“Kamu masih pagi banget sudah rapi, Dik. Tidak seperti biasanya. Penampilan kamu juga seperti gadis lagi. Mau ke mana?” tanya Mas Eko. Dia sudah duduk manis di meja makan bersama keluarga benalunya. Tidak heran, sih, kalau mereka bisa masuk rumahku karena aku yakin Mas Eko punya kunci duplikat rumah ini dan aku memang harus segera menggantinya. Jika tidak, maka apa yang aku takutkan bisa terjadi di kemudian hari.“Sudah punya suami kalau dandan itu enggak usah menor-menor, pakai baju enggak usah bagus-bagus. Pakai tas enggak usah yang mahal-mahal, dan enggak usah pakai perhiasan begitu. Terlalu mencolok! Nanti dikiranya kamu gadis,” sahut ibu mertuaku seraya mengunyah sarapannya.“Kenapa sih, Ibu dan Mas Eko ini rewel banget. Aku mau pakai baju apa pun mau pakai perhiasan mana pun itu terserah aku. Karena ini milikku dan tidak menyusahkan kalian apalagi minta dibelikan kalian,” jawabku kesal segera aku tarik kerah baju Rara agar beranjak dari kursi makanku. Enak saja dia menduduki k
Brak!“Aaaa ... baju baruku!”Rara teriak saat kuhempaskan tubuhnya sampai jatuh dan bajunya robek karena terinjak high heelnya sendiri.“Dasar perempuan iblis!” maki Rara padaku.“Yang iblis itu kamu, Ra! Iblis jangan teriak iblis!” kataku lagi. Aku benar-benar kesal padanya dan kembali kuinjak telapak tangannya.“Sakit! Bego kamu ya! Tuli kupingmu, ya! Lepas ini sakit sekali!” pinta Rara seraya memukuli betisku.“Bagaimana sakit bukan? Kalau tidak mau merasakan sakit jangan pernah menyakiti orang lain!”“Ya, ampun Rara! Kenapa kamu jatuh begitu?” teriak ibu. Beliau tergopoh-gopoh membantunya berdiri.Tak kulihat Mas Eko, entah di ada di mana perasaan tadi dia pergi ke arah sini.“Lihat Bu, baju mahalku sobek. Gara-gara si Risa mendorong sampai bajuku tersangkut. Ini padahal kan, harganya mahal sudah gitu dibelikan Mas Eko,” adu Rara seperti anak kecil.“Kalau kamu tidak kurang ajar pada mbok, aku tidak akan pernah melukaimu,” jawabku santai.“Kamu juga Lisa, apa-apaan sih, malah
“Permisi, Mbak ... ada yang bisa kami bantu?” sapa suster di bagian resepsionis. Astaghfirullah aku begitu memperhatikan teh Ocha dan keluarganya sampai aku lupa bahwa di dekatku ada resepsionis. Sekilas kulirik Teh Oca dan keluarganya duduk di ruang tunggu.“Begini, Sus, saya ingin bertemu dengan Bidan Linda. Sebenarnya kemarin harusnya saya menemui beliau, tapi ada keperluan mendadak, jqdi saya tidak bisa ke sini. Apa Bidan Linda hari ini ada?”“Ada, tapi kebetulan Bu Bidan sedang ada pasien melahirkan, jadi Mbaknya bisa menemui beliau setelah bidan selesai menangani pasien. Ini nomor antriannya nanti akan kami panggil, ya?” Kuambil nomor antrian yang diberikan oleh suster kulihat nomor antrian 8 padahal rumah bersalin ini masih sepi kenapa aku dapat nomor 8? Harusnya kan, di bawah ini.“Suster, maaf memangnya ada pasien banyak kok, saya dapat antrian nomor 8? Perasaan hanya ada saya di sini?” tanyaku lagi. Kalau sampai aku benar-benar harus menunggu bisa-bisa Mas Eko akan sampai
“Assalamualaikum. Permisi Bu Bidan,” sapaku kepada bidan Linda yang sibuk mencatat sesuatu.“Waalaikumsalam ... silakan duduk,” jawab Bindan Linda dengan ramah.“Apa kabar Mbak Lisa, kemarin sudah saya tunggu loh, tapi ternyata nggak dateng,” tanyanya.“Alhamdulillah baik Bu Bidan. Kemarin saya ada keperluan keluarga mendadak, jadi tidak bisa datang. Maaf ....” jawabku sungkan. Sungguh aku merasa tidak enak sekali karena mengingkari janjiku sendiri.“ Alhamdulillah kalau begitu.”“Em ... maaf Bu Bidan. Saya bermaksud menanyakan yang kemarin itu,” kataku lagi.“Oh, iya ... kemarin saya dengan beberapa suster sudah mencoba mencari dokumen yang sama persis dengan yang Mbak Lisa bawa dan memang kami mengakui bahwa akte kelahiran yang Mbak Lisa bawa itu dari rumah bersalin ini. Memang benar Mbak Lisa merupakan pasien melahirkan 1 tahun yang lalu, tapi anak yang Mbak Lisa lahirkan krisis lalu kami rujuk ke rumah sakit.”“Jadi anak saya kritis Bu Bidan? Lalu kenapa saya tidak tahun, ya
“Iya, Mbak Lisa memang benar. Waktu pengajuan akta kelahiran seorang bayi itu menggunakan KK dan juga KTP kedua orang tuanya dan memang saya langsung yang terjun untuk mengurus itu, tapi memang saya tidak memperhatikan apakah itu satu orang yang sama atau tidak karena kan, yang lahiran di sini banyak jadi yang mengajukan akte kelahiran juga banyak. Kebetulan juga waktu Mbak Lisa mengajukan akte kelahiran untuk anak Mbak Lisa itu sekitar 1 bulan setelah kelahiran karena mungkin keluarga Mbak Lisa sangat sibuk. Ke dua orang tua Mbak Lisa waktu melengkapi administrasi di sini belum mengajukan pembuatan akta setelah sekitar 1 bulan kemudian baru KK dan KTP diantarkan,” jelas Bidan Linda lagi.“Oh, begitu Bu bidan, tapi ini NIK nama ayahnya benar-benar sama. Saya hanya ingin memastikan saja. Kalau pun benar tidak apa-apa,” kataku lagi. Pandangan beliau pun merasa iba padaku bahkan beliau seperti bingung dan ingin sekali menanyakannya padaku lebih lanjut, tapi beliau sadar ini menyangkut
“Berkas apa yang kamu maksud, Mas? Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?” Mas Eko langsung salah tingkah dan buru-buru menggelengkan kepalanya.“Bukan apa-apa hanya Berkas pekerjaan biasa,” elak Mas Eko. Dia beranjak ke lemari dan mengobrak-abrik isinya.“Oh, iya? Pekerjaan yang mana, kok, aku tidak tahu?” cecarku.“Memangnya segala sesuatu seorang istri harus tahu?” jawab Mas Eko balik bertanya.“Tentu saja dong, Mas. Bukankah kamu tadi sudah menuntutku untuk memberi tahu padamu tentang segala sesuatu yang aku kerjakan?”“Ya, itu istri. Kalau suami itu tidak wajib.”“Oh, jadi gitu aturannya. Sudah seperti majikan dan asistennya saja, dong! Aku tentu saja tidak akan pernah mau menaati peraturan yang sama sekali tidak menguntungkan bagiku. Sebaiknya sekarang kamu keluar!” Usirku.“Berisik! Aku sedang ada perlu di sini. Aku butuh berkas yang aku simpan di sini!” bentak Mas Eko.“Ck, katanya tadi tidak penting kok, sekarang butuh?”“Bisa diam enggak kamu itu, Lisa! Bawel
“Bu, ada tamu di bawah yang mencari Ibu katanya sih, teman ibu sekolah,” kata Pak Salim, sopir travel yang rute Lampung-Jakarta.Mas Eko yang tadinya berjalan terburu-buru bersama ibu menghentikan langkahnya. Padahal dia sudah mau menuruni anak tangga. Dia memilih berbalik arah lalu kembali menghampiriku“Teman sekolah yang mana, Dik? Kamu jangan macam-macam walau bagaimana pun juga kamu masih istriku,” kata Mas Eko.“Eko apa-apaan kamu malah balik lagi! Ayo, cepetan pulang! Ini lebih penting dari sekedar tamunya Lisa,” ajak ibu seraya menarik lengan Mas Eko.“Tunggu dulu, Bu. Ini juga penting. Aku tidak mau Lisa main api di belakangku. Ibu tahu kan, dia itu masih istriku?” tolak Mas Eko.“Lisa, urusan nanti Eko. Ini jauh lebih penting dari sekedar tamunya Lisa. Percayalah pada Ibu, perempuan ini tidak akan berani macam-macam. Dia itu cinta mati sama kamu. Asal kamu tahu aja dia minta pisah sama kamu itu hanya menggertak. Sudahlah perempuan seperti Lisa itu enggak perlu dikhawati
Mas Eko sedikit ragu untuk meninggalkanku. Tatapannya tetap di sini. Dia berkali-kali melirikku, tapi aku berkali-kali juga membuang muka. Emang enak kucuekin!“Eko, ayo buruan tidak usah kamu pedulikan si Lisan. Ingat apa kata Ibu, dia pasti tidak akan pernah benar-benar meninggalkanmu. Cepetan! Kalau tidak kita akan kehilangan semuanya. Kamu tidak mau, kan?” bisik ibu, tapi aku masih bisa mendengarnya.“Ta—pi Bu, apa benar-benar Rara tidak bisa mengatasinya?” jawab Mas Eko.“Kamu itu tidak usah mengandalkan orang lain. Istrimu yang berpendidikan saja tidak becus apalagi macam Rara yang hanya tamatan SMP. Cepetan pulang!” kata ibu lagi.Wow, sejujurnya aku sangat terkejut! Ternyata seleranya Mas Eko benar-benar jauh dari ekspektasiku.Kukira Rara si pelakor yang glamor hidupnya itu berpendidikan tinggi. Ya, setidaknya minimal lulusan sarjana strata satu, tapi ternyata dia hanya seorang perempuan udik yang hanya lulusan SMP. Pantas saja dia mau dijadikan selingkuhannya Mas Eko terny
POV Lisa. ***“Ibu, aku ada di mana? Di mana Via da Bapak?” tanyaku pada ibu yang sedang mengaji di sampingkuAku pindai ruangan ini dan sekarang aku paham aku ada di mana seingatku memang aku pingsan rupanya aku dirawat di sini.“Alhamdulillah ... Nak, kamu sudah sadar. Bapak ada di luar. Via juga ada di luar sama Mbok. Alhamdulillah sadar, Ibu senang sekali. Kamu pingsan terlalu lama Lisa, sampai membuat Ibu khawatir. Jangan tinggalkan Ibu, ya, Nak, kita hadapi ini sama-sama kalau kamu sakit begini Ibu juga ikut sakit. Kalau kamu lemah, Ibu lemah tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau kamu kuat menghadapi, Ibu akan jauh lebih kuat lagi. Lisa, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu selama ini tidak jadi orang tua yang perhatian padamu sampai-sampai masalah seperti ini harus kamu telan sendiri. Ayo, Sayang, bangkit anak Ibu yang cantik anak ibu yang kuat. Tetaplah bersama Ibu, tetaplah menjadi kebanggaan Ibu yang tidak pernah takut apa pun di luar sana. Ibu akan selalu ada di sampingmu sam
POV Lisa. ***“Ibu, nggak usah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Kalaupun orang tuanya teh Ocha mau mengatakan sesuatu ya, biarkan saja dulu berbicara setelah selesai berbicara baru Ibu menyangkalnya tidak begini. Namanya nggak sopan,” kataku.“Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi kami harus mengungkapkan kebenarannya. Neng Lisa maafkan Ibu selama ini menyembunyikan padahal sebenarnya awal dari kedatangan kami ke sini ingin memberitahukan kebenaran ini pada Neng Lisa, tapi yang ada banyak sekali kendala-kendalanya dan mungkin hari ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kami untuk mengatakan sejujurnya. Perlu Neng Lisa dan keluarga tahu bahwa Ocha benar-benar istrinya ke dua Eko. Sedangkan Rara istri ketiganya Eko jelas,” bapaknya Teh Ocha.Ibuku jangan ditanya beliau langsung ambruk jatuh ke lantai,meski tidak pingsan, tapi aku yakin hatinya hancur mendengar kejujuran ini semua.“Kenapa begini? Kenapa rumah tangga anakku jadi begini sakit sekali aku mendengarnya. A
POV Lisa. *** “Lapor sana, lapor cepetan aku tidak akan pernah takut! Asal kamu tahu saja ya, perempuan murahan, pezina macam kamu bisa dipenjara. Perselingkuhan yang kamu lakukan dengan Eko bisa kena pasal dan kamu akan membusuk di penjara bersama Eko! Paham kamu?!” teriak ibuku tepat di depan wajahnya Rara sampai dia mundur matanya dan wajahnya merah aku tahu Rara ketakutan. “Jangan sok tahu Ibu tua. Aku dan A Eko itu melakukannya atas dasar suka dan sama suka, jadi tidak ada yang bisa memisahkan kami dan begitu dengan kamu tidak akan pernah bisa memenjarakan kami,” jawab Rara. “Dasar perempuan bodoh! Selain bodoh kamu juga norak. Perselingkuhan zaman sekarang bisa dipenjarakan. Oh, ya, aku baru tahu kalau ternyata seleranya Eko rendahan begini. Lihat besan selingkuhannya Eko bahkan tidak lebih baik daripada Lisa. Udik sudah seperti jemuran jalan nggak jelas begitu. Pokoknya aku mau Eko dan Lisa pisah,” ucap ibuku. “Terserah kamu saja Besan yang penting aku juga tetap pada pendi
