Pagi-pagi sekali Zee sudah berangkat ke perusahaan tempat ia bekerja freelance untuk memberikan naskahnya yang sudah deadline.
"Pak, ini tiga naskah novel sudah saya selesaikan." Zee menyerahkan naskah novel ke meja Pak Jaya. Salah satu editor dari Pemuda Terbit yang menerima karyawan freelance.
"Terima kasih, Zee. Kamu memang hebat," puji Pak Jaya.
"Pak, apakah bapak bisa memberikan saya novel lebih banyak untuk diterjemahkan?" tanya Zee ragu.
Pak Jaya melirik Zee bingung. Biasanya Zee membatasi diri dengan delapan novel per minggu karena sibuk mengurus suami dan keluarga suaminya.
"Saya sudah bercerai, Pak. Jadi saya membutuhkan uang lebih untuk hidup," jelas Zee sambil menunduk. Ia sendiri malu dengan mem
Siapa ya pria yang manggil Zee? yuks ke bab berikut
"Zee …" panggil seorang pria dari belakang Zee.Zee membalikkan tubuhnya dan kaget melihat pria yang ada di hadapannya saat ini.“Kak Theo …” Zee begitu terkejut melihat orang yang berada yang berada di belakangnya. Dia adalah Theodore Setiawan. Salah satu teman baik Melvin saat SMA.“Apa kabar, Zee?” tanya Theo heran.“Aku baik, Kak.” Zee tersenyum melihat teman yang satu ini. Teman yang selalu membantunya selama berhubungan dengan Melvin sewaktu SMA. Theo juga orang yang sangat tulus kepada Zee dan selalu membantunya sewaktu kuliah dahulu. Maklum, Theo adalah senior Zee di universitas.“Kamu sedang apa di sini?”
Zee pulang ke rumahnya dengan sangat riang karena pekerjaan tetap sebagai seorang editor sudah selangkah lebih dekat. Ia ingin sekali mengabarkan kabar bahagia itu kepada keluarganya. Ternyata dibalik kesedihan karena perceraiannya, Zee mendapatkan sebuah berkah lain dari Allah. Memang benar, dibalik kesulitan, Allah pasti memberikan jalan lain kepada orang itu. Zee tidak henti-hentinya mengucapkan syukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada dirinya.“Zee …” panggil seorang pria di belakang Zee ketika Zee baru saja turun dari ojek online-nya.“ … ” Zee tersentak kaget mendengar panggilan namanya yang ia tahu dari siapa suara itu berasal. Suara itu adalah suara Melvin, yang akan segera resmi menjadi mantan suaminya.“Ada apa?” tanya Zee ketus. Ia tidak mau melihat
Melvin berjalan gontai dari ujung gang ke rumah kontrakan barunya sambil membawa sekantong gorengan. Penantiannya untuk menunggu Zee pulang selama empat jam tidak membuahkan hasil sama sekali. Rasanya tidak ada harapan lagi untuknya berkumpul lagi bersama Zee setelah ia menyakiti Zee begitu dalam. Melvin menyadari betapa kejam kata-katanya kepada Zee saat menceraikan Zee. Jika Zee tidak mau kembali dengan Melvin artinya ia harus bekerja sampingan sesuai dengan kehendak Misya kepada dirinya. Hati kecilnya ingin berteriak karena tersiksa dengan beban baru yang harus ia jalani. Tapi, suka tidak suka ia harus bekerja lebih keras untuk Misya dan anak di dalam kandungan Misya. Akhirnya Melvin sampai ke rumah kontrakan Misya. Ia membuka pintu rumah dan pintu itu tidak terkunci sama sekali. Melvin menjadi curiga ada pencuri yang masuk. Ia masuk pelan-pelan ke dalam r
“Zee bangun … sudah waktunya sholat subuh,” panggil Virni membangunkan Zee dari tidurnya yang terlalu lelap.“Ya, Ma.” Zee mengucek-ucek matanya dan segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah bersih, ia mengenakan mukena untuk mengikuti sholat subuh bersama dengan keluarganya.Selesai melakukan sholat subuh, mereka berkumpul di ruang makan untuk saling bercerita masalah mereka masing-masing sambil memakan camilan. Ini adalah kebiasaan yang telah diterapkan keluarga Zee dari dahulu agar mereka saling akrab dan mengetahui masalah masing-masing.“Zidan, bagaimana dengan pekerjaan kamu?” tanya Alex sambil menatap Zidan.“Baik, Pa. Tidak ada masalah sama sekali.” Zidan hanya bisa tersenyum. Pekerjaan
Pagi-pagi sekali setelah shalat subuh, Zee sudah berdandan rapi. Hari ini ia akan pergi ke PT TH Pustaka untuk me-review surat kontrak untuknya dan semoga saja apa yang ditulis di dalam kontrak dapat memberikannya ketenangan di dalam bekerja di perusahaan itu.Setelah selesai sarapan bersama dengan keluarga, Zee diantarkan oleh Zidan ke perusahaan karena searah dengan letak kantor Zidan yaitu di daerah Pluit. Mereka membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit untuk membelah kota Jakarta agar sampai ke tempat tujuan.Akhirnya mobil Zidan sudah bisa berhenti depan perusahaan yang akan dimasuki oleh Zee."Berdoalah agar ini menjadi yang terbaik untuk kamu, Zee," ucap Zidan memberikan nasehat sebelum Zee turun dari mobil."Iya, Kak. Tolong doakan Zee juga ya." Zee mencium tang
Pagi ini tidak ada sarapan apapun di atas meja dan Melvin hanya bisa meminum air putih saja untuk melepaskan dahaganya. Misya benar-benar tidak mempedulikannya karena gajinya yang sangat kecil. Padahal Misya sudah menjual banyak barang Melvin, tapi mengapa hanya sarapan saja tidak ada sama sekali. Tapi Melvin tidak bisa mengeluh apapun kepada Misya. Misya selalu beralasan pembawaan bayi jadi dia malas untuk masak. Padahal sebelum Misya tahu jumlah uang yang ada di ATM Melvin, Misya selalu menyajikan sarapan yang lezat setiap harinya. Sejak saat diketahui fakta mengenai tabungan Melvin, sifat Misya berubah seratus delapan puluh derajat menjadi orang yang tidak peduli dengan Melvin sama sekali. Kecewa? Ya, pastinya Melvin kecewa dengan perubahan sikap Misya, tapi apa yang bisa dibuat oleh Melvin karena ia sendiri merasa bersalah seperti telah menipu Misya
Pukul lima sore tepat, Melvin langsung berlari untuk absen pulang dari kantor. Ia sudah tidak mempedulikan mata atasan yang menatapnya tajam karena Melvin pulang dengan sangat on time. Setelah selesai dengan mesin absen, Melvin berlarian ke arah halte bus karena ia tidak boleh terlambat di hari pertamanya sebagai waiter di salah satu restoran yang jaraknya empat puluh menit dari kantornya jika tidak macet. Jika saja Melvin masih memiliki mobil, mungkin waktu yang dibutuhkan hanya lima belas menit saja karena tidak perlu berhenti mengikuti bus, tapi karena mobil itu sudah dijual oleh Misya, mau tidak mau ia hanya bisa naik angkot ataupun bus agar bisa sampai ke pekerjaan barunya.Nafas Melvin terengah-engah untuk mencapai halte bus yang cukup jauh dari kantornya. Ia harus berlari sekuat tenaga agar tidak tertinggal bus dan untunglah bus yang ia ingin dinaiki sudah menunggunya di halte tepat waktu. Ia harus
Hari ini adalah hari yang cukup berat untuk Melvin. Sebelumnya ia tidak pernah bekerja sebagai pelayan restoran, jadi masih banyak kesalahan yang ia lakukan seperti tertukar order dari pelanggan maupun salah menumpahkan air. Beruntung Ibu Rita tidak memarahinya karena kondisi Melvin yang cukup mengenaskan. Ibu Rita hanya memberitahu secara baik-baik dan Melvin diharuskan untuk meminta maaf kepada pelanggan saja. Rekan-rekan di restoran juga cukup baik kepada Melvin yang selalu mendampingi setelah Melvin melakukan kesalahan. Melvin sangat mensyukuri hal itu. Selain rekan yang cukup baik, Melvin juga cukup beruntung karena mendapatkan jatah makan malam dari restoran, setidaknya ia tidak perlu menggerutu karena tidak mendapatkan makan malam dari Misya. Oh ya, Ibu Rita juga mengatakan bahwa Melvin akan dibayar secara harian, paling tidak hari ini ia sudah mengant
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca