Melvin berjalan mengendap-ngendap untuk menghindari keluarga Misya yang masih berkumpul di ruang makan. Sungguh, ia merasa seperti pencuri di rumahnya sendiri. Setelah berhasil keluar dari rumah langsung berlari menuju halte busway. Persidangan perceraiannya akan dimulai pukul delapan pagi. Ia tidak boleh terlambat untuk meminta ampun kepada Zee dan meminta pembatalan perceraian. Melvin sudah tidak sanggup dengan penderitaannya saat ini.
Kring! Kring! Kring!
Ponsel Melvin berbunyi.
Melvin melihat caller Id teleponnya dan ternyata dari mamanya.
“Ya, Ma. Ada apa?” Melvin masih duduk diam di dalam bus transjakarta.
“Mel, papa masuk rumah sakit,” jawab Nina bergetar ketakutan.
Pusing gak sih jadi Melvin?? Harus bagaimana untuk melanjutkan hidup?
Zee sudah berkaca di depan cermin, melihat dirinya sendiri yang akhirnya dalam beberapa kali sidang, ia akan menyandang status sebagai janda. Sedih, tentu Zee sangat sedih. Percintaannya yang telah ia lakoni dengan Melvin selama hampir sebelas tahun hancur sudah karena ucapan orang-orang di sekitar Melvin yang mengatakannya sebagai wanita mandul. Melvin sendiri tidak ingin terus percaya dan berpegangan kepada Zee sehingga Melvin memutuskan untuk berselingkuh dengan wanita lain dan sekarang wanita itu sudah mengandung buah cintanya dengan Melvin. Tidak ada lagi yang bisa Zee pertahankan di dalam rumah tangga yang sudah hancur berantakan. Hampa, sedih, kesal dan marah bercampur penyesalan, itulah yang dirasakan oleh Zee saat ini. Ia tidak bisa protes kepada siapapun untuk apa yang terjadi kepada dirinya sekarang. Ia juga tidak bisa menumpahkan semua masalahnya kepada orang tua dan kakaknya karena Zee
Zee, Zidan dan Virni bergegas masuk ke mobil setelah menikmati sarapan yang sangat tegang. Tidak ada pembicaraan apapun di waktu sarapan karena keluarga Zee takut untuk menyinggung perasaan Zee di hari yang menegangkan ini. Hari ini Alex tidak bisa ikut ke persidangan Zee karena harus mengikuti meeting penting di perusahaan tempatnya bekerja. Namun Alex selalu mendoakan yang terbaik untuk Zee. Apapun yang menjadi keputusan Zee, Alex akan selalu mendukungnya. Di dalam mobil, Virni selalu menggenggam tangan Zee, untuk memberikannya semangat menghadapi sidang perceraiannya yang pertama. “Tegar ya, Zee. Kami semua mendukung semua keputusan kamu.” Virni mengusap punggung Zee seolah memberikan semangat. Wajah anaknya ini terlihat biasa saja, tapi Virni tahu bahwa Zee sangat sakit hati. Zee tidak akan pernah bisa membohongi insting Virni sebagai ibunya. Virni
“Bisakah kita tidak bercerai?” Melvin menatap sendu wajah Zee. "Kenapa kamu berkata seperti itu?" Tanya Zee terkejut. Ia sendiri tidak habis pikir mengapa Melvin mengajukan pertanyaan konyol seperti itu saat sidang perceraiannya hampir dimulai. "Aku sadar, kamu yang terbaik, Zee. Aku hanya mencintai kamu, hanya kamu," ucap Melvin merayu Zee agar Zee mau menerimanya kembali seperti dahulu kala. "Istri baru kamu? Apakah dia tahu kamu berpikiran seperti ini?" tanya Zee mencoba menyelidiki di mata Melvin yang semakin hilang cahayanya, tidak berbinar seperti dahulu. Zee memperhatikan tubuh Melvin yang lebih kurus dari sebelumnya. Wajah Melvin tidak seperti dahulu, wajahnya sudah banyak ditumbuhi oleh jerawat dan kumis tipis. Walaupun wajah Melvin masih tampan, tapi terlihat seperti tidak terawat dan sangat lelah. Dari
Zee menghentikan langkahnya setelah mendengar ucapan Melvin. Robert, Papa Melvin adalah orang yang sangat baik kepadanya selama ini. Ia sudah menganggap Robert sebagai papanya sendiri. Robert sendiri sering membantunya dan menjadi tempat keluh kesahnya jika ia memiliki masalah dengan Melvin ataupun Nina. Rasa simpati terhadap keadaan Robert saat ini membuat Zee sulit berpikir jernih. Zee membalikkan tubuhnya. Ia tertegun saat melihat Melvin masih berada di posisi yang sama, terus berlutut di dekat mobil Zidan. Ia menghampiri Melvin dan ingin bertanya tentang keadaan Robert, Papa Melvin. “Apa yang terjadi dengan Papa, Kak?” Ketegaran hati Zee mencair, ia berjalan mendekati Melvin, Zee sangat khawatir dengan keadaan Robert. “Papa … Hiks … Saat sedang menyetir sendiri, Papa menabrak truk kontainer.” Melvin men
Melvin dan Zee berjalan menuju ke ruangan sidang bersamaan. Melvin membukakan pintu ruang sidang untuk Zee, semua mata tertuju kepada mereka berdua. Mata Melvin yang sedikit bengkak karena habis menangis dan wajah Zee yang sendu membuat Virni dan Zidan curiga.Virni dan Zidan sudah duduk di bangku tamu di dalam ruangan sedari tadi, menunggu persidangan perceraian Melvin dan Zee dilaksanakan. Hakim juga belum datang ke dalam ruangan.Zee duduk di sebelah Virni, sementara Melvin duduk berseberangan dengan Zee. Ia sedikit tidak berani berdekatan dengan Virni dan Zidan. Melvin masih merasakan kemarahan dan kebencian dari mata kedua orang itu saat melihatnya tadi di parkiran.“Ada apa, Zee?” bisik Virni yang sedari tadi memperhatikan perubahan aura wajah Zee yang menjadi sendu setelah berbicara dengan M
Seperti janji Zee kepada Melvin, setelah sidang berakhir, maka ia akan pergi ke rumah sakit tempat Robert dirawat. Zee ditemani oleh Virni dan Zidan untuk berangkat ke rumah sakit, tapi Melvin mengikuti mereka dari belakang untuk menuju parkiran. “Kenapa kamu mengikuti kami?” tanya Zidan ketus. “Kalian akan pergi ke rumah sakit, kan?” sahut Melvin mencoba bersikap sopan kepada Zidan. “Ya.” “Aku ikut ya,” pinta Melvin mencoba memelas kepada Zidan. “Ya, sudah.” Zidan memalingkan wajahnya karena malas melihat Melvin. Melvin tersenyum puas karena Zidan mengizinkannya untuk ikut bersama ke rumah sakit, setidaknya Melvin bisa mengirit ongkos untuk pergi ke rumah sakit.
“Zee …” panggil seorang wanita histeris dan bahagia dari ujung lorong rumah sakit. Ia berlari mendekati Zee seolah menemukan orang yang sudah lama ia rindukan. Zee melepaskan pelukan Vina dan membalikkan tubuhnya untuk melihat wajah wanita yang memanggil dirinya. Wanita itu adalah Nina, ibu mertuanya. “Zee, syukurlah kamu datang ke sini. Mama sangat senang melihat kamu sekarang.” Tanpa aba-aba Nina langsung memeluk tubuh Zee dengan sangat erat. Ia sangat bahagia setelah sekian lama, ia bisa bertemu dengan Zee kembali, sudah hampir satu bulan ia tidak bertemu dengan menantunya ini. “Ya, Ma.” Zee menjawab dengan kaku. Sebelumnya Nina tidak pernah memperlakukan Zee dengan hangat apalagi memeluk erat seperti ini. Nina selalu sombong dan menganggap Zee adalah wanita tidak berguna.
“Se-sebenarnya …” Melvin mencoba merangkai kata untuk memperjelas keadaan dengan Zee. Ia tidak mau dikira sebagai pembohong oleh Zee dan keluarganya. Zidan dan Virni hanya bisa tersenyum smirk saat melihat Melvin salah tingkah karena sudah memberikan kronologi yang salah tentang Robert. Itu artinya ucapan Melvin tidak bisa dipercaya, meskipun pada akhirnya kaki Robert memang benar diamputasi karena kecelakaan. “Be-begini Zee, jadi Papa itu setelah menabrak truk kontainer, lalu mobil papa jatuh ke jurang,” ujar Melvin mencoba meluruskan kesalahpahaman yang sedang terjadi. Ia tidak mau Zee menganggapnya sebagai pembohong, Melvin takut akibat dari kesalahpahaman ini adalah usahanya untuk rujuk dengan Zee akan gagal dan yang lebih parah adalah kondisi perekonomian keluarganya akan semakin terpuruk. Nina yang me
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca