"Diam Jelek! Nanti kamu jatuh baru tau rasa!" bentak Ken pada Rimbun yang masih di bahunya.Ken membuka pintu dan melangkah masuk. Menaruh pelan Tubuh Rimbun diatas ranjang besar yang mewah.Menatap wajah Rimbun yang tak berhenti bersungut-sungut itu.'Ah, manisnya!'"Hm, kamu ini. Sakit tidak sakit sama saja. Brangasan!" umpat Ken."Kamu membuatku kesal Tuan! Sudah tau aku sedang sakit, main paksa saja." ketus Rimbun membuang mukanya."Em , jika tidak dipaksa mana kau mau menurut. Kamu suka sekali dengan kekerasan rupanya."Rimbun menoleh. "Anda terlalu keras!""Hah, keras? Apanya? Kamu sudah menyentuh milik ku Rimbun? Ya Ampun!"Seketika Rimbun melotot."Kamu gila! Apa memangnya yang ku sentuh? Kamu pikir, apa yang kubilang keras hah!" Pikiran Rimbun langsung traveling."Haha... Aku tau maksudmu! Tapi tidak apa, kamu boleh menyentuhnya. Aku ikhlas. Seratus persen.""Kamu Gila. Kamu Gila! Pergi.. Pergi!" Rimbun menendang-nendang Ken yang tertawa terbahak."Kamu yang otak mesum tuan K
Rimbun menggeliat , membuka mata perlahan dan berkali-kali mengusap wajahnya.Dia tidak lagi melihat Ken yang tadi ikut tidur dibelakang punggungnya.Kemudian melirik kamar mandi. Seperti tidak ada orang. "Ken kemana?" Rimbun menjejakkan kakinya ke lantai."Apa balik ke kantor ya?" melirik jam. Sudah sore.Baru saja Rimbun hendak bangun, sosok yang dicari sudah tersenyum dibalik pintu."Selamat sore menjelang petang, Jelekku..!" sapa Ken."Dari mana?" tanya Rimbun."Dari pergi." Jawab Ken santai, melangkah dengan beberapa kantong ditangannya."Aku tau, pergi dari mana maksudnya?" tanya Rimbun melotot sudah."Belanja." Meletakkan kantong kantong itu disampingnya Rimbun."Apa ini?" segera meraih dan memeriksanya.Mata Rimbun seketika terbelalak. "Kamu sendiri yang membeli ini semua?""Mau bagaimana lagi. Kamu pasti membutuhkannya selama disini. Kamu tidak membawa ganti kan?""Ah iya. Tapi ini?" menjinjing beberapa CD dan Bh."Kenapa? Bukankah Pacar kamu ini pengertian? Tau kebutuhan mu.
Masih di tempat yang sama dalam waktu yang sama juga.Rimbun sudah menyelesaikan lap lap tubuh bagian bawahnya. Kemudian berganti dengan pakaian yang dibeli Ken tadi. Begitu juga dengan pakaian dalamnya yang juga dibeli oleh Ken. Sambil melirik Ken yang hanya terlihat ujung kepalanya saja."Hihi.." Rimbun tertawa kecil melihat bayangan dirinya sendiri di cermin. Nampak lucu dan imut bak Barbie, dengan pakaian tidur ala ala anak konglomerat."Lucu sekali aku. Jadi gemes. Gemes sama yang beliin bajunya." Rimbun greget sendiri.Kemudian ia melangkah memasuki kamar mandi untuk menggosok gigi, mencuci mukanya karena ternyata tidak puas hanya menyekanya saja. Dan melakukan ritual ritual rutin perempuan pada umumnya.Terlihat Rimbun sedikit menggigil sebab menyentuh air dingin."Heh, ternyata aku belum sembuh." gumam Rimbun, segera keluar dari kamar mandi dengan mendekap tubuhnya sendiri. Berjalan mendekati Ken."Tuan!"Ken mendongak, wajah didepannya itu kini tersenyum manis padanya."Jelek
Kapolres,Terlihat Seorang Wanita melangkah memasuki sebuah ruangan khusus para pembesuk tahanan. Setelah berbicara sebentar pada Petugas, Wanita itu di persilahkan untuk menunggu sebentar. Petugas itu kemudian melangkah.Tak begitu lama menunggu, Petugas itu sudah kembali menuntun Ricard yang masih penuh dengan perban di bagian lengan dan kakinya.Ricard sangat terkejut saat melihat siapa orang yang menemuinya itu. Dia tidak pernah menyangka jika wanita itu mau kembali menjenguknya setelah apa yang ia perbuat akhir akhir kemarin."Kayla."Wanita itu melangkah pelan mendekatinya."Bagaimana kabarmu Ric?" tanya Kayla dengan mata yang sudah berkaca kaca.Ricard hanya menunduk, sedikit pun tak sanggup menatap wajah wanita yang ia cintai itu."Maafkan aku Kay, aku sungguh tidak berguna. Dan tidak pantas mendapatkan maaf dari siapapun."Tiba-tiba Kayla memeluk tubuh Ricard. Tangisannya pun pecah."Kenapa kamu nekat Ric, kenapa? Kamu tau kesalahanmu sudah sangat berat, kamu malah menambah l
Ini tengah malam,Ken terbangun dari atas sofa yang direbahinya. Ken sengaja tidur di situ, karena tidak mungkin dia ikut tidur di atas ranjang. Sudah pasti si Rimbun bakal mencak mencak. Mencari aman Ken memutuskan untuk tidur di sofa.Pria itu terlihat mengucek matanya, kemudian bangun dan melangkah ke kamar mandi. Sempat melirik Rimbun yang terlelap.Ken cepat melangkah memasuki kamar mandi untuk membuang air kecil. Mencuci mukanya berkali kali dahulu, berkumur dan tak lupa menggosok gigi. Karena rupanya itu terlupakan karena ketiduran.Sudah merasa cukup, Ken kembali keluar. Lagi lagi ia melirik Rimbun. Ternyata posisi tidur Rimbun sudah berubah, yang tadinya menghadap kesana, jadi menghadap kesini. Selimut pun sudah merosot kemana mana.Melihat itu Ken merasa tidak tenang. Menghampirinya dan membetulkan selimut itu."Jelekku, kalau tidur sangat manis ya?" Ken mengusap dahi Rimbun."Rupanya demamnya sudah hilang." gumam Ken, seperti ada sedikit kecewa saat mengetahui jika Rimbun
"Apa yang kamu lakukan? Dasar bajingan! Bajingan!!!" tak berhenti memukul."Maafkan aku! Maafkan aku!" Ken terus mengiba."Aku benci padamu Ken! Aku benci padamu!""Cukup Jelek!" tak punya pilihan lain, Ken menahan kedua tangan Rimbun."Aku ini pria dewasa! Pria normal! Dan aku menggilaimu. Wajar saja aku tergoda Rimbun!" Ken menekan tangan Rimbun ke dinding."Kamu jahat!""TIDAK! Kamu yang menggodaku!""Mana ada. Aku tertidur dari sore! Bagaimana mungkin aku menggodamu Hah. Kamu yang kelewatan Tuan Ken!""Posisi tidurmu yang tidak benar! Kancing bajumu terlepas hampir semua. Tadinya aku hanya ingin membetulkannya. Tapi aku, aku. Maafkan aku Rimbun. Maafkan aku!" Ken memegang kedua pipi Rimbun."Harusnya kamu membangunkan aku! Bukan malah.._""Cukup Rimbun. Aku salah, aku salah. Aku tidak bisa menahan diri. Maafkan aku Ya? Aku, tapi aku tau batasan. Hanya itu saja , sumpah Rimbun. Hanya itu saja. Tidak Lebih!" ucap Ken cukup keras."Tidak lebih katamu! Kamu sampai meninggalkan bekas b
"Mau apa? Mau mengajakmu sarapan lah." jawab Ken santai tanpa beban seperti tidak merasa jika sudah ada yang terjadi semalam.'Ckck, orang ini. Santai sekali. Tidak terpikir dosanya semalam!' umpat Rimbun dalam hati."Aku belum mau sarapan!" tegas Rimbun."Lho, kenapa?" bertanya sambil meletakkan makanan."Kalau belum mau ya belum mau!" mendelik."Ah, iya baiklah. Kamu mau apa? Minum susu. Makan buah, atau..""Pulang! Aku mau pulang Tuan Ken!" berseru.Ken membuang nafas kasar. "Kau masih marah padaku?""Tentu saja. Tentu saja aku masih marah." sahut Rimbun, menoleh dengan tatapan masih menyimpan benci."Bukankah semalam kamu sudah memaafkan aku?" Ken meraih tangan Rimbun. Gadis itu cepat menarik tangannya."Aku memang sudah memaafkan mu, tapi aku belum lupa kejahatan mu. Dan aku masih marah padamu Tuan Ken!" menunjuk dada Ken.Ken kembali membuang nafas kasarnya, mengusap wajahnya yang terlihat gusar."Tidak apa. Tidak apa jika kamu masih marah padaku. Aku memang pantas mendapatkann
Hari yang telah lama dinantikan akhirnya datang juga.Resepsi pesta pernikahan Glen di adakan di Rumah Glen sendiri. Tanpa menyewa gedung ataupun hotel. Padahal jika mau, dengan mudah Glen bisa melakukan itu. Jangankan hanya Gedung,Villa dan Hotel bahkan Glen punya.Rupanya Daniah keberatan untuk membesar besarkan pesta. Glen mengalah. Memilih pesta yang tak terlalu meriah namun terkesan megah.Undangan yang sudah disebar, cukup mengejutkan banyak orang.Seorang Glen Alazka, kapan dekat dengan wanita? Kapan punya pacar? Kapan pula bertunangan? Kok, tiba tiba sudah menyebar undangan saja?Begitulah, pertanyaan pertanyaan dari mereka yang menerima undangan.Wanita mana yang beruntung bisa bersanding dengan Pengusaha Muda yang sangat Populer itu? Kira-kira Putri dari Pengusaha yang mana? Atau dari luar Negeri Kah?Tidak ada satu pun yang mendapatkan jawaban dari pertanyaan di otak mereka.Selain Ricard dan Kayla, hanya ada satu saja orang luar yang tau siapa Daniah calon istri Glen, ya
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,