Sekitar jam sepuluh pagi, semua yang janji akan datang belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Aku jadi kesal, karena kebiasaan ngaret begini selalu akan terjadi di mana saja!
Tapi senyumku langsung terbit, saat melihat Mama video call ke handphoneku. "Assalamu'alaikum, Mama cantik," godaku. "Alaahhh, Abang ini bukan cuma suka godain cewek-cewek diluaran sana saja. Istri Papamu pun, kamu godain juga," ejek Mama. Aku tertawa melihat ekspresi Mama yang malu-malu. "Kenapa Ma, kok, itu ada asap di dekat kolam?" tanyaku kepo. "Nah, itu dia yang mau Mama perlihatkan sama kamu Bang. Senja lagi bikin pesanan kamu, tadi sudah bikin pakai satu kilogram ketan. Nggak tahunya enak banget, jadi Mama gas beliin lima kilogram ketan putihnya. Supaya kalau sudah jadi, bisa dikirim dua kilogram ke kamu yang dua kilogram kirim ke Papa. Sisanya mau Mama bekukan, nanti kalau pingin makan tinggal hangatkan saja di airfryer. Lihat deh," ucap Mama sambil memperlihatkan Senja yang sedang sibuk memasukkan ketan yang sudah diisi sambal lingkung ke dalam daun simpor. Bala bantuannya sangat banyak, Bibik dan para Mbak sampai ikut turun tangan. Aku sampai senyum - senyum sendiri, dan geleng-geleng kepala melihatnya. Tapi senyumku langsung hilang, saat melihat Bang Adam dan Bang Galih yang status keduanya belum menikah! Berdiri di kiri dan kanan Senja, seperti malaikat Raqib dan Atid saja kelakuannya! Hal yang membuatku semakin kesal adalah, Senja terlihat akrab dengan Bang Adam dan Bang Galih. Mereka bertiga terlihat akrab, mengobrol sambil tertawa-tawa genit! "Ma, Senja diingatkan kalau Bang Adam dan Bang Galih masih punya tunangan. Jangan dibiasakan Senja itu, menggoda pasangan orang lain!" ketusku. "Apaan sih, Bang! Sudahlah aahh, malas Mama sama kamu!" Klik ... Aku mendengus kesal, karena Mama malah memutuskan sambungan telepon. Abeng masuk ruanganku, dan dia duduk di hadapanku. "Pasya, kapan Senja datang lagi?" "Urus saja calon istrimu itu, aku sudah cukup pusing dengan kelakuan para ajudan Papa di rumah!" ketusku. "Memang kenapa lagi? Perasaan selama ini, semua baik-baik saja." Aku hanya menggeleng, dan kami mengobrol santai sampai jam istirahat makan siang. Setelah sholat dzuhur, tiba-tiba Senja dengan Bang Galih dan Bang Adam datang membawa lemper bakar sambal lingkung yang aku minta. Semua teamku yang baru akan pergi makan siang, langsung merubungi Senja. "Apa ini Senja?" tanya Bang Ucok. "Lemper bakar khas Tanjung Pandan Belitung. Ibu kirimkan untuk Abang-abang disini," jawab Senja. "Alhamdulillah, ayo semuanya kita makan siang ini saja," ucap Abeng bahagia. Saat Senja akan pulang, aku langsung menahannya. "Senja kamu tinggal, saya butuh bantuan kamu." "Kalau begitu kami pulang duluan Bang," ucap Bang Galih dengan wajah kecewa. Aku hanya mengangguk, dan menggamit lengan Senja untuk ikut ke ruanganku. "Duduk Nja, Abang mau bicara serius sama kamu." Senja mengangguk, dan duduk di hadapanku. "Kamu sudah diberi tahu kalau kedua Abang tadi sudah memiliki tunangan?" tanyaku to the point. "Tahu." "Lalu kenapa kamu masih tidak menjaga jarak, dengan keduanya?" Senja terlihat bingung, dengan wajah polosnya yang menggemaskan. "Ya sudahlah, kamu masih ingat dengan Pak Cahyo pemilik hotel itu?" Senja mengangguk, dan tetap menatapku dengan mata bulat polosnya. "Nanti Abang akan mempertemukan beliau, kekasihnya, dan anak serta istrinya. Menurut kamu, keputusan Abang ini sudah benarkah?" "Benar Bang, kan sudah ada pasalnya juga untuk menjerat pelaku perselingkuhan. Ada pasal perzinahan, 284 KUHP penjara sembilan bulan. Pasal 372 KUHP, penggelapan dengan hukuman penjara empat tahun. Kalau ada teror atau penghinaan kepada istri sah melalui chat, maka bisa dijerat dengan pasal 45 ayat 3 uu ITE, penjara 4 tahun dan denda tujuh ratus lima puluh juta rupiah." Aku tersenyum puas, dan mengajak Senja keluar untuk makan siang bersama. "Senja, enak banget lempernya. Abang minta sepuluh ya, dibawa pulang untuk anak istri dirumah," pinta Bang Ucok. "Silahkan Bang, nanti kalau kurang Aim Adik aku di Tanjung Pandan akan kirim lagi sambal lingkung dan daun simpornya." Semua laki-laki kesepian itu langsung bersorak-sorai, dasar aneh! Aku mengajak Senja makan di rumah makan Padang, yang berada di depan Polres. Kami duduk di dekat jendela kaca, yang menghadap ke Polres. Senja yang pendiam, hanya diam saja sampai semua makanan disajikan. Aku tersenyum, melihat Senja mencuci tangan dan tanpa canggung makan menggunakan tangan. Dia ini pasti belum pernah memiliki kekasih, makanya tidak bisa bersikap jaim. "Nja, kamu suka makan gulai tunjang ya?" tanyaku memecah keheningan. Dengan mulut penuh, Senja mengangguk sambil tersenyum bahagia. Aku sampai gemas, melihat pipinya yang penuh oleh makanan. "Kamu belum pernah pacaran ya?" tanyaku usil. Senja menelan makanannya, dan dia tersenyum malu. "Belum pernah, nggak ada yang mau berkencan dengan gadis kampung yatim piatu kayak aku." "Bohong, itu Abang Galih dan Abang Adam suka sama kamu." "Mana ada, mereka itu cuma anggap aku kayak Adik saja!" bantah si tulalit satu ini. "Memang kelihatan jelas, kalau kau itu tidak pernah pacaran!" ejekku. Senja hanya menggedikkan bahunya, lalu lanjut makan lagi. Entah terlalu polos, atau pura-pura bodoh saja gadis kecil satu ini! Setelah makan, Senja pamit mau ke toilet sebelum kami kembali ke Polres. Tapi tiba-tiba, aku mendengar Senja berteriak marah. Dengan sigap, aku langsung menyusul Senja ke toilet. "Apa-apaan kamu haahhh, mau jual video wanita sedang buang air di toilet!" bentak Senja. Saat aku membuka pintu toilet, terlihat pemandangan Senja sedang memiting tangan seorang laki-laki berpakaian seragam rumah makan Padang ini. "Kenapa ini?" tanyaku. "Bang, dia meletakkan kamera berbentuk gantungan baju di belakang pintu toilet. Ada juga yang diletakkan di sikat wc, jadi pengambilan gambarnya bisa dari atas dan bawah," lapor Senja. Tanpa babibu, aku langsung menghantamkan tinjuku ke rahangnya sampai pemuda itu jatuh tersungkur menabrak tembok. "Kurang ajar, sudah berapa banyak kau membuat video seperti itu dan menjualnya hahhh!" bentakku. Pemuda yang jatuh tersungkur itu hanya menggeleng, sambil memohon ampun padaku. Sementara di depan pintu toilet, sudah banyak orang berkerumun menonton. Aduh, bikin tambah gerah saja! "Jawab!" bentakku kesal. "Ampun Pak, saya baru mencoba dua bulan ini saja. Karena ada banyak yang mau membeli, dengan harga yang mahal," jawabnya sambil menangis tersedu-sedu. "Bang, tadinya aku nggak curiga sama sekali dengan orang ini! Tapi dia menelpon seseorang, saat aku masuk ke bilik kamar mandi. Katanya ada barang super mewah, kali ini aku jual videonya dengan harga dua juta rupiah. Jadi aku periksa semua barang yang ada di dalam bilik toilet. Benar saja, aku menemukan kamera di gantungan baju dan sikat wc," lapor Senja. Aku langsung menggeram marah, dan menyeret pemuda sinting ini ke Polres. Tentu saja, setelah membayar makanan kami berdua. Awas saja, akan aku poles balsem perkututnya nanti!"Kamu pulang jam berapa semalam Bang?" tanya Mama, saat kami sedang sarapan."Jam lima Ma, ini belum ada tidur lagi. Soalnya semalam ada buronan kawanan begal, yang sudah kami ketahui posisinya. Jadi Abang sama anak buah, harus cepat menangkap mereka. Takutnya keburu kabur lagi, kan jadi susah mau cari tempat persembunyian barunya," jawabku santai."Kasihan banget anak Mama, pasti capek ya? Lihat tuh, gara-gara Papa ingin anak laki-laki satu-satunya ikut jadi Polisi. Jadinya anak Mama yang paling ganteng ini, punya mata panda. Nanti ikut Mama perawatan ya nak, biar dihilangkan itu kantong matanya," rengek Mama manja.Aku hanya geleng-geleng kepala saja, karena malulah! Masak Polisi keren seperti aku, ikut perawatan sama Mama. Bikin image jantan aku jatuh saja!"Hmmm, asrama putrinya Abang Pasya ribut banget deh!" omel Friska. Adik bungsuku, yang baru berusia enam belas tahun."Berisik ya Dek. Ehh, ngomong-ngomong Bang Jono kamu kemana?" godaku."Jono! Jono! Johnson namanya, enak bang
Jam tujuh malamnya, aku pulang dengan tubuh lelah. Karena harus menginterogasi, kawanan begal yang kami tangkap semalam. Lalu membuat laporan, duduk di depan komputer memang lebih membuat lelah daripada mengejar para penjahat di jalanan. Karena kalau aku sedang mengejar penjahat, banyak pasang mata kaum hawa yang memandang kagum. Lalu tidak lama, videoku akan fyp serta trending di dunia maya. Sementara Mama dengan bangga, akan mengirimkan video-videoku ke semua grup yang beliau ikuti. Begitu sampai di rumah, aku lihat mobil dinas Papa sudah terparkir di depan rumah. Begitu memasuki rumah, aku mencium aroma sambal terasi yang pedas tapi bisa dipastikan rasanya enak. Memang sambal terasi, adalah makanan kesukaanku. "Enak nih," ucapku begitu sampai di meja makan. "Enak dong, Senja masak makanan khas Tanjung Pandan. Lihat, ada gangan ikan kakap merah, sambal belacan ya Senja?" tanya Mama. Senja keluar dari dapur, dengan membawa dua piring yang mengepulkan asap beraroma terasi juga.
Emily, kekasihku selama tiga bulan ini berada di dalam kamar yang aku grebek. Dia terlihat malu, sekaligus panik. Karena sedang berbaring di ranjang hotel, hanya tertutupi sehelai selimut saja.Dari ekor mataku terlihat Senja sedang menggeledah sekeliling kamar ini, bersama anak buahku yang lainnya."Lapor Ndan, ini ada Bong, dan bungkusan yang sepertinya dijadikan wadah untuk menyimpan sabu," lapor Senja.Aku mengambil kedua barang haram itu, dan kembali menatap Emily yang masih berada di posisi seperti tadi. "Ayo dipakai bajunya! Senja kamu tolong bantu geledah psk, ini ya!" ucapku geram."Siap, Ndan."Aku bersama laki-laki yang lain keluar, dan orang yang membooking Emily aku interogasi.Aku mendengus kesal, saat melihat Bapak yang membooking Emily adalah seorang lelaki paruh baya dengan perut buncit dan wajah seram. Sebenarnya kurangku itu di sebelah mana! "Selamat malam Bapak, perkenalkan saya Iptu Pasya. Boleh saya lihat kartu identitasnya?""Boleh Pak, tapi bisakan berita in
Setelah urusan di hotel selesai, kami lanjut ke sebuah pemukiman padat penduduk. Karena ada laporan masuk, sedang terjadi tawuran antar geng disana. Bayangkan, dengan dungunya mereka melakukan live sambil tawuran! Memang minta di gelandang, ke markas kami!"Pegang senjatanya yang benar Senja! Saya mau lihat kehebatan kamu, yang kata Papa sudah diakui sebagai sniper itu!" perintahku. "Baik Ndan," jawabnya dengan wajah datar. Aku menggeram frustasi dibuatnya. Sebenarnya apa yang terjadi, sampai dia memiliki ekspresi menyebalkan itu? Aku terbiasa mendapatkan senyuman, ataupun tatapan kagum dari para kaum hawa. Jadinya gondok, saat bertemu manusia berekspresi batu seperti Mentari Senja satu ini! Jalanan mulai lengang, jadi kami semua bisa cepat mencapai lokasi kejadian. Sementara dua orang menjijikkan yang kami ciduk tadi, sudah dibawa duluan oleh anak buahku yang lain! Tarr ... Kami kaget saat baru berada di simpang tiga, sudah disambut lemparan petasan berukuran besar. Untung G
Keesokan harinya, aku bangun jam lima pagi. Karena Papa selalu mewajibkan keluarganya, dan semua pekerja yang beragama Islam di rumah ini untuk sholat subuh berjamaah. Mama dan Friska juga ikut. Tapi pagi ini ada tambahan anggota baru, yaitu Senja. Dia terlihat tinggi menjulang sendirian, mengenakan mukena warna putih yang sudah pudar dan berwarna sedikit kekuningan. "Senja, kenapa mukena kamu sudah jelek? Nanti Ibu belikan yang baru ya, atau mau Ibu berikan salah satu koleksi mukena Ibu jadi bisa langsung kamu pakai sekarang?" tanya Mama. "Nggak apa Ibu, tapi ini mukena milik almarhumah Ibu Suryati pemilik panti asuhan. Beliau mewariskan mukena ini untuk saya. Makanya akan selalu saya pakai, dan rawat terus," jawab Senja sendu. Mama terlihat tidak enak, dan mengelus pundak Senja. Aku juga ikut terenyuh, mendengar asal usul mukena lusuh itu. Terkadang sebuah barang dicintai bukan karena kemewahannya, tapi bisa juga karena kenangan indah dari seseorang yang tersimpan di dalamnya.
Sekitar jam sepuluh pagi, semua yang janji akan datang belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Aku jadi kesal, karena kebiasaan ngaret begini selalu akan terjadi di mana saja! Tapi senyumku langsung terbit, saat melihat Mama video call ke handphoneku. "Assalamu'alaikum, Mama cantik," godaku."Alaahhh, Abang ini bukan cuma suka godain cewek-cewek diluaran sana saja. Istri Papamu pun, kamu godain juga," ejek Mama. Aku tertawa melihat ekspresi Mama yang malu-malu. "Kenapa Ma, kok, itu ada asap di dekat kolam?" tanyaku kepo. "Nah, itu dia yang mau Mama perlihatkan sama kamu Bang. Senja lagi bikin pesanan kamu, tadi sudah bikin pakai satu kilogram ketan. Nggak tahunya enak banget, jadi Mama gas beliin lima kilogram ketan putihnya. Supaya kalau sudah jadi, bisa dikirim dua kilogram ke kamu yang dua kilogram kirim ke Papa. Sisanya mau Mama bekukan, nanti kalau pingin makan tinggal hangatkan saja di airfryer. Lihat deh," ucap Mama sambil memperlihatkan Senja yang sedang sibuk memasuk
Keesokan harinya, aku bangun jam lima pagi. Karena Papa selalu mewajibkan keluarganya, dan semua pekerja yang beragama Islam di rumah ini untuk sholat subuh berjamaah. Mama dan Friska juga ikut. Tapi pagi ini ada tambahan anggota baru, yaitu Senja. Dia terlihat tinggi menjulang sendirian, mengenakan mukena warna putih yang sudah pudar dan berwarna sedikit kekuningan. "Senja, kenapa mukena kamu sudah jelek? Nanti Ibu belikan yang baru ya, atau mau Ibu berikan salah satu koleksi mukena Ibu jadi bisa langsung kamu pakai sekarang?" tanya Mama. "Nggak apa Ibu, tapi ini mukena milik almarhumah Ibu Suryati pemilik panti asuhan. Beliau mewariskan mukena ini untuk saya. Makanya akan selalu saya pakai, dan rawat terus," jawab Senja sendu. Mama terlihat tidak enak, dan mengelus pundak Senja. Aku juga ikut terenyuh, mendengar asal usul mukena lusuh itu. Terkadang sebuah barang dicintai bukan karena kemewahannya, tapi bisa juga karena kenangan indah dari seseorang yang tersimpan di dalamnya.
Setelah urusan di hotel selesai, kami lanjut ke sebuah pemukiman padat penduduk. Karena ada laporan masuk, sedang terjadi tawuran antar geng disana. Bayangkan, dengan dungunya mereka melakukan live sambil tawuran! Memang minta di gelandang, ke markas kami!"Pegang senjatanya yang benar Senja! Saya mau lihat kehebatan kamu, yang kata Papa sudah diakui sebagai sniper itu!" perintahku. "Baik Ndan," jawabnya dengan wajah datar. Aku menggeram frustasi dibuatnya. Sebenarnya apa yang terjadi, sampai dia memiliki ekspresi menyebalkan itu? Aku terbiasa mendapatkan senyuman, ataupun tatapan kagum dari para kaum hawa. Jadinya gondok, saat bertemu manusia berekspresi batu seperti Mentari Senja satu ini! Jalanan mulai lengang, jadi kami semua bisa cepat mencapai lokasi kejadian. Sementara dua orang menjijikkan yang kami ciduk tadi, sudah dibawa duluan oleh anak buahku yang lain! Tarr ... Kami kaget saat baru berada di simpang tiga, sudah disambut lemparan petasan berukuran besar. Untung G
Emily, kekasihku selama tiga bulan ini berada di dalam kamar yang aku grebek. Dia terlihat malu, sekaligus panik. Karena sedang berbaring di ranjang hotel, hanya tertutupi sehelai selimut saja.Dari ekor mataku terlihat Senja sedang menggeledah sekeliling kamar ini, bersama anak buahku yang lainnya."Lapor Ndan, ini ada Bong, dan bungkusan yang sepertinya dijadikan wadah untuk menyimpan sabu," lapor Senja.Aku mengambil kedua barang haram itu, dan kembali menatap Emily yang masih berada di posisi seperti tadi. "Ayo dipakai bajunya! Senja kamu tolong bantu geledah psk, ini ya!" ucapku geram."Siap, Ndan."Aku bersama laki-laki yang lain keluar, dan orang yang membooking Emily aku interogasi.Aku mendengus kesal, saat melihat Bapak yang membooking Emily adalah seorang lelaki paruh baya dengan perut buncit dan wajah seram. Sebenarnya kurangku itu di sebelah mana! "Selamat malam Bapak, perkenalkan saya Iptu Pasya. Boleh saya lihat kartu identitasnya?""Boleh Pak, tapi bisakan berita in
Jam tujuh malamnya, aku pulang dengan tubuh lelah. Karena harus menginterogasi, kawanan begal yang kami tangkap semalam. Lalu membuat laporan, duduk di depan komputer memang lebih membuat lelah daripada mengejar para penjahat di jalanan. Karena kalau aku sedang mengejar penjahat, banyak pasang mata kaum hawa yang memandang kagum. Lalu tidak lama, videoku akan fyp serta trending di dunia maya. Sementara Mama dengan bangga, akan mengirimkan video-videoku ke semua grup yang beliau ikuti. Begitu sampai di rumah, aku lihat mobil dinas Papa sudah terparkir di depan rumah. Begitu memasuki rumah, aku mencium aroma sambal terasi yang pedas tapi bisa dipastikan rasanya enak. Memang sambal terasi, adalah makanan kesukaanku. "Enak nih," ucapku begitu sampai di meja makan. "Enak dong, Senja masak makanan khas Tanjung Pandan. Lihat, ada gangan ikan kakap merah, sambal belacan ya Senja?" tanya Mama. Senja keluar dari dapur, dengan membawa dua piring yang mengepulkan asap beraroma terasi juga.
"Kamu pulang jam berapa semalam Bang?" tanya Mama, saat kami sedang sarapan."Jam lima Ma, ini belum ada tidur lagi. Soalnya semalam ada buronan kawanan begal, yang sudah kami ketahui posisinya. Jadi Abang sama anak buah, harus cepat menangkap mereka. Takutnya keburu kabur lagi, kan jadi susah mau cari tempat persembunyian barunya," jawabku santai."Kasihan banget anak Mama, pasti capek ya? Lihat tuh, gara-gara Papa ingin anak laki-laki satu-satunya ikut jadi Polisi. Jadinya anak Mama yang paling ganteng ini, punya mata panda. Nanti ikut Mama perawatan ya nak, biar dihilangkan itu kantong matanya," rengek Mama manja.Aku hanya geleng-geleng kepala saja, karena malulah! Masak Polisi keren seperti aku, ikut perawatan sama Mama. Bikin image jantan aku jatuh saja!"Hmmm, asrama putrinya Abang Pasya ribut banget deh!" omel Friska. Adik bungsuku, yang baru berusia enam belas tahun."Berisik ya Dek. Ehh, ngomong-ngomong Bang Jono kamu kemana?" godaku."Jono! Jono! Johnson namanya, enak bang