Part 21Malam pukul 22.00, tiba tiba Azka menangis kencang tak seperti biasanya, kuraba keningnya ya Tuhan panas sekali badan anakku. "Mas.. Azka demam mas," Ucapku pada suami yang sedang terlelap. "Kasih paracetamol aja" Ucapnya rak beranjak sedikitpun. "Tolong kamu ambilkan mas, aku gak bisa ambil, Azka lagi nangis kalau akun tinggalin makin kencang nangisnya"Dengan sedikit malas akhirnya Mas Farid bangun, lalu diambilnya paracetamol. Segera kuberikan pada Azka, setelah kuberikan paracetamol dan kuberikan susu, Azka akhirnya tertidur lagi,namun lima belas menit kemudian Azka kembali menangis. "Hua...hua...hua.." Tangisan Azka begitu kencang, aku tidak bisa tidur dengan tenang. Kupeluk Azka sambil menepuk punggungnya pelan, namun tak juga ia berhenti menangis. Disaat Azka menangis, tiba tiba susu yang tadi diminumnya keluar semua dari mulut kecilnya. "Huweeeekkk" Azka terus menerus muntah hingga cairan yang keluar bukan lagi susu, melainkan cairan kuning kental. Mas Farid se
Part 21"Buk.. Ayo saya antarkan ke ruangan anak" Ucap perawat laki laki tadi sambil memegang kursi roda. Rupanya Azka sudah dapat kamar rawat inap yang berada di lantai tiga rumah sakit, aku menggendong Azka disuru duduk di kursi roda, sementara Mas Farid memegang tas dan barang bawaan kami dari rumah. Kami memasuki Lift menuju lantai tiga. TingBunyi Lift ketika sudah berhenti di lantai tiga. Akhirnya kami sampai didepan ruangan 305,ruangan yang akan Azka tempati. Ketika kami memasuki ruangan 305,rupanya sudah ada tiga pasien anak anak yang sudah dirawat duluan. Didalam ruangan itu ada lima bed, Azka mendapat bed ke empat. Ruangan yang kami tempati biasa disebut Bangsal atau sa karena satu ruangan banyak pasien yang dirawat, wajar karena kami pasien BPJS. Ketika Azka dipindahkan dari pangkuan ku menuju ranjang, ia menangis seperti tak mau lepas dari ku. "Sayang.. Anak mama, Azka bobo dikasur ini dulu ya, diobati sama Dokter biar cepat sembuh ya nak" Bujukku agar Azka mau tidu
Part 22Seminggu sudah kepulangan Azka dari rumah sakit. Kesehatan nya sudah membaik, ia tak lagi muntah dan diare. Aku juga memberinya vitamin dan antibiotik. Namun, sekarang justru kondisi kesehatan kul yang menurun. Akibat kurang tidur karena begadang merawat Azka dirumah sakit, kecapean naik turun lantai tiga, makan tidak teratur, dan banyaknya beban pikiran. Akhirnya kondisi tubuhku drop. Pagi ini, kepalaku pusing, badanku demam, perutku melilit, sebentar bentar aku harus kekamar mandi untuk buang air besar, aku tersersng diare. "Mas, aku diare, badanku juga meriang" Ucapku pagi itu pada Mas Farid yang sedang bersiap siap berangkat. "Kamu sudah minum obat? ""Obat dari mana Mas? ""Yaudah kamu tunggu dirumah biar aku belikan obat di apotik"Tak lama ia pun pulang membawa sebuah kantong kresek, dengan obat campuran di dalamnya. "Ini obat diare sama demam, kamu minum sehabis makan"Aku segera meminum obat yang diberikan. "Mas,.. ""Iya, ada apa? ""Apa kamu gak bisa libur seh
Part 23Malam ini, aku dan Mas Farid tidak banyak bicara. Aku masih marah padanya karena perkataannya yang membuat hatiku sakit, sedangkan dia, aku tahu dia pasti marah karena aku lalai menjaga Azka. Aku sedang duduk sambil menemani Azka bermain, ku lihat Mas Farid sibuk dengan gawainya. Dia tiba tiba bangkit mendekati kami, lalu duduk di depan Azka. "Coba sini ayah lihat muka Azka.. " Mas Farid menelisisk wajah Azka yang masih terlihat memar. "Ya Ampun kasian sekali Anak ayah, coba kalau ada ayah pasti gak bakal kayak gini" Sindirnya halus. "Kamu jangan mulai lagi ya Mas, aku sudah cukup sabar" Aku tiba tiba emosi mendengar kata sindirannya itu. "Memangnya aku ada sebutin nama kamu? ""Terus.. Siapa lagi dirumah ini yang jagain Azka kalau bukan aku? ""Lah itu kamu sadar kok" Balasnya semakin sinis. "Mas, cukup. Aku sudah muak terus terusan kamu salahin""Memangnya siapa lagi yang salah kalau bukan kamu, bukannya jagain anak malah kemana mana.. ""Kamu benar benar bikin aku k
Part 25Aku Masuk kedalam kamar lalu berbaring di tempat tidur suasana hatiku benar benar kacau, sementara Azka masih dengan Ayahnya diruang tamu. Tiba tiba suara hendel pintu ditarik, aku segera berbalik arah memunggunginya. "Mirna... " Panggilnya pelan. Aku tahu, ia pasti akan membujuk ku. Selalu saja begitu, jika aku marah dan ingin pulang kerumah ibu, dia akan selalu membujukku dan berubah jadi baik. Aku masih diam. "Mirna, kalau kau marah padaku, lihatlah anakmu, Azka. Dia sedang sakit Mir, kau tak lihat wajahnya yang masih lebam. ""Ma.. Ma.. " Rengek Azka membuat pertahananku runtuh. Aku segera berbalik dan bangkit duduk menghadap mereka berdua. "Mir, lihatlah anakmu. Dia masih membutuhkanmu juga membutuhkan aku, ayahnya. Aku minta maaf tadi sudah membentak dan berkata kasar, aku hanya kesal dan kecewa saja"Aku menatapnya tajam, malas untuk bicara dengan nya, namun karena dia membawa nama Azka, aku jadi lemah dan melunak. Aku meraih Azka dari pelukannya, lalu membawa A
Part 26Aku dan Mas Farid membawa Azka untuk berobat ke tempat pijat bayi dan balita, rupanya akibat terjatuh tempo hari, ada urat dileher Azka yang terkilir. "Ini urat lehernya terkilir buk, untung cepat dibawa kesini, kalau tidak ya sakit sekali nanti pasti dia nangis nangis"Ucap si ibu tukang pijat bayi. Saat di pijat, Azka nangis kencang sekali, aku tahu pasti sakit sekali. 'Maafkan mamam ya Nak, mama merasa bersalah sama Azka, maafin kelalaian mama' batinku. Melihat Azka menangis sampai menjerit membuat hatiku teriris, suara tangisan yang terdengar pilu membuatku tanpa sadar menumpahkan cairan bening dari sudut netraku. "Sudah sudah.. Jangan nangis lagi, udah siap ya" Bujuk si ibu seraya menyerahkan Azka padaku. Tiga hari berturut turut kami mbaea Azka pijat, sampai ia benar benar sembuh. "Alhamdulillah, udah gak sakit lagi kan? " Ucap si ibuk tukang pijat. "Makasih ya mih, makasih banyak udah ditolongin anak saya" Ucapku sambil mengenggamkan sebuah amplop padanya. "Sama
Part 27TokTokTok"Assalamu'alaikum.. "Seperti suara Mas Farid, oh dia sudah pulang ternyata. Aku bergegas membuka pintu, "waalaikumsalam" Jawabku setelah membuka pintu, tak ada senyum diwajahku, aku masih dengan ekspresi datar. Ia langsung masuk, lalu menuju kamar, seperti biasa Ia pasti rindu pada putra semata wayangnya. Pukul 18.00 Mas Farid sudah selesai mandi, dan berganti pakaian. Kini ia sedang duduk di ruang tamu sambil memainkan gawainya. "Mas... " ucapku seraya duduk didekatnya. "Hmmm" Ia bahkan tak menoleh padaku. "Apa kamu tidak ingin menjelaskan sesuatu padaku? " "Maksud kamu ? " tanyanya sambil memegang Gawai layar sentuh. "Soal hutangmu pada Bang Arman" ucapku tanpa basa basi, aku sudah tak sabar ingin bertanya tentang ini sejak tadi. Glek. Ia mematung, seketika berhenti memainkan gawai ditangannya. Matanya membulat seolah mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan mematikanku barusan, ya dia bahkan tak pernah bilang padaku tentang hutang itu, oh iy
Part 28Sore ini, Aku, Mas Farid, dan juga si kecil Azka pergi jalan jalan ke pantai. Hari ini Kami ingin menghabiskan waktu bermain dengan si kecil. Hal yang sudah lama tak kami lakukan, terakhir kali mungkin dua tahun yang lalu. Dengan motor matic warna hitam, kami bertiga berboncengan mengunjungi pantai. Tempat wisata satu satunya yang paling dekat dan murah ditempat kami. Azka terlihat sangat senang, ia tak henti tersenyum dan sesekali tertawa lepas. "Ayah... ""Iya.. ""Itu apa? ""Itu perahu sayang""Aska au aik pelahu (Azka mau naik perahu) ""Gak boleh sayang, perahu itu lagi nyari ikan, kita gak boleh naik ya sayang, nanti kalau perahunya udah pulang ke darat baru boleh kita naik""Audah (yasudah ) "Mereka berdua terlihat asik ngobrol, sedangkan aku masih melamun entah kemana. Aku masih teringat bagaimana dibentak oleh abang ipar, rasanya lebih sakit dari pada dibentak oleh suami. Aku sakit hati atas kata kasar Abang dari suamiku itu, aku benar benar tidak menyangka tidak
Part 41Dua Minggu telah berlalu, hari ini sidang kedua gugatan cerai aku dan Mas Farid akan dimulai. Aku susah bersiap siap untuk mendatangi kantor pengadilan Agama. Kali ini Ibu tidak bisa menemaniku karena ada kesibukan. Sendiri aku menghadiri sidang kedua ini, masih seperti sidang yang pertama, Mas Farid tidak hadir untuk kedua kalinya, dia benar benar menepati kata katanya. Pukul 10.00 sidang kedua ditutup, dua minggu lagi aku harus menghadirkan saksi untuk persidangan ini. Saksi yang melihat saat ijab kabul aku dengan mas Farid dulu. Siapa yang harus aku panggilan untuk menjadi saksi? Oiya, aku baru ingat, aku bisa memanggil Tanteku untuk menjadi saksi, beliaua menemaniku saat pernikahanku dulu di KUA. Hati yang ditentukan telah tiba, aku bersama tante Ratna mendatangi kantor pengadilan Agama. Sidang telah dimulai, Mas Farid masih sama, dia tidak datang untuk sidang yang ketiga ini. Tante Ratna menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim dengan tenang dan santai. Be
Entah berapa lama aku tertidur, tiba tiba aku mendengar suara tangisan Azka. "Ma... Ma... " Rengekan Azka terdengar dikamar Ibu. Aku segera bangun untuk melihatnya. Ternyata Azka menangis dikamar ibu, sedangkan ibu sedang shalat. "Sayang... Sini sama mama yuk" Swgwrqa Ku gendong Azka keluar dari kamar Ibu. "Azka kenapa nangis nak? ""Mama... laper... " Ternyata anakku lapar, makanya ia menangis. Karena lelap tertidur aku sampai lupa memberi makan malam untuk Azka. "Yaudah kita makan dulu yuk" Anakku pada Azka yang berada dalam gendonganku. Aku segera mengambil nasi didapur. Aku melihat jam didinding, rupanya sudaah pukul 20.00 malam, wah sudah malam rupanya. Untung aku sedang datang bulan, kalau tidak aku sudah ketinggalan shalat magrib dan isya. "Azka makan sendiri atau mama suapin Nak? ""Malam sendiri"Anakku sudah mandiri ternyata, dia sudah mulai melakukan berbagai hal sendiri. Aku senang anakku tidak kekurangan apapun, meski dia jauh dari ayahnya. "Azka, tadi siang Ay
" Silakan Masuk" Ujar kepala Desa setelah tamunya keluar. "Asalamualaikum" Ucapku memberi salam ketika memasuki ruangan 3x3 meter itu. "Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu? " Tanya laki laki berkumis tebal itu. "Ini Pak... saya mau minta tanda surat keterangan untuk mengurus berkas kepengadilan Agama""Ada masalah apa ya Mbak Mirna, begini saya harus tahu dulu permasalahan yang dihadapi warga baru saya bisa menanda Tangani berkasnya""Baiklah, saya mau menggugat cerai Pak. ""Apa? Benarkah? Mbak Mirna mau menggugat cerai Si Farid? "Wajah Pak kepala Desa berubah kaget, aku maklumi itu. Rumah tanggaku yang tak pernah terlihat bermasalah dimata warga kampung ini tiba tiba aku menggugat cerai. "Ada masalah dalam rumah tangga saya Pak, sudah lima tahun saya bersabar, tapi kali ini saya sudah tak sanggup lagi untuk mempertahankan rumah tangga ini, dari pada saya menderita lahir dan batin, lebih baik kami berpisah"Pak Kepala Desa masih belum puas dengan jawaban dariku, beliau sep
"Kau semakin hari semakin berani melawan ku Mirna, kau sudah sangat berubah, tidak seperi dulu" Tatapamnya tajam seperti hendak menerkamku. Tapi aku tidak lagi takut padanya. Aku sudah terlalu lama patuh dan menurut pada laki laki ini. Namun tidak untuk kali ini. "Aku begini juga karena ulahmu, aku sudah terlalu telah kau sakiti, aku lelah hidup dalam kekanganmu, dan kini aku tak mau lagi tunduk padamu. Aku ingin terlepas darimu" Akupun membalas kata katanya dengan sangat tajam. Raut mukanya berubah pias, mungkin saja ia tersinggung dengan ucapanmu. "Kau semakin lancang Mirna, aku tak menyangka kau yang dulu pendiam jadi seperti singa. Apa karena kau sudah bekerja, jadi kau tak patuh lagi pada suamimu? ""Kita sebentar lagi akan jadi mantan, jadi tak usah kau sebut dirimu suami ku. Bukankah saat aku keluar dari rumahmu aku bahkan tak punya uang sepeserpun? Apakah aku harus duduk diam saja dirumah sampai anakku mati kelaparan? "Mas Farid terdiam, wajahnya yang awalnya garang kini m
"Kamu gak usah bohongi aku lagi Mas, aku gak akan tertipu oleh kebohonganmu lagi. Aku sudah kenyang selama ini kamu bohongi, oiya aku rasa cincin itu tak usah kau kembalikan lagi, anggap saja itu sedekahku untukmu" "Apa maksud kamu berkata begitu? " Tanya Mas Farid pura pura bodoh. Aku yakin, pasti dia belum punya uang untuk membeli cincin itu, dia hanya ingin membujuk ku saja, begitu saja jurusmu dari dulu, gak pernah berubah. "Apa aku harus mengulangi kata kataku kembali, aku tidak membutuhkan cincin itu lagi. Aku menyedekahkan cincin itu untukmu, jika kamu ingin kawin lagi dengan perempuan itu, pakai saja cincin itu, sebagai Mas Kawin. Aku sudah ikhlas melepaskan mu mulai saat ini""Apa yang kamu bicarakan Mirna, perempuan yang mana? Siapa yang mau kawin lagi? ""Sudah lah Mas, tak usah mengelak. Aku sudah tahu jika kamu sudah punya wanita lain. Jadi, jika kamu ingin menikah lagi, silakan. Aku tak akan mengganggu pernikahan keduamu itu. Pakai saja cincin itu untuk Mas kawin, aku
Part 37 Tak terasa sebulan kini telah berlalu, akhirnya tiba masanya aku mendapatkan gajian pertama dari tempatku bekerja. Aku sudah menantikan hati ini selama sebulan, dan ketika Bos ku yang tak lain adalah temanku sendiri datang ke Toko pagi ini, aku langsung menyapa dan menghampiri nya. "pagi Da.. ""Pagi Mir, gimana kabarmu Hari ini? ""Alhamdulillah Baik Da, ""oiya Mirna.. Ini buat kamu, Maaf ya aku harus pulang terus, soalnya aku harus kerumah ibuku, ibuku minta ditemani kerumah sakit untuk cek up" Ida menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku. "Iya Da Gak apa apa, Semoga ibu kamu lekas sembuh ya Da, dan makasih ya kamu ingat tanggal gajian aku""Pasti dong Mir, aku pasti ingat kok. aku pergi sekarang ya Mir, bye""iya Da, hati hati. Bye"Hatiku berdebar debar mendapatkan amplop ini, aku tidak tahu berapa isinya, dan aku juga tidak pernah bertanya pada Ida berapa gajiku sebulan bekerja ditoko miliknya. Setelah memberikan amplop padaku, Ida pamit pulang. Mumpung Toko masih s
