"Kak Melvin," sapa Vina yang sangat kaget. Ia langsung menyembunyikan flashdisk yang ia temukan ke dalam saku celananya. "Kalian sedang membicarakan ketahuan apa? Kenapa kalian begitu tegang?" desak Melvin yang menjadi curiga kepada gerak-gerik Vina dan Robert."Itu ... ada yang mencuri kancing baju di konveksi dan ketahuan, Melvin!" tutur Robert mengalihkan pembicaraan."Mencuri kancing? Ya ampun ... menyedihkan sekali," decih Melvin sambil menggelengkan kepalanya. Miris bila mendengar ucapan Robert tentang mencuri kancing baju. Apakah semurah itu harga diri sampai kancing baju saja dicuri?"Apakah kamu sudah makan, Mel?" tanya Robert dan segera memberikan kode kepada Vina untuk menyingkir ke kamarnya segera. Robert tahu, Vina sangat sulit untuk berbohong, apalagi jika dihadapkan dengan Melvin. Pasti Vina menyerah dan langsung jujur karena paksaan dari Melvin. Vina sangat tidak berani menentang Melvin yang semakin hari semakin galak."Sudah," jawab Melvin singkat sambil memperhatik
Setelah selesai berbicara dengan Robert, Melvin pergi ke kamarnya untuk mempersiapkan pakaiannya. Tentu saja Melvin ingin mandi. Hari ini pekerjaannya sangat melelahkan. Menjadi tukang parkir memang bukanlah suatu pekerjaan impian untuk Melvin. Ia sangat amat terpaksa melakukan hal itu. Bagaimana tidak? Kebutuhan ekonomi memang memaksanya harus begitu.Sialnya, sampai saat ini semua lamaran pekerjaan tidak ada yang menerima Melvin. Semua gaji yang ditawarkan oleh perusahaan di bawah gaji yang diajukan oleh Melvin. Ia masih harus menunggu panggilan dari perusahaan-perusahaan lain yang ia lamar dan berharap gaji sesuai dengan keinginan Melvin atau kalau bisa lebih dari itu.Dengan pengalaman kerja Melvin yang cukup lama bekerja sebagai staff di YMH Group, seharusnya bisa dijadikan referensi, walaupun akhirnya ia dikeluarkan dari perusahaan itu. Sungguh Melvin tidak habis pikir dengan para petinggi perusahaan yang berusaha menurunkan gajinya. Entah mengapa nasib Melvin bisa sesial itu se
"Sebentar."Melvin mengambil kunci nakas dari tasnya lalu membuka nakas yang berisi barang-barang rahasianya."Ini." Melvin menuliskan sebuah memo berisi nomor tabungan online yang tidak ada nama Melvin sehingga sudah pasti Anita tidak akan tahu bahwa Anita akan mentransfer sejumlah uang kepadanya. Tentunya disertai surat ancaman agar tidak dilaporkan kepada polisi karena Melvin akan blow up ke sosial media. Setelah menuliskan memo, Melvin menutupnya dengan lem dan memberikan amplop itu kepada Nina."Apakah mama boleh membukanya?" tanya Nina sangat penasaran dengan amplop yang diberikan oleh Melvin. Ia tidak bisa membaca memo apa yang ditulis Melvin yang dimasukkan ke dalam amplop.Melvin segera menggeleng."Lalu ... apa yang harus mama lakukan dengan amplop ini?" Hati Nina tidak enak. Apakah Melvin melakukan kejahatan dengan amplop ini? Sungguh ... Nina tidak mau Melvin berubah menjadi penjahat disini. Sudah cukup kejahatan yang telah mereka lakukan selama ini. Mereka harus segera
Sesuai dengan permintaan Melvin agar tidak ketahuan oleh Theo maupun keluarganya, Nina membuat surat kaleng dan ia titipkan kepada seorang anak kecil yang sedang berlari-lari di komplek perumahan milik Theo."De ... ini ada uang lima puluh ribu, tolong kamu antarkan amplop ini ke sekuriti di rumah itu ya," ujar Nina kepada seorang anak pria.Tentu saja Nina memakai masker, kerudung dan kacamata agar tidak diketahui oleh siapapun mengenai kedatangannya. Bisa gawat kalau ada yang mengenali Nina saat berada di sekitar rumah Theo terutama ya Theo dan Anita. Mau taruh dimana muka Nina nanti.Anak kecil itu berlari ke rumah Anita. Ia menyerahkan amplop kepada sekuriti sambil menunjuk ke arah Nina. Untungnya Nina sudah bersembunyi di belakang sebuah mobil mewah sambil mengawasi gerak-gerik anak itu. Setelah melihat bahwa amplop itu sudah sampai ke rumah Anita, Nina sudah bisa bernafas dengan lega. Setidaknya keadilan untuk wanita yang ditiduri Theo sudah bisa ditegakkan.Nina memang bukan or
Ting!Ponsel milik Melvin berbunyi. Ia segera mengambil ponselnya dan melihat adanya pesan masuk."Dua ratus juta untuk hari ini, Anita sayang. Besok aku akan meminta lagi sesuai dengan kehendaku." Melvin menyeringai. Ternyata laporan dari bank bahwa ada uang senilai dua ratus juta yang masuk ke dalam tabungan online milik temannya.Melvin memang menggunakan nama temannya yang menjadi tukang parkir untuk dibuatkan aplikasi bank online.Tentu saja Melvin bukanlah orang bodoh yang menggunakan namanya sendiri untuk diberikan kepada Anita. Melvin tahu bahwa Anita kemungkinan besar akan menangkap Melvin jika Anita tahu bahwa dalang pemerasaan itu adalah dirinya.Fudin? Orang itu buta huruf, tidak mengerti apapun. Jadi jangan salahkan Melvin jika Melvin menggunakan identitas Fudin untuk pemerasan terhadap Anita. Melvin hanya diberikan uang seratus ribu untuk meminta foto diri dan foto KTP Fudin.Jika pun Fudin nanti ditangkap, Melvin tidak akan peduli. Toh mulai hari ini ia tidak akan beker
Theo masuk ke dalam kantor, ia berjalan pelan melewati Vivi yang terlihat sangat sibuk berkutat dengan berkas di hadapannya. Rasanya Theo ingin bertanya, tapi sungkan sendiri. Tapi ... rasa hati tidak bisa dibohongi. Theo sangat penasaran.Theo bingung apakah ada sangkut pautnya antara Vivi dengan Melvin? Apakah Vivi yang dimaksud di kertas itu memang Vivi yang ada di hadapannya atau Vivian, mantan kekasihnya? Teka-teki yang sangat sulit dipecahkan saat ini bagi Theo.Apalagi Vina juga belum memberikan kabar apapun kepada Zee. Detektif yang disewa oleh Theo juga belum memberikan kabar sama sekali. Theo gregetan sendiri. Ingin menyelidiki masalahnya secepat kilat, bahkan ia ingin tahu apa yang terjadi dengan dirinya di penginapan itu. Mengapa Theo bisa tidak menggunakan pakaian sama sekali? Apakah ada musuh yang mengincar Theo selain Melvin? Lalu apa gunanya juga menelanjangi Theo? Apakah akan diekspose ke media sosial? Entahlah, Theo masih tidak mengerti.Yang lebih aneh lagi adalah
KRING! KRING! KRING!Bunyi panggilan masuk di ponsel Vina segera membuyarkan semua lamunan Vina dan kegalauannya tentang apa yang dilakukan oleh Melvin dengan Vivian terhadap Theo."Ha-halo ...," jawab Vina."Hai Vin. Selamat pagi. Maaf Kakak ingin bertanya, bagaimana dengan penyelidikkan kamu?" tanya Zee tanpa basa-basi. Waktu dua hari sudah terlewati, tapi tidak ada kabar sama sekali dari Vina."A-aku ... aku belum menemukan apapun yang mencurigakan, Kak," jawab Vina berbohong. Ia akan bertanya kepada Robert terlebih dahulu. Vina tidak boleh sembrono dalam bertindak karena semua ini menyangkut masa depan Melvin."Ah ... baiklah." Zee lemas. Ia masih berprasangka baik terhadap Vina. Tapi ia juga tidak bisa menunggu lagi. Sungguh ... semua ini membuat Zee penasaran."Kak ...""Ya. Kenapa, Vin?""Jika ... ini jika ya.""Jika kenapa?" Zee menjadi penasaran."Jika memang Kak Melvin bersalah, maka apa yang akan terjadi kepada Kak Melvin?""Wah ... aku sih tidak tahu, Vin." Zee mulai curig
Setelah berbicara dengan Zee, hati Vina seakan tidak menentu. ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan semua bukti yang ia miliki.Vina ingin memberikan kepada Zee, tapi ia takut Melvin di penjara. Sepertinya kejahatan Melvin cukup besar.Semua pembicaraan Melvin dengan Vivian memang terdengar bahwa mereka berdua adalah komplotan. Pembicaaran mereka sangatlah menakutkan bagi Vina. Sungguh ... Vina tidak mau Melvin semakin terjerumus.Vina membuat folder gugel drive di komputer. Ia membuat back up karena Vin akan segera mengembalikan flashdisk itu ke tempat semula agar Melvin tidak mencurigainya.Vina tidak mengirimkannya kepada Zee sesuai permintaan dari Zee. Vina belum memutuskan apa yang akan ia lakukan sekarang. Vina akan berbicara terlebih dahulu dengan Robert. Vina tidak boleh salah langkah karena ia takut akan efek yang akan terjadi dengan keluarganya.Setelah menyelesaikan semua copy file ke gugel drive, Vina hendak keluar dari warnet tersebut.Tiba-tiba ia melihat sosok
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca