"Ibu Naya! Tunggu sebentar." Naya menoleh mendengar suara Alan memanggilnya saat akan memasuki mobil.Dia mengurungkan niatnya untuk segera pergi dari pengadilan karena panggilan Alan. Naya merasa tidak sopan jika langsung pergi tanpa memedulikan panggilan Alan."Oh, maaf Pak. Saya tadi sedang terburu-buru ingin pergi tanpa bertemu dengan Bapak lagi," ucap Naya memohon maaf karena langsung pergi begitu sidang telah usai."Tidak apa-apa, Bu. Saya mengerti kondisi Ibu Naya," ucap Alan seraya tersenyum sopan."Jika Ibu Naya tidak keberatan, bagaimana jika kita semua makan siang bersama sambil membahas sidang selanjutnya," tawar Alan pada Naya dan Dinda.Naya mencoba berpikir untuk menerima tawaran Alan atau tidak, sesungguhnya dia ingin cepat pulang untuk mengistirahatkan pikiran dan juga fisiknya. Naya merasa lelah sekali hari ini, tapi dia tidak sampai hati menolak ajakan dari sang pengacara yang telah membantunya itu."Baiklah, Pak." Naya pun mengangguk dan menyanggupi tawaran Alan."
Setelah kepergian Naya, Hanan pun kembali dibawa oleh polisi ke penjara saat Melisa berhasil dioperasi. Hanya tertinggal Ratih yang menemani Melisa di rumah sakit, sedangkan orangtua Melisa masih di luar kota.Ratih hanya menunduk meratapi musibah yang sedang menimpa pada keluarganya. Padahal, kebahagiaan mereka sudah lengkap dengan kehamilan Melisa. Akan tetapi semua hancur dalam sekejap.Ratih berharap semua yang terjadi hanya mimpi belaka, yang akan hilang dan semua kembali seperti dulu lagi.Tetapi semua harapan Ratih hanyalah angan belaka, semua terjadi karena dia terlalu egois memikirkan dirinya sendiri. Jika saja Ratih tidak menikahkan Hanan kembali, mungkin sekarang Hanan masih ada di sampingnya.Dia tidak akan melihat anak laki-laki satu-satunya yang dia miliki mendekam di balik jeruji besi. Hanan akan tetap bahagia dengan rumah tangganya dengan Naya. Apalagi sekarang Naya sedang mengandung anak Hanan.Namun, semua sudah terlambat, ibarat nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan
Langkah kaki Naya terasa berat meninggalkan Hanan dalam keadaan terpuruk seperti itu. Akan tetapi dia sudah tidak yakin, masih sanggup melihat keadaan Hanan.Bukan Naya merasa lemah, akan tetapi bagaimanapun Hanan pernah ada dalam hatinya, mengisi hari-harinya dengan cinta selama sepuluh tahun mereka menikah. Walaupun Hanan pernah sangat menyakitinya, tapi Naya tidak tega melihatnya terpuruk seperti itu.Tapi bagaimanapun Naya harus menguatkan hatinya, jangan sampai dia menjadi goyah dengan keputusannya untuk berpisah dari Hanan.Biarlah mereka merasakan apa yang dahulu pernah Naya rasakan. Naya pernah merasa sangat terpuruk, bahkan tidak ada yang menguatkannya selain Dinda."Ayo, Din. Aku ingin cepat pulang untuk beristirahat," ucap Naya pada Dinda yang melangkah di belakangnya."Baik, Bu."Mereka tiba di tempat Dinda memarkirkan mobil, tanpa banyak kata Naya masuk ke dalam mobil dan duduk diam. Dinda menyusul dan mulai melajukan mobil meninggalkan rumah sakit.Angan Naya melayang
Satu minggu berlalu semenjak sidang pertama perceraiannya. Setiap hari Naya lalui dengan rasa gundah di hatinya.Bukan dia tidak merasa lega dengan mudahnya proses perceraiannya dengan Hanan, akan tetapi pikirannya selalu melayang pada kondisi Melisa. Memang Naya membencinya karena telah merusak rumah tangganya. Tetapi dia tidak tega mengingat sekarang Melisa sedang dalam musibah.Bahkan sekarang Melisa sudah tidak mungkin mengandung lagi, tentu itu akan sangat mempengaruhi kondisi psikisnya.Naya pernah dalam kondisi di mana dia belum kunjung juga hamil. Naya dulu merasa sangat sedih dan berpikir bahwa dia mandul. Hinaan dan cemooh orang lain bahkan keluarga sendiri membuatnya terpuruk, kehilangan semangat hidup.Naya selalu berpikir kenapa dia berbeda dari kebanyakan wanita lainnya, yang setelah menikah langsung dikaruniai buah hati. Apakah semua salahnya jika dia tak kunjung hamil? Apakah dia juga wanita yang belum sempurna jika belum kunjung hamil? Berbagai macam pertanyaan sela
Setelah melihat keadaan Melisa rasanya Naya tidak tahan untuk tetap berada di tempatnya berdiri. Lalu dia melangkahkan kaki menuju kursi di samping pintu, Naya pun duduk di sana sembari menunggu Ratih keluar dari ruang rawat Melisa.Naya duduk termenung mencoba menata hatinya, berharap semua yang terjadi tidak akan mempengaruhinya dalam bersikap."Nay—," panggil Ratih mengejutkan Naya."Iya, Bu," jawab Naya menoleh pada Ratih yang sedang berdiri di depan pintu. Ratih pun melangkah mendekati Naya dan duduk di sampingnya."I-bu ingin minta maaf padamu, Nay. Ibu minta maaf atas semua perilaku buruk Ibu padamu," ucap Ratih dengan mata berkaca-kaca.Naya menghela nafas pelan dan menjawab ucapan Ratih, "Sudahlah, Bu. Semua sudah berlalu, kata maaf Ibu tidak akan pernah mengembalikan semua pada keadaan semula. Aku sudah ikhlas, Bu. Aku ikhlas jika memang jalanku seperti ini.""Tapi, Nay ... Ibu sudah sangat bersalah padamu. Ibu sudah dibutakan dengan keegoisan Ibu sendiri. Ibu sudah teramat
Hari berlalu begitu cepat, tidak terasa hari sidang vonis Hanan akan digelar. Sejujurnya Naya enggan untuk datang melihat jalannya sidang nanti. Dia takut hatinya tidak mampu melihat keadaan Hanan yang menderita.Akan tetapi Naya harus tetap hadir untuk mendengarkan keputusan hakim atas kasus kekerasan yang dilakukan Hanan kepadanya.Hati Naya berdebar kencang menanti jalannya sidang. Naya sudah tiba di tempat sidang sejak setengah jam yang lalu dengan ditemani oleh Alan dan juga Dinda.Alat bukti visum sudah sangat memberatkan Hanan. Dinda juga ikut menjadi saksi atas kasus kekerasan yang menimpa Naya. Dialah orang pertama yang menemukan Naya dalam keadaan yang mengenaskan.Suasana dalam ruang sidang sudah mulai ramai, Naya melihat Ratih juga datang. Ratih datang ditemani oleh Risa—saudara perempuan Hanan, bukan Melisa seperti biasanya. Keadaan Melisa masih belum memungkinkan untuk menemani Ratih.Kini netra Naya memandang Hanan yang mulai masuk ke ruang sidang. Hanan melangkah sambi
Pov HananAku hanya memandang sendu Melisa yang terus berteriak dan menangis. Pikiranku kosong, menyesali semua yang telah aku lakukan pada Naya.Aku dibawa menuju penjara, tempatku ditahan karena perbuatanku. Aku menundukkan wajah meneteskan air mata meratapi penyesalanku.Sungguh bukan ini yang kuharapkan, aku hanya ingin mengikat Naya agar tetap berada di sisiku. Aku hanya terlalu mencintainya dan tak mau kehilangannya.Ini semua karena kebodohanku yang menurut saja pada perintah Ibu. Jika dulu Ibu tidak memintaku menikahi Melisa, tentu aku masih bisa hidup bahagia dengan Naya.Aku memukul kepalaku dengan tangan yang masih diborgol. Sekarang aku berada dalam mobil yang membawaku ke penjara, tempat yang tak pernah aku bayangkan akan masuk ke dalamnya.Kurasakan mobil berhenti, seorang polisi membukakan pintu dan membawaku ke dalam kantor polisi. Dalam diam aku melangkah mengikuti kemana aku akan ditahan.Aku digiring masuk ke dalam jeruji besi. Tempat yang menurutku menyeramkan, di
"Huh ... setiap hari aku harus mengurus Melisa. Kapan sih dia sembuhnya, capek aku kalau Melisa sedang mengamuk." Ratih menggerutu di samping ranjang Melisa yang baru saja mengamuk, berteriak-teriak memanggil anaknya.Keadaan Melisa belum ada perkembangan sama sekali, tapi dia diijinkan dirawat di rumah dengan ditemani oleh suster, jika sewaktu-waktu Melisa kembali histeris.Jika saja orangtua Melisa tidak memberikan uang yang banyak, tentu Ratih tidak mau merawat Melisa. Orang tua Melisa sedang ada di luar kota, sehingga mereka tidak bisa merawat Melisa sendiri.Ratih merasa kerepotan jika Melisa sedang mengamuk, Melisa akan melempar barang apa saja yang berada di dekatnya. Untungnya ada suster yang dibayar oleh orangtua Melisa menemani Ratih mengurus Melisa. Jika tidak, tentu Ratih sudah tidak kuat menghadapi Melisa.Ratih benar-benar menyesal telah menikahkan Hanan dengan Melisa. Hidup anak kesayangannya itu sekarang telah hancur. Apalagi Hanan harus menjalani hari-harinya di balik
Pov Naya"Bagaimana, Mbak? Apakah Mbak masih mengharapkan laki-laki yang sudah membuatmu menderita? Apakah Mbak masih saja terjebak dalam masa lalu, hingga tidak berani memberi kesempatan pada Pak Alan? Apakah terlalu sulit menghilangkan bayang-bayang masa lalu yang menyedihkan?" tanya Dinda bertubi-tubi semakin membuatku kalut.Tanganku meremas satu sama lain, pertanyaan Dinda menusuk hatiku. Sedikit banyak apa yang Dinda tanyakan memanglah benar. Aku memang belum bisa melupakan bayang-bayang masa lalu.Bukan aku ingin kembali pada Mas Hanan, akan tetapi perasaan takut dan trauma selalu menghantuiku.Kurasakan tangan Dinda meremas tanganku dengan lembut, aku pun menatap mata Dinda dalam."Mbak juga berhak untuk bahagia, jangan terlalu tenggelam dalam masa lalu, Mbak. Kami semua juga ingin melihat Mbak Naya bahagia dengan pasangan baru Mbak Naya. Janganlah takut untuk memulai kembali, mungkin saja Pak Alan adalah jodoh terakhir untukmu, Mbak," ucap Dinda sembari tersenyum lembut.Aku
Naya bergegas kembali ke dalam restoran saat tak menemukan sosok Hanan. Dia berjalan menunduk kembali merasakan perasaan sedih karena teringat Hanan.Naya berjalan sembari mengusap air mata yang tak bisa dia tahan."Bruk—." Naya terjatuh karena tidak sengaja menabrak seseorang di depannya.Naya meringis saat sikunya terbentur lantai dengan keras. Dia masih menunduk mengusap-usap sikunya dengan telapak tangannya."Maaf, saya tidak sengaja," ucap seseorang yang telah menabrak Naya."Tidak apa-apa," sahut Naya sembari mendongakkan kepala.Netra Naya membulat ketika melihat siapa yang telah menabraknya, perlahan dia melebarkan senyum melihat sosok tersebut."Ibu Naya?" tanya sosok tersebut juga ikut terkejut.Naya pun bangkit dari posisinya terjatuh dan berdiri di depan sosok tersebut."Iya, Pak Alan. Ini saya," jawab Naya sembari tersenyum.Alan mengembangkan senyumnya dan bertanya, "Apa kabar, Bu? Sudah lama sekali saya tidak pernah melihat Ibu Naya?""Alhamdulillah, baik. Bagaimana d
"Sudah sampai, Bu," ucap sopir pada Naya yang sedang melamun sembari mengelus-ngelus puncak kepala Aryan—anak semata wayangnya."Oh iya, Pak." Naya pun beranjak turun dari mobil sembari menggendong Aryan.Netra Naya memandang restorannya yang sudah banyak berubah semenjak dia meninggalkannya, sudah hampir dua tahun Naya meninggalkannya untuk diurus Dinda.Perlahan Naya melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran, nampak suasana ramai menyambut kedatangannya kembali.Di ambang pintu sudah ada Dinda dan Arya, sekarang mereka telah menjadi sepasang suami istri. Tidak menyangka dokter yang dulu pernah menaruh hati pada Naya sudah menemukan jodohnya.Naya mengulum senyum membayangkan bagaimana dulu mereka dekat hingga akhirnya berakhir menjadi sahabat.Arya sempat menyatakan perasaannya kepada Naya tapi dia tentu tidak bisa membohongi perasaannya dengan menerima Arya.Naya sungguh merasa tidak pantas bersanding dengan Arya mengingat status yang telah dia sandang. Lebih baik mereka menjadi sa
Pov Hanan Dua tahun masa hukumanku akan segera berakhir, aku tidak sabar keluar dari sini dan mencari keberadaan Naya. Aku ingin melihat wajah anakku seperti apa, apakah dia akan seperti Naya atau sepertiku.Bolehkah aku berharap untuk kembali bersama Naya lagi? Merajut rumah tangga bahagia seperti dulu lagi. Apalagi aku sudah sepenuhnya berpisah dari Melisa.Tidak akan ada yang akan menghalangi kebahagiaan kami lagi. Apakah Naya mau menerimaku kembali menjadi suaminya jika aku keluar dari sini? Aku sungguh berharap bisa bersatu kembali dengan Naya.Semoga saja aku masih diberi kesempatam untuk memperbaiki semua kesalahanku pada Naya. Aku janji, akan memperlakukan Naya lebih baik lagi, jika dia mau kembali padaku. Aku tidak akan menyakitinya lagi, aku akan selalu membahagiakannya.Aku mencoba memejamkan mata, berharap hari esok cepat datang, dan aku akan segera keluar dari sini.***Hari yang aku tunggu pun datang, aku sudah bebas hari ini. Aku berada di pinggir jalan, menanti ibu da
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, Naya melalui hari-hari damainya di rumah Irham. Di rumah Irham terdiri dari tiga anggota keluarga, ada Irham, Alina dan juga Alisa–gadis kecil buah hati mereka.Untunglah Naya tidak terlalu kesepian karena ada mereka. Apalagi Alisa sangat menggemaskan. Di usianya yang baru menginjak lima tahun, Alisa tumbuh dengan baik. Tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.Sejenak Naya merasa iri dengan kehidupan Alisa, dalam benaknya Naya bertanya-tanya, akankah anaknya kelak akan tumbuh ceria seperti Alisa di saat hanya ada ibunya yang membesarkannya.Ketakutan akan ketidak mampuannya membesarkan anaknya kelak, selalu menghantui Naya.Apalagi jika kelak dia ditanya oleh anaknya di mana ayahnya berada, mau bagaimana Naya menjawabnya? Tidak mungkin Naya menceritakan semua pada anaknya. Naya takut akhirnya anaknya akan membenci ayahnya sendiri.Apakah Naya sanggup menghadapi pertanyaan-pertanyaan anaknya tentang ayah kandungnya? Naya menghela
Pov Hanan Netraku mulai meneteskan air mata begitu mendengar ketukan palu dari Hakim pertanda berakhirnya sidang perceraianku dengan Naya.Dengan begitu, berakhir pula pernikahan yang sudah sepuluh tahun aku bina dengan Naya. Pernikahan yang membuatku menjadi lelaki paling bahagia karena bisa mendapatkan istri seperti Naya.Setiap yang ada pada diri Naya adalah dambaan semua lelaki. Seharusnya aku merasa beruntung memiliki Naya, bukan malah menyakitinya begitu saja.Apalagi sekarang Naya sedang mengandung anakku, darah dagingku. Seharusnya pernikahanku dengan Naya dipenuhi dengan kebahagiaan menanti kehadiran anak pertama kami.Aku tidak akan bisa melihat kelahiran anak pertamaku yang begitu aku tunggu-tunggu. Karena masa hukumanku yang masih lama. Saat anakku lahir, aku masih berada di dalam penjara.Entah Naya kelak mengijinkan aku untuk bertemu dengan anakku sendiri atau tidak. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.Sesungguhnya aku sangat berharap Naya mau memberikan
Pov NayaSetelah Melisa pergi aku bergegas masuk ke dalam ruanganku untuk beristirahat. Kurebahkan tubuh di sofa begitu sampai.Sejujurnya aku tidaklah lelah. Aku hanya ingin sendiri hari ini. Bagaimanapun, berakhirnya pernikahanku dengan Mas Hanan, sedikit banyak membuat nyeri di hatiku.Aku hanya ingin mencoba menata hati dengan status baruku. Status janda yang baru saja aku sandang beberapa jam yang lalu, membuat hatiku sedikit sakit. Tidak pernah terbayangkan aku akan menyandang status tersebut.Biarlah hari ini aku merenungi setiap jalan hidupku, serta merasakan kesedihan yang telah aku lalui. Jika esok datang aku harus bisa bangkit dan memulai hidup baru.Aku akan pergi mengikuti Bang Irham di mana dia tinggal. Biar urusan restoran aku serahkan pada Dinda kembali. Kelak jika aku sudah siap kembali lagi ke sini, aku pasti akan kembali. Untuk sekarang aku harus fokus pada kehamilanku, apalagi beberapa bulan lagi aku akan melahirkan. Aku akan segera bertemu dengan anakku. Aku tida
Naya berjalan diiringi Dinda di belakangnya menuju parkiran. Di sana Irham sudah menunggunya dari tadi."Mbak Naya, tunggu!"Naya menghentikan langkahnya begitu mendengar suara yang dikenalinya memanggil. Naya menolehkan kepala sembari mengernyitkan keningnya. Memastikan apakah benar suara Melisa yang didengarnya.Seingatnya dari kabar yang dia dengar, Melisa sedang berada di luar kota mengikuti kedua orangtuanya."Mbak, bisa aku meminta waktumu sebentar?" tanya Melisa begitu sampai di depan Naya."Ada apa lagi, Mel?" Naya bertanya pada Melisa tanpa menjawab pertanyaan Melisa."Aku mohon, Mbak. Aku hanya ingin berbicara sebentar saja, aku janji tidak akan lama," jawab Melisa memelas.Naya nampak menimbang-nimbang akankah dia memberi kesempatan Melisa untuk berbicara atau tidak. Sejujurnya dia heran ada urusan apa lagi Melisa meminta waktu untuk bicara. Bukankah sekarang Melisa sudah bisa memiliki Hanan sepenuhnya? Bukankah sekarang Melisa juga bisa menjadi satu-satunya istri Hanan ta
Tak terasa waktu sudah berlalu dengan cepatnya, persidangan perceraian Naya dengan Hanan hari ini adalah yang terakhir.Naya sudah tidak sabar menunggu datangnya hari ini. Setelah perceraiannya berakhir, Naya akan pergi dan memulai hidup baru bersama anaknya. Dia ingin hidup dengan tenang tanpa diganggu oleh siapapun.Kini kehamilan Naya sudah memasuki trimester ke kedua, dia sudah kepayahan jika terlalu banyak beraktivitas.Sekarang hidup Naya sudah lumayan tenang, Ratih sudah tidak pernah menemuinya lagi semenjak Dinda mendonorkan darahnya untuk Melisa.Keadaan Melisa pun sudah berangsur membaik, sejak sadar dari koma dia tinggal bersama kedua orangtuanya. Tapi kini Melisa menjadi sosok yang pendiam, dia tidak mau keluar rumah untuk beraktivitas.Melisa pun ingin mengajukan perceraian dari Hanan, namun orangtua Melisa melarangnya. "Yah, Bu. Aku ingin bercerai saja dari Mas Hanan," ucap Melisa sendu saat mereka sedang bercakap-cakap setelah beberapa minggu Melisa sadar dari koma."K