“Bantuan apa lagi, Kak?” Zee menatap Melvin malas. Hatinya mulai tidak enak begitu mendengar Theo meminta bantuan darinya.
“O-orang tuaku ingin bertemu dengan kamu lagi. Mereka mengajak kamu untuk makan siang bersama nanti,” ucap Theo tergagap. Ia sebenarnya tidak enak menyusahkan Zee dengan situasi yang terjadi kepada dirinya saat ini.
“Apa tidak sebaiknya kamu jujur saja kepada mereka? Kasihan jika mereka terlalu berharap kepadaku.”
“Tidak bisa sekarang, Zee … Aku tidak mau dijodohkan dengan orang lain. Aku mohon bantuan kamu untuk hal ini,” Theo sendiri pusing dengan keadaan pelik yang ia buat sendiri.
“Lalu kapan Kakak bisa jujur kepada mereka?” tanya Zee mulai kesal, “Aku harus menolong kakak s
“Tentang rencana pernikahan kita …”“Maaf, Kak. Aku tidak bisa melakukan apapun. Aku rasa rencana pernikahan sandiwara ini harus segera diakhiri secepat mungkin. Aku tidak bisa bersandiwara terus menerus di hadapan orang tuamu.”“Tapi, bolehkah kamu ikut denganku hari ini? Aku mohon …” ucap Theo penuh harap.“Maaf. Aku tidak bisa,” tolak Zee tegas.“Baiklah. Maafkan aku karena melibatkan kamu, Zee. Tapi aku harap kamu berpikir lagi tentang apa yang aku katakan kepada kamu. Aku sungguh-sungguh dan tidak ada niat untuk bercanda sama sekali denganmu. Aku akan buktikan bahwa aku serius.”“Terima kasih, Kak. Aku pamit mau ke dalam terlebih
“Nanti ya, Ma. Theo janji, Theo akan menceritakan semuanya kepada Mama. Tapi please, jangan mengganggu Zee …,” pinta Theo penuh harap. Ia tidak mau Anita mendatangi Zee dan menanyakan banyak hal kepada wanita yang sangat ia sukai saat ini. Theo masih mau mencoba mendekati Zee dengan caranya sendiri.“Baiklah. Mama percaya kepada kamu dan tidak akan mengganggu Zee. Tapi kamu harus janji untuk menceritakan semuanya, sejujurnya kepada mama dan papa tentang apa yang terjadi dengan kalian,” ancam Anita.“Terima kasih, Ma. Theo janji,” ucap Theo lega. Ia sangat lega karena Anita berjanji tidak akan mengusik Zee sama sekali.“Ya sudah. Arisan mama sudah mau dimulai. Mama tutup dulu ya, Theo.”“Baik, Ma. Selamat
“Melvin, Apa yang terjadi dengan istrimu?” tanya Ibu Rita penasaran. Ia masih ingat ada masalah dengan kandungan istri Melvin dan Melvin membutuhkan banyak uang untuk operasi anaknya itu. Ibu Rita menjadi sedikit khawatir.“Me-mereka meninggal, Bu,” ucap Melvin dengan pandangan sendu. Ia menunduk lemas, tidak berani memandang wajah Ibu Rita.“Innalillahi wa inna ilaihi raji un … Saya turut berduka cita, Melvin. Kapan mereka meninggal?” tanya Ibu Rita bersimpati.“Kemarin, waktu saya tidak masuk kerja, Bu. Saya benar-benar panik sampai tidak bisa mengabarkan kepada Ibu. Maafkan saya ya, Bu.” Melvin menunduk terus. Ia tidak berani memandang Ibu Rita.Melvin dengan sadar sudah berbohong kepada
“Dasar anak kurang ajar! Masa Mama sendiri disuruh bekerja! Dasar anak tidak tahu balas budi! Kualat kamu nanti!” omel Nina setelah menutup sambungan teleponnya dengan Melvin. “Kenapa, Nin?” tanya Robert yang sedang menyuapkan nasi dan tempe ke dalam mulutnya sebagai menu makan siang. Ya … semenjak Misya mengambil alih keuangan Melvin dan Robert tidak bekerja lagi karena kecelakaan, lauk pauk di rumah hanya seadanya saja. Tidak ada makanan mewah seperti dahulu saat Zee masih menjadi menantunya. Itu pun mereka masih harus berbagi karena pengiritan uang bulanan. “Itu, Melvin …” Nina bersungut-sungut sambil menunjuk-nunjuk ke ponsel yang sudah ia letakkan di meja makan. Nina sangat kesal akan pembicaraannya dengan Melvin tadi. “Ada apa dengan Melvin?” tanya Robert cemas. Robert hanya bisa menghela
“Apa salah Mama, Hah?” bentak Nina kepada Rio, anak yang paling ia manjakan selama ini. Tentu saja Nina tidak terima dengan perkataan Rio yang menyalahkan dirinya.“Mama terlalu serakah … mama tamak!” balas Rio dengan emosi tersulut. Ia berjalan mendekati Vina dan Robert seolah mereka sudah menjadi satu dan tidak mau bersama dengan Nina lagi.“Ya, Aku memang tamak, sangat tamak. Hahaha …” Nina tertawa sinis.“Mama mengikuti investasi bodong sehingga semua tabungan yang seharusnya untuk kehidupan kita sehari-hari bahkan untuk sekolahku tidak kunjung bisa dibayar. Sekarang apa mama puas dengan apa yang telah mama lakukan?” ucap Rio mencurahkan isi hatinya. Selama ini Rio hanya diam saja melihat kelakuan Nina selama ini, tapi keadaan semakin parah dan Rio ti
“Mama membuat Kak Melvin bercerai dengan Kak Zee hanya untuk anak. Semua itu membuat Kak Melvin menderita, Pa,” ucap Rio mengadu kepada Robert..“Mama awalnya hanya menginginkan cucu dan Zee tidak bisa memberikannya sampai saat ini,” ujar Nina membela dirinya sendiri, “Kita sudah menunggu selama lima tahun dan memang Zee tidak bisa memberikan anak kepada Melvin, kan?.”“Hahaha … anak dan anak lagi. Akhirnya Kak Melvin menikahi Kak Misya dan inilah akibatnya … kita semua tertimpa masalah karena karma buruk dari Mama,” jelas Rio lagi.“Loh, Misya itu kan mengandung anak kakakmu … wajar donk mama memilih Misya. Bukan wanita mandul seperti Zee.” Nina tidak suka dipersalahkan. Niat awalnya adalah baik, agar kehidupan Melvin lengk
“Kak Misya sudah melarikan diri, entah dimana dia berada sekarang,” balas Rio ketus.“Hah … mengapa dia melarikan diri?” Robert menjadi bingung dengan situasi yang dihadapi Melvin saat ini.“Ayah Kak Misya memiliki hutang sebanyak satu milyar, awalnya Kak Misya berkata kepada Kak Melvin, hutang ayahnya sebesar lima ratus juta,” jelas Rio seperti cerita Melvin satu minggu yang lalu.“Hah … banyak sekali hutangnya? Hutang apa itu, Rio?” tanya Robert terkejut.“Hutang judi, Pa. Rentenir sudah mengejar Ayah Kak Misya hingga ke Jakarta,” jawab Rio.“Gila … gila … bagaimana dia bisa melunasi hutang sebanyak itu?” Nina semakin kesal d
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Melvin melangkahkan kaki dengan sangat pelan ke rumah orang tuanya. Ia tidak mau membangunkan semua orang yang ada di dalam rumah, terutama papanya yang masih dalam pemulihan.Melvin membuka pintu rumah sangat pelan agar suara pintu tidak membuat berisik."Mel …" panggil Nina yang sedang duduk di ruang tamu menunggu kedatangan Melvin pulang."Loh … mama belum tidur?" Melvin menutup pintu rumah dan menyalakan lampu di ruang tamu. Keadaan rumah sangat gelap, Melvin pikir semua orang sudah tidur seperti biasanya saat ia pulang."Mama menunggu kamu pulang kerja.""Ada apa, Ma? Apakah penting sekali?" tanya Melvin pelan. Sesungguhnya ia sangat lelah hari ini, terlalu banya
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca