Bel tanda pang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Namun Alva dan teman-temannya belum juga meninggalkan sekolah. Mereka justru memilih untuk tetap tinggal di dalam kelas. Entah kenapa hari ini mereka melakukan hal itu. Padahal biasanya mereka selalu mendahului pulang.
Alva menghela napas, kemudian menyenderkan tubuhnya ke dinding di belakang kelas seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana abu-abunya. Laki-laki itu memakai earphone berwarna hitam. Sepertinya warna hitam adalah warna kesukaan Alva. Karena itulah barang-barang yang dia punya hampir semuanya berwarna hitam.
Alva memejamkan matanya, menikmati lagu Let it be milik The Beatles. Lagu itu adalah salah satu lagu favoritnya. Alva tidak tahu bagaimana pandangan orang lain tentang lagu itu. Hanya saja bagi Alva lagu itu sangatlah menenangkan. Setiap kali dia mendengarkan lagu dia merasa bahwa segalanya akan baik-baik saja. Dia merasa bahwa dia akan menemukan jalan keluar untuk setiap masalahnya. Ya, walaupun Alva tahu bahwa itu hanyalah perasaannya. Karena kenyataannya Alva tidak pernah merasa baik-baik saja. Bahkan setiap langkahnya terasa seperti ditikam belati tajam.
Alva masih memejamkan matanya, kembali memasuki ruang kegela pan tanpa cahaya. Dan tak akan ia biarkan setitik cahaya pun masuk ke dalam sana. Tidak! Sebab kegelapan jauh lebih menenangkan daripada hingga binar dan gemerlapnya cahaya. Tidak ada senyum yang menghias bibirnya. Karena Alva memang tidak pernah memiliki alasan untuk tersenyum. Namun Alva tahu bahwa kegelapan itu sudah lebih dari cukup untuk mendamaikan dunianya.
"BOMBAYAH!!" Teriakan itu benar-benar mengusik dunia damai Alva. Laki-laki itu merasa seperti ada sebuah tornado yang memporak porandakan ketenangannya. Decakan kesal terlontar indah dari bibirnya. Lalu dia pun membuka matanya dan segera mendapati Regal yang sedang berdiri di atas meja seraya berjoged ala-ala Blackpink.
Alva tidak kaget kala mendapati pemandangan menyebalkan itu, lebih tepatnya sama sekali tidak perlu kaget. Temannya yang satu ini memang fanboy. Entahlah! Alva tidak tahu bagaimana ceritanya hingga laki-laki gagah macam Reh bisa menyukai K-pop.
Alva yakin Regal menyukai K-pop karena gadis-gadis di sana cantik dan seksi. Jika bukan karena hal itu maka Ardana tidak mungkin menyukai K-pop. Ya, pasti begitu! Karena laki-laki seperti Ardana tidak akan pernah bisa lepas dari yang namanya para gadis. Terutama para gadis yang cantik dan seksi. Namun tampaknya sekarang laki-laki itu benar-benar telah kecanduan K-pop. Lihat saja bagaimana dia berjoged di atas meja. Benar-benar gila!
Lagu Bombayah milik Blackpink menggema di seluruh penjuru kelas hingga membuat lagu yang
Alva dengarkan tidak terdengar sama sekali. Sial!
Alva memasuki area kampus tanpa niat sedikitpun. Yap, Alva sekolah SMA tapi juga Kuliah, karena dia diharuskan menjadi CEO di perusahaan papanya.Kini Alva harus menyelesaikan kehidupan perkuliahannya yang membosankan.Segala dosen, diktat, dan Shakespeare seakan berlomba membuatnya mabuk dan ingin muntah, Alva tak pernah suka kuliah,ia melakukannya karena terpaksa.Alvaro melangkah menuju kelasnya."Look...who 's coming?our super hero with his bad style. A worn out 7-shirt, black pants,and of course with disorader hair. How dare you come here super hero?"Terdengar semua orang di kelas tertawa mendengar ocehan memuakkan dari dosen tua berjubah yang sekarang sedang berkacak pinggang menghadangnya sebelum Alva memasuki kelas.Pak tua ini merasa dirinya paling hebat di kampus, Alva tampak santai menggendong sebelah tasnya tanpa bicara."You're late Mr.Antares, lat of thirty minutes. You c
Alva meremas rambut ikalnya yang basah karena peluh hingga menetes ke bawah dagunya, bajunya sedikit basah, karena kebetulan baju yang dipakainya berbahan tipis jadi tubuhnya tampak transparan.Setelah kepulangan Bara dan Regal dari rumahnya, Alva hanya menghabiskan waktunya seharian untuk tidur.Alva sangat capek setengah hari ini, mengingat tadi di kampus sudah melakukan aktivitas rutinnya.Merokok, Berkelahi, Dan diusir dari kelas.Pukul 17.31 WIB.Alva mendudukkan diri di tepi ranjang, ekor matanya tidak sengaja menangkap foto keluarga yang ada di atas lemari pakaiannya.Alva merasakan nafaasnya yang ketika itu juga menderu sangat cepat,tangannya mengepal keras seakan sedang meremukkan ribuan kerikil di sana.Alva berdiri dengan tatapan ganas lalu meraih foto itu dan memandangnya lama. Alva membenci pria yang tersenyum dengan wajah tak bersalah.Alva membenci perempuan berkebaya merah yang juga tersenyum sok tulus di sana.
"Lo yakin nih, gak mau gue anterin? Rugi loh." Kila mengedipkan mata sipitnya sambil terus menarik ingus di hidungnya.Belakangan ini memang sedang viral yang namanya penyakit pilek, tapi menurut Naisa, Kila tidak sedang pilek. Kila ingusan."Gak. Gue ada urusan, biasalah orang penting,"Naisa menggesek hidungnya dengan telunjuk.Belakangan ini Naisa juga mengidap penyakit aneh dan gaje suka menggaruk hidung."Sebahagia lo aja deh,gak kepo gue dengan urusan gak penting lo," kata Kila lagi."Ya udah diem aja," Naisa mengisap es sanghai cincai jablainya sampai habis, sampai sedotannya juga bisa kehisap kalau aja bisa, lalu bersendawa selama mungkin."Bayarin ya raa..." dan Kila mulai memasang muka sok imutnya yang menurut Naisa malah keliatan mirip muka pocong kelaparan. Kila memutar bola mata malas."Gue muluk. Sekali-sekali kek elu," Naisa menoyor kepala Kila yang bersandar di pundaknya."Dasar pelit!" ujar Kila malas, h
"Maksud dia itu..." kata Bara melirik Alva yang kini sudah melangkah keluar meninggal kan pembicaraan Bara dengan Naisa yang sama sekali tidaak penting."Ntar lo kena asap rokok kalo lo disini terus," lanjut Bara.Naisa ngerti? Boro-boro."Bodo ah!" kata Naisa yang makin gak ngerti dengan perkataan Bara barusan.Dasar bodoh, Naisa.Naisa melangkan keluar menyusul Alva dengan senyum sok imutnya yang menjijikan--menurut sahabatnya sih.Alva duduk di kaki tangga sedang menikmati rokoknya, kakinya ditekuk sebelah, tanganKanannya yang memegang rokok menumpu disana, sebelah tangannya menahan sandarannya di samping.Naisa langsung duduk di sampingnya dengan santai tanpa peduli asap rokok."Al," panggi Naisa selembut mungkin."Gue temenin ya??""Nggak perlu,""Tapi gue pengen temanin loo, gimana dongg???"Naisa menduduki diri dengan posisi nyaman.
"Ooh...di Jl.Imam Bonjol. No 5.Blok M. Kenapa? Lo mau---""Nggak!" potong Alva singkat.Alva merasa pernah mendengar alamat itu. tapi kapan?Naisa sampai di daerah kawasan perumahan elitnya, rumahnya masih agak jauh, tapi Alva bilang dia cuma mau antar sampai sini.Setelah 7 menit berjalan Naisa sampai di depan rumahnya. Ada mobil ayah di sana.Astaga! Gawat!Naisa segera berlari masuk. Mereka sudah berkumpul di ruang tamu,ayah yang masihberjas, bunda yang berbaju biasa dengan sanggulan rambut yang cetar dan Ray adiknya sanggulan rambut yang cetar,dan Ray adiknya Raisa yang Sibuk main game di samping ayah."Ck, geser dikit sana!" Naisa berusaha duduk di tengah-tengah Ray dan ayah.Ray memukul pundak Naisa kesal,dibalas toyoran keras dari Naisa di keningnya."Kata Ray, dia liat kamu waktu itu makan di warung kaki lima itu dengan cowok," kata ayah sebaga pembukaan.Naisa menoleh ke Ray yang udah duluan kabur
"Woi woi! Barusan ada tawuran antar sekolah!" seru seorang teman sekelas Raisa dengan muka super heboh, membuat semua orang di kelas mengerumuninya termasuk Kila."Sekolah mana sih?Banyak yang luka gak? Ketangkap polisi?Ada yang lempar batu sembunyi tangan?" sambar Kila berantusias dengan keras sampai yang lain pada menutup telinga."Ngomong gak pake kuah juga kali," celetuk yang lain sambil membersihkan muka."Untungnya kagak,mereka kabur semua, katanya sih penyebabnya gara-gara masalah pribadi," lanjutnya dengan kening berkerut seperti Detekti Kampret."Tau amat lo,emang lo liat sendiri?" tanya yang lain gak yakin."Kagak sih," katanya nyengir.Kila berancang-ancang menoyor kepalanya."Huuu." Seru mereka sebal lalu bubaran dari kerumunan itu.Kia kembali ke mejanya dengan Naisa,cewek itu lagi baca buku Komik."Udah puas kepoin anak kuliahan?" katanaisa sewot."Gue gak kepo ya,cuma mau tau doang," kalih K
Bara yang dari tadi sudah menghabiskan beberapa batang rokok tampak heran melihat Alva yang cuma sibuk dengan gitar milik Bara.Tanpa berniat merokok.Bara yang sudah hanyut dalam game di hpnya pun terlihat heran. Mereka saling berpandangan.Dua pertanyaan yang sama: Alva gak merokok?Emang sedikit janggal kalau lihat Alva gak megang rokok sama sekali seperti ini,biasanya Bara baru dua batang Alva udah empat.Bara yang masih penasaran itu mendekatinya duduk di atas kursi sambil membuang puntung rokoknya yang udah habis."Kalo lagi bokek bilang aja Mas," Bara menaruh sebungkus rokoknya tadi ke atas pangkuan Alva sembarang hingga bungkusan itu jatuh ke lantai."Gue bisa beli sendiri kalau gue mau," ujar Alva memungut kembali bungkusan itu dari lantai, meletakkannya ke atas meja dan kembali sibuk dengan gitar baru milik Bara."Lo emang gak niat ato apa Al?" timpal Bara dari pojok, masih sibuk dengan hp nya."Gak usah banyak
"Alva?"sapa Bu Sinta.Guru killer yang saat ini tengah mengajar di depan kelas sebelum Alva membuka lebar pintu kelasnya.Hari ini wanita tua itu nampaknya tidak terlalu bersahabat untuk mengajar, dengan bibir tebalnya yang penuh lipstik merah,dan kerutan di wajahnya yang berhasil tersamarkan oleh bedak apalah itu, percayalah mukanya tampak setebal papan.Di tambah lagi kesialan Alva yang malah bangun telat dan datang terlambat satu jam hari ini. Benar, satu jam.Sekarang sudah jam kedua untuk kelas Bu Sinta,dan itu musibah buruk baginya."Jagoan kita Alva. Sata baru tau ya al, kelas saya sekarang dimulai jam sepuluh,terima kasih banyak karena kamu sudah ingat dan datang tepat waktu," ujarnya dingin sambil merapikan anak rambutnya yang keluar-keluar tanpa berniat memuji keberanian Alva.Semua yang ada di kelas tampak herning, suara air liur ketelan juga mungkin bisa terdengar,tak ada yang berani ribut atau sekadar ngupil barang kali.