Bab 78POV IRFANAku ingin memperbaiki hubunganku dengan istri tercinta, setelah cemburuku tidak beralasan kepada Andre, aku berani menyebut nama laki-laki itu karena memang aku saja yang terlalu berlebihan.Setelah kejadian di Rumah Sakit, ketika anakku badannya panas tinggi, aku baru terbuka kalau Andre niatnya tulus ingin menolong Dela. Satpam kantor Dela juga mengatakan hal sama, dia sebagai saksi kalau Andre niatnya baik.Apalagi pesan Andre yang terakhir membuatku tersadar, kalau aku sudah tidak sanggup mencintai Dela, dia akan mengambil paksa. Aku tersenyum sinis waktu itu.Setelah kucerna, memang betul kata Andre, buat apa aku menyiksa Dela? Kalau memang sudah tidak sanggup untuk mencintainya, Andre yang bakal mengambil alih.Akhirnya aku tersadar.Sebenarnya awal masalahnya ketika aku disuruh ibu untuk menikahi Mbak Nung. Sehingga membuat aku uring-uringan dan melempar kesalahan itu kepada Dela dan Andre.Hati nuraniku menciptakan opini yang salah, Andre kubuat sebagi kambin
Bab 79 #POV IRFAN (Ibu Mertuaku Terlalau Ikut Campur)"Istri pertamanya, mana?" tanya Ustadz Zainal, setelah membaca berkasku yang disodorkan ibu.Deg! Aku kaget bukan kepalang. Dela? Ya, istriku hanya Dela. Aku membatin."Sedang tidak enak badan, Pak Ustd." Jawab Ibu cepat. Aku menoleh kearah ibu, wanita paruh baya itu mengedipkan matanya.Aku tidak menyangka ibu berbohong kepada mereka, Ustadz Zainal manggut-manggut sambil melirikku. Dalam hati aku kesal sekali, dikiranya aku yang butuh pernikahan siri ini."Ok lah, kalau memang begitu. Yang pasti tidak keberatan, kan?" Ustadz Zainal melorotkan kaca mata plusnya, nanar menatapku."Tidak." Masih ibu yang memjawab. Pak Ustadz manggut-manggut, setelah itu berkasku dipinggirkan.Ibu mengeluarkan bungkusan yang dibawa tadi, lalu di dekatkan Pak Ustadz, ternyata maharnya berupa seperangkat alat salat.Sebelumnya Pak Ustadz Zainal memberi tausyiah panjang lebar tentang nikah siri. Semua diam mendengarkan dengan khusuk.Pikiranku malah j
Bab 80Setelah kuberi n3n3n, bayi gembul itu tidak mau tidur, rupanya dia mengajak bercanda. Padahal aku masih ingin meneruskan chat yang tadi sempat kuketik, dan belum sempat kirim ke Diana.Bayi montok itu kugeletakkan di tempat tidur, kutaruh beberapa boneka supaya dia bisa bermain dengan mainan itu.Kuambil ponsel, lalu kutekan nama Diana. Ternyata masih ada chat yang tadi belum sempat kukirim, sebelum kukirim, kuperiksa sekali lagi. Setelahnya langsung kukirim ke sahabat sejatiku itu.Tidak sampai hitungan menit, ada notifikasi masuk, dari Diana. Aku berbaring di sebelah bayi gembul sambil membuka benda gepeng.Kubiarkan Zaqi mengganggu dengan tangan jahilnya, sontak aku menoleh, membuatknya terkekeh. Lalu kuulangi sekali lagi. Gemes sekali melihat bayi montokku, dia tertawa senang setelah kutowel pipinya.[Del, kamu serius akan membatalkan beli rumah itu? Sayang sekali, bukannya kamu sudah cocok semuanya, termasuk harganya juga]Aku langsung menekan gambar telepon, tidak sabar k
Bab 81Sesampainya di kantor, aku segera turun, Mas Irfan membantu menurunkan tas bawaan untuk keperluan Zaqi, lalu ditaruh di atas meja satpam. Ada dua tas, yang satu baju ganti dan perlengkapannya, satunya beberapa botol berisi ASI, yang sebelumnya sudah kupompa. Kuraih punggung tangan Mas Irfan, lalu kucium. Laki-lakì yang di panggil Ayah oleh Zaqi menciumku lalu mencium pipi buah hatinya."Asaalamualaikum Ayah," tukasku menirukan suara bayi."Walaikumssalam, anak Ayah," balas Mas Irfan dengan suara anak kecil.Setelah pamit ke Mbak Nung, kuayun langkahku masuk ke kantor. Maksud hati akan menaruh tas lebih dulu biar tidak ribet, setelah itu mengantar Zaqi di penitipan bayi dan anak yang terletak di belakang kantor.Dari balik cendela kantor, aku melihat Mbak Nung keluar mobil, lalu pindah duduk depan disamping Mas Irfan."Iya, bener gitu, biar Mas Irfan tidak seperti sopirnya." batinku. Netraku menatap mobil suamiku sampai menghilang .Aku berjalan menuju ke penitipan bayi, di sana
82 Sampai rumah aku ingin segera mandi setelah meletakkan Zaqi dikereta bayi, dia sih sudah mandi, sudah harum sudah kenyang juga, tinggal bermain saja.Aku bermaksud menitipkan ke Mas Irfan biar dijaga sebentar, nanti gantian mandinya. Belum sempat aku bicara, Mas Irfan sudah maauk ke kamar mandi.Barangkali dia juga gerah, tak apalah. Seharian cuaca memang panas, aku pinginnya berendam di air. Mas Irfan pasti mengalami hal yang sama, gerah. Kereta bayi siap akan kudorong keluar, ke kamar tamu, supaya Zaqi tidak bosan. Kudengar Mas Irfan bersenandung di dalam kamar mandi, menunjukkan kalau dia bahagia bersentuhan dengan air.Tidak lama kemudian laki-laki hitam manis itu keluar kamar mandi dengan rambut basah. Keramas lagi? Aku membatin. Bukannya tadi pagi sudah keramas? Apa ini panasnya kebangetan, ya?Mungkin iya, aku menjawab sendiri sambil mendorong kereta bayi keluar kamar. Setelah bayi anteng aku membuatkan kopi buat Mas Irfan, aku sendiri ingin minum teh hangat.Mas Irfan ke
83. "Hallo, Di?" Suaraku bergetar sudah tidak sabar ingin berbicara dengan sahabat sejatinya, kalau untuk mahkluk hanya dia tempatku mencurahkan isi hati."Hallo, Say. Kenapa suaramu aneh, kaya gitu?" tegur Diana."Jangan lupa besok jemput aku lagi, antar ke Notaris!" tegasku.Aku tidak mau basa-basi langsung saja, karena emosiku belum bisa kukendalikan, buktinya suara gemetarku tidak bisa kusembunyikan."Loh, loh, kan emang udah sepakat mau kesana besok. Ini kenapa kaya emosi gitu, sih," selidik Diana."Aku pingin cepat-cepat beli rumah itu." Suaraku nada tinggi, berusaha mengendalikan nafas yang naik turun."Ini ada apa, kok tiba-tiba emosi." Goda Diana."Ceritanya panjang, besok saja kalau ketemu." Ketusku.Terdengar suara tawa Diana dari seberang telepon, membuatku cemberut. "Bukannya ditolong, malah diketawain," sergahku."Kamu itu aneh! Kemaren minta dibatalkan pembelian rumahnya, alasannya ceritanya panjang, kalau ketemu akan diceritain. Sekarang minta cepat-cepat beli rumah,
84. POV IRFAN.Setelah menikah secara siri, otomatis statusku berubah. Istriku menjadi dua, Dela dan Nungky. Bagaimana perasaanku saat ini? Apakah aku bahagia? Entahlah.Jujur, aku sendiri bingung bagaimana nanti menjalaninya dengan istri dua. Tidak terbesit dibenakku kalau aku sampai mempunyai istri lebih dari satu.Dan yang membuat tidak nyaman, istri keduaku adalah kakak iparku sendiri. Semua ibuku yang mengendalikan, aku hanya menurut saja apa kemauannya. Aku tidak sanggup menolaknya, sudah kuterangkan secara jelas keberatanku. Tapi ibu tidak mau tahu, aku harus menikahi Mbak Nungky, titik.Sulit bagiku untuk menyampaikan kepada Dela tentang kemauan ibu yang tidak masuk akal. Dimulai dari mana aku harus mengatakannya? Dia istri yang baik, setia. Mulanya aku curiga kalau dia selingkuh dengan mantan pacaranya, sehingga aku punya alasan untuk menceraikannya dan menuruti kemauan ibu.Ternyata Dela tidak terbukti kalau dia bermain belakang dengan Andre. Maka aku bingung tidak ada al
85 #POV IRFANMobil sudah siap di halaman untuk mengantarkan dua bidadari ke kantor masing-masing. Aku menunggu di depan setelah mesin mobil kupanasi.Dela keluar menggendong Zaqi sambil menenteng tas, aku mengambil alih tas keperluan anakku. LaluZaqi kugendong sebentar supaya bundanya duduk dengan nyaman, setelah itu bayi lucu itu kuserahkan.Aku celingukan menunggu Mbak Nung yang belum keluar. Tadi sepertinya sudah siap berangkat, apa masih mengeringkan rambut, ya?Langkahku merasuk kedalam, aku berpapasan dengan Mbak Nung di depan pintu. Rambutnya sudah nampak kering."Semalam dompetnya tertinggal di kamar," bisiknya.Mbak Nung masuk ke dalam, aku membuntutinya dari belakang. Lalu kuambil dompetku yang ada di nakas."Jangan lupa nanti tidak turun di terminal lo, langsung ke Wonosari." Suaranya manja sambil mendorong tubuhku keluar kamar.Aku mengangguk, sekilas kulirik istri keduaku. Mbak Nung kelihatan anggun, aku bukan membedakan dengan istri pertama, tapi aku harus mengaku
Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka
Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping
Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora
Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun
Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka
"Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se
Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj
bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana
Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah