Kring! Kring! Kring!Bunyi telepon memekakan telinga Vivian. Ia merasa sangat diganggu di hari yang melelahkan ini. Ia sibuk untuk mengurus Pak Entis dan segala macam cctv yang mungkin akan memberatkannya jika Theo mencari tahu, apalagi jika sudah berhubungan dengan polisi. Tidak ... Vivian harus membersihkan namanya sendiri."Apa?" tanya Vivian dengan suara khas orang yang baru saja bangun tidur."Viv ... Zidan mengatakan bahwa ia akan melaporkan ke polisi. Apakah kamu sudah merapikan semuanya?" tanya Melvin yang ketakutan. Dari kemarin setelah kedatangan Zidan, ia sudah tidak bisa tidur dengan nyenyak. Bekerjapun kacau. "Sudah selesai semua. Jangan khawatir. Sudah bersih!""Bagaimana dengan semua kamera cctv?" Melvin sangat ingat ada beberapa cctv yang ia lalui saat menggotong tubuh Theo. "Sudah selesai.""Hmm orang yang membantu kita?""Sudah. Kita tidak akan menjadi tersangka.""Kenapa?" tanya Melvin bingung. Apakah memang Vivian bisa sehebat itu untuk menyelesaikan masalah?"Ha
Theo sudah sampai di cafe tempat ia berjanjian dengan seorang detektif yang biasa ia gunakan untuk masalah-masalah serius, terutama untuk masalah perusahaannya. Theo memang bukan hanya sebagai CEO sebuah perusahaan penerbitan, tapi ia juga masih berurusan dengan hotel dan tambang milik Roger. Sehingga dibutuhkan jasa detektif jika terjadi masalah dengan perusahaannya."Maaf menunggu lama," ujar Theo sambil mendaratkan bokongnya di sebuah sofa yang nyaman di cafe tersebut."Tidak masalah, Pak." Detektif yang bernama Pras itu tersenyum sambil menyesap kopi di gelasnya."Jadi aku langsung ke masalahku saja." Theo sudah tidak mau berbasa-basi lagi. Setelah bertemu detektif, ia harus bertemu dengan Zee. Jadi sebaiknya ia segera ke pokok permasalahan saja."Ok.""Kemarin aku diculik, entah siapa yang menculik aku dan tiba-tiba aku berada di puncak. Di sebuah penginapan dan aku heran karena aku tidak memakai pakaian sama sekali. Aku tidak mengerti maksud orang itu menculikku lalu melepaskan
Setelah selesai pembicaraannya dengan Pras dari cafe, Theo langsung berangkat ke rumah Zee untuk bertemu dengan pujaan hatinya. Ia segera mengemudikan mobilnya yang sudah terparkir cantik di depan cafe. Sekarang Theo sudah mulai lega dengan usulan dari Pras. Tentu saja semua usulan dari detektif kepercayaannya itu harus diuji coba. Siapa tahu bisa berhasil.Setelah mengendarai mobil sekitar hampir tiga puluh menit, Theo sudah sampai di depan rumah Zee. Ia segera memarkirkan mobilnya di depan pintu gerbang rumah Zee dan kemudian turun untuk masuk ke dalam rumah Zee."Assalamualaikum!" sapa Theo di depan pintu rumah Zee."Wa'alaikumsallam!" balas Zee mendekat sambil menggiring kursi rodanya ke arah pintu. CEKLEK!Zee membuka pintu rumahnya. Ia melihat wajah Theo sudah tersenyum menyambutnya di depan pintu. Sungguh ... Zee sangat bahagia karena bisa melihat Theo dalam keadaan selamat."Hai, Zee," sapa Theo tersenyum saat Zee membukakan pintu untuk Theo."Wah ... Kak Theo. Aku senang se
"Coba jelaskan apa yang kakak rencanakan!" ucap Zee yang sangat tertarik dengan ide dari Theo."Tapi ... kamu harus berhati-hati Zee. Aku sangat khawatir jika Melvin bertindak macam-macam terhadap kamu," ucap Theo memperingatkan."Hmm ... memangnya apa yang kakak rencanakan?" tanya Zee yang semakin penasaran dengan rencana Theo."Aku masih memikirkan bagaimana caranya agar Melvin itu berkata jujur terhadapmu. Hmm ... tapi aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu sebelum orang lain yang mengatakan kepadamu.""Apa itu, Kak?" Zee mengerenyitkan dahinya. "Hmm ... aku mau jujur tentang hal ini, sebelum nanti Melvin mengatakan hal yang tidak benar kepadamu. Aku harap kamu tidak marah kepadaku."Zee mengangguk mendengarkan Theo dengan seksama. Ia menatap Theo penuh rasa penasaran."Ja-jadi ... mamaku sebenarnya ... hmm ... setelah mama tahu bahwa kamu dalam status masa perceraian dengan Melvin." Entah mengapa sangat sulit untuk Theo untuk mengatakan sejujurnya. Ia sangat takut jika Zee tersing
