"Apa yang kau lakukan di sini Amaira?"
"Melihatmu tidur, apa lagi?" jawabku santai."Lalu apa lagi?""Merekam sedikit video untuk dokumentasi dan senjata," jawabku."Apa rencanamu, pria yang masih terduduk di balik selimut bersama kekasihnya itu nampak saling memandang dalam kebingungan an kalut."Jangan panik, tenang aja, Aku tidak akan menghajarnya, kau hanya perlu memberiku sebuah kesepakatan maka semuanya akan baik-baik saja!" ucapku sambil melipat tangan di dada."Apa yang kau inginkan?""Tanda tangani ini, surat pernyataan bahwa kau menyetujui kepemilikan rumah dan dua unit mobil?""Hanya itu?""Tidak, tidak semudah itu. Aku juga harus mendapatkan jatah dua puluh persen dari keuntungan perusahan.""Bukannya kau sudah dapatkan nafkah lebih dari cukup?" tanyanya terbelalak. "Tidak akan mudah memberimu bagian sebanyak itu kecuali kau punya saham!""Atau ... Akan kusebarkan video asyik kalian, tidur tanpa sehelai benang dengan wanita yang tidak halal untukmu, bagaimana? perusahaan dan semua orang akan heboh karena pemimpin yang selama ini adalah panutan dan mereka muliakan adalah orang yang sangat-sangat hina!""Tolong jangan Amaira, aku khilaf.""Masak khilaf bertahun tahun, Mas. Tahu tidak bahwa selama ini aku menyimak kelakuanmu? aku mencoba bersabar dan menahan perasaanku. Kupikir dengan bersikap baik maka kau akan tersentuh dan menghargai pengorbananku, tapi tetap saja, kau tak pernah berubah. Sekarang aku lelah, jadi, tanda tangani surat persetujuan di atas materai, maka semuanya akan beres."Pria yang tak berbaju itu nampak masih syok dan tegang, dia tahu persis dalam sikap yang kutahan ini ada kemarahan yang siap meledak. Aku tahu dia tak takut padaku, tapi, untuk kali ini, rasanya semuanya berbeda, dia agak tegang dan cemas."Kenakanlah pakaianmu," ucapku santai, sambil menopang kakiku di atas lutut, kulempar baju ke wajah Mas Revan sedang si jalang itu hanya terdiam sambil menutupi tubuhnya dengan selimut, dia tertunduk sehingga rambutnya yang panjang menutupi wajah.Perlahan suamiku turun dari tempat tidur tubuhnya yang tidak terbalut sehelai benang pun membuatku jijik membayangkan berapa ronde dia melakukannya dan betapa semangatnya dia dengan perselingkuhan itu.Sebenarnya, ada rasa sedih dan gejolak yang memaksa netra ini untuk melelehkan butiran bening, aku gemetar, jantungku berdebar, ada dorongan di lutut ini untuk segera bangun dan menyerang mereka, tapi, aku harus mengendalikan diri. Tentu saja rasa kecewa dan sakit ini sangat besar, tidak bisa kugambarkan besarnya, hatiku porak poranda dan meski sudah tahu dari awal, sakitnya tetap saja seburuk ini.Perlahan Mas Revan mengenakan kemeja dan celana jeans yang baru kemarin kusetrika untuknya. Menyakitkan sekali ketika memikirkan bahwa aku yang siapkan pakaian, tapi orang lain yang buka dan pakaikan, aku yang buatkan bekal tapi orang lain yang suapkan, sakit dan perih sekali, seperti luka yang disiram cuka."Berikan kertasnya," ucap Mas Revan mengulurkan tangan, ada wajah benci dan gestur yang menginginkan agar aku segera pergi dari tempat itu. Tentu saja dia ingin merasa nyaman bersama kekasihnya yang cantik. Mantan terindahnya."Ini dia, tanda tangani, bukankah tidak akan sulit ya? Kau kaya, kau bisa beli puluhan rumah setelah ini," ucapku menyindir."Diamlah," ucap Mas Revan sambil membaca kertas."Dan mantan terindahmu ini ... wow, aku tak pernah menyangka kalian akan seawet ini ya. Benar juga kata orang, tidak ada mantan terindah, karena yang terindah tak akan pernah jadi mantan, sayangnya keindahan yang kalian renda adalah keindahan yang haram," ucapku sambil tertawa getir.Wanita itu terdiam, aku tahu jurus paling jitu untuk seorang perebut adalah bersikap seolah dia adalah korban yang lemah dan dizholimi, Jika dia melawanku maka simpati suamiku akan beralih kepada istri pertamanya dan tentu saja pelakor itu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan."Ya, playing victimlah sampai air laut kering, aku tak masalah, karena yang namanya wanita penghibur tak akan pernah mendapatkan hak dan bagian seperti wanita sah yang diakui dunia." Kusambar kertas yang baru saja di tanda tangani Mas Revan sementara dia mendongak ke arahku, mencoba menelisik apakah aku hancur atau tidak. Meski benar aku terluka, tapi, aku tak mau menunjukkannya.Mataku memang berkaca kaca, tapi aku tak akan meluruhkan air mata di hadapannya."Aku akan pergi, jangan lupa untuk segera berangkat kerja," ucapku sambil meninggalkan tempat itu."Dan kau Ailen ... aku ucapkan selamat karena derajat pelakormu sangat tinggi, kau memang benalu senior dalam kehidupan orang lain."Kututup pintu, melangkah pulang dengan hati remuk redam. Aku mungkin bisa melampiaskan kemarahan tapi tempat dan waktunya tidak tepat. Aku tidak bisa mempermalukan diriku sendiri diantara tamu dan para staff hotel. Bagaimanapun Mas Revan masih terhubung padaku jadi dia masih berstatus suamiku alangkah buruknya kejadian berikutnya.Sekarang, aku terduduk sendiri di dalam rumah, merenung dan berpikir akan apa langkah yang harus kuambil berikutnya. Mas Revan tak bisa dibiarkan terus, sementara aku juga tak mau rumah tanggaku berakhir dengan kehancuran. Aku ingin sekali membuat satu kisah seorang wanita yang menang mempertahankan suaminya dari godaan pelakor.Tapi, bayang semalam kemesraan mereka kembali teringat di pelupuk mataku. Bagaimana mereka tertidur pulas dalam keadaan saling memeluk, kaki mereka saling tumpang tindih menunjukkan betapa tak terpisahkannya hubungan mereka dan kedua manusia itu layaknya padangan romantis yang sedang dimabuk cinta. Tanpa bisa dicegah hati ini seolah disulut api, terbakar panas oleh cemburu dan sakit hati. Semakin kutelisik semakin tak habis pikir bagaimana bisa Mas Revan tidak menimbang perasaan dan pengorbananku selama ini. Bagaimana pun, aku sudah mewakafkan hidupku untuk memberikan pengabdian padanya, teganya dia menukar cinta dengan pengkhianatan dan kenikmatan sesaat,
Meski hati ini terasa luka, tapi aku tetap bangkit dan menelpon asisten rumah tangga, memintanya segera datang untuk membereskan rumah. Lantas, kusiapkan sarapan untuk lelaki pengkhianat yang sudah merusak hidup dan perasaanku.Meski aku sangat kecewa dan cinta yang kupupuk berganti jadi kebencian aku tetap menunaikan tanggung jawab sebagai istri yang baik, aku tetap menyiapkan untuknya sarapan dan secangkir kopi."Sarapanlah dulu sebelum kau pergi," ucapku tanpa menatapnya. Kulanjutkan kegiatan di dapur tanpa menoleh sedikit pun.Sakit rasanya perasaanku tapi kewajiban menahan diri ini untuk bersikap lebih jauh."Apa memberimu uang kompensasi dan harta akan membuatmu tak dendam padaku?"To the point sekali dia, tapi sayang dia meremehkanku, dia merasa bahwa dengan uang segala sesuatu bisa dibeli, dia bisa memerintahku, mengatur hidupku termasuk membeli kepala dan harga diriku tanpa memikirkan perasaan ini. Merasa hebat sekali dia!"Apa menurutmu uangmu bisa membeli harga diriku?""Se
Meski hati ini terasa luka, tapi aku tetap bangkit dan menelpon asisten rumah tangga, memintanya segera datang untuk membereskan rumah. Lantas, kusiapkan sarapan untuk lelaki pengkhianat yang sudah merusak hidup dan perasaanku.Meski aku sangat kecewa dan cinta yang kupupuk berganti jadi kebencian aku tetap menunaikan tanggung jawab sebagai istri yang baik, aku tetap menyiapkan untuknya sarapan dan secangkir kopi."Sarapanlah dulu sebelum kau pergi," ucapku tanpa menatapnya. Kulanjutkan kegiatan di dapur tanpa menoleh sedikit pun.Sakit rasanya perasaanku tapi kewajiban menahan diri ini untuk bersikap lebih jauh."Apa memberimu uang kompensasi dan harta akan membuatmu tak dendam padaku?"To the point sekali dia, tapi sayang dia meremehkanku, dia merasa bahwa dengan uang segala sesuatu bisa dibeli, dia bisa memerintahku, mengatur hidupku termasuk membeli kepala dan harga diriku tanpa memikirkan perasaan ini. Merasa hebat sekali dia!"Apa menurutmu uangmu bisa membeli harga diriku?""Se
Harusnya, aku tak perlu merasa rendah diri di hadapan wanita di hati Mas Revan. Dia hanya simpanan, wanita yang diam diam berselingkuh, menggunakan cara kotor untuk menggoda suami orang, tidak punya kehormatan dan tidak tahu diri. Mengapa aku harus merasa sedih dan kecil hati. Mengapa juga aku harus merasa dikalahkan oleh manusia hina sepertinya.Dia memang cantik, sukses secara karir dan mandiri. Tapi untuk merebut Mas Revan dari tanganku, akankah dia akan gunakan segala cara dan aku akan bertahan dengan hantaman gangguannya? Allahu Akbar. Kuatkan aku Tuhan.*Siang, sekitar pukul dua, kujemput anakku di sekolah. Biasanya, mereka akan pulang dan sudah menunggu di depan gerbang."Permisi Pak,"sapaku pada satpam penjaga, dia sudah mengenalku sebagai Mami Rian dan Rissa."Oh Nyonya, tadi anak anak sudah dijemput."Deg. Perasaanku mulai tak nyaman."Sama siapa?""Seorang wanita cantik dengan mobil putih, Nyonya.""Dia tak sebutkan namanya?""Dia cantik, tinggi semampai dan rambutnya se
Pukul delapan malam, Mas Revan kembali ke rumah. Tampilan suamiku yang pagi tadi sangat rapi dengan dasi yang terpasang sempurna kini terlihat lusuj dengan kemeja yang sudah berantakan dan tidak berada di balik lipatan ikat pinggangnya.Diletakkannya sepatu di dekat bufet dan kunci mobil di atas lemari kecil depan ruang tamu kami. Melihatku yang duduk di sofa ruang tivi Mas Revan hanya tersenyum. Langkahnya sedikit oleng dan wajahnya memerah.Sepertinya dia sedang mabuk."Apa kau minum, Mas?""Ya, sedikit, ada party kecil dengan kawan bisnis, aku tak bisa menolak tawaran minum dari mereka." Pria itu menjawab sambil berjalan sempoyongan ke kamar."Pesta di mana?" cecarku mengikutinya, aku tak percaya dia pesta di hari kerja, bukannya di akhir pekan."Di hotel bintang lima," jawabnya asal.Baiklah, aku tak perlu bertanya lebih lanjut, aku sudah mengambil kesimpulan bahwa dia baru saja bersama Ailen kekasihnya. Di hotel bintang lima? Oh, sudahlah jangan ditanya apa kegiatan mereka.
Malam yang biasanya kulalui dengan panjang kini terasa begitu singkat, begitu Mas Revan merangkul dan membenamkan wajahnya di belakang tengkukku. Entah kenapa aku sangat bahagia, terharu dan berharap pada Tuhan agar ini selalu terjadi, agar Allah memperbaiki semuanya dan membukakan pintu hati suamiku untuk sadar dan menyayangi kami.*Kicau burung dari pohon di samping rumah menyambut pagi, sinar mentari menembus gorden dan menerangi ranjang kami. Kubuka mata, sementara suamiku masih erat memeluk diri ini."Mas, aku mau bangun," ucapku pelan."Ah, i-iya, bangunlah."Perlahan dia mengerjap dan membuka mata menyadari bahwa semalam kami sudah begitu mesra, dalam satu selimut tanpa berjarak sehelai benang pun, dia menjadi kaget sendiri dan gugup. Suatu pemandangan yang cukup membuatku tersinggung dan tak nyaman. Di mana-mana, tidak ada suami yang kaget sudah meniduri istrinya. Sikapnya seakan kami baru sekali memadu asmara."Mandilah Mas, kamu harus ke kantor.""Jam berapa sekarang?""Ja
Rupanya, dia di sini di sela kesibukan kantornya, di sela pekerjaan yang menumpuk dan hectik, bisa bisanya dia menemui kekasihnya, makan siang bersama di dalam restoran mewah sambil bercanda dan saling menatap mata.Kini, melihatku berdiri dari jarak yang hanya beberapa meter pria itu terbelalak dan gugup. Dia terlihat minta izin dan segera ke luar menyusulku."Amaira? Kau di sini?""Iya, di sini, kebetulan belanja dan menemukanmu," jawabku dengan senyum tipis. Aku ingin sedih dan marah tapi aku tak tahu harus melepaskan emosi yang mana lebih dahulu.Kalau menuruti nafsu saja, sebenarnya tadi aku ingin masuk dan menyiram wajah Ailen dengan kopi panas, tapi jika kulakukan hal itu maka sama saja dengan mempermalukan diri sendiri. Suamiku akan semakin malu pada pengunjung yang ada, lalu pelakor itu aka pura pura lemah, menangis sehingga Mas Revan akan membelanya, aku akan semakin tersisihkan di Mata Mas Revan."Ayo pulang, aku akan mengantarmu," ucapnya sambil menarik bagian siku leng
Pukul 09.00 malam Mas Revan kembali ke rumah. Seperti biasa, dia selalu melewatkan interaksi dengan anak-anak, melewatkan masa emas untuk bertumbuh dan berbagi kasih sayang kepada kedua putra dan putrinya.Akhir-akhir ini dia memang lebih banyak waktu dengan Ailen selingkuhannya. Ya, wanita itu cinta pertamanya cinta yang mungkin sudah mengakar dan menjerat hatinya. Cinta yang tidak mampu ia tepis sampai penglihatannya kabur untuk menilai begitu besar pengorbanan dan cinta yang kuberikan.Bagaimanapun, sejak aku menerima perjodohan dan dia diikrarkan sebagai suamiku, aku telah mencintainya dan menerima dia sepenuh hatiku. Aku bertekad untuk melayaninya dan memberikan yang terbaik untuk keluarga. Aku benar-benar totalitas ingin menjaga dia dan anak-anak kami.Sering kudengar beberapa pertanyaan dari teman dekat dan keluargaku, kenapa aku terus saja bertahan. Kadang ada komentar miring yang mengatakan kalau aku tidak perlu susah payah mempertahankan rumah tangga demi kekayaan dengan
"Kau bertemu temanmu yang bernama Rudi itu?""iya," jawabku."kupikir kau akan bertemu dengan orang penting tapi ternyata kau hanya bertemu dengannya..." Mas Revan bersungut dengan cemberut sambil mendesahkan nafas dan menyandarkan punggungnya di kursi."Aku sedang membicarakan masalah bisnis dan restoran yang cukup strategis di dekat lokasi villa yang ada di daerah Timur kota ini. progress untuk bisnisnya cukup bagus hanya butuh sedikit investasi dan modal.""Aku suka kamu berbisnis tapi aku tidak sreg kau berbisnis dengannya.""kenapa?""ga suka aja.""ada alasan untuk segala sesuatu.""aku hanya tak nyaman.""Kau tak nyaman karena kau cemburu ataukah ada ketakutan lain, jika kau merasa bahwa lelaki itu akan menipuku itu tidak akan terjadi karena dia adalah sahabatku sejak lama, dia tidak akan lari kemana-mana karena jika dia melakukan kecurangan, aku pasti akan menghukumnya.""lelaki itu cukup tampan dan aku tidak mau terjadi fitnah dalam keluargaku.""bicara tentang ketampanan da
**di kantor, di jam istirahat."aku izin untuk keluar 1 jam makan siang dengan temanku.""siapa?""temanku., Kami ingin membicarakan bisnis. Apa kau membutuhkan detail setiap orang yang aku temui atau haruskah kau mengirimkan satu asisten bersamaku agar bisa melaporkan segalanya padamu?""kenapa perkataanmu terdengar sentimental?" suamiku mulai memasang wajah gusar dan kesal. "aku hanya khawatir bahwa kau mencurigai beberapa temanku padahal orang-orang yang aku temui adalah orang-orang yang tempo hari selalu bersamaku. mereka adalah teman-teman biasa teman arisan, sosialita dan beberapa teman bisnis.""tidak, jangan khawatir, pergilah.""terima kasih." aku melenggang keluar dari kantornya dengan santainya. Aku sengaja tidak memberitahu bahwa aku akan makan siang dengan sahabatku Rudi, mungkin sikapku terlampau egois ataukah aku memang sengaja untuk menguji sejauh apa dia mencintaiku dan cemburu dengan itu. aku tahu bahwa aku cemburuannya akan menciptakan prahara, tapi selagi aku t
"Eh, suamimu cemburuan juga ya...."sahabatku Rudi yang sudah kuambil kontaknya tiba tiba mengechat dan bicara begitu."hahaha, abaikan saja.'"Naluri laki-laki memang merasa tertantang saat melihat orang lain menunjukkan ketertarikan dan kekagumannya secara langsung pada istri mereka. tapi aku tak menyangka kalau suamimu menunjukkannya dengan gamblang.""sudahlah, kau pun jangan merasa ditantang dengan sikapnya.""Buat apa... kalau aku ingin merebut orang maka aku akan melakukannya dengan cepat. Kau juga salah tahu ga sih.""salahku apa?""kau terlalu cantik di usiamu itu, malah kalau jalan dengan anakmu kau pasti dikira kakaknya.""Hei, aku baru empat puluhan.""Tapi kau berjuang sejak menikah dengan Revan, siapa yang tak tahu reputasi pria itu. kami para sahabatmu merasa geram dengan perlakuan dan perselingkuhan yang berlangsung selama belasan tahun itu. Heran ya, kenapa kamu bisa tahan.""demi keluarga.""demi keluarga apa demi uang?""dua duanya." aku meletakkan emot senyum di be
sekarang kami duduk di sebuah kedai minuman di pinggir pantai sambil tertawa dan bercengkrama bercerita tentang masa lalu di tahun 90-an, aku dan sahabatku itu banyak mengenal masa-masa konyol di saat kami masih SMA dulu. "Aku pernah dengar kalau istriku dan para sahabat-sahabatnya membicarakan tentang pria bernama Rudi. Tak kusangka Kalau hari ini aku bertemu denganmu secara langsung." Mas Revan mengaduk minumannya lalu meresapnya."oh ya? benarkah, kau sering membicarakanku dengan sahabat-sahabat kita?"aku melirik suamiku dan segera menggeleng cepat dan itu membuat mereka berdua, kedua lelaki itu tertawa padaku."kau tampan juga ya Rudi, ngomong-ngomong Apa usaha yang kau jalani...""aku menjalankan bisnis batubara milik keluarga di Kalimantan. by the way, kau juga tampan dan punya Aura seorang pemimpin yang hebat."suamiku hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya lalu berkedip kepada diri ini dan menunjukkan betapa hebatnya dia dapat pujian dari orang-orang di sekitarku.sok
Dua tahun berikutnya saat anak-anak sudah mulai lulus SMA dan Risa duduk di bangku kelas dua. aku dan suamiku menjalani kehidupan yang bahagia tanpa gangguan dari siapapun tidak pernah mendengar lagi kabar tentang Ailin atau perintilan tentang hidupnya.Aku merasakan ketentraman dan kedamaian menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga sekaligus orang yang berwenang dalam perusahaan ayah mertua. ayam mertua yang saat ini sudah sepuh mulai sakit-sakitan sehingga aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak di rumahnya, suami lebih aktif dengan kegiatan bisnisnya Karena sekarang tumpuan harapan dan satu-satunya penggerak roda perusahaan hanya dia, hanya dia yang diambil keputusannya dan menjadi acuan banyak orang untuk bertindak.ayah mertua sudah menyerahkan segalanya kepada kami dan tidak lagi ambil bagian dalam keputusan perusahaan. "mau kuliah di mana setelah lulus?" tanya kakeknya pada Rian anak sulung kami."ingin kuliah bisnis manajemen di Australia kek atau bila memungkin
Mungkin ini bab terakhir saat aku ingin menceritakan hidupku yang penuh kebahagiaan tanpa kehadiran orang ketiga dalam Rumah tanggaku.Setelah beberapa tahun berlalu kami menjalani dengan penuh kebahagiaan dan keharmonisan itu mengalami perubahan drastis dalam kehidupan dan karirnya.Tanpa sengaja aku mendapati kabar itu ketika aku arisan besar-besaran para sosialita di kota ini. Aku tergabung di sana karena mendapatkan undangan dari istri seorang direktur perusahaan minyak, sekaligus kebetulan mengenal istri gubernur. Mereka mereka mengundangku dan menjadikan aku sebagai anggota organisasi mereka di mana aku mengikuti banyak kegiatan dan arisan. "Kau kenal wanita bernama Airin yang dulu bekerja di perusahaan mertuamu?" Tanya Mbak Fika seorang pebisnis batubara."Namanya cukup familiar," jawabku mencoba untuk bersikap normal dan mengabaikan fakta bahwa orang yang sedang ditanyakan adalah mantan kekasih suamiku.""Aku mengagumi bagaimana kau menyikapi wanita itu saat dia masih bersam
Apa semuanya sudah selesai dengan kepergian wanita itu? Aku rasa iya, meski ada masalah lain yang akan kuhadapi tapi tidak akan seberat aku menghadapi orang ketiga dalam rumah tangga. Kuncinya hanya satu jika ingin jadi pemenang pada suami yang suka berselingkuh, lebih banyak bersabar, lebih banyak mengendalikan emosi, tenang dan pertahankan apa yang kita miliki. Niscaya suatu hari suami akan kembali ke rumahnya dan pulang ke pelukan istri dan anak-anaknya.Aku percaya Tuhan sudah berada di pihakku dengan cara membiarkan wanita itu menyerah, lalu pergi dengan membawa amarah dan kekecewaannya.Aku yakin, episode panjang perselingkuhan selama 12 tahun sudah selesai. Ya, berakhir sampai di sini.Kurebahkan tubuhku di tempat tidur lalu kuselimuti diriku sendiri dan suami. Awak dingin dari penyejuk ruangan membuatku harus dekat-dekat dengannya dan dia pun mengembalikan badan untuk memberi tanggapan pada pelukanku."Apa semua konflik ini sudah selesai sekarang?""Aku rasa iya.""Syukurla
Keesokan hari.Setelah jam istirahat kantor aku dan Mas Revan menyebabkan waktu untuk pergi ke kantor di mana Ailin bekerja sebagai manajer utama. Sebenarnya perusahaan itu berbasis di Singapura, tapi karena mereka punya kantor cabang di Indonesia, maka wanita itu ditugaskan juga untuk mencari relasi bisnis dan proyek terbaru. "Kau yakin kita akan bertemu dengannya.""Untuk terakhir kalinya."Aku dan suamiku memasuki lobby utama kemudian pergi ke meja resepsionis dan bertanya di manakah ruangan Manager utama."Apa ibu Ailin ada di sini.""Maaf Bu, Ibu manajer kami tidak ada hari ini. Apa beliau tidak memberitahu Anda sebelum Anda membuat jadwal temu dengannya.""Kami datang tanpa ada jadwal temu.""Beliau ada penerbangan 1 jam lagi ke Singapura jadi mungkin anda tidak bisa bertemu dengannya hari ini.""Apa dia memutuskan kembali ke Singapura?""Ya, tugasnya sudah digantikan oleh manajer baru jadi beliau akan kembali ke kantor pusat.""Oh, baiklah."Kupandangi suamiku yang terlihat m
Menjelang pukul 03.00 sore putuskan untuk langsung saja pulang ke rumah, kukendarai mobilku lalu 10 menit kemudian aku tiba di rumah.Ku masukkan mobil ke garasi kemudian mematikan mesin lalu keluar dari sana dan pergi ke pintu utama. Di ruang keluargaku dapati Suamiku sedang berbaring dan dia masih mengenakan baju setelan jasnya."Apa kau baru tiba?""Dari tadi.""Kenapa tidak ganti baju?""Aku masih lelah... Pusing.""Oh, apa kau sudah makan?""Belum.""Tunggulah sebentar aku akan siapkan makanan."Aku bergegas pergi ke kamar utama untuk ganti baju kemudian cuci tangan dan mukaku lalu turun ke dapur untuk menyiapkan makanan.Saat aku kembali ke dapur lelaki itu bangkit dari posisi berbaring dan menetap diriku dengan tatapan lekat dari kursi tempat duduknya."Ada apa?""Tidak ada sayang, aku hanya ....""Ada apa?""Aku hanya merasa bersalah Dan teringat kembali atas peristiwa yang bertahun-tahun pernah kulakukan pada dirimu.""Sudahlah, jangan buka-buka lama yang akan membuat kita me