Di tengah kecurigaan Jamie, dirinya teringat Darick pernah mengatakan Zaros memanipulasi pikiran seseorang di kantor pusat tempat dirinya bekerja agar melakukan perubahan pada data Jamie. Dengan begitu, Noir dan kelompoknya tak dapat menemukan keluarga Jamie. Jamie akhirnya mulai mencurigai Zaros. Ia juga berkali-kali melihat sosok Damien, Talon, Zaros, Carden, Gabriel dan Adam di sekitarnya, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang ingin menemuinya. Jamie menoleh pada Damien dengan tajam. “Apa kau pikir aku tak melihatmu dari jendela kamarku?!” ketusnya. “A-Aku … itu … hm, maaf, Jamie,” jawab Damien menyesal. Jamie menunjuk Talon, Zaros Carden dan Gabriel dengan mata berkaca-kaca. “Aku tahu Talon membersihkan apartemenku setiap datang! Aku tahu Gabriel dan Adam pernah mengunjungiku, tetapi kepergok oleh Josh, ‘kan?! Aku juga tahu Carden mengisap makhluk gaib di sekitarku! Aku tahu pasti yang membawa kalian berpindah pasti Zaros!” Talon, Zaros, Carden dan Gabriel gelagapan. “M-Maa
Sligo, Irlandia. Tahun 1661. “Hai, namaku Nicholas James Carran. Panggil saja, Nick.” Layla hanya memandang tangan besar dari laki-laki yang berdiri di hadapannya. Dia tak segera menyambut tangan tersebut, membuat Nick melihat ke arah tangannya kemudian menyeka pada kaos yang dia kenakan untuk bermain bola. Melihat sikap Nick, Layla segera mengulurkan tangannya. “Layla Miriam Duane. Panggil aku, Layla.” Nick tersenyum. Senyum manis dari wajahnya tampan yang selalu diam-diam Layla perhatikan dari jauh selama lima tahun itu. Dia memiliki wajah kecil dan mata biru keabuan yang sangat indah. Rambut pirang keemasan Nick selalu tampak berkilauan ketika berlari di lapangan kala sinar matahari menyinarinya. Ya, benar. Selama lima tahun, Layla hanya dapat memandang dari kejauhan ketika Nick berada di lapangan dan bermain bola. Dan hari itu, Nick lebih dulu menghampiri Layla, menyapa bahkan memperkenalkan dirinya. Hari itu Layla
Toronto, Kanada. Lebih dari tiga ratus tahun kemudian. “Pencuri!!” Teriak seorang laki-laki muda. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seorang pencuri di pagi hari. Pencuri itu hanya diam saat Josh meneriaki dari belakangnya, membuat ia semakin geram. “Sekuriti! Sekuriti! Ada pencuri di sini!!!” Mendengar teriakan dari belakangnya, seorang perempuan yang menggunakan hoodie abu-abu pun berbalik. Ia hanya menemukan seorang laki-laki yang sedang menatapnyaa dengan tajam. Ia nampak kebingungan, mulai menoleh ke kanan kiri dan tak menemukan orang lain di sana. Hanya dirinya dan laki-laki yang barusan berteriak memanggil petugas keamanan—Josh. Petugas keamanan akhirnya tiba, si laki-laki tadi tanpa ragu mengangkat telunjuknya, mengarah pada sosok perempuan yang berdiri di hadapannya—Jamie. “Dia pencurinya, Sir.” "Hah? Aku pencuri? Apa-apaan!" Dalam h
Jamie baru saja kembali ke rumahnya. Ia terus menggerutu sepanjang pintu masuk sampai dapur tempat ibunya berada. “Dasar menyebalkan!” Anna, ibunya, yang berada di dapur dengan seorang pelayan, menaruh sebelah tangan di pinggulnya dan sebelah lagi terangkat menghadap ke atas—meminta penjelasan apa yang membuat putri satu-satunya jengkel. Jamie pun tanpa ragu menceritakan bagaimana dirinya berakhir di kantor polisi hanya karena sebungkus Miss Vickie’s Potato Chip. Ia pun semakin kesal, teringat karena kejadian itu ia tak dapat menikmati camilan kesukaannya. Jika kejadian itu terjadi pada anak lain, ibu anak tersebut pasti khawatir dan marah, bahkan menuntut Josh dengan pencemaran nama baik atau apa pun itu. Namun, Anna hanya tersenyum kecil, dia tahu dengan baik siapa putrinya. Jamie tak mungkin melakukan hal itu dan mendengar Jamie berbicara terus-menerus karena merasa sangat marah—diperlakukan tak adil, dia mengambil kesimpulan, Jamie baik-ba
Jamie berusaha tak melihat matanya. Ia hanya menatap Josh yang tanpa Josh tahu berada di sebelah roh jahat tersebut, tetapi tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Jamie. Tentu saja, tak ada kata yang keluar di saat pandangan mata kentang menyeramkan itu melekat pada Jamie. Tenang Jamie, tenang … jangan memberinya kesempatan. Jamie menenangkan diri dalam pikirannya tanpa berucap. “Apa yang kau lakukan? Kau akan memukulku sekarang?” Josh terus memancing emosi Jamie. “Josh, hentikan!” Bibinya mencoba menengahi mereka berdua. Dia merasa ada yang aneh dengan tatapan Jamie. Jamie ingin memberitahu mereka berdua, tetapi lidahnya terasa kelu. Satu kesalahan dan kentang itu pasti masuk ke dalam tubuh salah satu dari mereka, tetapi sepertinya kentang menyeramkan itu telah mengunci targetnya. Mom, di mana kau berada? Aku tak bisa mengatasi ini. Berharap bisa memanggil Anna dalam pikirannya, tetapi ....
Flashback tiga tahun sebelumnya. Jamie Anne Mikell, seorang remaja dengan rambut hitam sebahu, sedikit bergelombang. Kulitnya putih cerah, tetapi hitam legam rambutnya membuat kulit Jamie terlihat agak pucat. Ia terlahir istimewa. Jamie memiliki kemampuan supranatural. Kemampuan yang berasal dari keluarga ibunya secara turun menurun kepada anak perempuan yang telah berusia lima belas tahun. Beruntung, satu-satunya anak dari keluarga Mikell seorang anak perempuan, Jamie. Anna, ibu Jamie, tak ingin Jamie terkejut saat waktunya tiba. Dia lebih dulu memberitahu Jamie dan menuturkan satu per satu kemampuan yang dimiliki anggota keluarga lainnya, termasuk dirinya yang dapat memanipulasi energi air. Kemampuan yang mereka miliki pun tak semuanya sama, tak pula berbeda. “… kemampuan Great-Granny membaca pikiran, sedangkan Granny dapat memindahkan benda tanpa menyentuhnya. Itu disebut telekinesis. Hebat, bukan?”
“Telur … telur … telur ….,” gumam Jamie seraya memejamkan matanya. Ia melihat sesosok makhluk gaib berdiri menatapnya dari pojok ruang baca dekat kamarnya. Jamie masih terus berlatih cara mengendalikan pikiran seperti yang Anna, ibunya, ajarkan padanya. Terkadang ia berhasil, terkadang belum berhasil. Jamie membuka matanya sedikit demi sedikit—hendak mengintip apa kali itu ia berhasil lagi. Namun, sayangnya tidak. “Arrrgghhh!!” Jamie memekik kencang. Suaranya dari lantai dua kediaman tersebut tiba di lantai dasar bahkan sampai keluar. Seketika pelayan dan penjaga keamanan di rumahnya terperanjat. Makhluk gaib yang ternyata hanya roh penasaran sudah berdiri di hadapannya persis. Menatap Jamie lekat-lekat. Jamie terbirit-birit menuju kamar orang tuanya yang telah ia lewati sebelumnya, tanpa mengetuk pintu, ia langsung menerobos masuk. Ia membelalak dan mulutnya menganga, tetapi segera ia tutup matanya rapat-rapat. Jamie b
Jamie lulus dari Sekolah Menengah Pertama W di Bentonville sejak akhir bulan Mei lalu. Ia dan Anna, ibunya, baru pindah ke Toronto pada awal bulan Juni lalu. Liam, ayahnya, yang telah lebih dulu pindah beberapa bulan sebelumnya mengurus pendaftaran sekolah Jamie di Toronto. Sekolah Menengah Atas The Y Toronto, tempat Jamie akan menempuh pendidikan selanjutnya. Dan sekolah akan di mulai awal bulan September. Dua minggu lagi. Jamie sudah lebih terbiasa dengan kemampuannya. Ia dapat keluar rumah dengan leluasa sembari melatih mengendalikan pikirannya di luar rumah. Musim panas pertama Jamie di Toronto. Ada energi baru di udara. Dari jalanan perumahan, pekarangan sampai taman umum membuat Jamie bersemangat dengan kota Toronto. Ia pergi dengan sepedanya ke area taman tak jauh dari kediamannya pada sore hari. “Wah, ini sungguh taman yang sangat bagus, Aku sangat menyukainya!!” ungkap Jamie ketika ia tiba di Taman Sir Winston Churchill. Ya, i
Di tengah kecurigaan Jamie, dirinya teringat Darick pernah mengatakan Zaros memanipulasi pikiran seseorang di kantor pusat tempat dirinya bekerja agar melakukan perubahan pada data Jamie. Dengan begitu, Noir dan kelompoknya tak dapat menemukan keluarga Jamie. Jamie akhirnya mulai mencurigai Zaros. Ia juga berkali-kali melihat sosok Damien, Talon, Zaros, Carden, Gabriel dan Adam di sekitarnya, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang ingin menemuinya. Jamie menoleh pada Damien dengan tajam. “Apa kau pikir aku tak melihatmu dari jendela kamarku?!” ketusnya. “A-Aku … itu … hm, maaf, Jamie,” jawab Damien menyesal. Jamie menunjuk Talon, Zaros Carden dan Gabriel dengan mata berkaca-kaca. “Aku tahu Talon membersihkan apartemenku setiap datang! Aku tahu Gabriel dan Adam pernah mengunjungiku, tetapi kepergok oleh Josh, ‘kan?! Aku juga tahu Carden mengisap makhluk gaib di sekitarku! Aku tahu pasti yang membawa kalian berpindah pasti Zaros!” Talon, Zaros, Carden dan Gabriel gelagapan. “M-Maa
Adam mempersilakan mereka maju dan menghiraukan ucapannya karena dia akan bersembunyi di tempat persembunyiannya.“Apa dia minta mati kali ini?!” Darick menyeringai sadis.Darick melindungi kediaman itu dengan kekuatannya dan hanya manusia yang dapat masuk ke dalam kediaman itu. Sayangnya, Darick dan kelompoknya tak bisa membedakan aroma manusia yang satu dan lainnya. Jika manusia sudah masuk ke dalam kediaman yang Darick lindungi, tentunya manusia yang memiliki kekuatan bisa menggunakan kekuatan dalam kediaman itu.Darick juga melindungi pikiran dirinya dan kelompoknya dari kelompok lain. Oleh karena itu, hanya Darick dan kelompoknya yang bisa masuk ke dalam pikiran satu sama lain, seperti Carden yang selalu membaca pikirannya.Dan sekarang, ada manusia yang berani masuk ke dalam kediamannya bahkan memecahkan kaca kediaman itu. Tentu saja, Darick dan kelompoknya sudah mengetahui siapa yang berani melakukan itu berdasarkan pengalaman.Mereka melesat mencari asal kaca pecah yang ternya
Darick berdecak kesal. “Sudah aku bilang jangan menemui Jamie lagi! Dia sudah cukup sedih sekarang!” perintahnya.“Kalau dia belum melupakan kita, dia pasti senang bertemu dengan kita, Darick!” Carden membujuk Darick.“Tetapi masalahnya tak semudah itu, Carden!” desis Darick sembari menggertakkan giginya.Zaros menunduk dan mengakui kesalahannya. “Aku tak memanipulasi pikirannya karena tak ingin Jamie melupakan kenangan bersama kita!” Zaros membela diri.“Ya, bagus itu!” jawab Adam yang tiba-tiba kembali lagi setelah selesai merajuk dan tak sengaja menguping mereka.“Masalahnya … aku memanipulasi pikiran orang lain dan membuat seolah kejadian yang Jamie alami adalah mimpi,” ungkap Zaros.Mereka semua terkejut dengan apa yang baru saja Zaros ungkapkan. “Apa maksudmu?” tanya Damien, Talon, Carden dan Adam bersamaan.Zaros memang mendapat perintah
“Mengapa setega itu pada Jamie, Darick?” tanya Zaros sedih.“Salah siapa?” hardik Darick.Darick melihat Zaros hanya mengerucutkan bibirnya. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu pengikutnya yang lain.“Halo, Darick,” sapa pengikutnya dari balik ponsel.“Earl, aku titipkan dia padamu,” tutur Darick.“Kau akan kembali sekarang? Kita tak jadi bertemu?” Earl sebenarnya tahu Darick datang bukan untuk menemui dirinya.“Maaf, aku harus segera kembali. Pastikan kau dan Kalen tak ketahuan olehnya, oke?” Darick memperingatkan Earl agar tak mengulang kesalahan seperti Damien dan Carden. “Dia sangat pintar mengenali vampire.”“Kau tak ingin berpamitan dulu dengannya? Aku sering melihat dia bersedih,” ungkap Earl membujuk Darick.Darick tersenyum tipis. “Tidak. Ini untuk kebaikannya juga. Penyihir itu pasti akan menja
Jamie menghela napas pasrah. Ia ingin menceritakan pada Josh yang sebenarnya terjadi. Namun, Jamie ragu sekaligus takut kalau sampai apa yang mereka katakan benar.Ia memilih menelan semua sendiri dan berusaha menganggap kejadian itu hanya mimpi, walaupun masih tak percaya itu hanya mimpi. Namun, sekeras apa pun dirinya mengelak, tak ada orang lain yang tahu kejadian itu selain dirinya, sekalipun Josh yang bersama dengannya saat kejadian.Satu yang pasti, itu bukan penglihatan karena Jamie sudah bisa membedakan mimpi biasa dan mimpi pertanda melalui penglihatan. Lagi pula, dalam penglihatan biasanya hanya kilasan kejadian yang akan terjadi dan tak sedetail yang dirinya alami.Jamie mulai menjalani aktivitasnya setelah cuti dan membiarkan kejadian itu menjadi misteri.“Jamie! Akhirnya kau kembali dari cuti!” sambut Mr Lewis.“Dasar tua bangka! Semua yang aku alami karenamu!” geram Jamie dalam hati.“Selamat pagi,
Jamie merasa sesak dan bersandar pada kursi meja makan. Lama-kelamaan tubuhnya terkulai lemas dan dirinya hampir terjatuh dari kursi. Leslie buru-buru menahan tubuh Jamie. “Ada apa, Jams? Jams! Jamie!” Jamie mendengar suara Leslie semakin lama semakin menghilang dan matanya mulai berkaca-kaca. “Apa yang terjadi? Apa itu benar-benar hanya mimpi?” batinnya. Leslie menampar pelan wajah Jamie. “Jams! Jamie!! Ya Tuhan, ada apa denganmu?!” Jamie terkesiap karena tamparan pelan dan suara memekakkan telinga yang berasal dari Leslie. Ia menoleh dan melihat raut wajah Leslie yang panik serta khawatir dengan dirinya. Jamie melihat Leslie sepanik itu saat dirinya hampir terjatuh dari kursi atau saat dirinya berteriak dari dalam kamarnya. Jadi, rasanya tak mungkin kalau memang dirinya baru kembali dari Roxbury setelah tak mengabari berhari-hari dan Leslie memasang raut wajah biasa saja. “Jadi, aku hanya bermimpi?” gumam Jamie lirih. “Sepertinya tid
Jamie kebingungan karena berada di dalam ruang gelap. Ia menoleh ke kanan dan kirinya, kemudian menyadari tadi dirinya tak menyalakan lampu karena langsung tertidur. “Apa sekarang sudah malam? Jadi aku tidur seharian?” gumam Jamie sendiri sembari bangkit dari tidurnya. Jamie merasa lapar yang luar biasa dan perutnya mulai mengeluarkan bunyi. Ia merasa heran karena biasanya Darick atau Adam yang membangunkan dirinya. “Aneh, biasanya Darick akan mengetuk pintu untuk membangunkan aku,” gumamnya lagi. “Apa dia terlalu lelah setelah pertempuran?” Jamie mendesis seraya memiringkan kepalanya. “Tapi … dia vampire. Apa vampire bisa lelah juga?” “Aku rasa Adam masih sibuk mengurus Gabriel,” gumamnya sambil meraba dinding untuk mencari sakelar lampu dekat pintu kamar. Jamie menyalakan lampu dan matanya membulat saat melihat ruangan di sekelilingnya. Ruangan itu tak lagi berdinding kayu dan tak ada jendela kayu besar yang tertutu
Zaros merasa ngeri dengan tatapan Jamie. Dia sudah menjadi vampire ratusan tahun, tetapi baru kali itu ada manusia yang menatapnya tajam sampai dia merasa takut.Zaros berderap ke belakang Darick. “Aku hanya disuruh, Jamie.”“Iya, tetapi … apa harus pakai penyadap?” tanya Jamie tak percaya. “Itu namanya … melanggar hak privasi!”“Kami tak menaruh di kamar mandi, Jamie,” ucap Carden setelah membaca pikiran Jamie. Dia tahu Jamie panik. “Lagi pula, penyadap tak seperti kamera CCTV.”“Kami juga hanya menaruhnya di ruang terbuka.” Damien menimpali Carden untuk menenangkan Jamie.Seperti biasa dan seperti yang semua orang tahu, mereka bagai ayah dan anak. Sekalipun Carden berbohong, Damien tak akan menyentuh tangannya untuk mendeteksi kebohongan Carden. Namun, dia dan Carden sekarang memang hanya mengatakan yang sejujurnya pada Jamie.“Bagaimana caranya kal
Zaros kembali membawa Gabriel dalam keadaan selamat, tetapi kurang sehat karena Gabriel terlihat pucat. Bukan karena Gabriel menjadi vampire, melainkan kedinginan. Pasalnya, suhu di Arlington, Vermont saat itu satu derajat celcius. Baik Arlington, maupun Roxbury, keduanya merupakan kota dengan kelembaban di atas sembilan puluh dua persen. Selama awal tahun rata-rata per bulan untuk hari kering hanya tiga sampai lima hari, hari berkabut tujuh sampai sembilan hari dan sisanya hari salju. Sinar matahari muncul hanya di hari-hari tertentu tak lebih dari lima jam. “Kau baik-baik saja, Gabriel?” tanya Jamie khawatir. Darick dan Damien hampir memarahi Zaros yang selalu ceroboh dan terburu-buru. Mereka paham Zaros pasti sangat ingin membantu pertempuran mereka dengan Noir dan kelompoknya semalam, tetapi khawatir juga Gabriel terkena hipotermia. Darick dan Damien mengurungkan niat untuk memarahi Zaros karena mereka juga salah. Mereka tak menyadari Gabriel tak