Josh berhenti di belakang William yang sedang mencengkeram kerah baju laki-laki mencurigakan itu. Ia tiba-tiba terdiam, memandang punggung William dan laki-laki kurus yang berada dalam cengkeraman William.
Josh pelan-pelan menghampiri William. “Dad … Dad …,” panggil Josh seraya menarik tangan William dari kerah baju laki-laki kurus itu.
Ia berusaha menjauhkan William dari laki-laki yang sedang menatap William penuh ketakutan, tetapi tak berhasil.
Josh merasa bersalah. Mantra yang ia rapal sepertinya tak benar-benar gagal. Hanya saja, Josh tak tahu jarak pasti ia dapat mendengar pikiran orang lain. Dan saat itu, Josh sedang mendengar pikiran kedua orang yang berada di depannya. William dan laki-laki kurus yang tadi ia curigai.
William menyeret laki-laki itu. Dia akan membawanya ke kediaman mereka agar tak menimbulkan kegaduhan di lingkungan barunya.
Laki-laki berkulit pucat itu semakin terlihat pucat. Keringat membasahi tubuhn
Masa Kini. Jamie lulus dari Sekolah Menengah Atas The Y Toronto. Ia dan Leslie akan pergi ke universitas yang sama. Universitas Trinity Toronto yang menjadi tujuan mereka. Jamie sebenarnya tak terlalu tertarik dengan belajar, tetapi Liam, ayahnya tak membiarkan putri satu-satunya hanya menempuh pendidikan sampai sekolah menengah atas. Alhasil, Jamie hanya ikut-ikutan Leslie yang mengambil jurusan keuangan di kampus tersebut. Lagi pula, kampus itu juga tak berjarak jauh dari kediamannya. Dan beruntungnya, nilai Jamie tak terlalu buruk. Ia dan Leslie diterima. Sebelum hari kelulusan, Jamie menyempatkan diri berpisah dengan Greg. Walaupun selama itu dirinya dan Greg bagaikan anjing dan kucing, ditambah Greg berhasil membuat Jamie terlihat aneh di mata teman-temannya karena terlalu sering bicara sendiri, tetapi Greg tak pernah jahat padanya. Greg hanya menginginkan pertemanan dengan Jamie karena hanya Jamie yang dapat melih
Jamie masih terpaku di tengah koridor lobi—tak jauh dari pintu masuk gedung kampus dengan mata terbelalak. Wajahnya mendadak pucat. Tak hanya satu? Tiga? Tiga? Tiga!!! Celaka! Aku celaka! Aku pasti celaka! Jamie bergelut dalam pikirannya. “Jamieeee! Ya Tuhan, di sini kau rupanya.” Suara Leslie berhasil membuat Jamie tersentak. Ia berbalik dan menemukan Leslie berdiri di belakangnya. “Ada apa, Jamie? Kau pucat sekali?” tanya Leslie panik. Jamie berderap menuju Leslie, mengaitkan lengannya pada lengan Leslie dan menarik Leslie menjauh dari koridor lobi. Setelah lumayan jauh, ia seka keringat yang membasahi dahinya, kemudian ia tepuk pipinya berkali-kali. Leslie menoleh ke arah Jamie heran, tetapi itu bukan kali pertama dia melihat Jamie seperti itu. Dia mengalihkan pikiran aneh tentang Jamie dan menggiring Jamie ke koridor kelas di mana terdapat barisan loker mahasiswa mahasiswi. Mereka berhenti di depan loker mi
“Jadi? Laki-laki tadi tetanggamu yang menyebalkan? Siapa namanya?”Leslie langsung memburu Jamie dengan pertanyaan setelah dosen mereka keluar ruangan. Dia belum sempat mengutarakan rasa penasarannya pada Jamie sejak Jamie dan Josh berpisah.Jamie dan Josh bahkan saling menatap penuh kebencian ketika keduanya berhadapan, kemudian sama-sama memalingkan wajah dan pergi ke arah berlawanan.“Umm,” jawab Jamie singkat sembari bangkit dari kursi dan berderap meninggalkan kelas lebih dulu.Leslie mengikuti Jamie dari belakang. “Siapa namanya?”“Leslie, mana aku tahu dan mana aku peduli!”“Jams, dia tinggi, mata birunya begitu indah dan kulitnya yang kecoklatan … ahhhh ... sungguh tampan. Masa kau tak peduli?”Leslie menggambarkan Josh dengan begitu sempurna. Memujinya sembari meletakkan kedua telapak tangan di pipinya. Dia begitu terpesona setelah melihat sosok tetangga Jamie
“Mom, itu semua aneh. Aku mengatakan apa yang aku pikirkan dari mulutku sendiri. Apa itu kemampuan baruku? Lalu bagaimana aku bisa menyembunyikan kemampuanku?”Jamie terus mengoceh. Ia panik dengan apa yang terjadi saat di kampus tadi. Ia menceritakan pada Anna, ibunya, kejadian aneh yang ia alami.“Tak mungkin, Jams. Itu tak mungkin kemampuan barumu. Jika benar, kau pasti mengatakan pikiranmu sekarang dan Mom akan mendengarnya.”Jamie terkesiap. Ia pikir Anna ada benarnya. Ia tak mengatakan apa yang ia pikirkan saat di rumah. Jamie mencoba memikirkan sesuatu hal dan pikirannya sama sekali tak terucap olehnya.Ia meyakinkan Anna kejadian itu benar-benar terjadi saat di kampus dan membuatnya tak menghadiri mata kuliah setelahnya.“Pasti ada sesuatu yang memicu itu, Jams.”Jamie dan Anna kebingungan. Keduanya duduk di ruang keluarga lantai dua, agar tak ada yang mendengar pembicaraan mereka
“Kembalikan buku mantra milikku dan bersiap kuliah. Se-ka-rang!” William sudah benar-benar kewalahan dengan Josh dan rasa penasarannya. Dia takut suatu saat nanti Josh akan terlibat masalah karena hal tersebut. Dia meminta Josh bersiap pergi ke kampus dan dia akan mencari mantra yang tepat untuk membatalkan mantra pendengar pikiran. “Tapi, Dad. Bagaimana dengan … mereka … kejadian kemarin?” tanyanya terbata-bata. William paham apa yang Josh takuti. Dia meyakinkan Josh mantra yang ia rapal kemarin—mantra pengungkap pikiran, hanya berlaku saat itu. Walaupun sebenarnya William juga tak yakin karena dia tak pernah menggunakannya. Namun, William tetap meminta Josh pergi kuliah dan jika mantra tersebut masih berlanjut, ia harus menerima akibatnya dan bertanggung jawab atas perbuatannya. “…, kau harus bertanggung jawab. Dan itu, hukuman untukmu!” Josh menunduk, menghela napas dalam-dalam dan beringsut menuruni ranjangnya. Ia
Setelah berhari-hari Leslie merengek pada Jamie meminta penjelasan tentang ucapannya waktu itu—dirinya banyak berbohong, akhirnya Leslie percaya bahwa kebohongan Jamie hanya seputar pergi ke bioskop tanpanya. Jamie tak mungkin mengungkapkan kemampuan yang ia miliki pada Leslie. Anna, ibunya sudah berkali-kali mengingatkan dirinya. Akhirnya, Jamie terpaksa berbohong lagi dan Leslie merajuk, tetapi Jamie berjanji akan pergi dengannya akhir pekan. Padahal, Jamie juga belum menonton film apa pun. Jamie menatap Leslie dengan lekat sembari melamun. Bagaimana bisa aku berbohong untuk menyembunyikan kebohonganku? “Maafkan aku, L. Seandainya aku bisa memberitahumu yang sebenarnya,” ucapnya dalam hati. “Jams, helooooooo …,” panggil Leslie seraya melambaikan tangannya di depan wajah Jamie ketika keduanya sudah berada di depan loker Jamie. Jamie terkesiap dan segera kembali dari lamunannya. “Kau melamun, Jams?” “Ah
Setelah hari itu, baik Josh maupun Jamie merasa lebih baik jika mereka berjauhan dan tak mengusik satu sama lain.Josh duduk di pinggir lapangan depan gedung kampusnya. Ia berteduh di bawah bayangan sebuah pohon besar.Beberapa mahasiswa bermain sepak bola di lapangan tersebut. Samar-samar ia dengar sedikit kericuhan ketika seorang pemain dinyatakan offside.Namun, Josh masih sibuk dengan pikirannya sendiri.Josh berusaha tak ingin mengusik si tetangga sialan, tetapi ia merasa ada sesuatu yang mencurigakan darinya. Ia teringat kejadian yang telah lalu saat si tetangga sialan kerasukan di kediamannya dan ucapan William, ayahnya kepadanya. Josh mulai mengaitkan dengan kejadian saat di kampus.“Dulu, Dad mengatakan agar aku tak mengusiknya, tapi dia mencurigakan,” gumamnya sendiri, “waktu dia kerasukan … sepertinya dia bisa melihat makhluk gaib. Dan kejadian beberapa hari lalu, dia dengan gesit menghindariku,
Josh mencengkeram lengan Jamie—si tetangga sialan dan menariknya saat ia hendak melewati Josh. Keduanya saling bertatapan. “Apa kau bilang? Memalukan?” tanya Josh saat mendengar pikiran si tetangga sialan. Si tetangga sialan membalas dengan tatapan terkejut. Seketika sunyi. Diikuti suara gemerincing lonceng angin di sekitar mereka. Tak terlalu kencang, tak juga terlalu pelan. Namun, mampu membuat keduanya sama-sama terdiam dan mencari-cari asal suara tersebut. Tak berapa lama, kembali sunyi, mereka kembali mendengar suara mahasiswa mahasiswi yang berada di koridor kelas dan juga Leslie. “Jams, Jamie … Jamieee!!” Suara Leslie menyadarkan keduanya. “Suara apa itu?” tanya Josh dan si tetangga sialan bersamaan. Keduanya masih saling bertatapan, sampai beberapa detik, kemudian sama-sama tersadar. Mereka melihat tangan Josh yang mencengkeram lengan si tetangga sialan. Josh melepaskan cengkeraman tangannya bersamaan de
Di tengah kecurigaan Jamie, dirinya teringat Darick pernah mengatakan Zaros memanipulasi pikiran seseorang di kantor pusat tempat dirinya bekerja agar melakukan perubahan pada data Jamie. Dengan begitu, Noir dan kelompoknya tak dapat menemukan keluarga Jamie. Jamie akhirnya mulai mencurigai Zaros. Ia juga berkali-kali melihat sosok Damien, Talon, Zaros, Carden, Gabriel dan Adam di sekitarnya, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang ingin menemuinya. Jamie menoleh pada Damien dengan tajam. “Apa kau pikir aku tak melihatmu dari jendela kamarku?!” ketusnya. “A-Aku … itu … hm, maaf, Jamie,” jawab Damien menyesal. Jamie menunjuk Talon, Zaros Carden dan Gabriel dengan mata berkaca-kaca. “Aku tahu Talon membersihkan apartemenku setiap datang! Aku tahu Gabriel dan Adam pernah mengunjungiku, tetapi kepergok oleh Josh, ‘kan?! Aku juga tahu Carden mengisap makhluk gaib di sekitarku! Aku tahu pasti yang membawa kalian berpindah pasti Zaros!” Talon, Zaros, Carden dan Gabriel gelagapan. “M-Maa
Adam mempersilakan mereka maju dan menghiraukan ucapannya karena dia akan bersembunyi di tempat persembunyiannya.“Apa dia minta mati kali ini?!” Darick menyeringai sadis.Darick melindungi kediaman itu dengan kekuatannya dan hanya manusia yang dapat masuk ke dalam kediaman itu. Sayangnya, Darick dan kelompoknya tak bisa membedakan aroma manusia yang satu dan lainnya. Jika manusia sudah masuk ke dalam kediaman yang Darick lindungi, tentunya manusia yang memiliki kekuatan bisa menggunakan kekuatan dalam kediaman itu.Darick juga melindungi pikiran dirinya dan kelompoknya dari kelompok lain. Oleh karena itu, hanya Darick dan kelompoknya yang bisa masuk ke dalam pikiran satu sama lain, seperti Carden yang selalu membaca pikirannya.Dan sekarang, ada manusia yang berani masuk ke dalam kediamannya bahkan memecahkan kaca kediaman itu. Tentu saja, Darick dan kelompoknya sudah mengetahui siapa yang berani melakukan itu berdasarkan pengalaman.Mereka melesat mencari asal kaca pecah yang ternya
Darick berdecak kesal. “Sudah aku bilang jangan menemui Jamie lagi! Dia sudah cukup sedih sekarang!” perintahnya.“Kalau dia belum melupakan kita, dia pasti senang bertemu dengan kita, Darick!” Carden membujuk Darick.“Tetapi masalahnya tak semudah itu, Carden!” desis Darick sembari menggertakkan giginya.Zaros menunduk dan mengakui kesalahannya. “Aku tak memanipulasi pikirannya karena tak ingin Jamie melupakan kenangan bersama kita!” Zaros membela diri.“Ya, bagus itu!” jawab Adam yang tiba-tiba kembali lagi setelah selesai merajuk dan tak sengaja menguping mereka.“Masalahnya … aku memanipulasi pikiran orang lain dan membuat seolah kejadian yang Jamie alami adalah mimpi,” ungkap Zaros.Mereka semua terkejut dengan apa yang baru saja Zaros ungkapkan. “Apa maksudmu?” tanya Damien, Talon, Carden dan Adam bersamaan.Zaros memang mendapat perintah
“Mengapa setega itu pada Jamie, Darick?” tanya Zaros sedih.“Salah siapa?” hardik Darick.Darick melihat Zaros hanya mengerucutkan bibirnya. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu pengikutnya yang lain.“Halo, Darick,” sapa pengikutnya dari balik ponsel.“Earl, aku titipkan dia padamu,” tutur Darick.“Kau akan kembali sekarang? Kita tak jadi bertemu?” Earl sebenarnya tahu Darick datang bukan untuk menemui dirinya.“Maaf, aku harus segera kembali. Pastikan kau dan Kalen tak ketahuan olehnya, oke?” Darick memperingatkan Earl agar tak mengulang kesalahan seperti Damien dan Carden. “Dia sangat pintar mengenali vampire.”“Kau tak ingin berpamitan dulu dengannya? Aku sering melihat dia bersedih,” ungkap Earl membujuk Darick.Darick tersenyum tipis. “Tidak. Ini untuk kebaikannya juga. Penyihir itu pasti akan menja
Jamie menghela napas pasrah. Ia ingin menceritakan pada Josh yang sebenarnya terjadi. Namun, Jamie ragu sekaligus takut kalau sampai apa yang mereka katakan benar.Ia memilih menelan semua sendiri dan berusaha menganggap kejadian itu hanya mimpi, walaupun masih tak percaya itu hanya mimpi. Namun, sekeras apa pun dirinya mengelak, tak ada orang lain yang tahu kejadian itu selain dirinya, sekalipun Josh yang bersama dengannya saat kejadian.Satu yang pasti, itu bukan penglihatan karena Jamie sudah bisa membedakan mimpi biasa dan mimpi pertanda melalui penglihatan. Lagi pula, dalam penglihatan biasanya hanya kilasan kejadian yang akan terjadi dan tak sedetail yang dirinya alami.Jamie mulai menjalani aktivitasnya setelah cuti dan membiarkan kejadian itu menjadi misteri.“Jamie! Akhirnya kau kembali dari cuti!” sambut Mr Lewis.“Dasar tua bangka! Semua yang aku alami karenamu!” geram Jamie dalam hati.“Selamat pagi,
Jamie merasa sesak dan bersandar pada kursi meja makan. Lama-kelamaan tubuhnya terkulai lemas dan dirinya hampir terjatuh dari kursi. Leslie buru-buru menahan tubuh Jamie. “Ada apa, Jams? Jams! Jamie!” Jamie mendengar suara Leslie semakin lama semakin menghilang dan matanya mulai berkaca-kaca. “Apa yang terjadi? Apa itu benar-benar hanya mimpi?” batinnya. Leslie menampar pelan wajah Jamie. “Jams! Jamie!! Ya Tuhan, ada apa denganmu?!” Jamie terkesiap karena tamparan pelan dan suara memekakkan telinga yang berasal dari Leslie. Ia menoleh dan melihat raut wajah Leslie yang panik serta khawatir dengan dirinya. Jamie melihat Leslie sepanik itu saat dirinya hampir terjatuh dari kursi atau saat dirinya berteriak dari dalam kamarnya. Jadi, rasanya tak mungkin kalau memang dirinya baru kembali dari Roxbury setelah tak mengabari berhari-hari dan Leslie memasang raut wajah biasa saja. “Jadi, aku hanya bermimpi?” gumam Jamie lirih. “Sepertinya tid
Jamie kebingungan karena berada di dalam ruang gelap. Ia menoleh ke kanan dan kirinya, kemudian menyadari tadi dirinya tak menyalakan lampu karena langsung tertidur. “Apa sekarang sudah malam? Jadi aku tidur seharian?” gumam Jamie sendiri sembari bangkit dari tidurnya. Jamie merasa lapar yang luar biasa dan perutnya mulai mengeluarkan bunyi. Ia merasa heran karena biasanya Darick atau Adam yang membangunkan dirinya. “Aneh, biasanya Darick akan mengetuk pintu untuk membangunkan aku,” gumamnya lagi. “Apa dia terlalu lelah setelah pertempuran?” Jamie mendesis seraya memiringkan kepalanya. “Tapi … dia vampire. Apa vampire bisa lelah juga?” “Aku rasa Adam masih sibuk mengurus Gabriel,” gumamnya sambil meraba dinding untuk mencari sakelar lampu dekat pintu kamar. Jamie menyalakan lampu dan matanya membulat saat melihat ruangan di sekelilingnya. Ruangan itu tak lagi berdinding kayu dan tak ada jendela kayu besar yang tertutu
Zaros merasa ngeri dengan tatapan Jamie. Dia sudah menjadi vampire ratusan tahun, tetapi baru kali itu ada manusia yang menatapnya tajam sampai dia merasa takut.Zaros berderap ke belakang Darick. “Aku hanya disuruh, Jamie.”“Iya, tetapi … apa harus pakai penyadap?” tanya Jamie tak percaya. “Itu namanya … melanggar hak privasi!”“Kami tak menaruh di kamar mandi, Jamie,” ucap Carden setelah membaca pikiran Jamie. Dia tahu Jamie panik. “Lagi pula, penyadap tak seperti kamera CCTV.”“Kami juga hanya menaruhnya di ruang terbuka.” Damien menimpali Carden untuk menenangkan Jamie.Seperti biasa dan seperti yang semua orang tahu, mereka bagai ayah dan anak. Sekalipun Carden berbohong, Damien tak akan menyentuh tangannya untuk mendeteksi kebohongan Carden. Namun, dia dan Carden sekarang memang hanya mengatakan yang sejujurnya pada Jamie.“Bagaimana caranya kal
Zaros kembali membawa Gabriel dalam keadaan selamat, tetapi kurang sehat karena Gabriel terlihat pucat. Bukan karena Gabriel menjadi vampire, melainkan kedinginan. Pasalnya, suhu di Arlington, Vermont saat itu satu derajat celcius. Baik Arlington, maupun Roxbury, keduanya merupakan kota dengan kelembaban di atas sembilan puluh dua persen. Selama awal tahun rata-rata per bulan untuk hari kering hanya tiga sampai lima hari, hari berkabut tujuh sampai sembilan hari dan sisanya hari salju. Sinar matahari muncul hanya di hari-hari tertentu tak lebih dari lima jam. “Kau baik-baik saja, Gabriel?” tanya Jamie khawatir. Darick dan Damien hampir memarahi Zaros yang selalu ceroboh dan terburu-buru. Mereka paham Zaros pasti sangat ingin membantu pertempuran mereka dengan Noir dan kelompoknya semalam, tetapi khawatir juga Gabriel terkena hipotermia. Darick dan Damien mengurungkan niat untuk memarahi Zaros karena mereka juga salah. Mereka tak menyadari Gabriel tak