“Bagaimana kalau bergabung bersama kami saja, Bu Beatrice? Ini kebetulan ada tamu-tamu datang dari Surabaya,” ajak Rita ramah. Dia tak menyadari bahwa suami dan kedua anak perempuannya memandanginya dengan tatapan tidak senang. Ngapain sih, Mama ajak Tante Beatrice makan bersama kami?! protes Valerie dalam hati.
“Oh, terima kasih sekali, Bu Rita. Eh, itu Arnold datang,” ujar wanita menawan itu seraya menyambut kedatangan anak angkatnya. “Nold, ini kita diajak gabung sama Bu Rita.”
Pria muda nan tampan yang baru datang langsung tersenyum lebar menyapa kedua orang tua Valerie. “Halo, Om Hengky, Tante Rita. Ada acara apa, nih? Ramai sekali.”
Rita menyahut dan tersenyum cerah, “Oh, ini ada tamu-
Namun kehidupan nyamannya berubah begitu wanita yang seluruh lekak-lekuk tubuhnya telah begitu dikenalnya itu memintanya untuk menikah dengan seorang gadis baik-baik demi menutupi hubungan mereka yang mulai menimbulkan kecurigaan pengacara mendiang suaminya. Arnold yang semula merasa enggan akhirnya terpaksa mengikuti arahan si janda cantik untuk mendekati Valerie ketika mereka menginap di rumahnya. “Pak Hengky dan Bu Rita itu keluarga baik-baik dan agak kolot,” kata Beatrice waktu itu. “Toko mereka dulu ramai sekali. Sekarang penjualannya menurun karena tidak bisa beradaptasi dengan perubahan jaman. Mereka banyak sekali mengambil barang dari pabrikku tapi pembayarannya sering molor. Aku belum pernah mengenakan denda mengingat mereka adalah customer lama. Tapi sekarang aku akan mempergunakan kesempatan ini untuk menjodohkanmu dengan salah satu putri mereka. Bagaimana?” &nb
“Apakah ada saksi waktu itu?”Arnold menggeleng pelan. Kekasihnya mendesah kecewa. “Ponsel Sonya tidak aktif setelah kejadian itu. Beberapa hari kemudian salah seorang teman SMA kami memberitahuku bahwa Sonya sudah meninggal dunia dan dimakamkan di Surabaya.”“Kamu datang ke pemakamannya?”Arnold menggeleng pelan. Ia berkata lugas, “Buat apa? Bisa-bisa aku difitnah sebagai biang keladi keretakkan rumah tangga mereka. Suami Sonya itu kaya sekali. Orang-orang pasti lebih percaya kepadanya daripada diriku yang biasa-biasa saja ini.”“Lalu…,” ucap
Yang ditanya menggeleng pelan. “Tante Beatrice cuma bercerita bahwa mendiang Sonya itu dulu teman SMA Arnold. Dia suka curhat bahwa Mas Josh suka minum minuman keras di tempat hiburan malam, tidur dengan banyak perempuan, dan jarang pulang ke rumah. Waktu Sonya hamil, dia sangat menderita karena tidak diperhatikan. Tiba-tiba Mas Josh pulang saat kandungannya sudah besar. Karena mabuk berat, Mas memukulinya sampai-sampai dia menelepon Arnold untuk meminta pertolongan. Waktu orang itu tiba di rumah kalian, Mas Josh menantangnya berkelahi. Dia terpaksa menyanggupinya demi menolong Sonya. Ternyata dia kalah dalam perkelahian itu dan Sonya tiba-tiba merintih perutnya kesakitan. Lalu Mas Josh membawanya pergi dan meninggalkan Arnold sendirian tak berdaya di depan rumah. Beberapa hari kemudian dia mendapat kabar dari teman SMA-nya bahwa Sonya sudah meninggal dunia dan dimakamkan di Surabaya. Itu saja.”
Amanda berusaha menenangkan kekasihnya yang agak terbawa perasaan itu dengan menepuk-nepuk punggung tangannya lembut. Sang adik hanya diam memperhatikan saja. Mereka berdua pasangan yang saling mendukung satu sama lain, batinnya tersentuh. Seandainya Mama berada di sini, dia akan bisa melihat betapa serasinya Kak Manda dengan Mas Joshua sebagai pasangan. Sungguh bertolak-belakang dengan diriku dan Arnold yang bagaikan orang asing! Tiba-tiba terdengar suara ponsel berbunyi. Joshua yang mengenali nada dering yang sangat dikenalnya itu segera mengecek telepon genggamnya. Tertera nama ibunya sebagai si penelepon. Langsung ditekannya logo OK sembari menyahut sopan, “Halo, Ma.” Setelah itu ia terdiam mendengarkan ibunya berbicara di seberang sana. Tak lama kemudian terdeng
Oma Merry manggut-manggut dan menatap anaknya prihatin. Baru saja dia memperoleh surprise beruntun, gumam ibu kandung Joshua itu dalam hati. Amanda bersedia menjadi kekasihnya dan menerima dirinya apa adanya. Lalu tiba-tiba gadis itu meminta untuk dinikahi supaya dapat mengasuh janin di luar nikah yang dikandung adiknya. Kedua orang tuanya pun setuju. Eh, sekarang kok muncul orang dari masa lalu Joshua memporak-porandakan segalanya! batinnya kesal. Tolong tuntunlah anakku, Tuhan, doanya dalam hati. Berilah dia petunjuk jalan terbaik yang harus ditempuhnya.“Untunglah Amanda dan Valerie berada di pihakku, Ma,” cetus putra tunggalnya itu dengan perasaan bersyukur. “Mereka lebih mempercayai ceritaku dibandingkan versi Arnold.”Oma Merry manggut-manggut setuju. “Itulah salah satu wujud pertolongan Tuhan padamu, Nak,” u
Didekatkannya wajahnya pada Arnold dan berbisik menggoda, “Kita kan sedang menginap di rumah orang. Nggak enak jika menimbulkan kecurigaan. Kalau sudah di Surabaya akan kuganti suasana seperti kuburan ini dengan situasi seperti adegan porno kelas wahid!” Tante Beatrice merasa geli setiap kali mengenang pernyataan yang diucapkannya itu. Dan kini setelah melampiaskan hasrat mereka yang membara di kamar mandi, keduanya lalu bersantap malam bersama di ruang makan sambil berbincang-bincang santai. Tiba-tiba ponsel wanita cantik itu berbunyi dan tertera nama Rita pada layarnya. Sang tante segera mengangkatnya dan menyahut riang, “Halo, Bu Rita.” Suaranya terhenti selama beberapa saat. Didengarkannya dengan serius perkataan orang yang meneleponn
Esoknya, tepat hari Minggu pagi, Arnold menelepon Valerie. Gadis yang tak mengenal nomor peneleponnya langsung menerimanya tanpa prasangka.“Halo,” sahutnya ringan. Lalu dia terdiam sejenak mendengarkan suara di seberang sana. Seketika matanya melotot dan gadis itu berkata dengan tergesa-gesa, “So…sori, aku lagi di gereja. Nanti aja ya nelepon lagi. Bye.”Amanda yang sedang mematut-matut diri di depan cermin langsung menatap adiknya heran. “Siapa yang nelepon, Val? Kok buru-buru di-stop?”Sang adik memandangnya dengan wajah pucat pasi. “Ar…Arnold, Kak.”“Hah?! Kok dia bisa tahu nomor
Tiba-tiba terdengar suara ponsel si tante berbunyi. Wanita bertubuh bahenol itu segera mengangkat perangkat komunikasinya yang berlogo buah apel itu. Ia lalu berbicara selama beberapa saat dengan peneleponnya. Tak lama kemudian pembicaraan mereka selesai. Ia lalu berpaling kembali pada mantan pelatih kebugarannya. “Nold, bolehkah aku minta nomor ponselmu? Yang lama dulu kuhubungi nggak aktif.”“Boleh, Tante,” jawab Arnold bersemangat. Lalu dia menyebutkan nomor ponselnya satu persatu. Lawan bicaranya langsung menyimpannya di ponsel dan meneleponnya.“Nggak usah diangkat,” kata perempuan setengah baya tersebut ketika ponsel Arnold berbunyi. “Itu aku yang nelepon. Buat memastikan kalau itu memang nomormu. Hehehe&helli
Malam harinya Amanda membacakan cerita untuk Celine sebelum tidur. Ditemaninya anak itu sampai terlelap. Lalu dikecupnya pipi mungil yang menggemaskan itu dan keluarlah ia meninggalkan kamar tersebut. Perempuan yang sudah resmi menjadi seorang istri itu lalu melangkah masuk ke dalam kamar yang selama ini ditempati Joshua sendirian. Dengan jantung berdegup kencang dibukanya pintu kamar. “Mas Josh,” sapanya sembari mencari-cari sosok suaminya di dalam ruangan yang terang benderang. Tak ada jawaban. Orang yang dicarinya tak kelihatan batang hidungnya. Diperiksanya kamar mandi, tak tampak secuil pun bayangan Joshua. Di mana ya, suamiku? tanya Amanda dalam hati. Dia lalu keluar dari kamar mandi. Pandangannya mulai berkelana ke sepanjang
Selanjutnya Tante Beatrice dan Tante Bianca bersatu-padu menggugat Arnold atas pasal tindakan penganiayaan. Mereka sepakat mengeluarkan sejumlah besar uang agar kasus tersebut tidak diberitakan oleh media. Bukti-bukti banyak yang memberatkan tersangka hingga menyebabkan statusnya berubah menjadi terdakwa. Kesaksian Joshua turut meyakinkan hakim bahwa terdakwa mempunyai kecenderungan melakukan penyiksaan terhadap kaum wanita.Setelah menjalani persidangan selama beberapa bulan, akhirnya hakim menjatuhkan hukuman tiga belas tahun penjara. Arnold yang kondisinya tak lagi terawat seperti dulu akibat lama meringkuk di sel rumah tahanan, tidak terima terhadap keputusan hakim.“Keputusan hakim tidak adil. Saya mau naik banding! Naik banding!” teriaknya histeris. Kuasa hukum yang diperolehnya secara cuma-cuma dari negara hanya memandang tak berdaya ketika kliennya itu diringkus
Keesokkan harinya Amanda dijemput mobil travel pukul enam pagi. Setelah mengikuti rute sang sopir menjemput penumpang-penumpang di Malang dan menurunkan mereka di alamat-alamat yang dituju, akhirnya tibalah saatnya gadis itu diantarkan ke rumah Joshua.Kedatangannya langsung disambut hangat oleh sang kekasih. Oma Merry sedang menunggui Celine di sekolah. Joshua segera mengajak gadis itu memasuki kamar kerjanya. Sesampainya di ruangan yang cukup besar itu, laki-laki yang dilanda kerinduan teramat sangat itu segera menutup pintu. Direngkuhnya gadis yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya tiap malam itu dalam pelukan hangatnya.“Aku kangen banget, Manda,” ucapnya lembut seraya membelai-belai rambut ikal harum sang pujaan hati. Ditengadahkannya wajah cantik itu dan diciuminya dengan penuh hasrat. Bibir mereka saling be
“Bagaimana, Nona Amanda? Barangkali ada hal-hal yang kurang dipahami? Saya akan menjelaskannya lagi jika tidak keberatan….”Yang ditanya menggeleng pelan. Sambil tersenyum simpul, gadis cantik itu menyahut, “Saya sudah memahami semuanya, Bapak Petrus. Saya pribadi bersedia membantu Tante Beatrice. Mengenai Mas Joshua bersedia atau tidak memberikan kesaksian, mohon beri saya waktu untuk membujuknya. Karena ini berkaitan dengan aib rumah tangganya yang dulu menimbulkan kepedihan teramat besar bagi dirinya. Saya harus sangat berhati-hati agar luka hatinya yang sudah sembuh tidak menganga lebar kembali.”Petrus mengangguk tanda mengerti. Memang tak mudah bagi seorang suami untuk membuka aib keretakkan rumah tangganya di depan orang lain. Sambil tersenyum bijaksana, kuasa hukum Beatrice itu berkata bijak, “Terima kasih banyak atas kesediaan Nona Amanda membantu kami. Saya percaya orang baik seperti Nona
Pagi itu Amanda sedang berada di rumah. Ia baru saja selesai sarapan bersama ayahnya dan hendak berangkat ke rumah sakit untuk menggantikan Valerie menjaga ibu mereka. Tiba-tiba ponselnya berbunyi karena telepon dari nomor tak dikenal.“Halo?” sapa gadis itu ramah. Lalu terdengar sebuah suara berat seorang laki-laki dewasa, “Maaf, apakah saya sedang berbicara dengan Nona Amanda?”“Betul, saya sendiri. Ada keperluan apa, ya?” tanya Amanda heran. Caranya bicara bukan seperti orang yang mau menawarkan kartu kredit atau pinjaman tunai, komentarnya dalam hati. Gadis itu sudah terbiasa menerima telepon dari tenaga-tenaga pemasaran produk-produk semacam itu.“Oh, Nona Amanda sendiri? Kenalkan. Saya Petrus, pen
Tante Beatrice melongo. Tak diduganya suaminya bermaksud menjodohkannya dengan sahabat baiknya sendiri. Dan yang paling mengejutkan adalah…ternyata orang itu sudah lama menaruh hati pada dirinya! Pikiran wanita yang sedang yang kacau balau tak sanggup menerima kenyataan ini. Ditatapnya laki-laki berbadan tinggi besar dan berwajah kasar itu dengan garang.“Keluar kau sekarang! Keluar! Kalian para lelaki memang tak bisa dipercaya. Aku kecewa dengan kalian semua! Pergi kau, pergi!” teriaknya mengusir Petrus.Suaranya yang histeris ternyata terdengar sampai ke luar kamar. Seketika seorang dokter dan dua perawat datang menengoknya. “Ada apa, Bu Beatrice. Apakah Ibu merasa kesakitan?” tanya sang dokter cemas. Seharusnya obat yang diberikannya tadi sudah mampu meredakan rasa sakit pada wajah si pasien.“Saya sakit hati melihat orang ini, Dokter!” seru pasiennya seraya menunjuk-nunjuk k
“Arnold kok dilawan,” seringainya jahat. Dengan santai dia naik lift menuju basement tempat mobilnya diparkir.Sementara itu Tante Beatrice yang terbaring di lantai dengan wajah penuh luka perlahan bangkit.Dilihatnya keadaan Tante Bianca. Alangkah terkejutnya dia melihat mata wanita itu terpejam.“Ya Tuhan, apakah dia sudah mati?” cetusnya cemas. Didekatkannya telinganya pada dada perempuan itu. Ia menghembuskan napas lega mendengar Tante Bianca masih bernapas. Dipandanginya wajah dan tubuh yang babak belur itu prihatin. Kami berdua adalah wanita-wanita paruh baya yang tak tahu diri, tangisnya dalam hati. Inilah balasan yang harus kami terima sekarang.Lalu perlahan ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ke kama
Keesokkan sorenya, pesawat yang dinaiki Tante Beatrice dari Singapore mendarat di bandara Juanda, Surabaya. Ia dijemput oleh sopirnya yang langsung mengantarnya pulang ke rumah.“Ini oleh-oleh buatmu dan keluarga,” ujar wanita itu sesampainya di rumah. Ia menyerahkan sebuah kantung kertas berisi aneka makanan ringan khas negeri Singa kepada sopirnya. Pegawai kepercayaan Tante Beatrice itu menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.“Apakah Ibu masih mau pergi lagi malam ini?” tanya pria itu sopan. Dilihatnya bosnya itu menggeleng. “Kamu boleh pulang sekarang. Saya sudah tidak ada rencana pergi kemana-mana,” jawab Tante Beatrice lugas.Sang sopir mengangguk. Disodorkannya kunci mobil kepada majikannya dan ia
Tante “Bagaimana gagasan Val tadi menurut Mama?” tanya gadis itu menanti reaksi sang ibu. Rita mengangguk dan berkata, “Mama suka dengan ide-idemu itu, Nak. Tapi coba bicarakan dengan Papa dulu, ya. Siapa tahu beliau bisa memberikan masukan yang bisa mendukung pemikiranmu tadi.”Valerie menatap ibunya takjub. Mama sudah berubah, pikirnya senang. Rupanya serangan stroke yang dialaminya membuat dirinya introspeksi diri. Dulu dia jarang sekali mau mendengarkan pendapat orang lain karena merasa dirinya sendiri yang benar. Tuhan memang luar biasa, batin gadis itu penuh rasa syukur. Selalu punya cara untuk membuat umatNya bertobat.“Lalu bagaimana dengan impianmu untuk belajar bahasa Mandarin di Beijing, Val?” tanya ibunya penasaran. Ia tak percaya anaknya yang biasanya keras kepala in