Part 36"Assalamu'alaikum"Ucapku ketika sampai di rumah. "Waalaikumsalam, eh cucu nenek udah pulang? Ada nangis tadi nak disana? " Tanya ibu sambil menurunkan Azka dari motorku. "Nenek... Azka punya mobil balu(baru) " Ucap Azka sambil memperlihatkan mobil mobilan yang baru tadi kubeli. Ida mengajakku ke mall, untuk menghilangkan beban pikiran dan melupakan masalah kami masing masing. Ida orang yang royal, ia bahkan mengajakku ke salon, ke resto, bahkan dia juga membelikan mainan untuk anakku. Disamping kehidupan ekonominya yang serba cukup, Ida juga menyimpan duka yang teramat dalam. Ia sering disindir oleh mertua dan iparnya karena Ida belum bisa memiliki anak. Bahkan mertuanya menyarankan agar Suami Ida untuk poligami, hati Ida benar benar hancur. Tapi, beruntungnya suami Ida tidak mau menikah lagi. Mereka memutuskan mengadopsi anak, bahkan mereka punya rencana untuk melakukan proses bayi tabung. "Wah, keren sekali mobil nya, siapa yang beli nak? ""Mama" Jawab Azka polos.
"Mirna... Kamu Udah pulang Nak? " Tanya ibu saat memasuki kamarku. "Iya Bu, capek sekali Mirna, tenyata bekerja saat kita punya anak balita itu susah ya bu, gak bisa jauh dari anak""Niatkan bekerja karena ibadah nak, maka lelah dan capeknya akan dapat pahala""Iya Bu, semoga saja Mirna betah kerja disitu""Emangnya kenapa Nak, ada masalah? ""Ya begitulah Bu, kerja sebagai karyawan ditoko baju, harus banyak sabar, Pelanggan nya pada nyebelin, baju udah dites, di acak acak ujung ujungnya gak jadi beli, kan kesel kita Bu""Setiap pekerjaan pasti punya masalah dan resiko Mirna, kalau kita sanggup menghadapi masalah dan resiko yang ada maka kita akn sukses""Amin, semoga saja Mirna sanggup melewati resiko kerja disitu ya Bu""Kamu pasti Bisa, ibu yakin"Aku larut bercerita dengan ibu tentang pekerjaan baruku, ibu selalu memberi dukungan dan menyuntikkan semangat padaku. Rasa lelah dan capekpun hilang, aku kembali bersemangat bekerja, apalagi aku punya tanggung jawab kepada Azka. Aku ta
Seminggu sudah aku di rumah ibu, aku mulai merasa kesusahan materi. saat Susu Formula untuk Azka dan juga popoknya habis, terpaksa aku meminjam uang pada ibuku. Aku tidak ingin meminta uang pada Mas Farid, meskipun ia masih berstatus suami dan juga Ayah dari Azka. Jika dia memang bertanggung jawab pada anaknya, tanpa aku minta pun dia akan memberikan kewajiban nafkah untuk anaknya. Biarlah, aku tak ingin mengemis lagi padanya. "Buk..." Panggil ku pada ibu yang sedang menggendong Azka. "Iya ada apa Mir? Apa susu Akan sudah habis? " Tanya Ibuku seperti biasa, aku selalu meminta uang pada ibu saat kehabisan susu Azka. Sebenarnya aku malu untuk meminta uang pada ibu, tapi mau bagaimana lagi, aku terpaksa memintanya agar anakku tidak kelaparan. "Bu, Mirna mau kerja Bu""Oiya, kerja apa Mir? ""Ada kawan Mirna yang punya Toko baju dikota, kebetulan dia lagi butuh karyawan. Mirna sudah minta jadi karyawan dia, dan alhamdulillah diterima Bu""Tapi, bagaimana dengan Azka Mir, bukannya I