Share

Bab 75

Author: Wii
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Velice memakai pakaiannya kembali setelah puas bercinta dengan George. Pria itu cukup ganas, namun Velice menyukainya. Sudah tiga kali mereka melakukan hal itu, sampai membuat kaki Velice lemas.

Wanita itu membetulkan riasan dan rambut yang sudah acak-acakan. Setelah rapi, barulah ia mendekati George yang sedang duduk di sofa sambil menghisap sebatang rokok di mulutnya.

"Mana bayaranku?" tagih Velice.

George mengambil ponselnya yang berada di atas meja, lalu membuka aplikasi m-banking. "Sebutkan nomor rekeningmu," perintahnya.

Velice pun menyebutkannya dengan penuh semangat. Dan tak berapa lama, muncul notifikasi di ponselnya. Uang dengan jumlah yang besar sudah masuk ke rekeningnya.

"Sudah cukup?" tanya George.

"Sudah!" Velice berseru kegirangan. Ia tidak pernah melihat uang sebanyak itu. "Terima kasih, Tuan. Aku sudah berubah pikiran sekarang. Tawaranmu aku terima dengan senang hati," lanjutnya.

George tersenyum sinis. "Tapi kau harus ingat syarat yang kuberikan padamu."

"Tentu saja
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 76

    Pukul 18.15 sore, Damien dan Dyandta tiba di rumah. Saat Dyandta datang ke kantor, Damien meminta Tommy untuk pulang saja ke rumah terlebih dulu, karena Damien akan pulang bersama istrinya.Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan menyapa Bailey serta Airin yang tengah duduk bersantai di ruang tamu sambil menikmati segelas teh dan kopi."Kalian pulang bersama?" tanya Airin."Iya, Bu," jawab Damien. "Tadi, Dyandta mampir ke kantorku.""Ah, pantas saja Tommy pulang lebih awal," ujar Airin. "Ya sudah, kalian pergi mandi. Setelah itu kalian makan ya. Ibu sudah memasak makanan kesukaan kalian.""Baik, Bu."Damien dan Dyandta kembali melangkah menuju kamar mereka di lantai dua. Sesampainya di kamar, Damien merebahkan diri di atas kasur. Rasanya lelah sekali mengurusi berkas-berkas di kantor."Kau tidak ingin mandi, Suamiku?" Dyandta bertanya sambil mengambil handuk bersih dari dalam lemari pakaian."Nanti aku menyusul, Sayang. Aku ingin meluruskan tubuhku sebentar.""Baiklah."Dyandta bergega

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 77

    Pukul 05.00 pagi, Damien sudah terbangun. Ia duduk bersandar sambil mengusap kedua matanya. Diliriknya sesaat jam dinding di arah kiri, kemudian Damien mengambil ponselnya di atas nakas. Ia teringat dengan pesan yang dikirimkan oleh Velice semalam. Damien memang sengaja tidak membacanya dan ia terpaksa memasang kata sandi agar Dyandta tidak membukanya.Damien membuka aplikasi chat. Betapa terkejutnya Damien saat melihat pesan yang begitu banyak dari Velice. Bukan hanya pesan. Ada juga panggilan tak terjawab dari wanita itu.Pria itu membaca satu per satu pesan yang ada di layar ponselnya. Pesan tersebut berisi makian dan ancaman dari Velice karena Damien mengabaikannya. Selain itu, Velice juga menuntut Damien karena tidak menemaninya makan malam. Padahal George sudah mengatakan pada Damien bahwa Velice tidak akan mengganggu kehidupannya lagi. Tapi nyatanya, Velice masih saja gencar menghubunginya."Sialan!" umpat Damien pelan.Nomor Velice segera diblokir dan dihapus oleh Damien. Tapi

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 78

    Plak!George menampar Velice saat mereka berada di ruangan pribadi George. Pukul 07.00 pagi, George sengaja menghubungi Velice dan memintanya untuk segera datang ke kafe. Saat Velice datang, George menarik paksa wanita itu sampai masuk ke dalam ruangan pribadinya. George kesal karena Velice tidak menepati janjinya.Velice menatap George dengan tajam. "Kenapa Tuan menamparku?!" teriaknya."Harusnya kau tahu apa kesalahanmu!" balas George semakin murka. Bukankah sudah kuperingatkan untuk berhenti mengganggu Damien, hah?! Kenapa kau masih mengganggunya?!""Itu fitnah! Aku tidak mengganggunya!"George mendecih lalu menekan kedua rahang Velice sambil mendorongnya. Hingga tubuh Velice menempel ke dinding. "Aku bukan orang bodoh yang bisa kau tipu, Velice! Kau itu sudah membohongiku dan melanggar perjanjian kita!""Su-Sungguh. A-Aku tidak melanggarnya," ucap Velice terbata sambil meringis."Selagi aku memberimu kesempatan untuk mengaku, manfaatkan itu. Jika tidak, kau akan menerima resiko ya

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 79

    Dyandta kembali ke meja kerjanya setelah puas menangis sambil menatap hujan dari jendela. Ia menghapus air matanya. Menarik napas dalam, lalu membuangnya perlahan. Berusaha untuk tenang karena saat ini ia sedang berada di rumah sakit. Dyandta harus bersikap profesional.Saat dirinya sudah mulai tenang, telepon di atas meja kerjanya berdering. Dyandta segera menjawabnya dengan suara yang parau karena habis menangis."Halo," jawab Dyandta."Halo, Dokter. Maaf mengganggu waktu anda. Tapi ada satu pasien yang butuh pertolongan anda, Dok.""Baiklah. Suruh dia masuk," perintah Dyandta."Baik, Dok."Dyandta kembali meletakkan telepon itu di tempat semula dan menunggu kedatangan pasien yang dimaksud oleh asistennya tadi. Sambil menunggu, Dyandta menyempatkan diri untuk menyimpan map tadi di laci mejanya. Setelah itu, ia juga menyiapkan buku catatan seperti biasanya.Hingga beberapa saat kemudian, pasien yang dimaksud datang dan masuk ke dalam, ditemani oleh orang tuanya. Dyandta mempersilahka

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 80

    Melihat kedua orang tuanya pergi, Marco langsung panik dan berteriak histeris. Sampai membuat Dyandta dan asistennya terkejut setengah mati. Apalagi Marco berlari ke arah pintu ruangan yang terkunci sambil menghantukkan dahinya di pintu itu secara berulang. Memanggil orang tuanya dan memaki Dyandta karena telah mengusir orang tuanya dari ruangan itu."Kurang ajar! Kau mengusir mereka! Kurang ajar!"Teriakan itu sempat membuat Dyandta bingung. Hingga akhirnya, Dyandta tersadar dari kebingungannya dan segera mengambil obat penenang. Ia meminta asistennya untuk memegangi Marco."Tolong pegangi dia.""Baik, Dok."Sang asisten berusaha mendekap tubuh Marco dari belakang. Marco yang memiliki tenaga lebih besar langsung memberontak hingga tubuh sang asisten terhempas ke lantai."Tidak bisa dibiarkan seperti ini," gumam Dyandta sambil menolong asistennya. "Saya akan memegangnya. Setelah itu, suntikkan obat penenang ini. Mengerti?""Mengerti, Dok."Kali ini Dyandta sendiri yang akan turun tang

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 81

    George berjalan mondar-mandir di ruangan Dyandta. Sendirian. Dyandta masih belum kembali sejak 20 menit yang lalu. George masih menerka-nerka maksud dari pertanyaan Dyandta. Apa yang sudah terjadi? Apa yang telah George lewatkan?George berusaha mengingat hal apa yang berkaitan dengan pertanyaan itu. Sampai dimana ia menemukan jawaban yang tepat."Ah, apa mungkin Dyandta tahu tentang kebohongan Damien?" gumam George sambil mengusap dagu lancipnya. Ia masih tetap mondar-mandir untuk memastikan apakah benar dugaannya itu."Kalau memang Dyandta tahu, harusnya dia sudah melihat surat perjanjian itu."George mengitari sekeliling ruangan. Pandangannya langsung mengarah ke tumpukan berkas yang ada di atas meja kerja Dyandta. Muncul dalam benaknya untuk memeriksa berkas itu satu per satu. Berharap ia menemukan apa yang sedang ia cari.Tapi sayang, dalam tumpukan berkas itu, George tidak menemukan apapun. Ia duduk lemas di kursi sambil tetap mengitari setiap sudut ruangan. Tak lama, ia menemuk

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 82

    Damien kembali ke kantor dengan langkah tergesa-gesa. Ia terus memikirkan ucapan George mengenai surat perjanjian itu. Damien masih berharap, Dyandta tidak tahu tentang itu dan berharap itu hanya dugaan George saja.Pria itu membuka pintu ruangannya, kemudian mengambil tas kerja yang ia letakkan di atas meja. Dibukanya tas itu dengan terburu-buru. Setelah terbuka, mata Damien melebar sempurna. Seketika wajahnya pucat karena surat perjanjian itu tidak ada di tas kerjanya.Pikiran buruk mulai menghantuinya. Mungkinkah surat itu memang ada pada Dyandta? Pikir Damien cemas."Ini gawat," gumamnya panik.Dengan cepat ia menghubungi George. Menunggu beberapa saat sampai pria yang ia hubungi menjawab panggilannya."Halo, Damien." Suara George pun mulai terdengar.Damien duduk dengan gusar. "Halo, George. Ini gawat!""Gawat?""Iya. Surat itu, George," ujar Damien semakin panik. "Surat itu tidak ada di tasku.""Apa? Kau sudah mencari di tempat lain?" tanya George suaranya juga terdengar panik.

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 83

    "Aku membencimu, Damien! Aku membencimu!"Teriakan Dyandta membuat Damien terkejut setengah mati. Untuk pertama kalinya ia melihat Dyandta seperti itu padanya. Biasanya Dyandta akan bersikap tenang jika Damien membuat kesalahan. Damien lebih sering melihat Dyandta menangis saat mereka sedang bertengkar kecil. Tapi tidak untuk kali ini. Dyandta justru menangis sambil berteriak pada Damien.Damien masih diam mematung. Menatap Dyandta dengan tatapan terkejutnya. Sementara Dyandta menatap tajam ke arah Damien. Dalam dan begitu menusuk. Air mata masih terus mengalir di kedua pipi Dyandta."Kau sudah lupa dengan janjimu, hah?! Kau berjanji untuk tidak berbohong lagi padaku! Tapi apa ini?! Kau mengulangi kesalahan yang sama!" lanjut Dyandta dengan suara lantang. Tak peduli jika nanti ada yang mendengar suaranya.Dyandta berjalan ke arah meja kerja, kemudian mengambil map berisi surat perjanjian itu. Ia mendekati Damien lagi lalu melemparkan map itu dengan kasar. "Itu! Semua kebohonganmu ada

Latest chapter

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 117

    Satu tahun kemudian, George dan Dyandta melangsungkan pernikahan sederhana di salah satu gereja. Disaksikan oleh keluarga besar George, pegawai Lunar's Cafe, para perawat di rumah sakit Dyandta, serta Cacha yang datang bersama Albert.Sebulan yang lalu, Albert akhirnya menemui Cacha dan mengaku masih mencintai Cacha. Albert mengajak Cacha untuk rujuk kembali dan ajakan itu pun diterima dengan senang hati oleh Cacha. Kabar baik itu langsung disebarkan oleh Cacha. Dan kini, Cacha menghadiri pernikahan dua sahabatnya bersama Albert.Lalu, bagaimana dengan Damien?Sejak diceraikan oleh Dyandta, Damien kembali mengalami depresi. Perusahaannya mengalami kebangkrutan dan proyek besar itu berhasil diambil alih oleh Willy dan kasus Malvis sudah ditutup karena pelakunya sudah tewas dalam kecelakaan tunggal. Damien pun dikirim ke rumah sakit, tempat Dyandta membuka praktek. Bailey dan Airin memang memberikan rumah sakit itu pada Dyandta dan tidak mengambilnya kembali.Selama ini, Dyandta masih m

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 116

    Dyandta terbangun dari tidurnya pukul 02.00 dini hari. Ia melenguh sakit di kepala dan tangannya. Dyandta mencoba menormalkan pandangannya untuk melihat ke sekitar ruangan. Itu bukanlah kamarnya.Wanita itu mencoba mengingat apa yang sudah terjadi. Hingga ingatan akan kecelakaan itu langsung muncul. Dyandta langsung meraba perutnya."Anakku," gumamnya lirih.Dyandta melihat seseorang sedang tertidur di samping kirinya. Seseorang itu adalah George. Dia menemani Dyandta sejak tadi. Dyandta dipindahkan ke kamar perawatan pada pukul 12.00 dini hari tadi. Dan kini, Dyandta sudah sadar."George," panggil Dyandta lirih.George yang mendengar suara itu pun segera membuka mata dan menatap ke arah Dyandta. Pria itu tersenyum meskipun kesadarannya belum pulih sepenuhnya."Ah, kau sudah sadar. Aku panggilkan Dokter dulu ya," ucap George."Bagaimana dengan anakku?"Pertanyaan Dyandta membuat tubuh George kaku. Ia menatap Dyandta dalam diam. Sedangkan Dyandta menunggu jawaban dari George. "Katakan,

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 115

    "....Jasadnya belum ditemukan sampai sekarang."Mendengar pengakuan Malvis, air mata Dyandta langsung menetes. Belum sempat ia meminta maaf pada orang tuanya, Tuhan sudah mengambil mereka darinya. Seketika tangis Dyandta pecah sambil memanggil kedua orang tuanya. Malvis menenangkan sambil mengusap pundak Dyandta."Aku ingin mengajakmu pergi karena aku tahu, kau tidak bahagia dengannya," lanjut Malvis.Dyandta menggeleng perlahan. "Tidak, Malvis. Aku harus menyelesaikan masalahku dengannya. Kau juga begitu. Jangan mencoba untuk lari sebelum masalah selesai.""Tidak!" Malvis menolak dengan tegas. "Aku tidak sudi bertemu dengannya. Dia sudah menghancurkanku. Bahkan secara tidak langsung, dia juga membunuh orang tuamu.""Jangan menuduh sembarangan, Malvis!" bentak Dyandta.Malvis menyalakan mesin mobil lalu melanjutkan perjalanan. Mengabaikan perintah Dyandta untuk berhenti. Sampai akhirnya, mereka saling berebut setir bundar itu. Hingga membuat mobil oleng ke kanan dan ke kiri. Tidak ada

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 114

    "Sekarang, katakan apa yang sedang terjadi? Kenapa kau menangis?"Dyandta masih diam. Belum menjawab pertanyaan George. Ia masih berusaha menguatkan diri untuk menceritakan kejadian buruk itu. Untungnya George sabar menunggu dan berusaha memahami perasaan Dyandta.George menggenggam tangan Dyandta yang berada di atas meja, setelah piring bekas makan itu disingkirkan oleh George."It's okay, jika kau belum siap untuk cerita. Aku akan menunggu. Tenangkan dirimu," ucap George tenang. "Sekarang, ikuti aku. Tarik napas dalam-dalam, lalu buang perlahan."Dyandta langsung mengikuti apa yang disuruh George. "Iya, seperti itu. Bagus sekali. Lakukan terus sampai kau bisa tenang kembali," lanjut George memberi semangat.Wanita itu melakukannya secara berulang, lalu berhenti setelah dirinya merasa lebih tenang. Setelah itu, ia memulai ceritanya dari awal hingga akhir. George menjadi pendengar yang baik, meskipun hatinya sedang dongkol saat tahu Dyandta menangis karena Damien. Tapi George tetap me

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 113

    Seminggu sejak kejadian ruang arsip terbakar, akhirnya polisi mengetahui identitas si pelaku. Pelaku tersebut adalah Malvis. Masih ingat dengan Malvis? Ya. Dia Malvis. Pria yang dikenal oleh Dyandta dan Damien. Pria yang selalu dianggap Dyandta sebagai saudara, justru berniat menghancurkan kehidupan Damien.Sampai saat ini, polisi masih memburu Malvis yang mendadak kabur entah kemana. Polisi sudah mendatangi alamat keluarga Malvis. Tapi Malvis tidak ada di sana.Entah sejak kapan pria itu berada di New York. Bahkan Dyandta sama sekali tidak tahu Malvis berada di kota yang sama dengannya.Damien menggebrak meja dengan kesal. Ia jadi teringat kejadian dulu, sebelum dirinya menikah dengan Dyandta. Karena kedekatan Dyandta dengan Malvis, Damien sempat berprasangka buruk pada Dyandta. Tapi Dyandta berusaha meyakinkannya bahwa Malvis hanya sekadar teman yang sudah dianggap seperti saudara. Damien berusaha menerima alasan itu setelah menikah dengan Dyandta.Tapi nyatanya, pria itu pula yang

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 112

    "Tuan."Panggilan Pablo membuat Damien sedikit terkejut. Sejak tadi, Damien memang sedang melamun. Pikirannya terus tertuju pada seseorang yang ciri-cirinya disebutkan oleh Pablo. Sekuat tenaga Damien mengingatnya, namun tak kunjung menemukan titik terang."Apa anda yakin mengenal orang itu?" tanya Pablo.Damien mengangguk. "Saya yakin sekali, Pablo. Tapi saya masih belum bisa mengingat siapa namanya dan kapan terakhir bertemu dengannya.""Ah, pantas saja anda melamun. Ternyata anda sedang memikirkan itu," terka Pablo."Iya. Saya hanya penasaran, apa motifnya sampai membakar ruang arsip perusahaan."Pablo menghela napas panjang, kemudian memberikan opininya, "Saya rasa, dia sedang mencari berkas proyek itu, Tuan. Saya akui, proyek itu memang besar dan kita termasuk orang beruntung yang bisa mendapatkannya. Karena menurut informasi, ada banyak perusahaan yang mencoba menembus dinding pertahanan si pemilik proyek itu. Tapi selalu gagal dan pada akhirnya jatuh ke tangan kita, Tuan.""Hhh

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 111

    Saat memasuki lobi kantor, Damien terkejut melihat beberapa staf dan karyawan berlarian dan saling dorong satu sama lain. Wajah mereka tampak panik dan ada Pablo yang menginstruksi mereka semua untuk segera keluar."Ayo cepat! Semuanya keluar!" perintah Pablo.Damien yang tidak tahu apapun langsung menghampiri Pablo. Wajah Pablo juga tak kalah panik, sama seperti yang lain."Ada apa ini, Pablo?" tanya Damien.Tapi sayang, Pablo tidak menjawab. Mungkin Pablo tidak sadar jika di sebelahnya adalah Damien. Dengan terpaksa, Damien menepuk kuat pundak Pablo hingga membuat Pablo terkejut."Ah, Tuan.""Ada apa ini? Kenapa semua panik?" tanya Damien."Tuan, ruangan arsip terbakar. Tim pemadam akan segera datang," jawab Pablo.Damien terkejut setengah mati. Ruang arsip? Semua berkas penting ada di sana. Seketika Damien teringat dengan berkas proyek besar itu di ruangannya. Ruangan arsip tidak terlalu jauh dari ruangannya. Damien bergegas pergi dan tak menghiraukan panggilan Pablo yang melarangn

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 110

    Pagi hari, tepat pukul 07.00, Damien dan Dyandta pergi menuju rumah sakit untuk menemui dokter kandungan. Mereka akan melakukan pemeriksaan sekaligus konsultasi. Maklum, ini yang pertama bagi mereka. Menjadi calon ayah dan ibu untuk pertama kali cukup membuat mereka sedikit gugup. Ada banyak ketakutan yang muncul, seperti keguguran dan lain sebagainya.Sekitar 30 menit, sampailah mereka di salah satu rumah sakit ternama di New York. Mereka masuk ke lobi dan berjalan menuju poli kandungan setelah mengambil nomor antrian. Karena masih pagi, antrian belum terlalu banyak. Mereka mendapat antrian nomor 4. Mereka tidak akan menunggu terlalu lama.Satu per satu pasien mulai dipanggil untuk bertemu dengan dokter kandungan tersebut. Nama yang tertera di dekat pintu bertuliskan Mariana. Pasien di sana biasa memanggilnya Dokter Ana dan wanita itu begitu dikagumi oleh para ibu-ibu hamil. Menurut mereka pelayanan Dokter Ana sangat baik dan memberi kenyamanan bagi mereka. Apalagi saat persalinan, D

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 109

    Selepas makan malam, Damien, Dyandta, Bailey dan Airin duduk di teras rumah. Saling berbagi cerita dan tertawa bersama. Malam ini, terasa begitu istimewa karena Dyandta tengah berbadan dua. Sesekali Damien menemani Dyandta ke kamar mandi saat mual, namun untungnya tidak terlalu sering. Hanya sesekali saja. Dan besok, Damien akan membawa Dyandta ke dokter kandungan untuk memeriksa usia kandungan istrinya.Damien terus merangkul Dyandta saat duduk di teras. Pandangannya tak lepas dari wanita cantik yang dalam hitungan bulan akan melahirkan buah cinta mereka ke dunia."Dyandta, Ibu senang sekali mendengar kau hamil. Ibu tidak menyangka. Sungguh," ucap Airin. "Padahal Ibu sudah sedikit pesimis saat orang lain menuduh Damien mandul karena waktu itu Cacha tidak kunjung hamil. Bahkan Cacha juga ikut menuduh Damien."Senyum manis terukir di kedua sudut bibir Dyandta. Digenggamnya kedua tangan Airin, lalu berkata dengan bijak, "Ibu, anak adalah titipan Tuhan. Jika Tuhan sudah berniat menitipka

DMCA.com Protection Status