"Hmm ... kamu ingat tentang keluarga Melvin?" tanya Theo sedikit curiga. Apakah ingatan Zee sudah sangat membaik? Ataukah hanya ingatan Zee tentang Melvin yang sudah kembali? Ups ... Zee keceplosan lagi. Entah mengapa semakin Zee berbohong, semakin ia lebih sering keceplosan. "Apa lebih baik aku jujur saja ya? Atau aku mengatakan kalau aku sudah sembuh?" ujar Zee di dalam hati. Kebohongan membuatnya semakin sulit. Lelah rasanya berbohong untuk amnesia dimana Zee harus merencanakan sesuatu untuk menjebak Melvin agar pria itu bisa jujur terhadap dirinya."Hmm ... sebenarnya sekarang ini ingatanku hampir sudah pulih, Kak. Aku mengingat cukup banyak kejadian" jawab Zee pelan sambil tersenyum kikuk. Semoga saja Theo tidak mencurigai kebohongannya."Wah ... Alhamdullilah, Zee." Theo rasanya ingin memeluk Zee, tapi ia masih tidak berani. Alhasil, Theo hanya bisa bersyukur saja dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Mata Theo sudah berbinar-binar mendengar berita yang sangat bahagi
"Aku butuh kamu membantuku menyelidiki Melvin," ucap Zee perlahan. "Se-sebentar. Aku keluar dulu dari dalam resto." Vina sangat terkejut dengan permintaan Zee. Jika pembicaraan ini sangat serius, maka sebaiknya Vina pergi keluar dari resto. Ia tidak mau pembicaraan rahasianya ini di dengar oleh Nina yang sedang pergi ke toilet.Setelah berjalan cukup jauh dari resto, Vina bertanya lagi kepada Zee."Maksudnya kakak menyelidiki Kak Melvin itu bagaimana?" tanya Vina bingung."Hmm ... aku takut Melvin terlibat dalam kasus penculikkan.""Si-siapa yang diculik, Kak?" tanya Vina yang tiba-tiba bergetar ketakutan. Masalah apa lagi yang akan hadir di keluarganya. Apakah tidak cukup Nina yang sudah pernah mendekam di penjara? Mengapa sekarang giliran Melvin."Maka dari itu, aku harus menyelidikinya. Tapi aku membutuhkan bantuanmu.""Apa kakak ingin menjebloskan Kak Melvin ke penjara?""Orang bersalah tetap harus dihukum bukan?" ucap Zee dengan tegas."Ya memang. Tapi ... apakah ini artinya aku
"Assalamualaikum," sapa Vina di depan pintu rumahnya, tapi sepertinya tidak ada orang di dalam karena tidak ada yang membalas salam Vina. Sekarang sudah pukul enam sore. Nina belum pulang karena ada tambahan pekerjaan, Rio juga sepertinya masih di bengkel, sementara Melvin, Vina tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh Melvin belakangan ini. "Papa ...," panggil Vina kepada Robert, tapi sepertinya Robert sedang pergi mengantar jahitan. Vina celingak-celinguk ke sekitaran rumahnya, ternyata memang tidak ada orang di dalam rumahnya itu. Ia segera melangkahkan kaki ke kamar Melvin. Harus segera ... agar Vina bisa leluasa mencari barang bukti sebelum orang yang lain datang ke rumah, terutama Melvin. Vina tidak mau nanti dicurigai oleh Melvin saat mencari bukti. CEKLEK! Vina masuk ke dalam kamar Melvin dan Rio. Saat ini Melvin belum pulang ke rumah, entah dimana Melvin berada, yang pasti, Vina harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari bukti. Sesuai dengan instruksi dari Zee, se
"Papa ... aku ... aku sedang mencari barangku yang hilang. Tapi ternyata kotak ini menjadi jatuh," ucap Vina gugup dan berbohong kepada Robert."Barang apa? Ada yang bisa papa bantu?" tanya Robert penasaran. Ia melihat kegugupan dari tatapan Vina. Pasti ada yang tidak beres, karena biasanya Vina tidak seperti itu. Apalagi sepertinya kotak yang jatuh itu adalah kotak milik Melvin. Mana mungkin ada barang Vina ada di kotak Melvin."Ti-tidak, Pa. Sebentar aku rapikan dulu barang-barang ini." Vina sudah tidak bisa berpikir lagi untuk mencari barang karena ia takut Robert curiga."Vin ... kamu tidak mencuri barang milik Melvin kan?" tuduh Robert seketika dengan memicingkan matanya. Ia merasa ada yang tidak beres dengan kelakuan Vina yang aneh."Aku tidak mencuri barang, Pa. Aku mencari barang!" tegas Vina yang terlihat sangat jujur. Ia tentu saja tidak mau dikatakan sebagai pencuri, walaupun memang ia sedang menyelidiki Melvin dan mengambil barang yang mencurigakan dari kotak Melvin ini."
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca