"Hmm ... sedikit-sedikit aku mulai mengingat, Kak," ucap Zee berbohong.
"Alhamdulillah, Zee. Semakin lama kamu semakin membaik." Theo mengucap syukur.
"Iya, Kak. Alhamdulillah." Zee tersenyum kaku. "Ya ... Allah. Sampai kapan aku harus berbohong kepada orang yang baik di hadapanku ini? Apakah aku harus berkata jujur sekarang?" ucap Zee di dalam hati. Ia semakin tidak tenang karena harus terus menerus berbohong kepada Theo. Hati kecilnya mengatakan bahwa ia harus jujur. Tapi pikirannya mengatakan bahwa ia harus bersabar.
"Aku akan berhati-hati dengan Melvin. Tapi apa yang harus aku lakukan Zee? Apa aku harus menolak ajakan Melvin untuk bertemu?" Theo meminta pendapat Zee.
"Hmm ... jangan tolak terlebih dahulu. Tapi bawa orang lain yang bisa kamu percaya untuk menjaga kamu, Kak," ucap Zee penuh emosi. Ia harus menjaga Theo baik-baik. Melvin tidak boleh melakukan sesuatu yang salah kepada Theo. Zee sangat tahu, apa yang bisa dilakukan oleh Melvin untuk menda
Hari ini sesuai janji, Theo akan menemui Melvin, tentunya Theo pergi bersama dengan Zidan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.Theo dan Zidan sudah sampai terlebih dahulu di cafe tempat mereka janjian. Theo sudah siap menyalakan ponselnya untuk merekam semua pembicaraannya dengan Melvin, sementara Zidan sudah siap duduk di belakang Theo untuk menjaga Theo. Tentunya Zidan memakai topi dan kacamata hitam agar tidak dicurigai oleh Melvin.Tidak lama setelah itu, Melvin datang sendiri ke cafe dengan menggunakan pakaian kerjanya."Hai, Theo," sapa Melvin sopan."Ya, Mel. Bisakah to the point saja?" ucap Theo yang malas berbasa-basi dengan mantan sahabatnya itu."Woo ... kamu sepertinya tidak ingin berlama-lama berbicara dengan sahabat baikmu ini," ledek Melvin menyeringai."Begitulah. Aku masih harus mengerjakan beberapa pekerjaan. Jadi, bisakah langsung ke inti permasalahan?""Apakah kamu mencintai Zee?""Begitulah. Seperti ya
Theo bangkit berdiri dan mencengkram kerah kemeja Melvin."Apa yang kamu mau, Melvin?" tanya Theo dengan nada berapi-api."Aku hanya mau uang dan Zee. Cuma itu mauku." Melvin berusaha melepaskan kerah kemejanya dari cengkraman Theo."Berapa uang yang kamu inginkan?" tanya Theo. Ia menahan amarahnya sendiri tapi ia tidak mau melampiaskan langsung kepada Melvin. Ia tidak mau salah langkah."Satu milyar," jawab Melvin sembarang."Gila!" bentak Theo sambil memukul meja di cafe."Satu milyar atau aku akan memberitahu Zee tentang perjodohanmu dengan Vivi," ancam Melvin yang tersenyum menyeringai. Kali ini ia berada di atas angin."Pathetic! Kamu mengira dengan mengancamku seperti itu, maka aku akan mudah memberikan uang?" Theo menyeringai. Ia akan berusaha sebisa mungkin untuk membuat Melvin menyerah."Satu milyar bagimu hanya seperti seribu rupiah, Theo. Janganlah kamu pelit terhadap temanmu sendiri.""Jika kamu mau uan
Theo terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya bagian belakangnya sangat sakit. Ia mencoba melihat kesana kemari, tapi ia hanya melihat sebuah kamar hotel yang kosong saja. Mungkin ini kamar hotel bintang satu."ARGH! Sakit!" teriak Theo kesakitan. Kepalanya berdenyut-denyut karena pukulan tadi malam.Ia bingung, mengapa ia tidak memakai sehelai benangpun? Apa yang telah terjadi?Theo mulai mengingat-ingat apa yang telah terjadi semalam."Semalam itu, setelah aku berbicara dengan Melvin ... aku bertemu kak Zidan lalu berpamitan ke mobil terlebih dahulu sementara Kak Zidan pergi ke toilet. Tapi tiba-tiba ada yang memukulku dari belakang saat aku berjalan menuju ke mobil. Ya betul ... ada yang memukulku. Tapi siapa?" ujar Theo yang mencoba menganalisa kejadian semalam."Apakah Melvin yang memukulku? Tapi ... tapi untuk apa pakaianku semua diambil?" tanya Theo yang kebingungan.Ia mencoba mencari pakaiannya, tapi tidak m
"Melvin ... kamu begitu bodoh! Mengapa kamu memukul Theo? Seharusnya kamu itu memberikan Theo obat tidur!" bentak Vivian yang sangat kesal kepada Melvin."Ya habis bagaimana lagi. Theo sudah sampai ke cafe lebih cepat daripada aku, sehingga aku sama sekali tidak bisa memberikannya obat tidur," gerutu Melvin."Itu karena kebodohan kamu! Mengapa kamu terlambat datang? Seharusnya kamu datang lebih cepat daripada Theo.""Ya mau bagaimana lagi? Aku ini pegawai, Viv. Aku bukan bos sepertimu yang bisa datang kapan saja.""TERUS MENGGERUTU ITU TINDAKAN ORANG BODOH!" bentak Vivian yang tidak sabaran."Lantas kamu mau bagaimana? Sekarang Theo sudah pingsan." Melvin memperlihatkan Theo yang sudah tidak berdaya dan berada di kursi penumpang, tertidur sangat 'NYENYAK'."Bawa ke puncak. Kita akan membuat sesi foto disana. Setelah itu, kita bisa jadikan sebagai penghancur hubungan Zee dan Theo kelak!""Ok."Melvin tersenyum smirk. Memang Vivi
Zidan sangat bingung karena Theo hilang mendadak. Ia sudah mencari rekaman cctv yang berada di cafe itu, tapi sayangnya, mobil Theo berada di blind spot, sehingga sama sekali tidak terlihat oleh kamera cctv dari cafe. "ARGH! Theo ... kamu dimana sih?" ucap Zidan yang sangat khawatir dengan keadaan Theo yang tidak menentu. Tidak mungkin Theo menjatuhkan ponsel dan kunci mobilnya sembarangan di parkiran. Pasti ada yang tidak beres dengan keadaan ini. Zidan mencoba menelepon Zee untuk memberitahu masalah ini kepada adiknya itu. "Zee ..." panggil Zidan kepada Zee di telepon dengan suara parau. "Kenapa Kak? Apakah pertemuan dengan Melvin sudah selesai?" tanya Zee penasaran. "Sudah. Tapi Theo sekarang menghilang, Zee. Aku tidak tahu dimana dia berada," jawab Zidan yang lumayan panik. "Hah ... Bagaimana mungkin Kak Theo bisa hilang?" Zee menjadi panik. Instingnya tidak salah, pasti Melvin melakukan sesuatu terhadap Theo.Tapi ternyata Me
"Apakah kamu pikir aku terlalu bodoh untuk membiarkan kamu lolos begitu saja jika aku terkena masalah, Viv? Kita ini partner in crime!" tegas Melvin dengan mata penuh emosi."Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh manusia tidak berguna seperti dirimu, HAH?" bentak Vivian."Aku?" Tunjuk Melvin kepada dirinya sendiri. "Aku tidak memiliki apapun sehingga bagiku tidak masalah untuk di penjara. Nothing to lose. Tapi bagaimana dengan nasibmu, Viv? Apakah kamu bisa kehilangan segalanya?" ancam Melvin. Terlihat kesungguhan ancaman di mata Melvin."Sialan kamu, Melvin!" jerit Vivian histeris sambil memukul-mukul tubuh Melvin dengan sangat keras."Kamu boleh memukulku, tapi jika kamu berani menginggalkan aku, maka kamu akan di penjara bersamaku!" tegas Melvin sambil tersenyum menyeringai. Mengancam Vivian yang sudah kalut adalah kesenangan bagi Melvin."Brengsek!" Vivian keluar dari kamar penginapan dan meninggalkan Melvin sendirian."Vivian ... Vivian. Betapa bodohnya kamu. Hmm ... pastinya ji
Pak Amir sudah menjemput Theo di penginapan, Ia membawakan semua barang-barang keperluan Theo.Tok! Tok! Tok!Pak Amir mengetuk pintu kamar Theo."Siapa?" tanya Theo yang masih sedikit was-was."Pak Amir, Den," jawab Pak Amir.Theo melangkahkan kaki dengan sangat besar untuk jalan ke pintu kamarnya, membuka pintu itu dan ternyata memang Pak Amir yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya."Pak Amir, terima kasih sudah datang ke sini," ucap Theo dengan sangat sumringah."Ini Den ... semua barang kebutuhannya." Pak Amir menyerahkan sebuah tas kepada Theo."Masuk, Pak. Tunggu aku di dalam saja. Aku akan mengganti pakaian di kamar mandi saja."Pak Amir masuk ke dalam kamar Theo sementara Theo langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti bathrobe-nya dengan pakaian yang dibawa oleh Pak Amir.Setelah selesai mengganti pakaian, Theo keluar dari kamar mandi dan menemui Pak Amir yang sedang duduk di atas ranjang."Apa yang terjadi, Den?" tanya Pak Amir yang merasa miris dengan penampil
Zidan sudah sampai di rumah Melvin, ia sudah sangat gusar dengan Melvin yang tidak menjawab sama sekali pesan atau panggilannya.Tok! Tok! Tok!Zidan mengetuk kasar rumah Melvin.CEKLEK!Robert membuka pintu rumahnya.Zidan melihat Rogert yang menggunakan kursi roda, sebenarnya tidak tega untuk marah-marah. Pak Robert adalah orang yang sangat baik, hanya terjebak di dalam rumah bersama orang-orang yang busuk.Zidan hanya bisa menatap Robert saja, ia bingung harus berekspresi bagaimana terhadap pria tua yang ada di hadapannya, marah? Tidak mungkin. Robert tidak bersalah. Tapi Zidan harus mencari Theo, dan Melvin adalah satu-satunya tersangka utama."Pak Robert, apakah ada Melvin?" tanya Zidan sedikit gusar."Melvin? Ada ... ada di kamarnya, Nak Zidan. Ayo masuk terlebih dahulu," Robert mempersilahkan Zidan untuk masuk ke rumahnya."Terima kasih, Pak Robert. Oh ya, Pak. Tadi malam Melvin pulang jam berapa ya?" Zidan mencoba menyelidiki dari orang tua jujur ini."Bapak tidak melihat jam
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca