Beranda / Urban / Aku istrimu suamiku / Pacaran di Pantry

Share

Pacaran di Pantry

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-30 09:57:00

4 bulan sudah Ningsih berpulang, kehidupan tampaknya normal bagi Dena, tapi tidak dengan Tara. Tanpa sengaja, keduanya berpapasan saat sedang berada di bank yang ada di sebelah gedung kantor Dena. Tara sedang mengantre di teller satu, sedangkan Dena berjalan dari arah kantor kepala cabang karena ikut mendampingi pak Galih rapat.

Dena diam, tampak menunduk tak ingin membalas senyuman Tara, ia sungguh berhati-hati dengan sikapnya, selain takut Adim cemburu yang kalau BT baikinnya harus disayang-sayang gemes dulu oleh Dena, juga karena Adim tak kan segan mendamprat Tara. Mantan yaudah jadi manta, sekali pun tegur sapa baiknya nggak usah. Begitu lah prinsip Adim yang Dena aplikasikan pada sikapnya.

Tara tersenyum miris, Dena bahkan mengabaikannya. Ia kini menjadi seorang single parents, belum ada pikiran mau menikah atau mendekati perempuan lain, hatinya seolah sengaja ia kunci. Kehidupan Tara di rumah itu justru begitu nyaman setelah kepergian ibunya. Kamar bahkan ia cat baru dengan wall
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku istrimu suamiku   Batal ke Jogja

    Saski meringis saat melihat Dena terus menahan mulas, semalam, mendadak Dena melihat flek darah di celana dalamnya. Adim sedang dinas ke Jambi, bersama pak Galih dan manajer produksi, hanya satu malam. Mama, dan Elmer membawa Dena ke rumah sakit, bagusnya ada Saski yang memang sudah dua hari pulang, niatnya, mereka semua akan ke Jogja, survey lokasi kantor tempat magang Saski. Tapi ternyata, kehamilan Dena yang sudah 37 minggu itu mendadak tak bisa diajak kompromi. "Bukannya tiga sembilan atau empat puluh minggu, ya, Mbak?" Saski duduk di sofa bed kamar VIP itu. "Teorinya gitu, ini prakteknya, udah pembukaan satu," jawab Dena dengan kedua mata melirik ke jam dinding yang menunjukkan angka empat subuh. "Mas Adim pesawat paling pagi, kan?" lanjut Saski. Dena mengangguk. Pembukaan satu, masih bisa ditahan mulasnya, Dena juga diminta mondar mandir di dalam kamar, kalau bosan bisa keluar. Induksi melalui infus juga tak diberikan karena semua masih normal. Pintu kamar terbuka, perawat m

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Aku istrimu suamiku   Hadiah terindah

    Adim buru-buru berlari menuju ke parkiran bandara, Papa dan Elmer menjemput suami Dena itu yang tampak khawatir, terlihat dari wajahnya yang panik. "Adim!" teriak Elmer sembari mengangkat tangan. Adim berlari, ia tak membawa koper pakaian, ditinggalkan begitu saja di Jambi, biar nanti dititipkan pak Galih, sedikit kurang ajar, tapi pak Galih pun memaklumi. "Ayo cepat, Mas!" perintah Adim. Elmer tertawa, papa yang tetap duduk di dalam mobil hanya terkikik geli. "Dena gimana, Pa?" tanyanya sembari mengatur napas. "Anakmu udah lahir, setengah jam lalu," jawab papa sembari memberikan air mineral botol ke tangan menantunya. "HAH!!" Adim pun melongo. Setibanya di rumah sakit, Adim berjalan kurang bersemangat, ia kecewa karena tak bisa melihat kelahiran putra pertamanya, janjinya meleset. Perasaan sedih di dalam dadanya semakin dekat dirinya tiba di ambang pintu kamar rawat, semakin memuncak. Pintu dibuka papa, Elmer menepuk bahu Adim supaya ikhlas karena tak melihat proses Dena mela

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-03
  • Aku istrimu suamiku   Meragu

    "Ki... Saski tunggu! Kamu kenapa kabur gini?!" panggil Argi saat mengejar Saski yang keluar rumah karena terkejut dengan lamaran dadakan yang sebenarnya udah ketebak. Tapi tetap saja, membuat Saski kesal. "Balik sana ke Jogja! Udah dibilang aku nggak mau nikah sekarang!" tolak Saski. "Iya, aku kan izin ke Kakak kamu, kalau dia restuin, aku langsung ke Papa Mama kamu, Ki. Lagian kita nanri di Jogja, kan, kita pasti sering ketemu, aku nggak mau timbul fitnah! Mas Adim jug--"Saski menghentikan langkah kakinya, ia berbalik. "Mas Adim? Dia yang usulin kamu untuk nikahin aku sekarang? Iya?" Pelototnya. Argi keceplosan, lalu mengangguk. "Kakak kandungmu Tara, bukan Adim, kenapa kamu dengerin Mas Adim terus, sih!?" geram Saski. "Karena sikap Mas Adim sosok Kakak laki-laki yang bisa jadi panutan aku, bukan Mas Tara. Kadang yang bukan sedarah jauh lebih seperti saudara kandung. Saski, kita obrolin di rumah, yuk, sayang...." Nah, mulai nih, si bucin beraksi. "Aku kangen kamu, Sas, kita berap

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-03
  • Aku istrimu suamiku   Belum siap

    Dua pasang mata saling menatap, lekat, kemudian helaan napas menjadi pemutus keheningan mereka. "Jadi... mau diundur, Sas?" Argi menatap Saski yang memberikan jawaban dengan anggukan kepala."Aku, mau kerja dulu, Gi. Bukannya mau nolak lamaran kamu, cuma... diundur sampai aku punya pengalaman kerja." Saski mencoba tersenyum, namun sayang, Argi justru menggelengkan pelan kepalanya."Aku nggak larang kamu kerja, Sas. Kamu bisa jalani peras jadi istri, juga berkarir, kita bahkan sepakat nunda punya anak juga, kan?" Argi mencoba meyakinkan Saski kembali."Gi, nikah itu bukan perkara aku, kamu, bersatu. Tapi banyak hal lainnya, bahkan, kebebasan juga nggak bisa sama, mencoba untuk eksplor banyak hal lain juga terbatas. Kamu pikir, apa nikah cuma perkara sesederhana itu? Nggak, kan, Gi? Kegagalan kedua Kakak-kakak kita bisa jadi pelajaran penting untuk kita berdua." Saski beragumen."Dan... apa menurut kamu, aku akan batasi semua yang mau kamu lakuin? Sama sekali nggak, Sas." Argi meraih je

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-04
  • Aku istrimu suamiku   Air mata Argi

    Saski berjalan bersama pria yang menjemputnya, keduanya tiba di lokasi tujuan. Jemari Saski mengusap layar ponsel, sepuluh panggilan masuk dari Argi, dan lima pesan singkat yang belum dibacanya. Saski menghela napas, ia memilih memasukkan ponsel ke dalam tas."Sebelah sini, Sas," ujar pria itu. Saski masuk, lalu semua di mulai.Sementara, Argi yang baru tiba di Jogja setelah menempuh perjalanan dengan pesawat terbang selama beberapa waktu. Tampak kesal juga khawatir. Ia masih ada yang tak biasa dengan sikap Saski."Kamu kenapa sih, Sas, kenapa jadi cuek ke aku gini," kesal Argi. Ia masih berusaha menghubungi Saski dengan ponselnya sambil mendorong troly menuju ke lobi bandara. "Aku tau, ada yang nggak beres sama kamu, please jelasin ke aku," gumamnya lagi. Nyatanya semua percuma, Saski tak menjawab telpon Argi juga.Ia menghentikan taksi, setelah memasukan dua koper besar--karena satunya berisi baju kerja juga baru lainnya yang ia beli di Jakarta--ia segera mengarahkan ke rumahnya. Ru

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-05
  • Aku istrimu suamiku   Cara terbaik

    Argi duduk dengan gusar, keputusannya sudah bulat untuk meninggalkan apa yang ia punya di kota gudeg, kembali ke Jakarta dengan tangan kosong. Ia berhenti bekerja, juga kuliah, sangat disayangkan memang, tapi untuk apa jika hanya ia yang terlihat bahagia diluar namun tersiksa didalam hati. Argi tau mau itu terjadi. Karena belum genap menyelesaikan status kontraknya sebagai karyawan, ia tak mendapatkan tunjangan sesuai yang disepakati, justru Argi terkena pinalty dengan hanya mendapat gaji bulan itu. Tak masalah. Argi menerima dengan lapang dada. Sera yang diberitau kabar itu, ia meminta Argi membiarkan rumah yang mereka sewa, karena beberapa pakaian Sera juga masih di sana. Tak perlu Argi rapikan lalu membawa ke Jakarta. Pandangan Argi menuju ke langit luas, ia tak masalah harus melepaskan impiannya, Saski masa depan yang harus ia jaga dan ia mau, tak ada kata mundur, ia siap melakukan apa saja untuk kekasihnya itu. Argi memutuskan naik kereta, setibanya di Jakarta, segera menuju

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-07
  • Aku istrimu suamiku   Penolakkanya

    Ada kalanya, manusia terlalu egois dalam mengambil satu keputusan, begitupun Argi--menurut keluarganya--yang ngotot mau mendonorkan ginjalnya untuk Saski. Ia sudah frustasi, tak bisa membayangkan hal buruk akan terjadi pada wanita yang ia cinta.Bapak melarang, pun dua kakak lainnya kecuali Sera yang menyerahkan semua kepada si bungsu. Argi menunduk, air matanya menetes perlahan, begitu sedih karena merasa tak bisa berbuat apa-apa."Berangkat lah ke sana, tapi bukan untuk mendonorkan ginjalmu. Cinta yang sampai membuatmu salah ambil keputusan Argi. Coba bahas dengan keluarga Saski, juga Saskinya. Bapak yakin, dia akan marah dan benci kamu kalau sampai kamu mendonorkan ginjal untuk dia."Kalimat bapak benar, Argi mendesah, ia menyandarkan tubuh di kursi, kemudian mengatakan hal lain yang menurut Tara, itu kebiasan adiknya yang sangat nekat. Bagusnya, untuk hal itu, bapak mendukung seratus persen.Argi segera menyiapkan paspor, juga membeli tiket pesawat untuk keberangkatannya esok hari

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-08
  • Aku istrimu suamiku   Donor ginjal

    Argi terus berdoa, Saski sudah dua jam tak sadarkan diri. Bahkan kedua orang tuanya terlihat panik. Tangan Argi bergerak perlahan hendak menggenggam jemari tangan Saski, ia juga menatap ke arah kekasihnya yang masih terpejam. "Bangun, Sas, maafin aku yang terkesan maksa kamu," lirihnya. Ia mengecup jemari tangan Saski beberapa kali, lalu ditempelkan telapak tangan itu ke wajahnya."Gi, kamu nginep di mana? Udah dapat apartemennya, 'kan?" tanya Mama."Udah, Ma, tapi kayaknya Argi di sini dulu aja, ya, boleh, 'kan?" tatapannya penuh permohonan, Mama dan Papa mengizinkan. "Argi minta maaf karena terlalu paksa Saski," lanjutnya."Nggak papa, kamu jangan khawatir kalau kami akan marah, sama sekali enggak, Gi." Papa menepuk bahu Argi.Sementara, di kamar hotel, Dena duduk termenung sambil menatap keluar jendela kamr hotel yang ia tempati. Ia baru saja selesai salat Isya. Kepalanya menoleh saat melihat Adim yang berjalan mendekat. Diam-diam suaminya itu berangkat ke Singapura, ia meninggalka

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09

Bab terbaru

  • Aku istrimu suamiku   Selesai di sini

    Apakah mereka sudah saling mencintai? Jawabannya, belum. Dena dan Argi menjalankan hak dan kewajiban, mereka juga sudah sah menjadi suami istri. Keduanya yakin, cinta akan datang seiring dengan waktu, tak perlu khawatir dengan hal itu. “Dena,” panggil Argi yang tak mendapati istrinya di dalam kamar saat ia baru selesai mandi besar setelah mereka bersetubuh. Argi duduk di tepi ranjang, masih tak percaya dengan apa yang sudah terjadi semalam dan hal itu membuat jantungnya berdebar begitu keras. Ia meraba dadanya, lalu menatap ke foto Saski yang masih terpajang di kamarnya. “Kamu nggak marah, ‘kan, Sas?” lirihnya diakhiri tawa dan wajah berseri-seri. Argi beranjak setelah mendengar bel pintu kamar hotel. “Udah bangun?” tanya Dena sambil membawa dua bungkus yang dari wanginya menggugah selera Argi yang lapar. “Kamu ke mana?” Ia mengekor Dena yang meletakkan bungkusan itu di atas meja. “Beli sarapan. Nggak sengaja sebenarnya, karena mau ke tempat Ariq, ternyata mereka udah ke Legoland

  • Aku istrimu suamiku   Kencan dan malam pertama

    Argi menepati janji, hari jumat sore pukul 4.30 waktu KL, mereka berangkat ke Johor, menuju Legoland. Argi meminta Dena memesan hotel untuk menginap dua malam di sana, tak lupa ia mengajak Dena dan Ariq membeli beberapa pakaian baru juga di salah satu mal yang ada di KL. Satu koper ukuran besar menjadi pilihan Dena untuk mengemas pakaian mereka bertiga. Perjalanan yang akan memakan waktu tempat kurang lebih empat jam, ia siapkan sedemikian rupa juga dengan membawa makanan dan beberapa minuman. “Riq, kamu tidur aja kalau ngantuk, ya,” ucap Argi sambil menoleh ke arah belakang sebelum kembali menatap jalan bebas hambatan. “Iya, Pa,” jawabnya. Ariq tampak senang, pun Dena yang kali pertama plesir ke negara orang yang tak asing baginya karena suasana mirip dengan tanah air juga. “Betah tinggal di sini nggak kira-kira?” Argi membuka percakapan setelah mereka menempuh perjalanan satu jam. “Lumayan, aku masih haru keliling dan pingin tau transportasi umumnya. Nggak mau naik taksi atau re

  • Aku istrimu suamiku   Hati yang besar

    Dena tiba di Kuala lumpur, Malaysia siang hari pukul satu. Ia dan Ariq duduk di lobi menunggu Argi menjemput. Hanya satu koper yang Dena bawa, ia memang bukan tipikal perempuan yang suka membawa banyak barang saat pergi yang menginap hingga beberapa hari. Ia lebih senang mencuci bajunya, cukup bawa baju seperlunya yang nanti di mix and match sendiri. Ariq menikmati burger yang Dena baru saja belikan sambil menunggu Argi menjemput. Kala itu, Ariq dan Dena kompak memakai warna baju senada, atasan putih dan celana jeans, juga sepatu kets warna hitam. Karena Dena memakai hijab, ia memilih kemeja putih dua ukuran lebih besar darinya supaya tak ketat membentuk lekuk tubuhnya. Bibirnya juga hanya ia olesi lipstik warna pink natural begitu tipis, hijab warna krem semakin membuat wajahnya bersinar. “Bun, kita di sini satu minggu? Itu lama, ya, Bun?” Ariq kembali menggigit burgernya setelah bicara.“Sebentar, kok. Kenapa? Ariq nggak mau lama-lama di sini?” Dena merapikan tatanan rambut putran

  • Aku istrimu suamiku   Demi kebahagiaan Ariq

    Syifa dan Tara duduk di teras rumah orang tua mereka. Sekarang, hanya tinggal Tara yang tinggal di rumah itu karena bapak meminta Argi baiknya keluar dari rumah setelah menikah dengan Dena. Lagi pula Argi di kuala lumpur dan jarang pulang, jadi baiknya saat Argi sedang di Jakarta, tinggal bersama Dena di rumah orang tua Dena. Meminimalisir resiko keributan juga rasa canggung karena Argi dan Dena sudah menikah. “Menikah lah lagi, Tara. Kakak nggak mau lihat kamu kayak gini,” tutur Syifa yang direspon tawa sinis Tara. “Kak Syifa, nggak semudah itu juga. Tara masih harus cerna semua ini. Merasa dicurangi adik sendiri itu nggak enak. Sakit hati.” ketusnya dengan tatapan dingin. “Gimana juga kalian saudara kandung, akan seperti itu sepanjang usia. Kamu harusnya pahami dan lihat hal ini wajar karena kita juga yang salah, kan? Kak Syifa ambil andil rusaknya hubungan kamu dan Dena di masa lalu.” Syifa menundukkan kepala. Tara beranjak, ia meninggalkan Syifa seorang diri di teras. Membuka

  • Aku istrimu suamiku   Bukan malam pertama

    Hati Dena tak karuan, ia dan Argi saling menatap. Suaminya tersenyum begitu manis lalu berbisik lagi di telinga Dena saat keduanya duduk bersisian di restoran yang dipesan Argi untuk acara syukuran sederhana pernikahan mereka. “Semua akan aman dan baik-baik aja, Mbak Dena. Aku udah selamatkan kamu dari Mas Tara.” Argi memundurkan wajahnya, Dena tersenyum begitu tipis. Masih seperti mimpi yang aneh, karena mereka berdua kini pasangan suami istri. Pintu restoran terbuka, muncul Tara sambil membawa buket bunga. Tak ada senyuman, yang ada tatapan tajam menusuk dengan kemarahan yang membuat Dena segera menggenggam jemari tangan Argi di bawah meja. Argi menoleh, ia merasakan dinginnya jemari Dena. Kedua mata Argi juga menatap genggaman erat pada tangannya. Ia menatap Tara yang semakin berjalan mendekat lalu memberikan buket bunga mawar putih. “Selamat atas pernikahan kalian… adik ipar,” ucapnya dengan nada begitu dingin. Dena mencoba untuk tersenyum, walau ketakutan juga ragu terpancar pa

  • Aku istrimu suamiku   Sesal mendalam

    Tak kunjung berakhir rasa sesal yang dirasakan Tara, ia kini duduk sendirian di depan makam ibundanya. Wajahnya tampak gusar karena sejak tiba, ia terus merasakan hatinya sakit jika memikirkan Dena yang terang-terangan menolaknya. “Bu, Tara sekarang diambang kebimbangan. Argi mau menikah dengan Dena. Tara mau memperbaiki hubungan dengan Dena tapi… dia sama sekali nggak mau kasih kesempatan sedikit pun. Tara sendirian, dijauhkan dari orang yang Tara sayang bahkan Ibnu juga tinggal dengan Kanti dan suaminya sekarang.” Tara memainkan rerumputan yang menutupi gundukan tanah makam. Jarinya mencabuti pucuk rumput dengan pelan, layaknya anak kecil yang bermain atas lapangan penuh rerumputan. Gelapnya malam tak membuat ia ingin lekas beranjak, ia masih betah di sana walau tak lagi bicara. Fokusnya kini, bagaimana ia menata hati juga menghadapi pernikahan Dena dengan Argi. Tak kan mudah ia mengontrol semuanya. Tara seperti tenggelam dengan rasa sesal mendalam. Di lain tempat, Argi tampak bar

  • Aku istrimu suamiku   Mobil mogok

    Dena baru saja kembali dari lokasi pameran yang ia ikuti, langkah kakinya begitu santai melenggang menuju ke parkiran mobil. Jam juga sudah menunjukkan pukul empat sore, lokasi pameran tutup pukul lima. Dena menyerahkan kepada dua stafnya untuk membereskan stand mereka, masih ada dua hari ke depan ikut tetap berada di sana. Ia mengarahkan mobil ke mana lagi kalau bukan rumah. Namun, saat ditengah jalan, mendadak mobilnya mengalami kendala, mendadak mati mesin. Buru-buru ia mematikan AC, lalu menepi. Dena mencoba kembali menstarter mobil hingga berulang kali tapi tetap saja tak mau menyala. Tak tau harus berbuat apa, ia turun lalu melihat sekeliling. Tak ada bengkel mobil, yang ada hanya warung kecil dan warung bakso. Dari kejauhan,Tara yang sedang mengendarai motornya melihat Dena yang berdiri di dekat mobilnya dengan bingung. Ia segera mendekat. “Dena,” sapanya. Wanita itu berjengkit kaget, ia menoleh cepat ke arah sumber suara. Tanpa menjawab apa-apa, Dena terus menghubungi papan

  • Aku istrimu suamiku   Canggung

    Tara menatap Ibnu haru, putranya sudah di sunat dan tak menangis. Sebagai seorang Ayah, ia merasa bangga bisa mengantarkan putranya melalukan kewajiban untuk seorang laki-laki. Kepalanya menoleh ke arah pintu kamar, sosok Kanti datang. Ia menyapa Tara hanya dengan senyum tipis, wanita itu datang bersama suaminya. "Ibnu," sapa Kanti sambil berjalan mendekat. Ibnu tersenyum, meraih tangan Kanti lalu ia cium. "Selamat ya, 'nak, udah besar sekarang, udah sunat," ujarnya sambil mencium kedua pipi Ibnu. "Nu," sapa ayah sambungnya yang ia panggil bapak. "Selamat, ya," lanjutnya. "Iya, Pak," jawab Ibnu. Kanti menatap suaminya, pria itu mengangguk. "Tara, bisa kita bicara berdua di depan. Tapi... saya mohon maaf, kalau ajudan saya ada yang jaga di depan, tidak masalah, 'kan?" Ajudan? Suami Kanti bahkan membawa ajudannya yang bertugas mengawal. Tara merasa malu, ia sungguh tak ada apa-apanya dengan pria di hadapannya itu. "Ya, nggak masalah. Mari," ajaknya sambil berjalan keluar dari kamar

  • Aku istrimu suamiku   Berhenti berharap

    Tara terus duduk termenung di meja kerjanya, bahkan sampai detik ini, jabatannya pun tak kembali seperti semula. Ia masih menjadi bawahan Bima--suami Tya. Tara galau, semua ucapan Dena benar-benar membuat tak bisa bergerak untuk mencoba dekat dengan sang mantan istri. Bagaimana jika memang pernikahan itu terjadi dan posisinya, Dena menjadi adik iparnya. Terlalu rumit, tapi terlihat jika Argi bersungguh-sungguh.Ketukan pada meja membuat Tara tersadar, Bima menarik kursi di hadapan Tara lalu duduk berhadapan dengannya. "Ada apa? Lo dari pagi terus bengong kayak gini?"Tara tersenyum tipis, "nggak papa. Ada apa, Bim. Apa ada yang harus gue siapin lagi? Permintaan lo untuk data pegawai kontrak, udah gue siapin, buat apa memangnya?""Lo kenapa? Nggak jawab pertanyaan gue. Dena mau nikah sama Adek lo? Itu bener?" Pertanyaan Bima membuat Tara menatap ke arah pria itu lalu menganggukkan kepala. "Yaudah lah... bukan jodoh lo emang, lo nggak perlu pusing atau merasa nggak nyaman. Argi dan Dena

DMCA.com Protection Status