Share

Aku, Musuhku dan Para Pemburu
Aku, Musuhku dan Para Pemburu
Author: NAS

Prolog

Author: NAS
last update Last Updated: 2021-11-16 05:21:52

Sligo, Irlandia. Tahun 1661.

“Hai, namaku Nicholas James Carran. Panggil saja, Nick.”

Layla hanya memandang tangan besar dari laki-laki yang berdiri di hadapannya. Dia tak segera menyambut tangan tersebut, membuat Nick melihat ke arah tangannya kemudian menyeka pada kaos yang dia kenakan untuk bermain bola.

Melihat sikap Nick, Layla segera mengulurkan tangannya. “Layla Miriam Duane. Panggil aku, Layla.”

Nick tersenyum. Senyum manis dari wajahnya tampan yang selalu diam-diam Layla perhatikan dari jauh selama lima tahun itu. Dia memiliki wajah kecil dan mata biru keabuan yang sangat indah. Rambut pirang keemasan Nick selalu tampak berkilauan ketika berlari di lapangan kala sinar matahari menyinarinya.

Ya, benar. Selama lima tahun, Layla hanya dapat memandang dari kejauhan ketika Nick berada di lapangan dan bermain bola. Dan hari itu, Nick lebih dulu menghampiri Layla, menyapa bahkan memperkenalkan dirinya. Hari itu Layla tepat berusia enam belas tahun. Nick yang berada di hadapannya bagai sebuah kado ulang tahun baginya.

Sejak saat itu, seakan-akan Nick tak ingin membiarkan Layla kesepian di pinggir lapangan. Nick selalu menyempatkan waktu untuk menyapa Layla setelah latihan atau permainan bola selesai. Dari situ, Layla tahu bahwa Nick lebih tua dua tahun darinya dan tinggal tak jauh dari kediaman paman dan bibinya.

Nick dan Layla semakin akrab dua tahun belakangan. Saat itu, Nick sedang berlatih sendiri sebelum pertandingan permainan bola. Layla hendak menyaksikan latihan Nick dengan perasaan suka cita, dia menyusuri jalan dekat lapangan. Tendangan keras dari kaki Nick membuat bola melesat kencang ke arah Layla dan hampir mengenainya.

“Layla awaaasss!!!” Teriak Nick dari jauh.

Mendengar suara Nick dari jauh, Layla menoleh dan dia sungguh terkejut melihat kedatangan bola ke arahnya. Layla tak sanggup menghindar, dia hanya pasrah sambil memejamkan mata, menunggu bola tersebut datang menghantam dirinya.

….

Layla membuka matanya dan dia lebih terkejut lagi dengan sosok Nick yang sudah berada di depannya. Nick sudah memegang bolanya. Dia berbalik dan berjalan kembali ke lapangan.

“Bagaimana mungkin?” tanyanya lirih.

Kebingungan dan rasa penasaran yang terus menerus menghantui kepala Layla. Beberapa hal yang dapat terpikirkan olehnya.

“Apa kau … penyihir atau …?” tanya Layla hati-hati.

Menurut Layla, selain penyihir, hanya sosok makhluk lain yang dapat bergerak begitu cepat. Vampire.

“Tidak, Layla. Aku manusia.”

“Kalau begitu … kau benar-benar seorang penyihir, Nick?” Layla sungguh terkejut dengan pengakuan secara tak langsung dari Nick. Dia mengecilkan nada suaranya.

“Maafkan aku, t-tapi, bisakah kau rahasiakan ini?” Nick terdengar memohon pada Layla. Wajahnya nampak penuh penyesalan.

Nick memiliki kekuatan menghentikan waktu dan menggerakkan benda tanpa menyentuhnya.

Ayahnya berkali-kali berpesan pada Nick agar dia berhati-hati menggunakan kekuatan, apalagi di tempat umum.

“Tentu saja, Nick. Kau menyelamatkan aku. Aku pasti merahasiakannya.”

Senyum Nick sudah kembali di wajahnya. Itu cukup bagi Layla. Dia akan merahasiakan siapa Nick demi senyuman itu. Layla memang telah jatuh hati padanya.

****

Nick telah menjadi pujaan hati Layla selama sembilan tahun. Empat tahun mereka saling mengenal satu sama lain, bahkan dua tahun di antaranya, Layla mengetahui rahasia Nick. Hari itu, Layla memberanikan diri mengungkapkan perasaan pada Nick.

“Nick, aku mencintaimu.”

“Tak mungkin, Layla. Kau seperti seorang adik bagiku.”

Layla terkejut dengan kata-kata yang Nick ucapkan.

Dinginnya salju yang turun pada musim dingin saat itu, tak terasa di atas kulitnya yang pucat. Kata-kata yang Layla dengar seperti belati menancap sangat dalam, kemudian perlahan menyayat dan merobek hatinya. Hanya rasa sakit dan perih yang Layla rasakan.

"Adik? Adik? Aku begitu mencintainya, mendambakannya. Tak mungkin …," ucapnya dalam hati.

Mata dengan iris berwarna hazel, campuran hijau dan emas yang mirip mata kucing, perlahan mulai berkaca-kaca.

“Apa ini karena Georgina? Apa kau sungguh mencintainya?” tanya Layla tak percaya.

“Layla …,” ucap Nick lirih dengan suara parau khas miliknya.

Nick menatap Layla tepat di matanya. Seperti biasa, dia selalu berbicara dengan Layla sambil menatap matanya.

Hati Layla hancur berkeping-keping, tetapi dia tetap membalas tatapan Nick. Kesedihannya perlahan berubah menjadi kebingungan.

Lalu, tatapan apa ini? Jika tatapan seperti itu bukan tatapan yang menyiratkan rasa cinta, lalu apa? Menyayangi? Mengagumi? Mengasihani? Nick mengasihaniku?

Layla terus sibuk dengan pikirannya.

“Selama ini, kau tak mencintaiku, tetapi mengasihaniku? Mengapa? Karena aku yatim piatu? Karena itu kau juga tak menerima cintaku?” Layla memburu Nick dengan pertanyaan, penuh kemarahan.

Nick ingin menenangkan Layla, mengatakan sejujurnya dan meminta maaf pada Layla karena membuatnya salah paham. Tangannya hendak menggapai lengan Layla untuk meredakan amarah yang tampak jelas dari matanya. Namun, Layla dengan keras menepis tangannya.

“Aku bukan adikmu dan jangan perlakukan aku seperti adikmu!”

Layla berbalik dan pergi dari hadapan Nick sebelum sempat mendengar penjelasan dan permintaan maaf Nick.

Satu hari, satu minggu, satu bulan sampai tiga bulan berlalu sejak pertengkaran Nick dan Layla. Dia belum mendengar penjelasan dan permintaan maaf dari Nick. Layla hendak menemui Nick lagi hari itu untuk meredakan kemarahan dalam hatinya, tetapi Layla menemukan kejutan lain di hadapannya.

Layla melihat Nick bersama Georgina menuju kediaman keluarga Carran. Keduanya memakai pakaian resmi. Nick mengenakan kemeja tebal dengan bagian tangan lebar dan kerah yang datar, sedangkan Georgina mengenakan gaun panjang berwarna hijau dengan renda putih pada pinggirannya.

Dengan perasaan berat, Layla melangkahkan kaki, menghampiri keduanya.

Nick menyadari kehadiran Layla dari ujung matanya, dia menoleh dan tersenyum pada Layla. Dia menghampiri Layla dengan perasaan lega—Layla tak lagi marah padanya.

“Kalian akan makan malam bersama? Ada acara apa?” tanya Layla dingin dan sedikit penasaran.

“Umm, Georgina baru saja menerima lamaranku ….”

Layla melirik ke arah jari manis Georgina yang tersemat cincin berwarna hitam dengan permata biru sapphire berukuran sedang. Kemudian ke arah jari manis Nick yang juga memakai cincin dengan warna senada dan sebuah garis biru sapphire pada bagian tengah cincin tersebut.

Layla tak dapat mendengar lagi ucapan Nick. Suaranya perlahan memudar, berganti dengungan keras dalam kepalanya. Layla seakan terjatuh ke dalam lubang tanpa dasar, dia merasa pusing.

Dia berbalik meninggalkan Nick bersama Georgina di depan kediaman keluarga Carran. Berjalan tertatih-tatih menuju kediaman paman dan bibinya yang selama itu dia tempati.

Layla mengunci diri dalam kamar dan menangis sekencang-kencangnya sampai tak mendengar suara ketukan dari arah pintu kamar oleh bibinya yang mengkhawatirkan dirinya. Dia tertidur setelah lelah menangis.

Entah berapa lama Layla tertidur. Dia terbangun karena rasa sakit luar biasa di kepalanya. Rupanya tangisannya tak dapat menyembuhkan sakit dalam hati, justru menambah sakit di bagian kepala.

Berhari-hari kesedihan dan kemarahan tak juga reda dalam dirinya. Pagi hari itu, Layla yang patah hati memutuskan tak ingin menyimpan rahasia Nick lagi.

“Jika aku tak dapat memilikimu. Tak ada yang boleh memilikimu.”

Tak ada yang lebih menakutkan daripada seorang perempuan yang hati dan harga dirinya terluka.

Layla mulai menyebarkan berita, menimbulkan kegaduhan dan kecemasan di kota Sligo, Irlandia. Nick adalah seorang penyihir.

Para penduduk yang mendengar berita itu resah dan para pesaing dalam permainan bola marah. Mereka mulai mengait-ngaitkan kejadian yang satu dengan yang lain, seakan-akan Nick memang benar-benar menyihir mereka. Satu-satunya sihir yang Nick pakai hanya ketika menyelamatkan Layla.

Nick sudah mengetahui hari itu akan datang cepat atau lambat. Dia dapat dengan mudah menghentikan waktu dan pergi dari sana, tetapi dia tahu kemarahan Layla tak akan berhenti sampai di sana jika dirinya melarikan diri. Nick menerima takdirnya.

Belum sampai pukul sembilan malam, mereka mulai beramai-ramai mengerumuni dan menerobos masuk kediaman keluarga Carran. Mereka tak menemukan siapa pun selain Nick dan sebuah buku, di dalamnya terdapat tulisan yang para penduduk yakini sebagai mantra.

Mereka menyeret Nick, mulai menghujat dan menghukum Nick dengan hukum yang mereka buat sendiri.

Melihat Nick babak belur, Layla pun terenyuh. Namun, tatapan mata Nick masih sama seperti sebelumnya, membuat Layla kembali teringat dengan harga diri yang terluka karena Nick mengasihani dirinya. Layla kembali menghasut penduduk agar lebih menghukum Nick.

"Apa kau melihat untuk menyihirku, Nick?" Layla berpura-pura ketakutan.

Seorang penduduk menutup kepala Nick. Mereka mulai menyiapkan pembakaran untuk memusnahkan seorang penyihir.

"Masukkan dia ke dalam rumah dan bakar penyihir keji itu beserta rumahnya!" seru seorang penduduk bengis.

Mereka pun memasukkan Nick dan menguncinya di dalam rumah, kemudian membakar kediaman Carran tersebut. Sebuah cahaya terang memancar dari dalam kediaman itu setelah api melahap semuanya, membuat para penduduk dan Layla yang berada di sana ketakutan. Mereka bergumam, Nick sang penyihir kembali dan akan membalas mereka.

Namun, cahaya tersebut pun lambat laun menghilang bertepatan dengan kehadiran Georgina di kediaman sang tunangan.

"Nicholas ...."

Dia terjatuh dan berlutut, menangisi dirinya terlambat datang dan terpaksa merelakan kepergian Nick.

Georgina menatap Layla penuh kemarahan. Dia tahu, Layla menghasut penduduk dan berpura-pura meneteskan air mata seraya menyaksikan para penduduk menghukum Nick atas dosa yang tak dia perbuat.

"Kau perempuan pendusta dan berhati busuk! Jangan kau tunjukkan lagi wajahmu di hadapanku!" teriak Georgina seraya mengarahkan telunjuknya pada Layla.

Georgina telah mengetahui siapa Nick dan menerima dirinya, tetapi Nick bukan seorang penyihir seperti yang mereka tuduhkan. Kejahatan Nick adalah membiarkan Layla salah sangka dengan dirinya dan berpikir Layla tak akan menyakitinya.

Related chapters

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Aku bukan pencuri!!

    Toronto, Kanada. Lebih dari tiga ratus tahun kemudian. “Pencuri!!” Teriak seorang laki-laki muda. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seorang pencuri di pagi hari. Pencuri itu hanya diam saat Josh meneriaki dari belakangnya, membuat ia semakin geram. “Sekuriti! Sekuriti! Ada pencuri di sini!!!” Mendengar teriakan dari belakangnya, seorang perempuan yang menggunakan hoodie abu-abu pun berbalik. Ia hanya menemukan seorang laki-laki yang sedang menatapnyaa dengan tajam. Ia nampak kebingungan, mulai menoleh ke kanan kiri dan tak menemukan orang lain di sana. Hanya dirinya dan laki-laki yang barusan berteriak memanggil petugas keamanan—Josh. Petugas keamanan akhirnya tiba, si laki-laki tadi tanpa ragu mengangkat telunjuknya, mengarah pada sosok perempuan yang berdiri di hadapannya—Jamie. “Dia pencurinya, Sir.” "Hah? Aku pencuri? Apa-apaan!" Dalam h

    Last Updated : 2021-11-16
  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Ada sesuatu … di dalam

    Jamie baru saja kembali ke rumahnya. Ia terus menggerutu sepanjang pintu masuk sampai dapur tempat ibunya berada. “Dasar menyebalkan!” Anna, ibunya, yang berada di dapur dengan seorang pelayan, menaruh sebelah tangan di pinggulnya dan sebelah lagi terangkat menghadap ke atas—meminta penjelasan apa yang membuat putri satu-satunya jengkel. Jamie pun tanpa ragu menceritakan bagaimana dirinya berakhir di kantor polisi hanya karena sebungkus Miss Vickie’s Potato Chip. Ia pun semakin kesal, teringat karena kejadian itu ia tak dapat menikmati camilan kesukaannya. Jika kejadian itu terjadi pada anak lain, ibu anak tersebut pasti khawatir dan marah, bahkan menuntut Josh dengan pencemaran nama baik atau apa pun itu. Namun, Anna hanya tersenyum kecil, dia tahu dengan baik siapa putrinya. Jamie tak mungkin melakukan hal itu dan mendengar Jamie berbicara terus-menerus karena merasa sangat marah—diperlakukan tak adil, dia mengambil kesimpulan, Jamie baik-ba

    Last Updated : 2021-11-16
  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Kau pantas mendapatkannya!

    Jamie berusaha tak melihat matanya. Ia hanya menatap Josh yang tanpa Josh tahu berada di sebelah roh jahat tersebut, tetapi tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Jamie. Tentu saja, tak ada kata yang keluar di saat pandangan mata kentang menyeramkan itu melekat pada Jamie. Tenang Jamie, tenang … jangan memberinya kesempatan. Jamie menenangkan diri dalam pikirannya tanpa berucap. “Apa yang kau lakukan? Kau akan memukulku sekarang?” Josh terus memancing emosi Jamie. “Josh, hentikan!” Bibinya mencoba menengahi mereka berdua. Dia merasa ada yang aneh dengan tatapan Jamie. Jamie ingin memberitahu mereka berdua, tetapi lidahnya terasa kelu. Satu kesalahan dan kentang itu pasti masuk ke dalam tubuh salah satu dari mereka, tetapi sepertinya kentang menyeramkan itu telah mengunci targetnya. Mom, di mana kau berada? Aku tak bisa mengatasi ini. Berharap bisa memanggil Anna dalam pikirannya, tetapi ....

    Last Updated : 2021-11-16
  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   ARGGHHH!!!!!

    Flashback tiga tahun sebelumnya. Jamie Anne Mikell, seorang remaja dengan rambut hitam sebahu, sedikit bergelombang. Kulitnya putih cerah, tetapi hitam legam rambutnya membuat kulit Jamie terlihat agak pucat. Ia terlahir istimewa. Jamie memiliki kemampuan supranatural. Kemampuan yang berasal dari keluarga ibunya secara turun menurun kepada anak perempuan yang telah berusia lima belas tahun. Beruntung, satu-satunya anak dari keluarga Mikell seorang anak perempuan, Jamie. Anna, ibu Jamie, tak ingin Jamie terkejut saat waktunya tiba. Dia lebih dulu memberitahu Jamie dan menuturkan satu per satu kemampuan yang dimiliki anggota keluarga lainnya, termasuk dirinya yang dapat memanipulasi energi air. Kemampuan yang mereka miliki pun tak semuanya sama, tak pula berbeda. “… kemampuan Great-Granny membaca pikiran, sedangkan Granny dapat memindahkan benda tanpa menyentuhnya. Itu disebut telekinesis. Hebat, bukan?”

    Last Updated : 2021-11-16
  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Mereka berbahaya?

    “Telur … telur … telur ….,” gumam Jamie seraya memejamkan matanya. Ia melihat sesosok makhluk gaib berdiri menatapnya dari pojok ruang baca dekat kamarnya. Jamie masih terus berlatih cara mengendalikan pikiran seperti yang Anna, ibunya, ajarkan padanya. Terkadang ia berhasil, terkadang belum berhasil. Jamie membuka matanya sedikit demi sedikit—hendak mengintip apa kali itu ia berhasil lagi. Namun, sayangnya tidak. “Arrrgghhh!!” Jamie memekik kencang. Suaranya dari lantai dua kediaman tersebut tiba di lantai dasar bahkan sampai keluar. Seketika pelayan dan penjaga keamanan di rumahnya terperanjat. Makhluk gaib yang ternyata hanya roh penasaran sudah berdiri di hadapannya persis. Menatap Jamie lekat-lekat. Jamie terbirit-birit menuju kamar orang tuanya yang telah ia lewati sebelumnya, tanpa mengetuk pintu, ia langsung menerobos masuk. Ia membelalak dan mulutnya menganga, tetapi segera ia tutup matanya rapat-rapat. Jamie b

    Last Updated : 2021-12-23
  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Aku punya teman baru

    Jamie lulus dari Sekolah Menengah Pertama W di Bentonville sejak akhir bulan Mei lalu. Ia dan Anna, ibunya, baru pindah ke Toronto pada awal bulan Juni lalu. Liam, ayahnya, yang telah lebih dulu pindah beberapa bulan sebelumnya mengurus pendaftaran sekolah Jamie di Toronto. Sekolah Menengah Atas The Y Toronto, tempat Jamie akan menempuh pendidikan selanjutnya. Dan sekolah akan di mulai awal bulan September. Dua minggu lagi. Jamie sudah lebih terbiasa dengan kemampuannya. Ia dapat keluar rumah dengan leluasa sembari melatih mengendalikan pikirannya di luar rumah. Musim panas pertama Jamie di Toronto. Ada energi baru di udara. Dari jalanan perumahan, pekarangan sampai taman umum membuat Jamie bersemangat dengan kota Toronto. Ia pergi dengan sepedanya ke area taman tak jauh dari kediamannya pada sore hari. “Wah, ini sungguh taman yang sangat bagus, Aku sangat menyukainya!!” ungkap Jamie ketika ia tiba di Taman Sir Winston Churchill. Ya, i

    Last Updated : 2021-12-24
  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Sudah waktunya juga dia pulang

    Dua hari berikutnya, Jamie sudah lebih dulu berada di taman sore itu. Ia duduk di tempat biasa dirinya dan Sophie berada. Sophie tak datangkah hari ini? Haruskah aku menghubunginya? Sudahlah, kutunggu saja. Jamie berdebat dengan pikirannya sendiri. Tak sabar ingin bertanya pada Sophie. Ia menunggu sembari memandang orang-orang yang berada di area taman. Tak berapa lama, Sophie pun tiba. Dia tersenyum saat melihat Jamie sudah duduk di kursi taman, hanyut dalam lamunannya. “Jamie, apa yang kau lamunkan?” “Ahh, tak ada, aku pikir kau tak datang hari ini,” ucap Jamie saat Sophie sudah duduk di sebelahnya. Jamie masih penasaran dan sedikit berharap. “Kau masih belum tanya orang tuamu di mana sekolahmu nanti, Sophie?” tanyanya. Sophie kembali mengangkat kedua bahunya, seakan tak peduli dengan sekolah selanjutnya. Jamie sedikit memiringkan kepalanya sembari mengerutkan dahi. Ia bingung karena sekolah akan dimulai, tet

    Last Updated : 2021-12-24
  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Kau melihat dan mendengarku, 'kan?

    Keesokan harinya, Jamie kembali ke taman, tetapi tak menemukan Sophie. Satu hari, dua hari sampai tiga hari masih sama. Ia tak pernah lagi melihat Sophie. “Ponselnya pun tak dapat dihubungi.” Jamie bergumam lirih. Jamie pernah meminta nomor ponsel Sophie, tetapi belum pernah menghubunginya. Sophie juga tak pernah membawa ponsel saat mereka bertemu. Jamie pikir karena orang tua Sophie melarangnya membawa ponsel ke taman. Ia juga belum pernah bertukar pesan pada Sophie karena mereka selalu bertemu. Namun, Jamie merasa tak enak, berpikir ketidakhadiran Sophie karena marah padanya saat kejadian terakhir kali. Ia pun kembali menekan tombol panggilan pada ponselnya ke nomor Sophie—tak lebih dari tiga kali. Setelah hampir satu jam menunggu di kursi taman, Jamie menyerah dan pulang. “Sophie pasti marah dan kecewa padaku karena Mom,” ucap Jamie bersungut-sungut—menyalahkan Anna, ibunya. Mereka berdua berada di ruang keluarga se

    Last Updated : 2021-12-24

Latest chapter

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Tentu saja! Kalian semua diundang.

    Di tengah kecurigaan Jamie, dirinya teringat Darick pernah mengatakan Zaros memanipulasi pikiran seseorang di kantor pusat tempat dirinya bekerja agar melakukan perubahan pada data Jamie. Dengan begitu, Noir dan kelompoknya tak dapat menemukan keluarga Jamie. Jamie akhirnya mulai mencurigai Zaros. Ia juga berkali-kali melihat sosok Damien, Talon, Zaros, Carden, Gabriel dan Adam di sekitarnya, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang ingin menemuinya. Jamie menoleh pada Damien dengan tajam. “Apa kau pikir aku tak melihatmu dari jendela kamarku?!” ketusnya. “A-Aku … itu … hm, maaf, Jamie,” jawab Damien menyesal. Jamie menunjuk Talon, Zaros Carden dan Gabriel dengan mata berkaca-kaca. “Aku tahu Talon membersihkan apartemenku setiap datang! Aku tahu Gabriel dan Adam pernah mengunjungiku, tetapi kepergok oleh Josh, ‘kan?! Aku juga tahu Carden mengisap makhluk gaib di sekitarku! Aku tahu pasti yang membawa kalian berpindah pasti Zaros!” Talon, Zaros, Carden dan Gabriel gelagapan. “M-Maa

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Ini untuk kebaikanmu, Jamie.

    Adam mempersilakan mereka maju dan menghiraukan ucapannya karena dia akan bersembunyi di tempat persembunyiannya.“Apa dia minta mati kali ini?!” Darick menyeringai sadis.Darick melindungi kediaman itu dengan kekuatannya dan hanya manusia yang dapat masuk ke dalam kediaman itu. Sayangnya, Darick dan kelompoknya tak bisa membedakan aroma manusia yang satu dan lainnya. Jika manusia sudah masuk ke dalam kediaman yang Darick lindungi, tentunya manusia yang memiliki kekuatan bisa menggunakan kekuatan dalam kediaman itu.Darick juga melindungi pikiran dirinya dan kelompoknya dari kelompok lain. Oleh karena itu, hanya Darick dan kelompoknya yang bisa masuk ke dalam pikiran satu sama lain, seperti Carden yang selalu membaca pikirannya.Dan sekarang, ada manusia yang berani masuk ke dalam kediamannya bahkan memecahkan kaca kediaman itu. Tentu saja, Darick dan kelompoknya sudah mengetahui siapa yang berani melakukan itu berdasarkan pengalaman.Mereka melesat mencari asal kaca pecah yang ternya

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Mengapa Darick sangat keras kepala?

    Darick berdecak kesal. “Sudah aku bilang jangan menemui Jamie lagi! Dia sudah cukup sedih sekarang!” perintahnya.“Kalau dia belum melupakan kita, dia pasti senang bertemu dengan kita, Darick!” Carden membujuk Darick.“Tetapi masalahnya tak semudah itu, Carden!” desis Darick sembari menggertakkan giginya.Zaros menunduk dan mengakui kesalahannya. “Aku tak memanipulasi pikirannya karena tak ingin Jamie melupakan kenangan bersama kita!” Zaros membela diri.“Ya, bagus itu!” jawab Adam yang tiba-tiba kembali lagi setelah selesai merajuk dan tak sengaja menguping mereka.“Masalahnya … aku memanipulasi pikiran orang lain dan membuat seolah kejadian yang Jamie alami adalah mimpi,” ungkap Zaros.Mereka semua terkejut dengan apa yang baru saja Zaros ungkapkan. “Apa maksudmu?” tanya Damien, Talon, Carden dan Adam bersamaan.Zaros memang mendapat perintah

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Kami hanya merindukan Jamie, Darick!

    “Mengapa setega itu pada Jamie, Darick?” tanya Zaros sedih.“Salah siapa?” hardik Darick.Darick melihat Zaros hanya mengerucutkan bibirnya. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu pengikutnya yang lain.“Halo, Darick,” sapa pengikutnya dari balik ponsel.“Earl, aku titipkan dia padamu,” tutur Darick.“Kau akan kembali sekarang? Kita tak jadi bertemu?” Earl sebenarnya tahu Darick datang bukan untuk menemui dirinya.“Maaf, aku harus segera kembali. Pastikan kau dan Kalen tak ketahuan olehnya, oke?” Darick memperingatkan Earl agar tak mengulang kesalahan seperti Damien dan Carden. “Dia sangat pintar mengenali vampire.”“Kau tak ingin berpamitan dulu dengannya? Aku sering melihat dia bersedih,” ungkap Earl membujuk Darick.Darick tersenyum tipis. “Tidak. Ini untuk kebaikannya juga. Penyihir itu pasti akan menja

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   M-Maaf … salah orang.

    Jamie menghela napas pasrah. Ia ingin menceritakan pada Josh yang sebenarnya terjadi. Namun, Jamie ragu sekaligus takut kalau sampai apa yang mereka katakan benar.Ia memilih menelan semua sendiri dan berusaha menganggap kejadian itu hanya mimpi, walaupun masih tak percaya itu hanya mimpi. Namun, sekeras apa pun dirinya mengelak, tak ada orang lain yang tahu kejadian itu selain dirinya, sekalipun Josh yang bersama dengannya saat kejadian.Satu yang pasti, itu bukan penglihatan karena Jamie sudah bisa membedakan mimpi biasa dan mimpi pertanda melalui penglihatan. Lagi pula, dalam penglihatan biasanya hanya kilasan kejadian yang akan terjadi dan tak sedetail yang dirinya alami.Jamie mulai menjalani aktivitasnya setelah cuti dan membiarkan kejadian itu menjadi misteri.“Jamie! Akhirnya kau kembali dari cuti!” sambut Mr Lewis.“Dasar tua bangka! Semua yang aku alami karenamu!” geram Jamie dalam hati.“Selamat pagi,

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Jadi itu semua hanya mimpi?

    Jamie merasa sesak dan bersandar pada kursi meja makan. Lama-kelamaan tubuhnya terkulai lemas dan dirinya hampir terjatuh dari kursi. Leslie buru-buru menahan tubuh Jamie. “Ada apa, Jams? Jams! Jamie!” Jamie mendengar suara Leslie semakin lama semakin menghilang dan matanya mulai berkaca-kaca. “Apa yang terjadi? Apa itu benar-benar hanya mimpi?” batinnya. Leslie menampar pelan wajah Jamie. “Jams! Jamie!! Ya Tuhan, ada apa denganmu?!” Jamie terkesiap karena tamparan pelan dan suara memekakkan telinga yang berasal dari Leslie. Ia menoleh dan melihat raut wajah Leslie yang panik serta khawatir dengan dirinya. Jamie melihat Leslie sepanik itu saat dirinya hampir terjatuh dari kursi atau saat dirinya berteriak dari dalam kamarnya. Jadi, rasanya tak mungkin kalau memang dirinya baru kembali dari Roxbury setelah tak mengabari berhari-hari dan Leslie memasang raut wajah biasa saja. “Jadi, aku hanya bermimpi?” gumam Jamie lirih. “Sepertinya tid

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Apa itu hanya mimpi?

    Jamie kebingungan karena berada di dalam ruang gelap. Ia menoleh ke kanan dan kirinya, kemudian menyadari tadi dirinya tak menyalakan lampu karena langsung tertidur. “Apa sekarang sudah malam? Jadi aku tidur seharian?” gumam Jamie sendiri sembari bangkit dari tidurnya. Jamie merasa lapar yang luar biasa dan perutnya mulai mengeluarkan bunyi. Ia merasa heran karena biasanya Darick atau Adam yang membangunkan dirinya. “Aneh, biasanya Darick akan mengetuk pintu untuk membangunkan aku,” gumamnya lagi. “Apa dia terlalu lelah setelah pertempuran?” Jamie mendesis seraya memiringkan kepalanya. “Tapi … dia vampire. Apa vampire bisa lelah juga?” “Aku rasa Adam masih sibuk mengurus Gabriel,” gumamnya sambil meraba dinding untuk mencari sakelar lampu dekat pintu kamar. Jamie menyalakan lampu dan matanya membulat saat melihat ruangan di sekelilingnya. Ruangan itu tak lagi berdinding kayu dan tak ada jendela kayu besar yang tertutu

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Lupakan dulu pekerjaanmu, Jams.

    Zaros merasa ngeri dengan tatapan Jamie. Dia sudah menjadi vampire ratusan tahun, tetapi baru kali itu ada manusia yang menatapnya tajam sampai dia merasa takut.Zaros berderap ke belakang Darick. “Aku hanya disuruh, Jamie.”“Iya, tetapi … apa harus pakai penyadap?” tanya Jamie tak percaya. “Itu namanya … melanggar hak privasi!”“Kami tak menaruh di kamar mandi, Jamie,” ucap Carden setelah membaca pikiran Jamie. Dia tahu Jamie panik. “Lagi pula, penyadap tak seperti kamera CCTV.”“Kami juga hanya menaruhnya di ruang terbuka.” Damien menimpali Carden untuk menenangkan Jamie.Seperti biasa dan seperti yang semua orang tahu, mereka bagai ayah dan anak. Sekalipun Carden berbohong, Damien tak akan menyentuh tangannya untuk mendeteksi kebohongan Carden. Namun, dia dan Carden sekarang memang hanya mengatakan yang sejujurnya pada Jamie.“Bagaimana caranya kal

  • Aku, Musuhku dan Para Pemburu   Aku tak bisa menyumbangkan darah!

    Zaros kembali membawa Gabriel dalam keadaan selamat, tetapi kurang sehat karena Gabriel terlihat pucat. Bukan karena Gabriel menjadi vampire, melainkan kedinginan. Pasalnya, suhu di Arlington, Vermont saat itu satu derajat celcius. Baik Arlington, maupun Roxbury, keduanya merupakan kota dengan kelembaban di atas sembilan puluh dua persen. Selama awal tahun rata-rata per bulan untuk hari kering hanya tiga sampai lima hari, hari berkabut tujuh sampai sembilan hari dan sisanya hari salju. Sinar matahari muncul hanya di hari-hari tertentu tak lebih dari lima jam. “Kau baik-baik saja, Gabriel?” tanya Jamie khawatir. Darick dan Damien hampir memarahi Zaros yang selalu ceroboh dan terburu-buru. Mereka paham Zaros pasti sangat ingin membantu pertempuran mereka dengan Noir dan kelompoknya semalam, tetapi khawatir juga Gabriel terkena hipotermia. Darick dan Damien mengurungkan niat untuk memarahi Zaros karena mereka juga salah. Mereka tak menyadari Gabriel tak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status