelihatan bagai seorang ayah yang sedang menghibur anaknya saja. Hanya saja, tatapan Caden tak berhenti tertuju pada diri Naomi. Saat cairan di dalam botol infus sudah habis, Caden baru mengembalikan Jayden ke dalam kamarnya. Braden dan Hayden masih sedang tertidur. Pose tidur kedua bocah kembar itu berbeda drastis. Braden sedang tidur dengan mengangkat kepalanya, kedua tangan diletakkan rapi di dua sisi tubuh. Posisi tidurnya sangat tegak. Sementara, Hayden sedang tidur di ujung kaki ranjang …. Dia sungguh mirip dengan seekor kodok yang sedang telungkup di atas ranjang. Suara dengkurnya terdengar sangat nyaring. Lantaran sedang telungkup, bahkan wajah kecilnya juga sudah berubah wujud. Risiko Hayden jatuh dari atas ranjang sangatlah besar.Caden melirik Jayden sekilas. ‘B
“Camila, kamu benar-benar pacaran sama Dylan?”“Emm! Kami juga berencana untuk menikah dan punya anak. Tapi, aku masih belum tenang karena Leon belum tertangkap. Jadi, aku undur dulu masalah pernikahan.”Mata Lyana dan Kevin langsung berbinar. Mereka bertanya dengan tidak percaya, “Se ... serius?”“Serius!”Lyana dan Kevin buru-buru bertanya lagi, “Kamu nggak keberatan nikah sama dia?”Camila pun tertawa. “Dia bahkan nggak keberatan aku ini seorang janda. Kenapa aku harus keberatan nikah sama dia? Dia memang pernah punya banyak pacar, tapi dia juga bukan cowok berengsek. Dia punya pandangan hidup dan kepribadian yang baik, juga bisa menyenangkan orang. Setelah kami bersama, dia cuma setia padaku dan memperlakukanku dengan baik.”Hati Lyana dan Kevin yang sudah mati pun hidup kembali! Meskipun Camila tidak mengandung, Camila dan Dylan benar-benar sedang berpacaran. Selain itu, mereka juga memiliki rencana untuk menikah dan melahirkan anak. Bagi Lyana dan Kevin, ini adalah hal yang sang
Camila menenangkan diri, lalu berjalan ke arah kamar rawat sebelah. Memberi pelajaran pada Catherine bukanlah yang terpenting. Dia harus terlebih dahulu menghibur Lyana. Amarah yang terlalu besar akan sangat melukai tubuh. Camila tidak boleh membiarkan Lyana terus-menerus merasa marah.Sebelum Camila tiba di depan pintu kamar rawat, terlihat Caden berjalan keluar dari dari kamar rawat Lyana. Camila pun menyapanya, “Pak Caden.”Melihat Camila, Caden merasa agak terkejut. “Kapan kamu pulang?”Camila menjawab, “Aku baru beli tiket pesawatnya semalam dan tiba pagi ini.”Caden menghela napas panjang. “Bagus juga kamu pulang. Kak Fiona nggak tahu masalah Bibi Lyana, sedangkan aku juga nggak begitu bisa berkomunikasi dengan Bibi Lyana. Berhubung kamu sudah pulang, temani dan hiburlah dia.”Camila menjawab, “Kak Fiona lagi hamil. Sebaiknya jangan buat dia khawatir. Aku akan jaga Bibi Lyana.”“Emm. Naomi tahu kamu pulang?”Camila menggeleng. “Pesawatku terbang di tengah malam. Dia seharusnya s
“Anak yang dikandung Catherine itu anakmu atau bukan?”Dylan mengernyit. “Aku nggak tahu.”Camila bertanya lagi, “Jadi, kamu sudah pikirkan cara penyelesaiannya?”Dylan menggeleng lagi dan menjawab dengan kesal, “Belum.”Camila menghela napas panjang. “Ajak dia keluar. Bilang saja kalian akan pergi daftarkan pernikahan kalian hari ini.”Dylan langsung membelalak. “Aku nggak akan nikahi dia! Pernikahan itu bukan permainan anak. Aku nggak akan menikah dengannya!”Camila menjulingkan matanya. “Memangnya kamu nggak bisa bohong?”Dylan pun terlihat bingung. “Hmm?”Camila tidak menjelaskan, hanya berkata, “Kalau kamu mau tangani masalah Catherine dengan baik, turuti kata-kataku! Ajak dia keluar hari ini!”Dylan buru-buru bertanya, “Kamu punya cara penyelesaiannya?”Camila menjawab, “Kamu ajak dulu dia keluar. Paling bagus kalau bisa ajak dia ketemu di rumah sakit. Aku akan bicara dengannya.”Dylan segera menunjukkan tampang layaknya seekor pug dan menyanjung, “Kalau kamu bisa bantu aku tanga
Keesokan paginya.Dylan terbaring di ranjang pasien dan tidak berhenti muntah kering. Dia memanggil Caden dengan lemas, “Caden, tolong ambilkan segelas air untukku. Aku mau kumur-kumur. Cepat dikit. Mulutku bau banget.”Pintu kamar pasien dibuka seseorang, lalu tercium aroma familier seseorang ....Dylan menyadari sesuatu dan jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Dia pun buru-buru mendongak.Camila mengenakan mantel panjang dan menggeraikan rambut ikal panjangnya yang berwarna cokelat sedang berdiri di depan pintu. Dia juga memakai masker, kacamata hitam, dan sepatu hak tinggi setinggi 7 cm. Sebelah tangannya bertumpu pada koper, sedangkan yang satu lagi dimasukkan ke saku mantel. Dia benar-benar terlihat layaknya seorang wanita yang mendominasi.Meskipun Camila membalut dirinya dengan rapat, Dylan tetap langsung mengenalinya. Seluruh tubuh Dylan pun menegang. Entah kenapa, dia mulai merasa panik dan jantungnya juga berdebar makin kencang. Dia hanya menatap Camila dengan mata membelal
“Halo, Naomi. Kangen sama aku?”Naomi menghela napas dan berkata, “Hari ini, Bibi Lyana pingsan.”Camila seketika terkejut. “Bibi Lyana kenapa?”Naomi menceritakan masalah Catherine kepada Camila. Setelah tertegun beberapa saat, Camila baru menyahut, “Benar-benar ada orang yang mengandung anak Dylan? Ternyata mual kehamilan bisa berpindah ke seorang ayah!”Di pagi hari, mereka baru membicarakan hal ini. Camila dan Naomi merasa Dylan hanya sakit, tetapi tidak percaya mual kehamilan bisa berpindah ke seorang ayah. Tak disangka, berita heboh mengenai kehamilan Catherine langsung keluar malamnya.Naomi berujar, “Masih belum tentu itu anak Dylan atau bukan. Apalagi, itu cuma kata-kata sepihak Catherine. Dia bahkan menolak untuk melakukan tes DNA. Aku rasa pasti ada yang disembunyikannya.”Camila terdiam sejenak sebelum menjawab, “Memang ada yang aneh. Kalau itu memang anak Dylan, dia pasti akan biarkan Dylan tes DNA dengan tenang! Tapi, Catherine bernyali juga. Beraninya dia mengancam Dylan
“Apa uang bisa menyingkirkannya?” tanya Caden.Dylan menggeleng. “Dia cuma mau status sebagai istriku.”Caden mengernyit. “Aku dan dia nggak punya hubungan apa pun. Kalau kamu nggak bisa bertindak, apa perlu aku yang cari dia untuk membicarakannya?”Dylan mengerutkan keningnya dan menggeleng. “Aku nggak bisa melukainya.”Caden berujar, “Tapi, kamu mau punya persiapan mental. Kalau kamu nggak bisa tangani hal ini dengan baik, Bibi dan Paman mungkin akan tertimpa masalah besar.”Hanya setelah mengetahui faktanya saja, Lyana sudah langsung pingsan. Jika dia melihat jasad janin itu, mungkin saja dia akan langsung meninggal.Dylan menjentikkan abu rokok dengan kuat. “Haih ....”Kali ini, Dylan benar-benar bertemu kesulitan. Hal ini jauh lebih serius daripada isu kehamilan beberapa hari lalu. Dia benar-benar tidak menemukan cara penyelesaiannya.Entah karena terlalu cemas atau apa, sebelum menghabiskan sebatang rokok ini, Dylan mulai muntah-muntah lagi. Berhubung lambungnya kosong, dia hanya
“Dia nggak bersedia keluar. Dia cuma kasih waktu seminggu kepada kami untuk mempertimbangkannya. Seminggu lagi, kalau aku nggak bawa dia daftarkan pernikahan kami, dia akan kirim jasad janin itu ke rumah!”Caden juga merasa sangat kesal setelah mendengar ancaman itu. Dia bertanya dengan ekspresi muram, “Kalau dia merasa itu anakmu, kenapa dia nggak bersedia lakukan tes DNA?”Dylan menjawab dengan kesal, “Aku sudah tanya, tapi dia nggak mau kasih penjelasan. Dia cuma bilang, kami boleh nggak percaya dan langsung menolak, lalu tinggal tunggu terima jasad janin itu.”Catherine tahu jelas kelemahan Kevin dan Lyana. Berhubung mereka sangat menginginkan cucu, mereka pasti tidak berani mengambil risiko. Sementara itu, Dylan adalah anak yang berbakti dan juga tidak akan berani mengambil risiko. Bagaimanapun juga, apabila Kevin dan Lyana melihat jasad janin itu, mereka pasti tidak akan bisa menerimanya. Mungkin saja, hal ini juga akan menimbulkan korban jiwa.Caden bertanya dengan nada dingin,
Ketika Caden tiba di rumah sakit, Lyana baru keluar dari UGD. Dia berbaring di atas ranjang pasien dengan tenang dan masih belum sadarkan diri.Kevin duduk di samping ranjang pasien dengan ekspresi yang sangat suram, entah karena terlalu khawatir atau terlalu marah. Di sisi lain, Dylan menyeret tubuhnya yang masih lemah dan berlutut di samping dengan tampang bersalah.Melihat situasi ini, Caden sangat terkejut. Ketika di telepon tadi, Dylan hanya mengatakan sudah terjadi masalah, tetapi tidak mengatakan apa yang terjadi.Caden berjalan masuk ke kamar rawat dan bertanya dengan pelan, “Paman, gimana keadaan Bibi?”Kevin mendongak dan menjawab dengan sepasang mata yang merah, “Dia terlalu marah sampai terkena serangan jantung dan pingsan.”Caden pun terkejut. “Waktu aku pergi, dia masih baik-baik saja. Kenapa dia bisa tiba-tiba begitu marah?”Kevin memelototi Dylan dengan dingin, lalu berseru marah, “Tanyakan saja sama anak durhaka ini! Semua ini gara-gara dia! Perbuatannya benar-benar te
Naomi tiba-tiba berlinang air mata. Sebenarnya, dia tahu apa alasan anak-anak memamerkan sertifikat penghargaan mereka, dan Rayden memberitahunya bahwa dia berinisiatif mencari teman baru. Itu karena mereka ingin menghiburnya. Sebagai seorang ibu, dia malah dihibur oleh anak-anaknya.Naomi merasa terharu, tetapi juga bersalah. “Senang. Mama senang banget. Malam ini, Mama akan masak sendiri dan buatkan makanan enak buat kalian. Akhir-akhir ini, keadaan Mama kurang baik karena khawatir sama Braden dan Hayden. Maaf sudah buat kalian khawatir.”Jayden bertanya, “Sekarang, Mama sudah baikan?”Naomi tersenyum. “Sudah.”Baby bertanya, “Mama, kapan Kak Braden dan Kak Hayden pulang? Aku sudah kangen sama mereka.”Naomi menjawab, “Mereka akan segera pulang. Mereka juga kangen banget sama Baby.”Naomi mengobrol sejenak dengan anak-anak, lalu berkata pada Steven, “Terima kasih kamu sudah pergi jemput anak-anak. Malam ini, kamu makan saja di sini. Aku akan masak lebih banyak.”Steven buru-buru menj