POV AMANDA
Aku, Angel dan Ana makan siang bersama siang ini. Ada hal yang ingin kuceritakan pada dua sahabatku ini. Hal yang membuat sesak dadaku beberapa minggu belakangan ini. Saat asyik becengkrama mengeluarkan segala keluh kesah dan cerita dengan mereka, aku teringat Haryo. “Kenapa harus pergi sih, Nda?Aku pasti bantu kamu kok kalo kamu mau tetap disini.”tanya Haryo waktu itu. Waktu dimana aku menyampaikan niatku untuk pindah ke cabang baru perusahaan. Haryo, kisah terlarang yang sampai saat ini masih kujaga.
“Kenapa kamu begini, Yo?”tanyaku pada Haryo ketika dia menyatakan cintanya padaku disaat kami berdua sudah memiliki pasangan hidup masing-masing.
“Ini masalah perasaan,Nda. Jauh sebelum kita menikah dengan pasangan kita masing-masing aku sudah memiliki perasaan kepadamu,Nda! Tapi,kamu begitu sulit untuk aku dekati sebagai kekasih. Kamu memberi benteng persahabatan kepadaku.”aku Haryo padaku.
“Kamu ngomong cinta ke aku bukan karena kamu sedang bosan dengan Kia?” Aku bertanya pada Haryo. Aku tidak memahami maksud Haryo. Pikiran dan hatiku menolak mendengar pengakuan ini. Walaupun jujur dulu aku juga memiliki perasaan khusus pada Haryo. Tapi, aku tak berharap lebih. Karena Haryo sudah bersama Kia saat itu, sedangkan aku jika dibandingkan dengan Kia bukanlah apa-apa. “Kia kurang apa,Yo? Aku, kamu dan Mas Puja berteman baik. Kamu nggak boleh begini!”ungkapku pada Haryo.
“Apa salah aku sayang dan cinta sama kamu,Nda? Toh,ini juga nggak akan merubah apapun. Kamu tetap dengan masmu itu dan aku tetap bersama Kia. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang selama ini aku rasa.” Haryo berbicara masih dengan nada lembutnya dengan mata penuh ketenangan.
“Untuk apa?”aku bertanya kembali.
“Untuk kamu tahu saja.”jawab Haryo.
“Hanya itu?”tanyaku lagi.
“Iya hanya itu. Kamu nggak usah khawatir Amanda, semua nggak akan berubah. Aku tahu kok kamu sangat amat memuja dan mencintai mas pujamu itu”Haryo menjawab dengan senyum sambal mengelus rambutku. Mataku seketika membelalak tajam sambal menepis tangan Haryo dari kepalaku. Bukan aku tak suka dengan perlakuan Haryo. Tapi, aku takut akan diriku sendiri. Selama ini Kia sangat mempercayaiku, sering aku pergi keluar kota dengan Haryo. Bahkan menemani Haryo belanja keperluan rumah, karena Kia tak bisa menemani dan itupun atas permintaan Kia. Begitu juga dengan Mas Puja, ketika dia tidak bisa menjemputku pulang atau Mas Puja sedang berada diluar kota, Haryolah orang pertama yang akan dihubungi Mas Puja. Kia juga tak pernah keberatan akan hal itu.
Sungguh aku sangat takut setelah hari itu, takut bahwa perasaan khusus itu kembali muncul. Karena selama ini aku menganggap kedekatan kami dan perlakuan Haryo adalah murni persahabatan. Setelah hari itu, hariku dan Haryo berbeda.
Deringan ponselku berbunyi, sebuah panggilan dari Haryo. Hmmm…Panjang umur pikirku. Saat aku sedang mengingatnya, dia meneleponku.
“Apa kabar Amanda Shafa Damayanti? Bundanya Zea dan Zio?”tanya suara dari sebrang sana.
“Baik Dwi Haryo Putro. Pipinya Gio, Leta dan Yura.”jawabku.
“Anak-anak sehat,Nda?”tanyanya lagi.
“Alhamdulilah baik, Yo. Kamu, Kia dan anak-anak gimana?Baik juga kan?” Aku balik bertanya.
“Alhamdulillah baik juga. Video Call ya…?Aku kangen banget, kamu lagi di kantor kan?”pinta Haryo padaku.
“Aku lagi makan siang nih, ama Angel dan Mbk Ana. Nanti aja yak lo udah balik ke kantor.” Aku menolaknya.
“Sebentar aja, Amanda sayang! Nggak sampe dua menit. Cuma pengen lihat wajahmu aja.”pintanya lagi setengah memaksa.
“Aku kirim foto aku aja ya, kalo mau liat wajah aku.” Aku kembali menolak.
“Udah, Nda! Video Call aja, sama kita-kita juga. Bukan sama laki lo!”sambar Angel tiba-tib
Aku menarik nafas dalam, bukan aku tak mau. Tapi, Haryo orang yang peka. Aku tidak ingin dia tahu keadaanku saat ini. “Ya, ok. Sebentar aja ya.” Akhirnya kupenuhi permintaanya. Tidak beberapa lama, panggilan video pun masuk ke ponselku..
“Nah, kan gini keliatan!”ungkap Haryo. Aku juga sesungguhnya rindu. Rindu bersandar di bahunya. Rindu menangis dalam dekapannya. Dia tidak disini. Tidak menemaniku. Wajah itu, wajah yang selalu ada dihari-hariku yang lalu. “Nda, jangan bilang apa yang ada didalam pikiran aku ini bener? Kamu habis nangis?”tanyanya kemudian.
“Nggak, ini anginnya kenceng lho! Jadi perih dimata. Tuh, liat kami lagi di resto pinggir pantai. Udah ah, sebentar aja kan ya…Ganggu acara cewek-cewek aja sih Yo!” Aku menjawab sambil mengarahkan kamera ponselku ke berbagai arah. Agar Haryo tak fokus pada wajahku saja.
“Ya…ya… Bye…Miss U So Much Amanda!” Haryo mengakhiri panggilan videonya. Miss too.”jawabku dalam hati sambil mematikan panggilan itu.
Nda, aku tau kamu lagi gk baik2 aja
Ceritakan dengan aku apapun itu disaat kamu udah siap ya
I LOVE U
Sebuah pesan dari aplikasi W******p masuk dari Haryo.
Ya, belum sekarang
LOVE U TOO
Segera kuhapus kedua pesan itu.
POV ANGEL Waktu menunjukkan Pukul 11.00 WIB, hari ini Amanda menelpon mengajak aku dan Mbak Ana untuk makan siang bersama. Bukan karena dia mau menraktir kami berdua, tetapi dia sedang ada masalah dan ingin berbagi dengan kami. Amanda, awalnya aku cukup iri dengan kehidupannya. Ternyata, hidupnya tidak seindah terlihat. Sebelum berangkat ke Resto tempat kami janjian, aku mencari Mbk Ana diruangannya tapi dia tidak ada di ruangannya. “Gung, Mbk Ana dimana?”tanyaku pada Agung, staf Mbk Ana. “Tadi dipanggil Pak Yoga, Mbak. Mungkin masih diruangan Pak Yoga.”jawab Agung. “Oh, nanti kalo Mbak Ana udah keluar dar
POV Ana “Iya, sayang! Nanti, perginya cuma ama Manda dan Angel kok. Klo gak percaya telepon saja si Angel.” Ujarku pada Mas Danu. Pria beristri yang kukencani dan tergila-gila padaku. “Yadeh, hati-hati ya sayang. I Love U.”ungkapnya padaku. “Love u too, Mas jangan lupa makan siang ya.” Kami mengakhiri panggilan. Tok..tok!” Suara pintu ruanganku diketuk. “Masuk!”perintahku sambil memasukkan ponselku dalam tas. Seorang pria Nampak muncul dari balik pintu, pria yang umurnya nyaris setengah dari umurku. Ya… dia Agung s
“Ya, kalo Mbk sih mendingan kamu ambil keputusan. Pisah atau lanjut. Udah gitu aja!”ungkap Ana pada Amanda. “Anak-anak aku gimana mbk?”tanya Amanda sambil menyeka air matanya. “Dari dulu akum aku mau pisah dengan Mas Puja sejak Zea lahir, tapi selalu aku kembali berpikir gimana kehidupan selanjutnya nanti. Aku berharap Mas Puja itu bisa berubah,Mbk.”Lanjut Amanda kemudian. “Manda, susah buat kita merubah seseorang. Kamu aja deh, kamu bilang kamu gak bisa masak, kamu gak bisa dandan dan kamu cuek. Bisa gak kamu berubah? Setelah sekian lama ini?” Angel memberi gambaran kepada Amanda. “Ya, aku tahu emang mengubah seseorang itu susah. Aku berharap dia selingkuh sehingga dengan mudah aku menceraikan dia. Kalo sekarang, selalu
Pagi minggu yang cerah, ketika matahari baru saja menunjukkan wajahnya dilangit biru. Amanda, Angel dan Ana sudah berada di Pantai Rindu. Ini adalah agenda rutin mereka, olahraga pagi sekaligus melepas penat setelah seminggu full beraktivitas. “Berasa gadis ya bu!”ledek Angel pada Amanda. “Ho oh, nggak keliatan kan diriku ini emak anak dua.” Amanda memuji dirinya sendiri. “Nggak usah sok deh, Mbk ni keliatan sebaya kan dengan kalian? Padahal 10 tahun lo jarak kita.”ungkap Ana sambil berkacak pinggang. “Ya…ya… itu lebih tepat memang.”aku Angel atas peenyataan Ana. Mereka pun melanjutkan olahraga pagi mereka. Dinginnya pagi cukup menusuk ku
“Woy!” Amanda mengagetkan Angel. “Melamun aja, masih pagi kali Buuu, bagi minum aku haus!” “Noh…”Angel melempar botol minumnya pada Amanda. “Mana Mbak Ana?”tanya Angel karena melihat Ana tidak bersama Amanda. “Tuh, nyangkut! Amanda menunjuk ke arah Ana yang sedang membeli siomay. “Huh… percuma aja lari keliling-keliling udahnya langsung beli siomay.”gerutu Angel. “Itu seimbang namanya, Jumlah kalori keluar dan masuknya!”protes Amanda. 
Tok..tok.”seseorang mengetuk jendela mobil Angel. Sontak mereka bertiga kaget melihat sosok yang mengetuk jendela. “Mbk, gimana?”tanya Angel panik. “Ya uda buka aja gih.”jawab Ana. Angel pun membuka kaca jendelanya. “Ada apa bu?”tanya Angel kepada perempuan yang ada diluar mobilnya “Cuma mau balikin ini, kayaknya ini punya Ana. Iya bukan An?”ungkap wanita itu dengan menunjukkan sebuah gelang. Gelang itu gelang yang sama dengan milik Angel dan Amanda. Kebetulan hari ini gelang itu dipakai oleh Angel dan Amanda. Sedangkan Ana tidak mengenakannya. “Eh…hmm…iya Mbk, itu pu
Café HDS sore itu belum begitu ramai, hanya ada beberapa orang terlihat di dalam café. Waktu menunjukkan Pukul 14.55 WIB. Ana masih duduk dengan pandangan hampa, masih ada seribu tanya yang mungkin dia akan temukan jawabnya sore ini. Aini nampak belum tiba, hanya segelas es kopi susu alpukat favorit Ana yang menemani Ana menunggu kedatangan Aini. Tak lama waktu berselang, sebuah sedan berwarna ungu tiba di halaman Café HDS. Ana menebak-nebak bahwa itu adalah mobil Aini. Sedikit banyak Danu menceritakan sosok istrinya ini. Aini istri yang baik menurut Danu. Hanya menjadi baik saja tidak cukup. Betul dugaan Ana, mobil sedan berwarna ungu itu memanglah Aini. “ Sudah lama An?”tanya Aini sesampainya dia di café itu. “Nggak mbk, baru sebentar juga.”jawab Ana. Aini pun langsung dud
“Nda, kok gak kasih tau Mbk sih.”protes Ana pada Amanda setibanya dikamar Zea dirawat. “Udah dikasih tau kali Mbk, coba liat WA Mbk deh! Telpon juga nggak diangkat-angkat.”sambar Angel pada Ana. “Iya…ya…maaf yah. Mbk, tadi pusing banget. Terus juga tadi mbk ketemuan sama Istrinya Mas Danu.” “Apa?” Amanda dan Angel kaget berbarengan. “Biasa aja dong. Nanti aja ceritanya. Gimana Zea?”Ana menolak bercerita, sebelum ditagih dua sahabtnya itu. Sambil duduk disebelah ranjang Zea yang sedang tidur. Anak berumur 3 th itu tampak lemas dengan jarum infus ditangannya. &nbs
Amanda berjalan melewati koridor rumah sakit, ia hendak menenangkan dirinya sejenak. Pernikahan yang sudah tak tahu harus dibawa kemana arahnya. Dulu Puja adalah sosok yang dia puja. “Halo, Ma!”Amanda mengangkat telepon yang sedari tadi berdering. “Halo,sayang! Apa kabar?”tanya suara diseberang sana. “Baik,Ma! Mama apa kabar?”Amanda balik bertanya. “Baik juga sayang, Nda ini udah tanggal 30, Aida belum bayar semesterannya. Katanya besok terakhir, Nda!”ujar sang Mama. “Ya, ma! Manda ngerti, nanti malam Manda transfer ya.
“Nda, kok gak kasih tau Mbk sih.”protes Ana pada Amanda setibanya dikamar Zea dirawat. “Udah dikasih tau kali Mbk, coba liat WA Mbk deh! Telpon juga nggak diangkat-angkat.”sambar Angel pada Ana. “Iya…ya…maaf yah. Mbk, tadi pusing banget. Terus juga tadi mbk ketemuan sama Istrinya Mas Danu.” “Apa?” Amanda dan Angel kaget berbarengan. “Biasa aja dong. Nanti aja ceritanya. Gimana Zea?”Ana menolak bercerita, sebelum ditagih dua sahabtnya itu. Sambil duduk disebelah ranjang Zea yang sedang tidur. Anak berumur 3 th itu tampak lemas dengan jarum infus ditangannya. &nbs
Café HDS sore itu belum begitu ramai, hanya ada beberapa orang terlihat di dalam café. Waktu menunjukkan Pukul 14.55 WIB. Ana masih duduk dengan pandangan hampa, masih ada seribu tanya yang mungkin dia akan temukan jawabnya sore ini. Aini nampak belum tiba, hanya segelas es kopi susu alpukat favorit Ana yang menemani Ana menunggu kedatangan Aini. Tak lama waktu berselang, sebuah sedan berwarna ungu tiba di halaman Café HDS. Ana menebak-nebak bahwa itu adalah mobil Aini. Sedikit banyak Danu menceritakan sosok istrinya ini. Aini istri yang baik menurut Danu. Hanya menjadi baik saja tidak cukup. Betul dugaan Ana, mobil sedan berwarna ungu itu memanglah Aini. “ Sudah lama An?”tanya Aini sesampainya dia di café itu. “Nggak mbk, baru sebentar juga.”jawab Ana. Aini pun langsung dud
Tok..tok.”seseorang mengetuk jendela mobil Angel. Sontak mereka bertiga kaget melihat sosok yang mengetuk jendela. “Mbk, gimana?”tanya Angel panik. “Ya uda buka aja gih.”jawab Ana. Angel pun membuka kaca jendelanya. “Ada apa bu?”tanya Angel kepada perempuan yang ada diluar mobilnya “Cuma mau balikin ini, kayaknya ini punya Ana. Iya bukan An?”ungkap wanita itu dengan menunjukkan sebuah gelang. Gelang itu gelang yang sama dengan milik Angel dan Amanda. Kebetulan hari ini gelang itu dipakai oleh Angel dan Amanda. Sedangkan Ana tidak mengenakannya. “Eh…hmm…iya Mbk, itu pu
“Woy!” Amanda mengagetkan Angel. “Melamun aja, masih pagi kali Buuu, bagi minum aku haus!” “Noh…”Angel melempar botol minumnya pada Amanda. “Mana Mbak Ana?”tanya Angel karena melihat Ana tidak bersama Amanda. “Tuh, nyangkut! Amanda menunjuk ke arah Ana yang sedang membeli siomay. “Huh… percuma aja lari keliling-keliling udahnya langsung beli siomay.”gerutu Angel. “Itu seimbang namanya, Jumlah kalori keluar dan masuknya!”protes Amanda. 
Pagi minggu yang cerah, ketika matahari baru saja menunjukkan wajahnya dilangit biru. Amanda, Angel dan Ana sudah berada di Pantai Rindu. Ini adalah agenda rutin mereka, olahraga pagi sekaligus melepas penat setelah seminggu full beraktivitas. “Berasa gadis ya bu!”ledek Angel pada Amanda. “Ho oh, nggak keliatan kan diriku ini emak anak dua.” Amanda memuji dirinya sendiri. “Nggak usah sok deh, Mbk ni keliatan sebaya kan dengan kalian? Padahal 10 tahun lo jarak kita.”ungkap Ana sambil berkacak pinggang. “Ya…ya… itu lebih tepat memang.”aku Angel atas peenyataan Ana. Mereka pun melanjutkan olahraga pagi mereka. Dinginnya pagi cukup menusuk ku
“Ya, kalo Mbk sih mendingan kamu ambil keputusan. Pisah atau lanjut. Udah gitu aja!”ungkap Ana pada Amanda. “Anak-anak aku gimana mbk?”tanya Amanda sambil menyeka air matanya. “Dari dulu akum aku mau pisah dengan Mas Puja sejak Zea lahir, tapi selalu aku kembali berpikir gimana kehidupan selanjutnya nanti. Aku berharap Mas Puja itu bisa berubah,Mbk.”Lanjut Amanda kemudian. “Manda, susah buat kita merubah seseorang. Kamu aja deh, kamu bilang kamu gak bisa masak, kamu gak bisa dandan dan kamu cuek. Bisa gak kamu berubah? Setelah sekian lama ini?” Angel memberi gambaran kepada Amanda. “Ya, aku tahu emang mengubah seseorang itu susah. Aku berharap dia selingkuh sehingga dengan mudah aku menceraikan dia. Kalo sekarang, selalu
POV Ana “Iya, sayang! Nanti, perginya cuma ama Manda dan Angel kok. Klo gak percaya telepon saja si Angel.” Ujarku pada Mas Danu. Pria beristri yang kukencani dan tergila-gila padaku. “Yadeh, hati-hati ya sayang. I Love U.”ungkapnya padaku. “Love u too, Mas jangan lupa makan siang ya.” Kami mengakhiri panggilan. Tok..tok!” Suara pintu ruanganku diketuk. “Masuk!”perintahku sambil memasukkan ponselku dalam tas. Seorang pria Nampak muncul dari balik pintu, pria yang umurnya nyaris setengah dari umurku. Ya… dia Agung s
POV ANGEL Waktu menunjukkan Pukul 11.00 WIB, hari ini Amanda menelpon mengajak aku dan Mbak Ana untuk makan siang bersama. Bukan karena dia mau menraktir kami berdua, tetapi dia sedang ada masalah dan ingin berbagi dengan kami. Amanda, awalnya aku cukup iri dengan kehidupannya. Ternyata, hidupnya tidak seindah terlihat. Sebelum berangkat ke Resto tempat kami janjian, aku mencari Mbk Ana diruangannya tapi dia tidak ada di ruangannya. “Gung, Mbk Ana dimana?”tanyaku pada Agung, staf Mbk Ana. “Tadi dipanggil Pak Yoga, Mbak. Mungkin masih diruangan Pak Yoga.”jawab Agung. “Oh, nanti kalo Mbak Ana udah keluar dar