"Tante Anita," sapa Vivian yang sangat kaget dengan kedatangan Anita. Ia tidak menyangka akan bertemu Anita di kantor Theo.
"Aku bertanya kepada kamu ... kamu itu siapa? HAH? Apa kedudukanmu di kantor ini sehingga bisa memecat karyawanku dengan seenaknya?" bentak Anita.
"A-aku ..."
"Kamu itu hanya wanita yang mengkhianati anakku! Jangan pernah berharap kembali lagi kepadanya setelah semua pengkhianatan kamu, Vivian!" bentak Anita lagi seakan mempermalukan Vivian di hadapan umum. "Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Anita.
"Tunggu saja, Tante! Anakmu pasti akan kembali lagi kepadaku!" ucap Vivian congkak.
"Mimpi ..."
"Apakah tante lebih baik memiliki menantu cacat terus Theo berubah menjadi pebinor karena Zee adalah istri orang lain? Haha ... aku tidak menyangka tante akan memberikan restu kepada wanita seperti itu? Apakah tante yang mengajarkan Theo untuk merebut istri orang?" hina Vivian yang tidak mau kalah dari Anita.
Jika
"Ada apa sih, Ma? Kenapa mama tiba-tiba mengatakan hal seperti itu?" tanya Theo kebingungan. Ia bangkit berdiri dari tempat duduknya dan melangkahkan kaki untuk mendekati Anita yang sudah menangis."Vivian ... mantan pacar kamu itu sudah merusak martabat mama di hadapan karyawan di kantor!" ucap Anita terisak. Ia masih berdiri di pintu ruangan Theo."Ayo duduk dulu, Ma." Theo menggandeng tangan mamanya itu ke sofa untuk duduk bersama. Ia mengambilkan segelas air untuk menenangkan mamanya yang tercinta itu. "Ini Ma, diminum dulu supaya tenang." Theo menyodorkan segelas air mineral kepada Anita.Anita langsung meneguknya hingga tandas. Emosinya terhadap Vivian membuatnya sangat haus."Tadi Vivian sangat kurang ajar, Theo!" ucap Anita mulai bercerita tentang kejadian di lobi kantor."Apa yang dia katakan, Ma?""Dia mengatakan kamu itu pebinor wanita yang kamu rebut sekarang sudah cacat," adu Anita sambil terisak."Maafkan ya, Ma. T
Vivian menemui Melvin di kantor Melvin saat makan siang di kantin. Ia sangat gusar dengan perlakuan Anita terhadapnya. Sunggu membuat harga dirinya jatuh. Ia harus secepatnya membalaskan kekesalannya kepada Anita."Hai Viv, ada apa mencariku ke kantor?" tanya Melvin sedikit bingung. Wajah Vivian sudah tidak bersahabat dengannya. Sepertinya sangat kesal, tapi Melvin tidak tahu apa penyebab kekesalan Vivian itu."Anita," jawab Vivian ketus."Anita siapa? Mamanya Theo?" tanya Melvin mencoba mengklarifikasi."Ya.""Haha ... ada apa dengan mamanya Theo? Apa dia mengatakan sesuatu yang membuat dirimu kesal?""Ya.""Apa yang bisa aku bantu?" Melvin mendekatkan dirinya dengan Vivian."Aku ingin menjebak Theo secepatnya. Bisakah kamu membantu aku?""Bisa. Dengan senang hati aku akan membantu kamu." Melvin menyeringai. Tentu saja Melvin akan membantu Anita. Ia tidak ingin membuat Theo memiliki Zee semudah itu."Baiklah. Sek
Malam ini, seperti biasanya, Theo akan makan malam di rumah Zee. Menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga Zee yang sudah Theo anggap sebagai keluarganya sendiri.Setelah selesai makan malam, Zee dan Theo sama-sama duduk di teras rumah Zee untuk menikmati pemandangan malam yang bertabur bulan dan bintang."Kak Theo," panggil Zee pelan."Kenapa, Zee?" Theo memandang wajah Zee yang ternyata sudah memandangnya terlebih dahulu."Aku ingin mengatakan sesuatu.""Apa itu?""Hmm ... mataku sudah sembuh. Aku bisa melihat wajah Kak Theo lagi.""Serius? Alhamdulillah ..." Theo memanjatkan syukur atas kesembuhan Zee yang tiba-tiba."Alhamdulillah ..." Zee juga bersama mengucapkan syukur.Menurut Zee, sekarang sudah saatnya ia membuka diri kepada Theo. Ia menyadari bahwa selama ini, hanya Theo yang menemaninya melewati kesulitan hidup. Theo juga tidak bermasalah dengan Zee yang cacat. Ya ... Theo tidak bergeming sed
"Jangan memaksakan diri ataupun menjawab jika memang kamu belum siap, Zee," ucap Theo lembut. Ia tidak mau memaksakan kehendaknya kepada Zee. Apalagi Zee masih amnesia dan kakinya belum sembuh. Theo tidak mau menambahkan beban perasaan lagi kepada Zee."Aku sangat berterima kasih kepada Kakak karena selama ini tidak berhenti menemaniku di saat kini kondisiku seperti wanita tidak berguna," lirih Zee."Tidak! Jangan mengatakan seperti itu. Kamu wanita kuat yang hebat. Jangan mengatakan bahwa diri kamu tidak berguna, Zee!" sanggah Theo yang tidak suka Zee menjadi minder dengan kondisinya saat ini."Apakah kakak serius mencintai aku?" tanya Zee pelan."Ya ... aku serius. Kamu bisa membuktikannya bahwa ucapanku bukan hanya isapan jempol semata," jawab Theo serius. Dari hatinya yang terdalam, Theo sudah mencintai Zee. Ia bahkan tidak peduli dengan keadaan Zee sekarang. Theo hanya ingin hidup bersama Zee." ... " Zee tersenyum tulus atas semua ucapa
"Mamaku ... hmm ..." Theo sulit mengatakan yang sejujurnya kepada Zee. Ia takut Zee tersinggung dan tidak mau berhubungan dengannya lagi jika mengetahui Anita sudah menjodohkan Theo dengan wanita lain."Aku tahu. Pasti mama Anita sangat marah bukan saat mengetahui kebenaran tentang diriku," lirih Zee.Ya ... memang Zee dan Theo sudah salah dari awal. Salah karena membohongi Anita mentah-mentah. Awalnya Zee juga tidak menyangka bahwa ia akan jatuh cinta kepada Theo. Jatuh cinta kepada ketulusan dan sikap baik Theo kepadanya.Mungkin Zee harus memulainya dari awal. Memulai untuk mendekati Anita lagi. Tapi bagaimana caranya. Apakah Zee harus terus berpura-pura amnesia untuk mendapatkan simpati dari Anita? Tapi sampai kapan? Bau bangkai suatu saat akan terendus juga, bukan?"Iya. Maafkan aku, Zee." Theo menunduk. Baru saja harapannya melambung tinggi karena Zee sudah bisa menerima hatinya, tapi kemudian dijatuhkan dengan keadaan Anita yang t
"Hmm ... sedikit-sedikit aku mulai mengingat, Kak," ucap Zee berbohong."Alhamdulillah, Zee. Semakin lama kamu semakin membaik." Theo mengucap syukur."Iya, Kak. Alhamdulillah." Zee tersenyum kaku. "Ya ... Allah. Sampai kapan aku harus berbohong kepada orang yang baik di hadapanku ini? Apakah aku harus berkata jujur sekarang?" ucap Zee di dalam hati. Ia semakin tidak tenang karena harus terus menerus berbohong kepada Theo. Hati kecilnya mengatakan bahwa ia harus jujur. Tapi pikirannya mengatakan bahwa ia harus bersabar."Aku akan berhati-hati dengan Melvin. Tapi apa yang harus aku lakukan Zee? Apa aku harus menolak ajakan Melvin untuk bertemu?" Theo meminta pendapat Zee."Hmm ... jangan tolak terlebih dahulu. Tapi bawa orang lain yang bisa kamu percaya untuk menjaga kamu, Kak," ucap Zee penuh emosi. Ia harus menjaga Theo baik-baik. Melvin tidak boleh melakukan sesuatu yang salah kepada Theo. Zee sangat tahu, apa yang bisa dilakukan oleh Melvin untuk menda
Hari ini sesuai janji, Theo akan menemui Melvin, tentunya Theo pergi bersama dengan Zidan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.Theo dan Zidan sudah sampai terlebih dahulu di cafe tempat mereka janjian. Theo sudah siap menyalakan ponselnya untuk merekam semua pembicaraannya dengan Melvin, sementara Zidan sudah siap duduk di belakang Theo untuk menjaga Theo. Tentunya Zidan memakai topi dan kacamata hitam agar tidak dicurigai oleh Melvin.Tidak lama setelah itu, Melvin datang sendiri ke cafe dengan menggunakan pakaian kerjanya."Hai, Theo," sapa Melvin sopan."Ya, Mel. Bisakah to the point saja?" ucap Theo yang malas berbasa-basi dengan mantan sahabatnya itu."Woo ... kamu sepertinya tidak ingin berlama-lama berbicara dengan sahabat baikmu ini," ledek Melvin menyeringai."Begitulah. Aku masih harus mengerjakan beberapa pekerjaan. Jadi, bisakah langsung ke inti permasalahan?""Apakah kamu mencintai Zee?""Begitulah. Seperti ya
Theo bangkit berdiri dan mencengkram kerah kemeja Melvin."Apa yang kamu mau, Melvin?" tanya Theo dengan nada berapi-api."Aku hanya mau uang dan Zee. Cuma itu mauku." Melvin berusaha melepaskan kerah kemejanya dari cengkraman Theo."Berapa uang yang kamu inginkan?" tanya Theo. Ia menahan amarahnya sendiri tapi ia tidak mau melampiaskan langsung kepada Melvin. Ia tidak mau salah langkah."Satu milyar," jawab Melvin sembarang."Gila!" bentak Theo sambil memukul meja di cafe."Satu milyar atau aku akan memberitahu Zee tentang perjodohanmu dengan Vivi," ancam Melvin yang tersenyum menyeringai. Kali ini ia berada di atas angin."Pathetic! Kamu mengira dengan mengancamku seperti itu, maka aku akan mudah memberikan uang?" Theo menyeringai. Ia akan berusaha sebisa mungkin untuk membuat Melvin menyerah."Satu milyar bagimu hanya seperti seribu rupiah, Theo. Janganlah kamu pelit terhadap temanmu sendiri.""Jika kamu mau uan
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca