Berlari sekuat tenaga dan melintasi ujung dunia bahkan hingga napasnya hampir habis, Jingga menyusuri jalan kecil di kompleks perumahan bergaya mewah dengan terburu-buru. Dia tidak akan peduli lagi jika dirinya tiba-tiba sekarat. Hal yang penting adalah dia bisa tiba di tempat tujuan terlebih dahulu, baru bisa memutuskan hal selanjutnya.
Bukan sekali dia melakukan hal yang sama―tidur di bus dan berakhir dengan kelewatan pemberhentian. Ini sudah ketiga kali dia melakukan hal serupa, namun akhirnya selalu sama. Dia berharap agar bisa menukar kemampuannya dengan Rama yang bisa melintasi ruang dan waktu dalam waktu singkat.
Sudah beberapa kali pula dia merapalkan umpatan dan cacian di dalam kepala. Terutama menyalahkan diri sendiri yang bertindak ceroboh. Jika tidak tidur, dia tidak akan berakhir seperti ini.
Masuk ke halaman depan rumah Sagara, dia bergegas mempercepat langkah kakinya. Melintas secepat pesawat terbang yang akan lepas landas. Menyusuri jalan samping
Membawa satu stoples kacang goreng bahan kaca dengan satu tangan, Irene menjejakkan kaki di lantai keramik ruang utama. Dia juga langsung menempatkan tulang duduk di atas sofa panjang warna hitam dan meluruskan kaki dengan santai. Khusus pada hari ini, dia ingin menikmati waktu kosong sebelum dihantam pada kenyataan kalau nanti akan ada latihan lagi bersama anggota Fantasy Club.Meraih remot TV yang ada di atas meja, layar berbentuk persegi panjang dan tampilan yang pipih menyala. Secara kebetulan, layar menampilkan sebuah berita terhangat di negeri nusantara dan menjadi kejadian yang ramai dibicarakan. Ada seorang polisi yang sedang diwawancarai oleh beberapa wartawan serta tampilan seseorang yang mengenakan seragam sekolah sedang digiring oleh petugas kepolisian."Rene! Bisa naikin volumenya, nggak?" teriak mamanya yang entah dari mana asal suaranya. Tidak kelihatan di depan mata pula.Tanpa jawaban, Irene langsung meraih remot dan menaikkan volume suara TV se
Berkumpul di ruang utama rumah Sagara yang telah dilakukan sekian kali, anggota Fantasy Club kini diberi dua berkas data pribadi lagi seperti hari-hari sebelumnya. Mereka segera mendekat dengan bermacam-macam raut wajah. Ada yang berseru karena takjub, ada yang bingung karena tidak mengerti, namun ada juga yang tetap datar seperti Jingga. Malah puan itu lekas menjauh lagi seperti tidak ada peristiwa aneh dan menarik.Sedangkan Sagara sebagai orang yang menyerahkan berkas tersebut langsung duduk di single sofa dan mengamati berbagai reaksi yang ditunjukkan mereka. Dia diam saja tanpa banyak bicara."Ini yang kasus pembunuhan anak sekolahan baru-baru ini 'kan," seru Irene yang merasa tidak asing lagi ketika melihat nama yang tertera di berkas."Iya, lho. Beritanya masih booming banget belakangan ini," ujar Jeslyn yang ikut takjub juga. Dia tidak merasa asing juga dengan apa yang terjadi seminggu belakangan. Berkat itu, dia mengikuti beritanya sam
Diantar pulang menggunakan mobil Sagara dari kantor polisi—dikendarai oleh Caraka—sebagian anggota Fantasy Club sudah keluar dan pulang ke rumah masing-masing. Menyisakan Irene, Jingga, Mentari dan Rama yang kebetulan satu arah namun beda wilayah. Jakarta terlalu besar untuk dikunjungi semua tempat. Berkat mobil itu, mereka jadi tidak perlu mengeluarkan biaya.Kini, Caraka sedang berada di daerah sekitar rumah Jingga yang ditempati bersama keluarganya. Jaraknya semakin dekat, namun Jingga sebelum itu meminta untuk diturunkan di depan gerbang perumahan saja. Ketika ditanya alasannya, dia berkata tidak ingin membuat ibunya curiga karena berkata hanya ingin berkumpul dengan murid kelas komputer. Dia juga tidak bisa mengaku dengan jujur.Sesuai permintaan, mobil berhenti di depan gerbang bertuliskan Perumahan Nusantara. Jingga yang duduk di bagian ujung segera membuka pintu mobil. Dia keluar dengan hati-hati dan tanpa pikir dua kali. Dia kemudian memutar kepala
Masih di tempat yang sama, Irene dan Jingga sudah menghabiskan hampir separuh waktu perjalanan pulang ke rumah karena suatu alasan. Lebih tepatnya, Irene yang sengaja menyeret Jingga menjauh dari Perumahan Nusantara untuk alasan yang tidak dia mengerti. Dia diseret sejauh enam gedung dari gerbang perumahan. Dua puan itu masih ada di pinggir jalan.Masih perihal yang sama, Irene menyeretnya ke sini untuk meminta suatu penjelasan. Tatapannya yang tadi seperti ingin membunuh sang lawan bicara dan menguburnya saat itu juga masih tergambar jelas di wajahnya. Emosi itu belum menurun. Adu mulut itu juga belum menemukan titik akhir."Karena itu lo milih pendam sendiri daripada cerita ke orang lain? Karena lo tau kalau lo udah salah langkah," tutur Irene lagi yang masih menuntut penjelasan. Bagaimanapun dalih yang diutarakan Jingga belum cukup mampu untuk menuntaskan kebingungan di kepala."Gue ngeliat apa yang gue liat. Lo juga pasti ngelakuin hal yang sama kan sebagai
Walau hal pelik dan membuat orang mengerutkan dahi telah berakhir, tetapi misi anggota Fantasy Club yang belum diresmikan tidak berakhir. Tersangka utama masih lepas dalam pengawasan, namun Sagara belum menitahkan apa-apa. Dia juga tidak akan peduli jika bahaya serupa akan terjadi lagi.Anggota itu tetap diminta berkumpul. Kali ini, mereka berada di ruang utama rumah Sagara. Sebagai teman diskusi, ada camilan ringan dan beberapa gelas air dingin yang disajikan empu rumah. Semua pasang mata yang tahu seluk-beluk rumah ini mengitari meja."Oh ya, aku jadi penasaran. Jadi kelanjutan kasus Yura gimana? Dia dihukum?" ujar Rama yang mendadak membanting setir kemudi. Dia yang memiliki jiwa sosial tinggi pandai mencari bahan pembicaraan. Jika ada yang membuatnya penasaran, dia akan bertanya apa saja."Aku udah hubungi Panji dan nanyain hal yang sama juga. Dia bilang sidangnya bakal dilaksanakan besok," jawab Caraka yang menerangkan pembahasan mereka. Sesuai dengan perny
"Lah, di sini lo berdua ternyata."Satu seruan kala keheningan tadi berhasil membuyarkan semuanya. Jingga yang melamun dan Alden yang fokus ke layar ponsel, mungkin sedang chatting dengan kenalannya di seberang sana. Sontak, mereka mengarahkan pandangan ke luar pintu masuk restoran karena sumber suaranya dari sana. Niat makan malam hanya berdua tidak terlaksana.Dari pintu masuk, ada Jeslyn dan Rama yang mendekati mereka padahal makanannya masih tersisa seperempat wadah. Mereka menyejajarkan posisi dan menyamakan langkah kaki. Tidak bisa dipastikan kalau mereka datang bersama atau hanya kebetulan bertemu, lalu berjumpa dengan Alden dan Jingga.Meramaikan keadaan, Jeslyn duduk di sebelah Jingga. Sedangkan Rama duduk di sebelah Alden. Mereka yang sudah lama tiba di Harbour segera menggeser posisi wadah makanan agar ada ruang."Lo berdua doang yang datang?" Memecah keheningan, Alden mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada mereka yang baru datan
Sebuah kantung hitam ukuran besar sedang diseret seorang pria yang berpakaian rapi dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Gaya setelannya mirip dengan karyawan perusahaan besar. Mengenakan kemeja warna putih, mengenakan dasi warna gelap polos, dan celana hitam sebagai bawahan. Dia menyeret benda itu saat melintasi lorong gelap di suatu tempat.Jika dilihat dari dekat, tangan seseorang tampak dari ujung kepala kantung yang memperlihatkan lima jari tangan secara utuh tidak bergerak sama sekali. Ukurannya juga lebih besar dari pria itu sendiri. Makanya kantung itu diseret sepanjang jalan.Bertempat di sebuah ruang yang lebih luas dari lorong, pria kemeja itu berada di depan sebuah meja panjang yang ukurannya hampir sama dengan tubuh normal manusia. Meja itu langsung mengimpit ke dinding. Di sana, ada beberapa pisau dengan berbagai ukuran yang digantung. Pisau itu berderet susunannya mulai dari yang terbesar hingga ke yang paling kecil.Pria itu sedang berkutat den
Latihan untuk melatih otot kembali dilakukan pada pagi hari. Saat matahari terbit di sudut 45 derajat dari ufuk timur, anggota Fantasy Club telah ada di lapangan dan menunggu dua guru mereka membuka pertemuan. Mereka sedang mengobrol, diskusi tentang latihan apa yang akan dilakukan hari ini.Tetapi tidak terjadi perubahan pada Jingga yang duduk dengan berpangku tangan pada dagu. Wajahnya lesu dan tidak semangat. Matanya bengkak, hampir kemerahan. Dia tampak seperti mayat hidup yang mencoba mencari tempat berlindung, namun terlambat karena kehabisan waktu. Setelan olahraga yang dia kenakan tidak terlalu mendukung.Seperti yang diduga, dia tidak bisa tidur lagi setelah bermimpi mengerikan semalam. Masih jelas di dalam ingatannya tentang bagaimana seseorang di luar sana berakhir dengan tragis. Dia tidak bisa membayangkan lagi, ditambah ada darah yang berceceran dan membuat pertahanan sang puan runtuh seperti pohon yang ditebang.Searah dengan nafsu makan yang menda