“Iya … aku pelakor, Bu!” teriak Misya seakan meluapkan semua emosinya kepada Dini, “Aku pelakor gagal!” tambah Misya lagi sambil menangis begitu kencang.
“Gagal? Kamu memang mendapatkan suami yang sampah? Ya Allah, kamu sial sekali, Mis!” Dini memijat dahinya yang semakin sakit. Ia menyangka telah mendapatkan jackpot karena suami Misya adalah orang berada, ternyata suaminya Misya pun sama tidak bergunanya dengan Andra.
“Maafkan Misya, Bu …” Misya memeluk Dini dengan sangat erat.
“A-apakah kita bisa meminta bantuan dari istri pertama Melvin? Mungkin ia mau membantu kamu …,” ucap Dini kembali berharap, ia masih mencari jalan keluar dari arah manapun ia tidak peduli.
“A-aku …&rdquo
“Melvin … kita bisa bekerja sama agar kamu bersatu lagi dengan Zee!” Misya menggenggam pergelangan tangan Melvin. “Apa maksud kamu?” Melvin bingung sendiri. “Kamu baru melakukan talak satu dan secara agama, kalian bisa rujuk kembali.” Misya tiba-tiba mendapatkan ide untuk Melvin agar bisa rujuk kembali dengan Zee. Walaupun Misya bukan orang yang taat beragama, tapi setidaknya dia mengerti mengenai hukum perceraian. “Caranya?” Melvin mulai tertarik mendengarkan ide Misya. “Kalian harus berhubungan lagi, maksudnya berhubungan intim untuk menggagalkan talak selama masa iddah Zee.” Misya tersenyum smirk. Idenya sangat brilian untuk hal semacam ini. “Tapi Zee sudah mengajukan ke pengadilan dan bagaimana caranya bisa ber
Seperti hari biasanya, Zee kembali bekerja ke kantor setelah satu hari meminta izin tidak masuk kantor. “Zee …,” panggil seorang pria di belakangnya. “Hei, Kak Theo,” sapa Zee, ia membalikkan tubuhnya menuju ke arah suara itu berasal. Zee sudah sangat mengenal suara Theo. “Kemarin kemana?” tanya Theo penasaran. “Kemarin aku menghadiri sidang perceraian,” jawab Zee jujur. “Cerai? Kamu cerai dari Melvin?” tanya Theo seakan tidak percaya. Ia adalah saksi mata perjalanan cinta dari Zee dan Melvin yang bisa dikatakan terlalu meragukan untuk bisa bercerai. “Iya.” Zee menunduk malu. Ia sendiri malu dengan apa yang terjadi dengan pernikahannya, tapi ia tidak dapat menyembunyikan dar
Seperti janji tadi pagi, Zee dan Theo akhirnya makan siang berdua di sebuah kafetaria yang tidak jauh dari kantor. Mereka duduk di tempat yang agak pojok agar lebih nyaman untuk saling bercerita.“Jadi, apa yang terjadi dengan pernikahan kalian?” tanya Theo memulai pembicaraan.“Melvin berselingkuh dan sekarang sedang menanti anak di dalam kandungan wanita itu,” ucap Zee sebal. Ia menyeruput jus alpukat kesukaannya.“Waw … apakah kalian, hmm … maaf.”“Apakah aku dan Melvin belum punya anak? Haha … jawabannya tidak ada anak sampai sekarang,” balas Zee tertawa miris.“Hmm … apakah perselingkuhan ini karena kalian belum punya anak?” The
“Lalu, apakah kamu masih memiliki hati untuk Melvin? Bagaimana jika ia meminta rujuk denganmu lagi?” tanya Theo penasaran. Ia sangat ingin mendengarkannya dari bibir Zee sendiri. “Aku? Rujuk?” Zee tertawa meledek. “Apa arti dari tawa kamu itu?” “Sudah tidak terlintas di kepalaku dan hatiku untuk rujuk kembali dengan Melvin. Cinta itu sudah musnah, hilang ditelan kepahitan yang dia ciptakan untukku.” Theo tersenyum puas mendengar penuturan Zee. Setidaknya Zee sudah bisa move on dari Melvin dan jika pun ia mendekati Zee, tidak akan menjadi masalah. Zee sudah diambang perceraian dengan Melvin. “Ya, lebih baik kamu tidak bersama dengannya lagi.” Theo mengangguk setuju dengan ucapan Zee.
“Apa maksud kamu Misya?” tanya pria yang berdiri kaku di belakang Misya. Ia sangat kaget dengan pengakuan Misya yang baru saja ia dengar.“Me-Melvin …,” Mulut Misya ternganga karena mendengar suara Melvin yang ada di belakangnya. Ia lalu melepaskan genggamannya dari tangan Fandi.“Jadi anak yang ada di perut kamu itu bukan anak aku melainkan anak Fandi?” Melvin berteriak seakan rasa malunya sudah tidak ada. Tadinya ia ke kantin karena ingin membeli cemilan, tapi ia menemukan Misya dan Fandi yang sedang berbicara serius. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa ia akan mendapatkan kejutan pengkhianatan dari Misya dan Fandi, temannya sendiri.“Mel, aku bisa jelaskan.” Fandi bangkit berdiri dan mencoba memperjelas situasi. Ia sendiri sudah mengetahui bahwa untuk
“Fandi!” teriak seseorang dari jauh yang membuat Fandi ketakutan. Fandi dan Misya sama-sama melirik ke arah asal suara itu dan ternyata seorang wanita yang wajahnya sudah tidak dapat dilukiskan lagi dengan kata-kata. Wajahnya merah padam karena memendam kemarahan yang sangat besar. Ia berjalan mendekati Fandi dan Misya yang masih tertegun di kursi kantin. “Ternyata begini kelakuan kamu di belakangku, hah!” bentak wanita itu kesal kepada Fandi. Saat ini, ia sedang hamil enam bulan, terlihat dari perutnya yang sudah mulai membuncit. “Lita, i-ini tidak seperti yang kamu pikirkan …” Fandi mencoba menjelaskan. Lita adalah istrinya, ia juga adalah manager keuangan di perusahaan tempat Fandi bekerja. Tentunya Lita bisa mengetahui keberadaan dan masalah Fandi berkat bantuan Melvin yang mengadukannya.
"Tapi Mis … bagaimana jika ayah ditangkap oleh rentenir itu?" tanya Dini cemas. Bagaimanapun Andra adalah suaminya dan ia sangat mencintai Andra."Aku sama sekali tidak peduli dengannya. Bagiku ayah sudah mati," jawab Misya kesal."Tapi, Mis …" Dini masih berat hati meninggalkan Andra. Apalagi Andra terbelit hutang yang sangat besar. Bagaimana jika ada yang membunuh Andra? Bagaimana dengan nasib Andra berikutnya jika tidak ada yang menolongnya?"Sekarang Ibu pilih, mau ikut bersama denganku dan adik-adik atau tinggal bersama ayah?" Misya menatap tajam Dini. Waktunya sudah tidak banyak. Dini harus menetapkan hatinya segera. Misya sangat takut jika ia kalah cepat untuk pergi dari rentenir itu. Misya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kepada dirinya dan Vina seandainya rentenir itu berhasil men
Andra dan para rentenir itu pergi ke kantor Melvin, kebetulan saat ini sudah waktunya makan siang, sehingga seharusnya Melvin memiliki waktu senggang untuk bertemu dengan mereka.Andra berjalan mendekati meja resepsionis didampingi rentenir sementara para pengawal berjaga di depan kantor, takut Andra kabur.“Mbak, saya bisa bertemu dengan Melvin?” tanya Andra sopan.“Melvin siapa ya, Pak?” tanya resepsionis itu.“Hmm … Melvin Vincent.”“Divisi apa?”“Wah, saya tidak tahu … bisakah Mbak membantu saya untuk mencari?” Andra sendiri memang tidak tahu jabatan apa yang dipegang oleh Melvin. Ia hanya tahu Melvin be
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca