Part 1
"Mas, aku ingin bercerai"Kata keramat itu keluar begitu saja, aku sudah tak sanggup lagi memendam nya."Apa katamu Mirna ? Cerai? "
Tanya Mas Farid, suamiku. Ia seperti tak percaya dengan apa yang kukatakan.Ia Kaget mendegar ucapanku, ya aku yang dulu adalah seorang istri yang patuh dan penurut kini dengan berani meminta cerai.
Bukan mudah bagiku bertahan selama Lima tahun dengannya, banyak duka dan Air mata yang entah sudah berapa banyak terkuras.
"Aku tidak akan pernah menceraikan mu Mirna"
Ia bersikeras tak mau menceraikanku, sudah tentu, selama menjadi istrinya tak pernah aku melakukan kesalahan apapun, justru dialah yang banyak menoreh luka di hatiku.
"Baiklah, jika Mas tidak mau menceraikan aku, aku yang akan menggugat cerai di pengadilan"
Entah dari mana datangnya keberanian itu, ini jelas bukan aku yang ia kenal.Bukan, aku bukanlah Mirna yang dulu, ini adalah Mirna yang sudah lelah dan sudah tak tahan lagi dengan suaminya yang bernama Farid.
. Aku menikah dengan Mas Farid sudah berjalan Lima tahun, entah mengapa aku dulu mau menikah dengan laki laki seperti dia?Ya, aku dulu begitu cinta padanya. Meski banyak yang melarangku menikah dengannya, tapi aku kekeuh ingin menikah dengannya karena cinta. Ya karena cinta juga aku menerima dia yang hanya bekerja sebagai supir ojek. Dengan wajah pas pasan, dan tanpa harta dan tahta, Aku terima segala kekurangan nya.
Aku dan Mas Farid selisih umur sembilan tahun, dia sangat dewasa. Aku menyukai sifat dewasa nya, sifat kalemya, kerja keras nya, tanggung jawabnya, selalu meminta maaf setelah kami bertengkar itu yang membuat aku suka padanya. Tapi, kadang sifat tempremen dan emosionalnya sedikit mengganggu pikiranku.
Beda halnya dengan Chalil, mantan pacarku. Ya, sebelum mengenal Mas Farid aku pernah menjalin hubungan dengan Chalil sewaktu SMA dulu.
Aku dan Chalil satu angkatan di SMA, seumuran, lahir di tahun yang sama hanya beda bulan lahir saja.
Dengan Chalil, aku merasa menjadi diriku sendiri. Dia punya selera humor yang tinggi, membuat aku selalu tertawa saat bersamanya, wajahnya yang manis dilengkapi dengan dua gigi gingsulnya membuat aku selalu gemas melihatnya.
Dia juga tidak suka marah apabila aku berbuat salah, selalu saja menasehatiku jika aku salah. Dia juga selalu memberikanku kata kata romantis, Itulah yang membuat aku jatuh hati padanya.
Beda dengan Mas Farid, jika dia marah. Maka dia akan menunjukkan sifat tempremennya, sedikit saja aku salah maka dia akan memarahiku lalu pergi begitu saja.
Dia sangat mudah sekali marah, pernah juga ketika dia marah, benda yang ada di hadapannya dia tendang, bahkan kipas angin kami ikut rusak karena di tendang olehnya.
Aku sangat takut dibuat olehnya, aku takut jika sewaktu waktu dia marah, dia akan memukulku seperti apa yang dia lakukan pada barang yang jadi pelampiasan kemarahannya.
Kadang, pernah terbersit dalam hatiku.
Mengapa aku harus menikah dengan mas Farid jika di dalam hati ku masih ada Chalil?Sungguh, takdir Allah tak ada yang tahu.
Kita hanya menjalankan apa yang telah digariskan dalam takdir Nya.
*
Aku sudah menikah dengan Mas Farid selama Lima tahun, di tahun pertama pernikahan kami begitu sulit.
Aku harus pindah tempat tinggal dalam setahun tujuh kali, pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain.
Pekerjaan mas Farid pun tidak tentu, kadang jika sehari ada uang, maka tiga hari berikutnya kami kekurangan uang, pernah kami tak punya uang untuk beli beras dan gas pun habis, kami hanya beli nasi satu bungkus makan berdua. Betapa menyedihkan nasibku setelah menikah dengannya, aku bahkan terkadang terpaksa meminta beras kepada ibuku.
Aku sedih jika mengingat tahun tahun pertama pernikahan kami. Mas Farid juga terlilit hutang disana sini, ia terpaksa berhutang untuk menutupi kebutuhan kami, apalagi penghasilan dari pekerjaannya sebagai tukang ojek tidak seberapa.
Mas Farid sangat susah sekali mencari uang kala itu, tapi aku selalu bertahan dan memberinya semangat agar Mas Farid tidak mudah menyerah.
Barulah ditahun kedua pernikahan kami, kondisi ekonomi kami mulai membaik. Aku diterima mengajar di sebuah TPA, meski dengan gaji sedikit, aku tak masalah. Dari pada duduk berdiam diri dirumah sepeserpun tak dapat uang.
Setelah mengajar, sedikit banyak aku bisa membeli kebutuhan didapur, aku mulai menabung dan bisa membantunya membayar hutang. Enam bulan aku mengajar di TPA, aku dinyatakan positif hamil.
Antara senang dan sedih bercampur aduk, ya senang karena aku tidak mandul, sedih karena aku takut tak bisa bekerja dan kondisi keuangan kami masih belum mampu, apalagi kami masih tinggalkan dikontrakan yang kapan saja bisa banjir.
Aku tetap mengajar meski sedang hamil, pulang pergi mengajar selalu diantar Mas Farid, karena kelelahan dan kecapean aku harus masuk rumah sakit karena ketubanku merembes dan tinggal sedikit.
Setelah keluar dari rumah sakit, aku terpaksa harus berhenti dari mengajar. Mas Farid melarangku bekerja demi keselamatan calon anak kami.
"Mir, kamu berhenti mngajar dulu ya, kasian anak kita kalau kamu terlalu capek, Mas gak mau anak kita kenapa napa"
Ucapnya kala itu melarangku mengajar.Meski berat, terpaksa aku menuruti keinginan suamiku, aku berhenti mengajar, dengan begitu otomatis aku tidak mendapat penghasilan lagi.
Sembilan bulan telah berlalu, aku melahirkan seorang bayi laki laki tampan yang kuberi nama Azka Askara. Aku menangis saat pertama melihat wajahnya, aku takut anakku nanti akan hidup susah seperti ayah dan ibunya.
"Semoga kamu jadi anak yang sholeh ya nak, yang berbakti pada orang tua"
Setelah anak pertama kami lahir, kami memberanikan diri membangun rumah, meskipun diatas tanah sewa. Dari pada harus sewa rumah kontrakan kesana sini, lebih baik punya rumah sendiri meskipun gubuk.
Di tahun ketiga pernikahan kami, kehidupan kami terasa lengkap. Apalagi putra pertama kami sudah berumur satu tahun, bisa berjalan dan mengoceh, membuat hari hari semakin berwarna.
Namun, sifat mas Farid semakin lama semakin nampak aslinya.
Dia lebih sering marah marah, emosi, bahkan suka banting pintu.
Jika saat di pulang rumah dalam keadaan berantakan dia pasti marah marah. Bagaimana rumah bisa bersih, si kecil kami sedang aktif aktifnya. Segala benda dia pegang, lalu di hamburkan.
Lalu, saat dia pulang aku masih dengan daster kumal dan rambut acak acakan, dia pun akan marah. Apalagi tubuhku yang semakin gemuk setelah melahirkan, dia pun semakin uring uringan.
Kadang aku lelah, capek, dan ingin istirahat sehari saja. Istirahat dari segala rutinitas ibu rumah tangga. Aku ingin sekali sehari saja tak mencuci, tak memasak, tak menyapu, tak belanja, tak buat kue ke warung.
Tapi, semua itu hanya ada dalam hayalanku saja.Jika sehari saja aku sakit, maka rumah akan berantakan. Anak tak ada yang urus, makanan tak ada yang memasak, baju kotor dimana mana, rumah kotor, anak kelaparan, suami marah marah.
Itulah mengapa, aku merasa kehidupan rumah tangga ku sudah sangat melelahkan bagiku. Suami, apa ia tak membantu?
Dia pergi pagi pulang sore, hanya malam lah waktu dia dirumah. Dan jika saat dia dirumah, kondisi rumah seperti kapal pecah karena ulah anak lelaki ku. Maka siap siap aku dimarahinya.
Bab 2Lima tahun pernikahan ku dengan mas Farid, banyak yang pahit kurasa ketimbang yang manis.Bayangkan, baru beberapa bulan menikah dengan nya, dia sudah menjual cincin kawin pernikahan kami. Ya, meski hanya 6 gram saja, tapi bagiku itu sangat berharga.Ia menjual cincin kawin ku dengan alasan ingin bayar hutang, katanya saat melamar dan menikahiku dulu dia berhutang uang pada temannya yang rentenir. Aku baru tahu itu setelah menikah dengannya, ah betapa bodohnya aku.Awalnya aku tak setuju ia menjual cincin kawin ku. Karena itu adalah benda sakral lambang pernikahan kami, lambang harga diri seorang wanita yang sudah di peristri.Tapi, ia berkata "kalau mas gak bayar hutang itu, maka mas akan di penjara dek. "Kata katanya bagaikan godam menghantam ulu hatiku."Apa mas?mas akan di penjara? Kenapa mas berhutang sama orang seperti itu? ""Mas gak ada pilihan lain dek, itu lah jalan satu satunya ag
Bab 3Pernikahan yang aku idam idam kan, pernikahan yang aku impikan, pernikahan yang membahagiakan. Pupus sudah semua impian ku.Dulu, aku bermimpi akan duduk di atas pelaminan bersanding dengan lelaki yang kelak menjadi suami ku. Duduk bersanding bagai raja dan ratu sehari. Ah betapa muluk nya impian ku dulu.Tidak. Itu bukanlah impian yang muluk, tetapi itu impian bagi setiap gadis di dunia ini.Disaat seorang gadis akan dinikahi oleh seorang lelaki, pasti ia bahkan keluarga nya ingin menggelar pesta hajatan atau walimah, sebagai tanda dan pemberitahuan kepada para kerabat dan saudara bahwa anaknya kini sudah menikah.Meskipun pesta yang digelar ala kadarnya, pasti semua gadis menginginkannya.Namun, aku harus menguburnya dalam dalam. Aku tak pernah merasakan duduk di atas pelaminan dengan mas Farid, suamiku.Jangan kan untuk menggelar pesta resepsi pernikahan, emas kawin ku saja dia berhutang.&n
Bab 4"Mirna...? "Aku mendengar suara yang tak asing ditelingaku. Seperti suara laki laki yang sering ku dengar.Aku menoleh, dan mencari tahu siapa yang memanggilku.Dan ternyata..."Chalil? " Tanyaku tak percaya.Dia yang selama ini mati matian aku mencoba melupakan. Ternyata berdiri tepat di depan mataku."Iya mirna, ini aku Chalil. Kamu apa kabar? " Tanya laki-laki yang tak lain adalah Chalil, Cinta pertama ku."Kamu beneran chalil? Apa aku sedang bermimpi? ""Jika iya, maka jadikanlah ini mimpi yang indah untuk kita" Ucapnya dengan pokesan senyum yang selalu membuatku tergila gila padanya."Chalil, kamu kok sekarang banyak kumis sama jenggot nya, kamu gak cukuran ya? " Celetuk ku membuat chalil tertwa geli."Iya mirna, semenjak aku berpisah dengan kamu, aku jadi kehilangan semangat. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Badan pun tak terawat"
Bab 5Jam sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi, mataku belum bisa terpejam.Dalam pikiranku masih terngiang ngiang mimpi tadi.Kenapa sampai sekarang aku masih saja bermimpi hal yang sama berulang ulang, entah berapa puluh kali aku bermimpi bertemu dengan chalil. Hingga membuatku susah melupakan nya.Aku tidak bisa terus terusan seperti ini, aku sudah bersuami. Tak boleh aku mengingat laki laki lain selain suamiku. Meskipun kehidupan rumah tangga ku tak bahagia, bukan berarti aku harus mengkhianati ikatan suci ini dengan mengingat masa lalu.Tidak, aku tidak boleh terus begini. Aku harus melupakan dia. Aku akan berdosa jika sampai terus terusan mengingatnya.Ku bangkitkan tubuh dari ranjang, dan berjalan menuju kamar mandi. Segera ku hidupkan kran air dan membasuh wajah. Ku ambil wudhu dan melakukan shalat malam.Ku tunaikan shalat sunnah dua rakaat, tak lupa ku mengadu pada Rabb ku.Ku cerit
Bab 6Mentari kembali bersinar, hari baru telah dimulai.Aku kembali pada tugasku dirumah, mencuci, menyapu, memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, tak ada hari libur untuk pekerjaan ini.Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi, semua pekerjaan sudah beres, si kecil pun sudah tidur. Waktu nya untukku beristirahat dan me time.Ku buka aplikasi berwarna biru, berselancar di dunia maya untuk sekedar menghilangkan penat dan mencari hiburan.Di tengah asik nya aku berselancar di aplikasi biru, tiba tiba masuk sebuah pesan atau inbox.Ting...Bunyi pesan melalui aplikasi sejuta umat itu.[Assalamu'alaikum] bunyi pesan tersebut.Aku penasaran, siapa orang yang tiba tiba mengirim pesan, kalau dari foto profilnya menandakan seorang laki laki.Akunnya bermana "Sang kelana"Penasaran, ku buka profil nya, dan mencari tahu siapakah dia?Setelah
Part 7Selepas kepergian mas Farid, aku hanya bisa terduduk diam, lemas tak betenaga.Kesalahan apa yang telah ku perbuat sehingga begitu marahnya ia padaku?Padahal, aku tak membalas pesan yang dikirim chalil padaku. Bahkan aku tak menerima permintaan pertemanannya.Mas Farid benar benar terbakar cemburu buta, cemburu yang berlebihan.Kini, benda berharga satu satunya yang kupunya telah diambil olenhya. Entah benda itu akan dijual olehnya, entah kemana uang itu akan ia pakai aku tak tahu.Yang ku tahu, sifat nya semakin lama semakin membuatku jengah.Ia bahkan tak mau mendengar penjelasan dariku.Sakit sekali rasanya nya diperlakukan begini, aku seperti tak ada harga dimatanya.Percuma aku berjuang mati matian memperjuangkan dia dulu di hadapan ibuku. Ah kembali lagi aku mengingat masa itu. Kembali lagi aku teringat perkataan ibu.Betapa bodohnya aku dulu tak mend
Bab 8Aku mencoba menahan tangis sekuat tenaga, ku lihat mas Farid mulai menunjukkan amarah."Aku yakin, kau pasti telah bermain api dibelakang ku mirna" Ucapnya semakin membuat hati ini sakit."Terserah kau mau menuduh ku apa Mas, yang jelas aku sudah tak tahan lagi. Aku sudah sangat lelah menjalani rumah tangga ini""Katakan Mirna, apa laki laki yang bernama Chalil itu penyebab kau meminta pisah dari ku? ""TIDAK" Bantahku."Aku bahkan tak pernah membalas pesan dari nya, bukankah kau telah melihat dan membaca pesan darinya? Apa kau lihat aku membalas pesan nya? Tidak pernah""Lalu apa? Kenapa? Kenapa kau tiba tiba ingin pisah? Apa kau tidak memikirkan nasib anak kita? "Anak selalu menjadi senjata agar perempuan mengalah."Justru karena anak lah aku sudah bersabar selama ini, kalau bukan karena anak sudah dari dulu aku ingin bercerai dari mu""Enggak... Aku gak akan pernah menceraikan mu
"Dan kau percaya begitu saja omong kosong itu? " Tanya mas Farid menyangkal apa yang ku katakan."Percaya atau tidak, itulah kenyataan yang sebentar lagi akan kamu hadapi" Ucapku tegas."Mirna, kalau hanya gara gara mas kawin nu yang belum bisa ku ganti kau minta cerai, kau sungguh keterlaluan, kau matre, hanya karena harta kau tega ingin meninggalkanku""Apa kau bilang? Aku keterlaluan? Sudah berpuluh bahkan ratusan kali aku sudah mencoba sabar menghadapi keangkuhan dan keegoisan mu, bertahun tahun merasakan tekanan batin akibat perbuatan mu dan keluarga mu, bertahun tahun aku sabar, tapi kali ini aku sudah tak sanggup lagi"Aku berkata sambil menahan sesak yang semakin lama semakin membuncah di dadaku."Setelah mengalahkan ku, sekarang kau menyalahkan keluarga ku juga? ""Iya. Memang benar, keluargamu lah sebab aku semakin ingin cerai darimu. Apa kau tak ingat, ketika aku operasi cesar, satu pun keluargamu tak
Part 41Dua Minggu telah berlalu, hari ini sidang kedua gugatan cerai aku dan Mas Farid akan dimulai. Aku susah bersiap siap untuk mendatangi kantor pengadilan Agama. Kali ini Ibu tidak bisa menemaniku karena ada kesibukan. Sendiri aku menghadiri sidang kedua ini, masih seperti sidang yang pertama, Mas Farid tidak hadir untuk kedua kalinya, dia benar benar menepati kata katanya. Pukul 10.00 sidang kedua ditutup, dua minggu lagi aku harus menghadirkan saksi untuk persidangan ini. Saksi yang melihat saat ijab kabul aku dengan mas Farid dulu. Siapa yang harus aku panggilan untuk menjadi saksi? Oiya, aku baru ingat, aku bisa memanggil Tanteku untuk menjadi saksi, beliaua menemaniku saat pernikahanku dulu di KUA. Hati yang ditentukan telah tiba, aku bersama tante Ratna mendatangi kantor pengadilan Agama. Sidang telah dimulai, Mas Farid masih sama, dia tidak datang untuk sidang yang ketiga ini. Tante Ratna menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim dengan tenang dan santai. Be
Entah berapa lama aku tertidur, tiba tiba aku mendengar suara tangisan Azka. "Ma... Ma... " Rengekan Azka terdengar dikamar Ibu. Aku segera bangun untuk melihatnya. Ternyata Azka menangis dikamar ibu, sedangkan ibu sedang shalat. "Sayang... Sini sama mama yuk" Swgwrqa Ku gendong Azka keluar dari kamar Ibu. "Azka kenapa nangis nak? ""Mama... laper... " Ternyata anakku lapar, makanya ia menangis. Karena lelap tertidur aku sampai lupa memberi makan malam untuk Azka. "Yaudah kita makan dulu yuk" Anakku pada Azka yang berada dalam gendonganku. Aku segera mengambil nasi didapur. Aku melihat jam didinding, rupanya sudaah pukul 20.00 malam, wah sudah malam rupanya. Untung aku sedang datang bulan, kalau tidak aku sudah ketinggalan shalat magrib dan isya. "Azka makan sendiri atau mama suapin Nak? ""Malam sendiri"Anakku sudah mandiri ternyata, dia sudah mulai melakukan berbagai hal sendiri. Aku senang anakku tidak kekurangan apapun, meski dia jauh dari ayahnya. "Azka, tadi siang Ay
" Silakan Masuk" Ujar kepala Desa setelah tamunya keluar. "Asalamualaikum" Ucapku memberi salam ketika memasuki ruangan 3x3 meter itu. "Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu? " Tanya laki laki berkumis tebal itu. "Ini Pak... saya mau minta tanda surat keterangan untuk mengurus berkas kepengadilan Agama""Ada masalah apa ya Mbak Mirna, begini saya harus tahu dulu permasalahan yang dihadapi warga baru saya bisa menanda Tangani berkasnya""Baiklah, saya mau menggugat cerai Pak. ""Apa? Benarkah? Mbak Mirna mau menggugat cerai Si Farid? "Wajah Pak kepala Desa berubah kaget, aku maklumi itu. Rumah tanggaku yang tak pernah terlihat bermasalah dimata warga kampung ini tiba tiba aku menggugat cerai. "Ada masalah dalam rumah tangga saya Pak, sudah lima tahun saya bersabar, tapi kali ini saya sudah tak sanggup lagi untuk mempertahankan rumah tangga ini, dari pada saya menderita lahir dan batin, lebih baik kami berpisah"Pak Kepala Desa masih belum puas dengan jawaban dariku, beliau sep
"Kau semakin hari semakin berani melawan ku Mirna, kau sudah sangat berubah, tidak seperi dulu" Tatapamnya tajam seperti hendak menerkamku. Tapi aku tidak lagi takut padanya. Aku sudah terlalu lama patuh dan menurut pada laki laki ini. Namun tidak untuk kali ini. "Aku begini juga karena ulahmu, aku sudah terlalu telah kau sakiti, aku lelah hidup dalam kekanganmu, dan kini aku tak mau lagi tunduk padamu. Aku ingin terlepas darimu" Akupun membalas kata katanya dengan sangat tajam. Raut mukanya berubah pias, mungkin saja ia tersinggung dengan ucapanmu. "Kau semakin lancang Mirna, aku tak menyangka kau yang dulu pendiam jadi seperti singa. Apa karena kau sudah bekerja, jadi kau tak patuh lagi pada suamimu? ""Kita sebentar lagi akan jadi mantan, jadi tak usah kau sebut dirimu suami ku. Bukankah saat aku keluar dari rumahmu aku bahkan tak punya uang sepeserpun? Apakah aku harus duduk diam saja dirumah sampai anakku mati kelaparan? "Mas Farid terdiam, wajahnya yang awalnya garang kini m
"Kamu gak usah bohongi aku lagi Mas, aku gak akan tertipu oleh kebohonganmu lagi. Aku sudah kenyang selama ini kamu bohongi, oiya aku rasa cincin itu tak usah kau kembalikan lagi, anggap saja itu sedekahku untukmu" "Apa maksud kamu berkata begitu? " Tanya Mas Farid pura pura bodoh. Aku yakin, pasti dia belum punya uang untuk membeli cincin itu, dia hanya ingin membujuk ku saja, begitu saja jurusmu dari dulu, gak pernah berubah. "Apa aku harus mengulangi kata kataku kembali, aku tidak membutuhkan cincin itu lagi. Aku menyedekahkan cincin itu untukmu, jika kamu ingin kawin lagi dengan perempuan itu, pakai saja cincin itu, sebagai Mas Kawin. Aku sudah ikhlas melepaskan mu mulai saat ini""Apa yang kamu bicarakan Mirna, perempuan yang mana? Siapa yang mau kawin lagi? ""Sudah lah Mas, tak usah mengelak. Aku sudah tahu jika kamu sudah punya wanita lain. Jadi, jika kamu ingin menikah lagi, silakan. Aku tak akan mengganggu pernikahan keduamu itu. Pakai saja cincin itu untuk Mas kawin, aku
Part 37 Tak terasa sebulan kini telah berlalu, akhirnya tiba masanya aku mendapatkan gajian pertama dari tempatku bekerja. Aku sudah menantikan hati ini selama sebulan, dan ketika Bos ku yang tak lain adalah temanku sendiri datang ke Toko pagi ini, aku langsung menyapa dan menghampiri nya. "pagi Da.. ""Pagi Mir, gimana kabarmu Hari ini? ""Alhamdulillah Baik Da, ""oiya Mirna.. Ini buat kamu, Maaf ya aku harus pulang terus, soalnya aku harus kerumah ibuku, ibuku minta ditemani kerumah sakit untuk cek up" Ida menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku. "Iya Da Gak apa apa, Semoga ibu kamu lekas sembuh ya Da, dan makasih ya kamu ingat tanggal gajian aku""Pasti dong Mir, aku pasti ingat kok. aku pergi sekarang ya Mir, bye""iya Da, hati hati. Bye"Hatiku berdebar debar mendapatkan amplop ini, aku tidak tahu berapa isinya, dan aku juga tidak pernah bertanya pada Ida berapa gajiku sebulan bekerja ditoko miliknya. Setelah memberikan amplop padaku, Ida pamit pulang. Mumpung Toko masih s
Part 36"Assalamu'alaikum"Ucapku ketika sampai di rumah. "Waalaikumsalam, eh cucu nenek udah pulang? Ada nangis tadi nak disana? " Tanya ibu sambil menurunkan Azka dari motorku. "Nenek... Azka punya mobil balu(baru) " Ucap Azka sambil memperlihatkan mobil mobilan yang baru tadi kubeli. Ida mengajakku ke mall, untuk menghilangkan beban pikiran dan melupakan masalah kami masing masing. Ida orang yang royal, ia bahkan mengajakku ke salon, ke resto, bahkan dia juga membelikan mainan untuk anakku. Disamping kehidupan ekonominya yang serba cukup, Ida juga menyimpan duka yang teramat dalam. Ia sering disindir oleh mertua dan iparnya karena Ida belum bisa memiliki anak. Bahkan mertuanya menyarankan agar Suami Ida untuk poligami, hati Ida benar benar hancur. Tapi, beruntungnya suami Ida tidak mau menikah lagi. Mereka memutuskan mengadopsi anak, bahkan mereka punya rencana untuk melakukan proses bayi tabung. "Wah, keren sekali mobil nya, siapa yang beli nak? ""Mama" Jawab Azka polos.
"Mirna... Kamu Udah pulang Nak? " Tanya ibu saat memasuki kamarku. "Iya Bu, capek sekali Mirna, tenyata bekerja saat kita punya anak balita itu susah ya bu, gak bisa jauh dari anak""Niatkan bekerja karena ibadah nak, maka lelah dan capeknya akan dapat pahala""Iya Bu, semoga saja Mirna betah kerja disitu""Emangnya kenapa Nak, ada masalah? ""Ya begitulah Bu, kerja sebagai karyawan ditoko baju, harus banyak sabar, Pelanggan nya pada nyebelin, baju udah dites, di acak acak ujung ujungnya gak jadi beli, kan kesel kita Bu""Setiap pekerjaan pasti punya masalah dan resiko Mirna, kalau kita sanggup menghadapi masalah dan resiko yang ada maka kita akn sukses""Amin, semoga saja Mirna sanggup melewati resiko kerja disitu ya Bu""Kamu pasti Bisa, ibu yakin"Aku larut bercerita dengan ibu tentang pekerjaan baruku, ibu selalu memberi dukungan dan menyuntikkan semangat padaku. Rasa lelah dan capekpun hilang, aku kembali bersemangat bekerja, apalagi aku punya tanggung jawab kepada Azka. Aku ta
Seminggu sudah aku di rumah ibu, aku mulai merasa kesusahan materi. saat Susu Formula untuk Azka dan juga popoknya habis, terpaksa aku meminjam uang pada ibuku. Aku tidak ingin meminta uang pada Mas Farid, meskipun ia masih berstatus suami dan juga Ayah dari Azka. Jika dia memang bertanggung jawab pada anaknya, tanpa aku minta pun dia akan memberikan kewajiban nafkah untuk anaknya. Biarlah, aku tak ingin mengemis lagi padanya. "Buk..." Panggil ku pada ibu yang sedang menggendong Azka. "Iya ada apa Mir? Apa susu Akan sudah habis? " Tanya Ibuku seperti biasa, aku selalu meminta uang pada ibu saat kehabisan susu Azka. Sebenarnya aku malu untuk meminta uang pada ibu, tapi mau bagaimana lagi, aku terpaksa memintanya agar anakku tidak kelaparan. "Bu, Mirna mau kerja Bu""Oiya, kerja apa Mir? ""Ada kawan Mirna yang punya Toko baju dikota, kebetulan dia lagi butuh karyawan. Mirna sudah minta jadi karyawan dia, dan alhamdulillah diterima Bu""Tapi, bagaimana dengan Azka Mir, bukannya I