“Jika kamu masih sangat mencintainya, cobalah berdamai dengan keadaan. Terimalah madumu, Zee,” ucap Alex memberi nasehat.
“Tapi tidak semudah itu, Pa!” sahut Zidan tidak terima dengan nasehat papanya.“Jadi menurut kamu, Zee harusnya seperti apa?” tanya Alex heran kepada Zidan. Ia memang tahu dari dulu bahwa Zidan sangat tidak menyukai Melvin.“Cerai!” tegas Zidan.“Perceraian sangat dibenci Allah, Zidan,” ucap Virni mengingatkan.“Bagaimana jika kamu mencoba bertahan terlebih dahulu? Tapi jika kamu tidak sanggup, maka kami akan mendukungmu selalu,” ucap Alex lagi memberikan pilihan kepada Zee.“Aku tidak tahu apakah aku sanggup atau tidak, Pa. Mereka semua bahkan seperti sangat membenci diriku,” lirih Zee sedih. Ia sangat ingat bagaimana perlakuan keluarga Melvin selama ini kepadanya. Hanya Melvin dan Rio yang sangat baik kepadanya, tapi sekarang Melvin berubah menjadi orang yang berbeda semenjak menikah dengan Misya.“Uji coba dulu, Sayang.” Virni mengelus punJika kalian jadi Zee, apa yang akan kalian lakukan?
Setelah berkonsultasi dengan keluarga, rencana Zee menjadi lebih matang. Ia tidak mau harga dirinya diinjak terus menerus oleh keluarga Melvin. Ia harus membuat mereka menyesal karena telah menyia-nyiakan dirinya. Ia akan berjuang untuk pernikahannya dan dirinya sendiri. "Aku tegar, aku kuat!" Zee mengingatkan dirinya sendiri di sepanjang perjalanan menuju rumah kontrakannya."Aku wanita kuat, aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri," ucap Zee sambil komat kamit sendiri. Ia mendoktrin dirinya agar lebih baik dan tegar.Dengan tegar, Zee pulang kembali ke rumah kontrakannya. Ia akan menghadapi semua orang yang berada di sana dan ia akan melihat seberapa jauh ia dapat bertahan dengan kenyataan pahit yang ada di hadapannya.Ketika sedang berjalan pulang melewati gang dekat rumahnya, tiba-tiba …“Zee …,” panggil seorang pria yang sudah Zee kenal suaranya. Dia adalah Melvin, suaminya. Ia seperti orang tidak sabaran menunggu kedatangan Zee.Zee melirik ke arah suaminya
“Baiklah jika itu yang kamu mau. Aku juga tidak perlu repot untuk meminta kepadamu karena kamu sudah mengerti posisiku,” ucap Melvin pongah sambil melipat kedua tangannya di depan dada.“Baik, besok aku akan ke pengadilan agama dan memproses permohonan cerai,” tegas Zee. Ia sudah berubah pikiran. Rasa cintanya kepada Melvin menjadi rasa benci. Ia ingin bebas dari laki-laki yang menyakiti hatinya dan tidak melihat pengorbanannya selama ini.“Untuk harta gono gini ...” ujar Melvin pelan.“Tenang saja, tidak ada harta gono gini yang akan aku tuntut dari Kakak,” sahut Zee lantang.“Baguslah, kamu cukup tahu diri,” jawab Melvin lega.“Tentu saja aku tahu diri. Apa ada lagi yang Kakak butuhkan? Jika tidak, aku akan membereskan semua barang bawaanku dan pindah ke rumah orang tuaku sekarang,” ucap Zee kesal. Ia malas berlama-lama dengan mantan suaminya kini.“Aku harus mengawasi semua barang bawaanmu. Aku tidak mau kamu membawa barang yang ada di rumah,” ujar Melvin seakan
Zee sudah sampai ke rumahnya diantarkan oleh taksi online. Ia merasa lelah sekaligus lega karena harus melepas statusnya yang selama ini ia sandang, istri seorang Melvin Vincent.“Kak, Zee pulang,” ucap Zee lelah saat menelepon kakaknya, Zidan.“Sebentar, aku akan keluar rumah.” Zidan menutup teleponnya dan segera menghampiri Zee yang masih berada di dalam mobil.Pintu mobil dibuka dan Zidan membantu Zee dan mengambil semua barang yang berada di dalam mobil.“Kamu masuk saja ke dalam. Kakak yang akan merapikan semuanya,” ucap Zidan prihatin kepada Zee. Ia melihat wajah Zee yang sudah tidak bersemangat karena permasalahan di dalam hidupnya. “Terima kasih,Kak.” Zee masuk ke dalam rumah dengan lunglai tanpa tenaga. Bertemu dengan Melvin adalah penguras energi bagi Zee. Pikiran untuk rujuk sebelum kembali ke kontrakan hilang seketika di saat Melvin memberikan talak kepadanya.“Zee, ayo istirahat dulu,” Virni menyambut Zee yang sudah masuk ke dalam rumah. Ia menggiring
“Dan, ah … hampir aku lupa. Ini adalah kartu ATM yang berisi gajiku selama sebulan.” Melvin mengambil kartu ATM dari saku celananya dan memberikannya kepada Misya.“Wah … asyik.” Misya bertepuk tangan dengan senang karena yang ia inginkan akhirnya ia dapatkan. “Apakah ada uang di dalam ATM ini, Mas?” tanya Misya penuh selidik.“Aku tidak tahu. Tadi saat kemari aku tidak mengeceknya sama sekali,” Melvin mengedikkan bahunya. Selama ini bahkan ia tidak pernah mengecek berapa gaji yang ia terima dari perusahaan.“Ya sudah, kalau begitu aku akan mengeceknya besok. Besok hari gajian kan?” tanya Misya penuh harap dan tersenyum sumringah.“Ya, besok tanggal satu. Tanggal untuk gajian,” ucap Melvin penuh percaya diri.“Aku bahagia sekali, Mas. Terima kasih untuk hadiah ini …” Misya memeluk mesra Melvin.“Oh ya, aku masih ada satu lagi …” Melvin berpura-pura berpikir dan menggoda Misya.“Apa itu, Mas?” tanya Misya antusias.“Mulai besok kita pindah ya. Kita ke kontraka
Pagi-pagi sekali Zee sudah menyiapkan diri untuk shalat subuh. Hanya Allah yang bisa mendengarkan semua keluh kesahnya tanpa Zee merasa malu. Hanya Allah tempatnya berlindung selama ini.“Ya Allah, apakah jalan yang aku ambil ini sudah benar? Kemana Kau akan menuntunku? Dimana akhir tujuanku, Allah?” tanya Zee dalam doanya. Ia hanya bisa berserah kepada Allah untuk semua yang terjadi di dalam hidupnya.“Semoga Engkau memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapi semua permasalahan di dalam hidupku. Tolong tuntun aku tetap berada di jalanmu dan tolong maafkan semua kesalahan yang telah aku buat selama ini. Amin,” ucap Zee mengakhiri doanya.Setelah selesai berdoa, Zee segera menyiapkan dirinya untuk pergi. Ia berdandan secantik mungkin dan mendoktrin dirinya sendiri untuk menjadi wanita yang tegar dan kuat. Ia sudah bersiap untuk pergi ke pengadilan agama untuk menuntaskan pernikahannya yang sudah kandas. Semua surat-surat telah ia siapkan dari semalam agar tidak ada yang ku
“Jatah bulanan?” tanya Zidan penasaran, “Selama masa iddah, bukankah Melvin wajib memberikan kamu nafkah, maskan (tempat tinggal) dan kiswah (pakaian)?”“Haha … ” Zee menertawakan pertanyaan Zidan.“Kenapa kamu tertawa?”“Darimana dia bisa memberikan semua itu kepadaku, Kak?” ucap Zee sambil menggelengkan kepalanya.“Apa maksud kamu, Zee?” Zidan menjadi bingung dengan ucapan Zee. Ia tahu Melvin tidak terlalu tinggi gajinya, tapi setidaknya seharusnya Melvin tetap bertanggung jawab kepada Zee selama menjalani masa iddah.“Aku sudah melakukan auto transfer setiap bulannya ke pos pengeluaran masing-masing. Uang bulanan yang tersisa dari rekening Melvin setelah banyak potongan hanya lima ratus ribu rupiah. Apa yang bisa aku minta untuk jatah bulanan?” jelas Zee sambil tersenyum miris.“Lima ratus ribu?” Zidan sangat kaget dengan rahasia yang Zee simpan selama ini.“Dan satu lagi, keluarga Melvin sudah seperti penghisap darah, setelah di transfer ke rekening masing-m
“Cepat mandi, Sayang. Jangan sampai terlambat. Sarapan sudah aku siapkan di meja.”“Ok, Sayang.” Melvin mencium mesra bibir Misya dan segera meninggalkannya untuk mandi.“Sayang … nanti aku mau pergi ke mall ya,” teriak Misya kepada Melvin yang sedang berada di kamar mandi.“Ok, sayang,” jawab Melvin sambil mandi.“Aku nanti mau belanja ya, kosmetik sudah habis.”“Silahkan, Sayang.”“Asyik …” ucap Misya melompat kegirangan. Misya segera bersiap-siap akan pergi mall. Ia akan mengecek saldo yang ada di ATM Melvin dan akan membelanjakan banyak barang sebagai perayaan untuk dirinya sendiri karena telah memenangkan Melvin menjadi suaminya sendiri. Pagi yang cerah untuk Misya. Ia tersenyum sangat lebar sambil memandangi kartu ATM yang ada di tangannya saat ini. “Aku nanti mau beli apa aja ya … Uh … aku tidak sabar ingin belanja,” ucap Misya kepada dirinya sendiri di depan cermin. Ia memoles wajahnya dengan make up agak tebal dan pakaian yang sangat seksi.
"Jika kamu masih bersedih, ayo kita bersenang-senang sekarang. Aku akan menemanimu seharian," tawar Zidan."Apakah kakak tidak bekerja hari ini?" tanya Zee bingung."Aku cuti hari ini dan aku sudah melaporkannya ke atasanku." Zidan tersenyum tulus.Kring! Kring!"Halo …" Zee mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya."Kamu dimana Zee?" tanya Nina."Saya sedang di jalan. Ada apa, Bu?" jawab Zee agak sebal."Aku mau minta uang yang kamu janjikan kemarin. Uang arisan dan kosmetik Ibu! Ini sudah awal bulan kan!" seru Nina kesal karena uang untuknya belum juga ditransfer oleh Zee. Biasanya pagi-pagi setiap tanggal satu, Zee sudah mentransfer uang ke rekeningnya."Ah … maaf, Bu. Sekarang saya sudah bercerai dari Kak Melvin," ucap Zee santai. Ia ingin tertawa mendengar Nina yang masih meminta uang kepadanya."Cerai? Kapan?" tanya Nina penasaran. Melvin tidak memberitahukan apapun kepadanya."Kemarin Kak Melvin sudah memberikan talak satu kepada saya dan hari
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca