Kilas balik malam sebelumnya.
William baru saja menerima telepon dari Josh. Josh mengingatkan William agar segera keluar dari kediaman mereka. William menoleh pada jam dinding dan menunjukkan pukul tujuh malam.
“Aduh, sudah tak mungkin,” sesal William.
Penerbangan terakhir dari Seattle ke San Francisco pukul setengah delapan malam. Dia dan Mike sudah berkemas, tetapi belum membeli tiket penerbangan karena William baru menyelesaikan urusan jual-beli kediaman mereka siang tadi. William membuka aplikasi di ponselnya dan melihat jadwal penerbangan pertama ke San Francisco.
“Mike!” teriak William.
Tak butuh waktu lama, Mike yang sedang berada di dapur langsung masuk ke dalam ruang kerja William. “Ada apa, Dad?”
“Sudah semua? Tak ada yang ketinggalan?”
“Sudah, Dad. Aman!” jawab Mike yakin.
William mengatakan bahwa mereka mengambil penerbangan
Jamie terbangun dari mimpinya. Mimpi yang tampak sangat nyata. Perasaannya mendadak tak enak. Persis seperti saat memimpikan Leslie. Jamie tahu itu bukan mimpi melainkan pertanda dari kemampuan barunya. Ia tak mengerti mengapa ada pertanda seperti itu. Padahal sebelum tidur ia sempat berbicara dengan Josh dan seharusnya nanti mereka pergi berkencan. Jamie menoleh ke arah jam dinding dan waktu menunjukkan pukul lima pagi. Ia memilih keluar kamar dan membuat sarapan. Jamie melamun sembari menikmati sarapan yang seadanya. “Tumben bangun pagi!” seru Leslie yang baru keluar dari kamarnya. Leslie langsung menuju mesin kopi dan membuat kopi. Jamie menyodorkan beberapa roti lapis yang memang ia buat untuk sarapan mereka berdua. “Aku membuatnya tadi.” “Terima kasih, Jams,” balas Leslie kegirangan. Leslie masih penasaran. “Apa yang membuatmu murung pagi-pagi?” “Mimpi buruk!” “Seperti waktu itu?” Leslie penasaran dan hampir mengel
“Jamie, ke sini!” panggil Mr Lewis dari depan pintu ruangannya. Jamie menghela napas berat. Ia menggerutu. “Apa kemarin belum cukup memarahiku?” Semua rekan Jamie menoleh dan memberi semangat pada Jamie sebelum masuk ke dalam ruang Mr Lewis. Mr Lewis sebenarnya bukan atasan yang menyeramkan. Dia sangat baik dan menyenangkan, tetapi jika ada kejadian seperti kemarin, Mr Lewis tak mungkin tutup mata. Kemarin, Jamie memang sudah kena teguran dari Mr Lewis karena berani berteriak pada nasabah. Si nasabah memang sangat kurang ajar, tetapi seharusnya Jamie tak berteriak padanya. Sekarang Jamie harus kembali lagi ke ruangan Mr Lewis karena Mr Lewis baru saja mendapat telepon dari kantor pusat mereka di kota New York. Seorang atasan di kantor pusat menegur Mr Lewis karena cabang San Francisco baru saja mendapat sorotan. Sebuah video beredar tentang keributan di sebuah bank. Rupanya salah satu nasabah lain yang masih berada di dalam bank merekam kejadian kemarin. Dalam video yang berdurasi
Penerbangan dari San Fransisco menuju Burlington sekitar tujuh jam. Penerbangan awal hanya sampai Detroit, Michigan, kemudian penerbangan selanjutnya menuju Burlington, Vermont. Tak ada penerbangan langsung ke sana. Setelah melakukan penerbangan selama empat setengah jam, Jamie turun bersama penumpang lainnya dan mengganti pesawat di Detroit. Ia celingak-celinguk masih mencari beberapa orang yang tadi sempat ia lihat, tetapi tak menemukan satu pun. Jamie menunggu selama empat puluh menit di Detroit. Ia bangkit dari kursi setelah mendengar pengumuman melalui pengeras suara untuk penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke Burlington. Setelah petugas memeriksa boarding pass kedua Jamie, Ia langsung menuju pesawat. Pramugari yang menyambut para penumpang di pintu, langsung mengarahkan Jamie menuju kursi utama yang hanya memiliki sembilan kursi. Dengan tiga baris kursi, masing-masing satu kursi di sebelah kiri dan dua kursi di sebelah kanan. Jamie duduk
Jamie menoleh ke arah pintu yang perlahan-lahan terbuka. Ia bertatapan dengan beberapa pasang iris mata yang sama dengan miliknya. Jamie bangkit dari duduknya dengan terburu-buru.“Kalian ….”“Apa kau bicara dengan seseorang?” tanya seorang laki-laki bertubuh tinggi dan kekar.Dia berdiri paling depan dan berderap masuk. Keempat lainnya mengikuti dari belakang. Mereka semua berdiri di hadapan Jamie yang masih memegangi kepalanya karena sempat terbentur dinding.“Tak perlu takut dengan kami,” terangnya lagi, “kita sudah saling mengenal, bukan?”Jamie menurunkan tangannya. Kepalanya terus-menerus mengingat ucapan si penjaga.Mereka tak berbahaya! Mereka tak berbahaya, Jamie! Mereka melindungiku!Jamie mengulangi ketiga kalimat di dalam kepalanya. Ia berusaha meyakinkan dirinya agar tak takut, tetapi tak mungkin dirinya tak takut jika harus berhadapan dengan vampire
Jamie mendengar dengan baik setiap ucapan si penjaga, tetapi tetap saja Jamie tak mungkin berdiam diri di rumah itu. Lagipula, si penjaga belum menjawab alasan para vampire melindunginya dan menculiknya. Setelah bertemu dengan seorang manusia bukan membuat Jamie tenang, justru malah memikirkan rencana untuk melarikan diri dari rumah itu. Ia mencoba membuka pintu yang tak terkunci dengan berhati-hati. Jamie keluar kamar dan menuruni tangga kayu. Ia mendengar suara dentingan sendok, garpu dan piring, tetapi memilih mengabaikannya. Jamie mengendap-endap mencari pintu keluar. Saat ia tersadar suasana mendadak sepi dan bagian belakang tubuh Jamie terasa hangat. Jamie menghentikan langkahnya dan menoleh. Ia terkejut dengan kehadiran dua orang yang berada di belakangnya dan mengendap-endap seperti dirinya. Jamie berteriak sampai suaranya menggema di seluruh rumah dan membuat kedua orang tersebut menutup telinganya. Ia terjatuh ke atas lantai marmer yang din
Darick menghampiri Jamie dan Damien bangkit dari kursinya. Darick terlihat sangat khawatir. Dia menepuk punggung Jamie beberapa kali.“Apa kau sakit? Apa karena luka di kepalamu?”Jamie tak menjawab, hanya menggelengkan kepala. Ia sudah berhenti mengeluarkan salad yang tadi dikunyahnya dan tenggorokannya terasa sangat tak enak. Darick menoleh pada Zaros dan dia membawakan minum.Jamie terkejut karena Zaros tiba-tiba berdiri di sebelahnya. “K-Kau … bagaimana mungkin?”“Minumlah,” ucap Zaros sembari menyodorkan gelas berisi air mineral.Jamie meminumnya sampai habis dan menghela napas panjang. Ia pikir hidupnya akan berakhir karena makanan yang tadi masuk ke dalam mulutnya.Darick merasa memiliki kewajiban menjaga manusia yang berada di hadapannya. Dia memburu Jamie dengan beberapa pertanyaan langsung.“Kau tak apa-apa, ‘kan? Apa kau sakit? Apa perlu kupanggilkan dokter?”
“Ahh … aku tahu! Kalian bisa membaca pikiran seperti dia membaca pikiranku, ‘kan?” tanya Jamie sembari menunjuk pada Carden.Carden yang sejak tadi memandang keluar kediaman langsung menoleh pada Darick. Darick menoleh pada Zaros, Zaros menoleh pada Damien dan Talon yang duduk berdekatan.Jamie semakin bingung dengan sikap mereka yang justru saling melemparkan tatapan, alih-alih menjawab pertanyaannya. Ia mengatakan dirinya ragu pada mereka dan mulai mencurigai mereka.Darick langsung duduk di sofa dekat Jamie. Dia mengatakan tak dapat mengungkapkan semua kekuatan mereka pada Jamie karena takut pikiran Jamie terlacak vampire lain. Dia tak ingin mengambil resiko membahayakan kelompoknya.“Vampire lain dapat melacak pikiranku?” tanya Jamie tak percaya.“Ya, tentu saja.”“Kalau begitu, jangan bilang padaku semua kekuatan kalian … sedikiittt saja … hmm?”
Darick terlihat gelagapan. Dia tersenyum canggung. “Surprise …!”Jamie tak mengerti dengan maksud Darick dan memilih menanyakan Elena. “Tunggu … di mana Elena sekarang? Dia tak akan tiba-tiba muncul dan mengisap darahku, ‘kan?”Tadi Damien sempat mengatakan jika mereka tak datang, Elena pasti akan mengisap darahnya. Jamie takut Elena tiba-tiba muncul dari belakangnya atau menyergapnya saat tidur. Ia menutupi lehernya, kemudian menoleh ke kanan dan kiri.Darick tertawa kecil melihat tingkah konyol Jamie. “Dia tak akan menyakitimu, Jamie.”Bukan tenang, tetapi Jamie malah panik. “Apa? Mengapa? Di mana dia sekarang? Apa dia di Toronto?”Darick langsung terdiam. Damien, Talon, Zaros dan Carden menoleh pada Darick. Mereka melihat raut wajah Darick yang berubah menjadi kaku.Damien menjawabnya untuk Darick. “Elena sudah tak ada … di dunia ini.”D
Di tengah kecurigaan Jamie, dirinya teringat Darick pernah mengatakan Zaros memanipulasi pikiran seseorang di kantor pusat tempat dirinya bekerja agar melakukan perubahan pada data Jamie. Dengan begitu, Noir dan kelompoknya tak dapat menemukan keluarga Jamie. Jamie akhirnya mulai mencurigai Zaros. Ia juga berkali-kali melihat sosok Damien, Talon, Zaros, Carden, Gabriel dan Adam di sekitarnya, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang ingin menemuinya. Jamie menoleh pada Damien dengan tajam. “Apa kau pikir aku tak melihatmu dari jendela kamarku?!” ketusnya. “A-Aku … itu … hm, maaf, Jamie,” jawab Damien menyesal. Jamie menunjuk Talon, Zaros Carden dan Gabriel dengan mata berkaca-kaca. “Aku tahu Talon membersihkan apartemenku setiap datang! Aku tahu Gabriel dan Adam pernah mengunjungiku, tetapi kepergok oleh Josh, ‘kan?! Aku juga tahu Carden mengisap makhluk gaib di sekitarku! Aku tahu pasti yang membawa kalian berpindah pasti Zaros!” Talon, Zaros, Carden dan Gabriel gelagapan. “M-Maa
Adam mempersilakan mereka maju dan menghiraukan ucapannya karena dia akan bersembunyi di tempat persembunyiannya.“Apa dia minta mati kali ini?!” Darick menyeringai sadis.Darick melindungi kediaman itu dengan kekuatannya dan hanya manusia yang dapat masuk ke dalam kediaman itu. Sayangnya, Darick dan kelompoknya tak bisa membedakan aroma manusia yang satu dan lainnya. Jika manusia sudah masuk ke dalam kediaman yang Darick lindungi, tentunya manusia yang memiliki kekuatan bisa menggunakan kekuatan dalam kediaman itu.Darick juga melindungi pikiran dirinya dan kelompoknya dari kelompok lain. Oleh karena itu, hanya Darick dan kelompoknya yang bisa masuk ke dalam pikiran satu sama lain, seperti Carden yang selalu membaca pikirannya.Dan sekarang, ada manusia yang berani masuk ke dalam kediamannya bahkan memecahkan kaca kediaman itu. Tentu saja, Darick dan kelompoknya sudah mengetahui siapa yang berani melakukan itu berdasarkan pengalaman.Mereka melesat mencari asal kaca pecah yang ternya
Darick berdecak kesal. “Sudah aku bilang jangan menemui Jamie lagi! Dia sudah cukup sedih sekarang!” perintahnya.“Kalau dia belum melupakan kita, dia pasti senang bertemu dengan kita, Darick!” Carden membujuk Darick.“Tetapi masalahnya tak semudah itu, Carden!” desis Darick sembari menggertakkan giginya.Zaros menunduk dan mengakui kesalahannya. “Aku tak memanipulasi pikirannya karena tak ingin Jamie melupakan kenangan bersama kita!” Zaros membela diri.“Ya, bagus itu!” jawab Adam yang tiba-tiba kembali lagi setelah selesai merajuk dan tak sengaja menguping mereka.“Masalahnya … aku memanipulasi pikiran orang lain dan membuat seolah kejadian yang Jamie alami adalah mimpi,” ungkap Zaros.Mereka semua terkejut dengan apa yang baru saja Zaros ungkapkan. “Apa maksudmu?” tanya Damien, Talon, Carden dan Adam bersamaan.Zaros memang mendapat perintah
“Mengapa setega itu pada Jamie, Darick?” tanya Zaros sedih.“Salah siapa?” hardik Darick.Darick melihat Zaros hanya mengerucutkan bibirnya. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu pengikutnya yang lain.“Halo, Darick,” sapa pengikutnya dari balik ponsel.“Earl, aku titipkan dia padamu,” tutur Darick.“Kau akan kembali sekarang? Kita tak jadi bertemu?” Earl sebenarnya tahu Darick datang bukan untuk menemui dirinya.“Maaf, aku harus segera kembali. Pastikan kau dan Kalen tak ketahuan olehnya, oke?” Darick memperingatkan Earl agar tak mengulang kesalahan seperti Damien dan Carden. “Dia sangat pintar mengenali vampire.”“Kau tak ingin berpamitan dulu dengannya? Aku sering melihat dia bersedih,” ungkap Earl membujuk Darick.Darick tersenyum tipis. “Tidak. Ini untuk kebaikannya juga. Penyihir itu pasti akan menja
Jamie menghela napas pasrah. Ia ingin menceritakan pada Josh yang sebenarnya terjadi. Namun, Jamie ragu sekaligus takut kalau sampai apa yang mereka katakan benar.Ia memilih menelan semua sendiri dan berusaha menganggap kejadian itu hanya mimpi, walaupun masih tak percaya itu hanya mimpi. Namun, sekeras apa pun dirinya mengelak, tak ada orang lain yang tahu kejadian itu selain dirinya, sekalipun Josh yang bersama dengannya saat kejadian.Satu yang pasti, itu bukan penglihatan karena Jamie sudah bisa membedakan mimpi biasa dan mimpi pertanda melalui penglihatan. Lagi pula, dalam penglihatan biasanya hanya kilasan kejadian yang akan terjadi dan tak sedetail yang dirinya alami.Jamie mulai menjalani aktivitasnya setelah cuti dan membiarkan kejadian itu menjadi misteri.“Jamie! Akhirnya kau kembali dari cuti!” sambut Mr Lewis.“Dasar tua bangka! Semua yang aku alami karenamu!” geram Jamie dalam hati.“Selamat pagi,
Jamie merasa sesak dan bersandar pada kursi meja makan. Lama-kelamaan tubuhnya terkulai lemas dan dirinya hampir terjatuh dari kursi. Leslie buru-buru menahan tubuh Jamie. “Ada apa, Jams? Jams! Jamie!” Jamie mendengar suara Leslie semakin lama semakin menghilang dan matanya mulai berkaca-kaca. “Apa yang terjadi? Apa itu benar-benar hanya mimpi?” batinnya. Leslie menampar pelan wajah Jamie. “Jams! Jamie!! Ya Tuhan, ada apa denganmu?!” Jamie terkesiap karena tamparan pelan dan suara memekakkan telinga yang berasal dari Leslie. Ia menoleh dan melihat raut wajah Leslie yang panik serta khawatir dengan dirinya. Jamie melihat Leslie sepanik itu saat dirinya hampir terjatuh dari kursi atau saat dirinya berteriak dari dalam kamarnya. Jadi, rasanya tak mungkin kalau memang dirinya baru kembali dari Roxbury setelah tak mengabari berhari-hari dan Leslie memasang raut wajah biasa saja. “Jadi, aku hanya bermimpi?” gumam Jamie lirih. “Sepertinya tid
Jamie kebingungan karena berada di dalam ruang gelap. Ia menoleh ke kanan dan kirinya, kemudian menyadari tadi dirinya tak menyalakan lampu karena langsung tertidur. “Apa sekarang sudah malam? Jadi aku tidur seharian?” gumam Jamie sendiri sembari bangkit dari tidurnya. Jamie merasa lapar yang luar biasa dan perutnya mulai mengeluarkan bunyi. Ia merasa heran karena biasanya Darick atau Adam yang membangunkan dirinya. “Aneh, biasanya Darick akan mengetuk pintu untuk membangunkan aku,” gumamnya lagi. “Apa dia terlalu lelah setelah pertempuran?” Jamie mendesis seraya memiringkan kepalanya. “Tapi … dia vampire. Apa vampire bisa lelah juga?” “Aku rasa Adam masih sibuk mengurus Gabriel,” gumamnya sambil meraba dinding untuk mencari sakelar lampu dekat pintu kamar. Jamie menyalakan lampu dan matanya membulat saat melihat ruangan di sekelilingnya. Ruangan itu tak lagi berdinding kayu dan tak ada jendela kayu besar yang tertutu
Zaros merasa ngeri dengan tatapan Jamie. Dia sudah menjadi vampire ratusan tahun, tetapi baru kali itu ada manusia yang menatapnya tajam sampai dia merasa takut.Zaros berderap ke belakang Darick. “Aku hanya disuruh, Jamie.”“Iya, tetapi … apa harus pakai penyadap?” tanya Jamie tak percaya. “Itu namanya … melanggar hak privasi!”“Kami tak menaruh di kamar mandi, Jamie,” ucap Carden setelah membaca pikiran Jamie. Dia tahu Jamie panik. “Lagi pula, penyadap tak seperti kamera CCTV.”“Kami juga hanya menaruhnya di ruang terbuka.” Damien menimpali Carden untuk menenangkan Jamie.Seperti biasa dan seperti yang semua orang tahu, mereka bagai ayah dan anak. Sekalipun Carden berbohong, Damien tak akan menyentuh tangannya untuk mendeteksi kebohongan Carden. Namun, dia dan Carden sekarang memang hanya mengatakan yang sejujurnya pada Jamie.“Bagaimana caranya kal
Zaros kembali membawa Gabriel dalam keadaan selamat, tetapi kurang sehat karena Gabriel terlihat pucat. Bukan karena Gabriel menjadi vampire, melainkan kedinginan. Pasalnya, suhu di Arlington, Vermont saat itu satu derajat celcius. Baik Arlington, maupun Roxbury, keduanya merupakan kota dengan kelembaban di atas sembilan puluh dua persen. Selama awal tahun rata-rata per bulan untuk hari kering hanya tiga sampai lima hari, hari berkabut tujuh sampai sembilan hari dan sisanya hari salju. Sinar matahari muncul hanya di hari-hari tertentu tak lebih dari lima jam. “Kau baik-baik saja, Gabriel?” tanya Jamie khawatir. Darick dan Damien hampir memarahi Zaros yang selalu ceroboh dan terburu-buru. Mereka paham Zaros pasti sangat ingin membantu pertempuran mereka dengan Noir dan kelompoknya semalam, tetapi khawatir juga Gabriel terkena hipotermia. Darick dan Damien mengurungkan niat untuk memarahi Zaros karena mereka juga salah. Mereka tak menyadari Gabriel tak