Share

Bab 3

Author: Dsdjourney17
last update Last Updated: 2025-02-06 02:17:05

Emily, kekasihku selama tiga bulan ini berada di dalam kamar yang aku grebek. Dia terlihat malu, sekaligus panik. Karena sedang berbaring di ranjang hotel, hanya tertutupi sehelai selimut saja.

Dari ekor mataku terlihat Senja sedang menggeledah sekeliling kamar ini, bersama anak buahku yang lainnya.

"Lapor Ndan, ini ada Bong, dan bungkusan yang sepertinya dijadikan wadah untuk menyimpan sabu," lapor Senja.

Aku mengambil kedua barang haram itu, dan kembali menatap Emily yang masih berada di posisi seperti tadi.

"Ayo dipakai bajunya! Senja kamu tolong bantu geledah psk, ini ya!" ucapku geram.

"Siap, Ndan."

Aku bersama laki-laki yang lain keluar, dan orang yang membooking Emily aku interogasi.

Aku mendengus kesal, saat melihat Bapak yang membooking Emily adalah seorang lelaki paruh baya dengan perut buncit dan wajah seram.

Sebenarnya kurangku itu di sebelah mana!

"Selamat malam Bapak, perkenalkan saya Iptu Pasya. Boleh saya lihat kartu identitasnya?"

"Boleh Pak, tapi bisakan berita ini jangan naik ke media? Dan kamera ini, hanya untuk dokumentasi pihak kepolisian sajakan?" tanyanya panik.

"Tidak mungkin media bisa kami bohongi, mereka pasti akan dengan cepat mengetahui semuanya. Karena Emily yang anda booking itu, adalah seorang model," jawabku datar.

"Model apanya? Itu hanya kedok saja Pak, dia itu memang bekerja menjadi psk dari usia enam belas tahun. Saya sudah biasa memakai jasanya, melalui orang tuanya langsung!" ketus Bapak-bapak berperut buncit ini.

Mendadak perutku mual, dan aku bergegas lari ke toilet yang untungnya tersedia di dekat lift.

Aku memuntahkan semua makan malam tadi, di lubang toilet. Setelah menyiram, aku keluar bilik toilet lalu cuci tangan di wastafel.

Terakhir aku cuci juga wajah, sambil mendesah kesal.

Sial, pantas saja Emily begitu profesional saat menggodaku! Ternyata itu memang sudah menjadi profesinya, dari usia muda.

Untung selama ini aku selalu menolak, setiap dia mengajak check-in. Atau berhubungan intim, di apartemen miliknya.

Aku memang playboy, tapi untuk merusak anak gadis orang lain tidak akan pernah aku lakukan. Karena seperti pesan Papa selama ini, aku harus menjaga diri. Agar Kakak dan Adik Perempuanku, juga dijaga oleh kekasih mereka.

"Ndan, sedang tidak enak badan atau bagaimana?" tanya Abeng, yang tiba-tiba masuk ke dalam toilet.

"Nggak masalah, hanya sedikit mual," jawabku pelan.

"Itu pacar kamukan Pasya?" tanya Abeng.

Abeng ini memang seumuran denganku, tapi dia masuk Polisi lewat jalur Tamtama. Jadilah sekarang pangkatnya Briptu, dan menjadi anak buahku.

Aku mengangguk, dan rasanya perutku seperti bergolak lagi. Tapi aku yakin, sudah tidak ada yang bisa aku keluarkan. Karena sudah habis semua, aku muntahkan tadi.

"Sabar bro, dan kenapa kau malah jadi mual? Pernah kau pakai dia?" tanya Abeng dengan wajah sok lugunya.

"Ya nggaklah, sudah gila kali aku melakukan zina! Aku hanya jijik, saat terbayang pernah berciuman dengan bibir yang sudah dicium oleh banyak lelaki hidung belang!" ketusku, sambil bergidik jijik.

Abeng tertawa puas, sampai aku dongkol dan meninggalkan makhluk menyebalkan itu seorang diri di toilet.

Saat aku kembali ke kamar yang kami grebek, terlihat Emily keluar kamar. Lalu disusul oleh Senja, yang memegang kartu identitas mantan kekasihku itu.

"Bagaimana Senja?" tanyaku.

"Ini Ndan, ada ditemukan beberapa alat kontrasepsi, rokok elektrik, dan liquidnya, di dalam tas Mbak Nur Azizah."

"Siapa Nur Azizah?" tanyaku bingung.

"Ya Mbak ini, nama di KTP dan SIM beliau Nur Azizah," jawab Senja jujur.

"Berapa banyak kau menipuku haahh!" bentakku kesal.

Emily atau Nur Azizah tersenyum sinis, lalu menatapku dengan sikap menantang.

"Sangat banyak, Bapak Komandan Pasya!" ejek wanita satu ini.

"Sebutkan!" tantangku.

"Aku bukanlah mahasiswi Kedokteran, dan aku juga bukan anak orang kaya. Kamu mau tahu siapa yang menjadi mucikariku? Bapak dan Ibu kandungku sendiri, mereka yang sudah menjualku dari aku kelas satu SMA, puas kamu!" teriaknya histeris.

"Tenang Mbak, ayo kita bicara baik-baik. Tolong jangan permalukan diri anda sendiri," bujuk Senja.

"Oohhh, kamu pasti pacar baru Bang Pasyakan!" tuduh Nur.

"Bukan, saya ajudan Ibu Anggraini. Mama kandungnya Komandan Pasya," jawab Senja jujur.

"Alaahhh, jangan bohong kalian. Mana mungkin si playboy Pasya, bisa tahan untuk tidak memacari wanita secantik kamu!" ejek Nur.

"Sudah, diam!" bentakku.

Suasana langsung sunyi, tapi penghuni kamar hotel yang lain keluar. Karena mendengar keributan, yang dilakukan oleh Emily alias Nur Azizah.

"Bawa mereka ke mobil!" perintahku.

"Baik Ndan," jawab yang lain.

Senja aku cegah untuk ikut turun. Karena takutnya anak buahku yang lain akan menggodanya, saat aku tidak berada di samping ajudan kesayangan keluargaku ini.

Aku dekati Pak Budi, dan mengajaknya mengobrol empat mata.

"Bisa kita mengobrol?" tanyaku santai.

Pak Budi terlihat gugup, tapi dia tetap mengangguk sambil mengajakku ke ruangannya.

"Silahkan duduk Bapak dan Mbak," ucapnya begitu kami sampai di ruangan kecil tapi ber-AC miliknya.

Aku mengangguk, dan duduk bersebelahan dengan Senja di hadapan Pak Budi.

"Mau minum apa?" tawar Pak Budi.

"Nggak usah basa-basi, Pak Budi. Saya langsung saja ya? Di hotel ini, sering terjadi penggerebekan?"

"Nggak Pak, hotel kami ini sangat bersih dan memiliki citra baik. Bapak bisa lihat sendiri, bagaimana review bagus dari para tamu kami," ucapnya meyakinkan.

Aku tersenyum sinis, dan menatap Senja sekilas. Wajah cantik itu masih saja datar, tapi dia menyimak percakapan kami dengan baik.

"Dari cara Bapak mengetuk pintu tadi, terlihat sudah sangat biasa. Tapi sayang, resepsionis kalian sepertinya orang baru. Jadi belum sempat kalian briefing, agar lancar berbohong seperti anda!"

"Bapak hati-hati ya, kalau bicara. Jangan asal tuduh sembarangan begitu dong, pihak hotel bisa menuntut Anda!" ancam Pak Budi.

"Boleh, silahkan tuntut saya! Tapi, setelah saya diberikan daftar nama tamu dan bukti CCTV di lobby! Ingat, saya memiliki wewenang untuk mendapatkan kedua hal itu!" tekanku.

Pak Budi terlihat panik, sampai akhirnya beliau menelpon atasannya yang bernama Pak Cahyo.

"Pak, ada Polisi datang dan melakukan penggerebekan pasangan mesum," bisik Pak Budi.

Aku langsung merampas handphone milik Pak Budi, lalu menghidupkan loudspeaker.

"Ya sudah, kasih saja berapa mereka mau asal bisa tutup mulut. Begitu saja kamu harus mengganggu liburan saya, dengan pacar baru!" ketusnya.

"Selamat malam, Bapak Cahyo yang terhormat! Perkenalkan saya IPTU Pasya, dan mohon maaf saya bukanlah oknum yang bisa anda suap! Sekarang katakan dimana posisi anda, dan pacar baru. Karena sepertinya kita harus bertemu secara langsung, sebab ada banyak hal yang wajib Polisi bongkar!" ucapku tegas.

"Bu-bukan begitu Mas Pasya yang ganteng. Saya tahu anda lho, pacar saya juga ngefans sama anda yang terkenal tampan serta pekerja keras. Mungkin kita bisa bertemu besok pagi. Hmmm, mau bertemu dimana? Di hotel saya yang satu lagi, juga boleh," tawarnya.

"Bagaimana kalau bertemu di rumah anda? Jadi anak, istri, dan kekasih baru anda bisa saling menjalin tali silahturahmi!" ejekku.

Aku bisa mendengar Bapak Cahyo, mendesah kesal. Dia juga bisik-bisik, dengan seseorang di seberang sana.

"Baiklah Mas Pasya, besok siang saya akan langsung datang ke Polres untuk bertemu dengan anda. Tapi tolong, jangan beritahu anak dan istri saya. Karena sebenarnya, hotel-hotel itu adalah warisan dari keluarga istri saya," pintanya sungguh-sungguh.

"Boleh, tapi dengan catatan saya tidak janji!" ketusku.

Pak Budi, langsung menunduk ketakutan. Sementara Senja, gadis cantik itu masih diam saja dengan ekspresi batunya yang menyebalkan!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 4

    Setelah urusan di hotel selesai, kami lanjut ke sebuah pemukiman padat penduduk. Karena ada laporan masuk, sedang terjadi tawuran antar geng disana. Bayangkan, dengan dungunya mereka melakukan live sambil tawuran! Memang minta di gelandang, ke markas kami!"Pegang senjatanya yang benar Senja! Saya mau lihat kehebatan kamu, yang kata Papa sudah diakui sebagai sniper itu!" perintahku. "Baik Ndan," jawabnya dengan wajah datar. Aku menggeram frustasi dibuatnya. Sebenarnya apa yang terjadi, sampai dia memiliki ekspresi menyebalkan itu? Aku terbiasa mendapatkan senyuman, ataupun tatapan kagum dari para kaum hawa. Jadinya gondok, saat bertemu manusia berekspresi batu seperti Mentari Senja satu ini! Jalanan mulai lengang, jadi kami semua bisa cepat mencapai lokasi kejadian. Sementara dua orang menjijikkan yang kami ciduk tadi, sudah dibawa duluan oleh anak buahku yang lain! Tarr ... Kami kaget saat baru berada di simpang tiga, sudah disambut lemparan petasan berukuran besar. Untung G

    Last Updated : 2025-02-06
  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 5

    Keesokan harinya, aku bangun jam lima pagi. Karena Papa selalu mewajibkan keluarganya, dan semua pekerja yang beragama Islam di rumah ini untuk sholat subuh berjamaah. Mama dan Friska juga ikut. Tapi pagi ini ada tambahan anggota baru, yaitu Senja. Dia terlihat tinggi menjulang sendirian, mengenakan mukena warna putih yang sudah pudar dan berwarna sedikit kekuningan. "Senja, kenapa mukena kamu sudah jelek? Nanti Ibu belikan yang baru ya, atau mau Ibu berikan salah satu koleksi mukena Ibu jadi bisa langsung kamu pakai sekarang?" tanya Mama. "Nggak apa Ibu, tapi ini mukena milik almarhumah Ibu Suryati pemilik panti asuhan. Beliau mewariskan mukena ini untuk saya. Makanya akan selalu saya pakai, dan rawat terus," jawab Senja sendu. Mama terlihat tidak enak, dan mengelus pundak Senja. Aku juga ikut terenyuh, mendengar asal usul mukena lusuh itu. Terkadang sebuah barang dicintai bukan karena kemewahannya, tapi bisa juga karena kenangan indah dari seseorang yang tersimpan di dalamnya.

    Last Updated : 2025-02-06
  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 6

    Sekitar jam sepuluh pagi, semua yang janji akan datang belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Aku jadi kesal, karena kebiasaan ngaret begini selalu akan terjadi di mana saja! Tapi senyumku langsung terbit, saat melihat Mama video call ke handphoneku. "Assalamu'alaikum, Mama cantik," godaku."Alaahhh, Abang ini bukan cuma suka godain cewek-cewek diluaran sana saja. Istri Papamu pun, kamu godain juga," ejek Mama. Aku tertawa melihat ekspresi Mama yang malu-malu. "Kenapa Ma, kok, itu ada asap di dekat kolam?" tanyaku kepo. "Nah, itu dia yang mau Mama perlihatkan sama kamu Bang. Senja lagi bikin pesanan kamu, tadi sudah bikin pakai satu kilogram ketan. Nggak tahunya enak banget, jadi Mama gas beliin lima kilogram ketan putihnya. Supaya kalau sudah jadi, bisa dikirim dua kilogram ke kamu yang dua kilogram kirim ke Papa. Sisanya mau Mama bekukan, nanti kalau pingin makan tinggal hangatkan saja di airfryer. Lihat deh," ucap Mama sambil memperlihatkan Senja yang sedang sibuk memasuk

    Last Updated : 2025-04-29
  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 1

    "Kamu pulang jam berapa semalam Bang?" tanya Mama, saat kami sedang sarapan."Jam lima Ma, ini belum ada tidur lagi. Soalnya semalam ada buronan kawanan begal, yang sudah kami ketahui posisinya. Jadi Abang sama anak buah, harus cepat menangkap mereka. Takutnya keburu kabur lagi, kan jadi susah mau cari tempat persembunyian barunya," jawabku santai."Kasihan banget anak Mama, pasti capek ya? Lihat tuh, gara-gara Papa ingin anak laki-laki satu-satunya ikut jadi Polisi. Jadinya anak Mama yang paling ganteng ini, punya mata panda. Nanti ikut Mama perawatan ya nak, biar dihilangkan itu kantong matanya," rengek Mama manja.Aku hanya geleng-geleng kepala saja, karena malulah! Masak Polisi keren seperti aku, ikut perawatan sama Mama. Bikin image jantan aku jatuh saja!"Hmmm, asrama putrinya Abang Pasya ribut banget deh!" omel Friska. Adik bungsuku, yang baru berusia enam belas tahun."Berisik ya Dek. Ehh, ngomong-ngomong Bang Jono kamu kemana?" godaku."Jono! Jono! Johnson namanya, enak bang

    Last Updated : 2025-02-06
  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 2

    Jam tujuh malamnya, aku pulang dengan tubuh lelah. Karena harus menginterogasi, kawanan begal yang kami tangkap semalam. Lalu membuat laporan, duduk di depan komputer memang lebih membuat lelah daripada mengejar para penjahat di jalanan. Karena kalau aku sedang mengejar penjahat, banyak pasang mata kaum hawa yang memandang kagum. Lalu tidak lama, videoku akan fyp serta trending di dunia maya. Sementara Mama dengan bangga, akan mengirimkan video-videoku ke semua grup yang beliau ikuti. Begitu sampai di rumah, aku lihat mobil dinas Papa sudah terparkir di depan rumah. Begitu memasuki rumah, aku mencium aroma sambal terasi yang pedas tapi bisa dipastikan rasanya enak. Memang sambal terasi, adalah makanan kesukaanku. "Enak nih," ucapku begitu sampai di meja makan. "Enak dong, Senja masak makanan khas Tanjung Pandan. Lihat, ada gangan ikan kakap merah, sambal belacan ya Senja?" tanya Mama. Senja keluar dari dapur, dengan membawa dua piring yang mengepulkan asap beraroma terasi juga.

    Last Updated : 2025-02-06

Latest chapter

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 6

    Sekitar jam sepuluh pagi, semua yang janji akan datang belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Aku jadi kesal, karena kebiasaan ngaret begini selalu akan terjadi di mana saja! Tapi senyumku langsung terbit, saat melihat Mama video call ke handphoneku. "Assalamu'alaikum, Mama cantik," godaku."Alaahhh, Abang ini bukan cuma suka godain cewek-cewek diluaran sana saja. Istri Papamu pun, kamu godain juga," ejek Mama. Aku tertawa melihat ekspresi Mama yang malu-malu. "Kenapa Ma, kok, itu ada asap di dekat kolam?" tanyaku kepo. "Nah, itu dia yang mau Mama perlihatkan sama kamu Bang. Senja lagi bikin pesanan kamu, tadi sudah bikin pakai satu kilogram ketan. Nggak tahunya enak banget, jadi Mama gas beliin lima kilogram ketan putihnya. Supaya kalau sudah jadi, bisa dikirim dua kilogram ke kamu yang dua kilogram kirim ke Papa. Sisanya mau Mama bekukan, nanti kalau pingin makan tinggal hangatkan saja di airfryer. Lihat deh," ucap Mama sambil memperlihatkan Senja yang sedang sibuk memasuk

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 5

    Keesokan harinya, aku bangun jam lima pagi. Karena Papa selalu mewajibkan keluarganya, dan semua pekerja yang beragama Islam di rumah ini untuk sholat subuh berjamaah. Mama dan Friska juga ikut. Tapi pagi ini ada tambahan anggota baru, yaitu Senja. Dia terlihat tinggi menjulang sendirian, mengenakan mukena warna putih yang sudah pudar dan berwarna sedikit kekuningan. "Senja, kenapa mukena kamu sudah jelek? Nanti Ibu belikan yang baru ya, atau mau Ibu berikan salah satu koleksi mukena Ibu jadi bisa langsung kamu pakai sekarang?" tanya Mama. "Nggak apa Ibu, tapi ini mukena milik almarhumah Ibu Suryati pemilik panti asuhan. Beliau mewariskan mukena ini untuk saya. Makanya akan selalu saya pakai, dan rawat terus," jawab Senja sendu. Mama terlihat tidak enak, dan mengelus pundak Senja. Aku juga ikut terenyuh, mendengar asal usul mukena lusuh itu. Terkadang sebuah barang dicintai bukan karena kemewahannya, tapi bisa juga karena kenangan indah dari seseorang yang tersimpan di dalamnya.

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 4

    Setelah urusan di hotel selesai, kami lanjut ke sebuah pemukiman padat penduduk. Karena ada laporan masuk, sedang terjadi tawuran antar geng disana. Bayangkan, dengan dungunya mereka melakukan live sambil tawuran! Memang minta di gelandang, ke markas kami!"Pegang senjatanya yang benar Senja! Saya mau lihat kehebatan kamu, yang kata Papa sudah diakui sebagai sniper itu!" perintahku. "Baik Ndan," jawabnya dengan wajah datar. Aku menggeram frustasi dibuatnya. Sebenarnya apa yang terjadi, sampai dia memiliki ekspresi menyebalkan itu? Aku terbiasa mendapatkan senyuman, ataupun tatapan kagum dari para kaum hawa. Jadinya gondok, saat bertemu manusia berekspresi batu seperti Mentari Senja satu ini! Jalanan mulai lengang, jadi kami semua bisa cepat mencapai lokasi kejadian. Sementara dua orang menjijikkan yang kami ciduk tadi, sudah dibawa duluan oleh anak buahku yang lain! Tarr ... Kami kaget saat baru berada di simpang tiga, sudah disambut lemparan petasan berukuran besar. Untung G

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 3

    Emily, kekasihku selama tiga bulan ini berada di dalam kamar yang aku grebek. Dia terlihat malu, sekaligus panik. Karena sedang berbaring di ranjang hotel, hanya tertutupi sehelai selimut saja.Dari ekor mataku terlihat Senja sedang menggeledah sekeliling kamar ini, bersama anak buahku yang lainnya."Lapor Ndan, ini ada Bong, dan bungkusan yang sepertinya dijadikan wadah untuk menyimpan sabu," lapor Senja.Aku mengambil kedua barang haram itu, dan kembali menatap Emily yang masih berada di posisi seperti tadi. "Ayo dipakai bajunya! Senja kamu tolong bantu geledah psk, ini ya!" ucapku geram."Siap, Ndan."Aku bersama laki-laki yang lain keluar, dan orang yang membooking Emily aku interogasi.Aku mendengus kesal, saat melihat Bapak yang membooking Emily adalah seorang lelaki paruh baya dengan perut buncit dan wajah seram. Sebenarnya kurangku itu di sebelah mana! "Selamat malam Bapak, perkenalkan saya Iptu Pasya. Boleh saya lihat kartu identitasnya?""Boleh Pak, tapi bisakan berita in

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 2

    Jam tujuh malamnya, aku pulang dengan tubuh lelah. Karena harus menginterogasi, kawanan begal yang kami tangkap semalam. Lalu membuat laporan, duduk di depan komputer memang lebih membuat lelah daripada mengejar para penjahat di jalanan. Karena kalau aku sedang mengejar penjahat, banyak pasang mata kaum hawa yang memandang kagum. Lalu tidak lama, videoku akan fyp serta trending di dunia maya. Sementara Mama dengan bangga, akan mengirimkan video-videoku ke semua grup yang beliau ikuti. Begitu sampai di rumah, aku lihat mobil dinas Papa sudah terparkir di depan rumah. Begitu memasuki rumah, aku mencium aroma sambal terasi yang pedas tapi bisa dipastikan rasanya enak. Memang sambal terasi, adalah makanan kesukaanku. "Enak nih," ucapku begitu sampai di meja makan. "Enak dong, Senja masak makanan khas Tanjung Pandan. Lihat, ada gangan ikan kakap merah, sambal belacan ya Senja?" tanya Mama. Senja keluar dari dapur, dengan membawa dua piring yang mengepulkan asap beraroma terasi juga.

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 1

    "Kamu pulang jam berapa semalam Bang?" tanya Mama, saat kami sedang sarapan."Jam lima Ma, ini belum ada tidur lagi. Soalnya semalam ada buronan kawanan begal, yang sudah kami ketahui posisinya. Jadi Abang sama anak buah, harus cepat menangkap mereka. Takutnya keburu kabur lagi, kan jadi susah mau cari tempat persembunyian barunya," jawabku santai."Kasihan banget anak Mama, pasti capek ya? Lihat tuh, gara-gara Papa ingin anak laki-laki satu-satunya ikut jadi Polisi. Jadinya anak Mama yang paling ganteng ini, punya mata panda. Nanti ikut Mama perawatan ya nak, biar dihilangkan itu kantong matanya," rengek Mama manja.Aku hanya geleng-geleng kepala saja, karena malulah! Masak Polisi keren seperti aku, ikut perawatan sama Mama. Bikin image jantan aku jatuh saja!"Hmmm, asrama putrinya Abang Pasya ribut banget deh!" omel Friska. Adik bungsuku, yang baru berusia enam belas tahun."Berisik ya Dek. Ehh, ngomong-ngomong Bang Jono kamu kemana?" godaku."Jono! Jono! Johnson namanya, enak bang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status