POV Lisa. **** “Bahkan perempuan yang duduk di seberang Ibu yang diperkenalkan sebagai saudara itu adalah maduku,” kataku lagi. Perih sekali aku harus mengatakan jujur kepada kedua orang tuaku, tapi di sisi lain aku plong karena merasa berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam dadaku. “Apa!” teriak ibuku. “Be—san ... ini masuknya gimana, ya, tolong jelaskan pada kami!” bentak bapak. “Tidak ... ini pasti Lisa dan Besan sedang ngeprank kan, bentar lagi kan Ibu mau ulang tahun jadi pasti kalian bikin surprise kan?” kata ibuku sepertinya beliau memang belum bisa menerima kenyataan ini, tapi air mata sudah membasahi pipinya. “Tenang dulu Bu, kita minta penjelasan mengenai ini dari Besan dan juga Lisa,” sahut Bapak seraya mengusap bahu ibu. “Bapak, tahu ‘kan kalau mereka biasanya memang suka bikin kejutan begini. Bikin hati orang tua cemas ujung-ujungnya nge-prank seperti yang sering kita lihat di YouTube itu loh, Pak dan ujung-ujungnya kita dapat hadiah. Iya, kan, Lisa?” kata i
POV Lisa.****“Iya, Besan memang aku yang melarang Lisa untuk memberitahukannya pada kalian karena kami pikir bisa menyelesaikannya. Kasihan kalian juga kan, kalau terbebani dengan masalah anakku. Sudah kukatakan tadi bahwa anakku di sini posisinya bersalah Aku malu jika harus memberitahukan padamu. Aku juga yang mewanti-wanti Lisa agar tidak memberitahukan bukan kami tidak menghargai Besan, tapi sebenarnya malu," jawab ibu mertua aku beliau pasang muka sesedih mungkin.Bapak menatapku meminta penjelasan. Aku mengangguk saja karena memang aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Biarkan saja Ibu mendramatisir apa yang terjadi itu tidak akan pernah merubah keputusanku nantinya jadi aku bebaskan saja Ibu mengarang cerita.“Tapi, ya, enggak boleh gitu juga lah besan. Kita ini kan, keluarga jadi mau sekecil apa pun permasalahan kita harus berdiskusi apalagi ini sampai di penjara loh, si Eko dan sampai dihajar bahkan kritis begitu. Kita bisa menuntut yang menghajar Eko jangan mau kita diinjak
POV Lisa. ***“Ibu sama Bapak cuma berdua aja si Via nggak nangis kan, Bu," tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku muak mendengar ucapan manis mertuaku yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.“Eggak ... tadi sih, sama Mbok lagi mainan boneka. Happy kok, Ibu sama Bapak ke sini juga nggak sendiri sama saudara besan loh, tadi ketemu di depan rumah si Lisa. karena mereka kaget Eko ada di rumah sakit ya, sudah akhirnya kami ajak ke sini," jawab ibuku. Sementara Salsa dan mertuaku terlihat kaget aku pun sebenarnya iya, tapi mencoba bersikap biasa saja. Saudara yang dimaksud orang tuaku pasti itu Teh Ocha dan kedua orang tuanya kalau begitu moment ini sungguh sangat istimewa. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Saatnya aku membongkar kebusukan mertua dan suamiku di depan orang tuaku.“Saudara yang mana besan? “tanya mertuaku sok tidak tahu. Padahal dari matanya jelas terbaca beliau sangat panik.“Si Ocha sama orang tuanya tapi tadi lagi izin ke toilet katanya kebelet. Oh, ya, Eko sakit apa
POV Lisa. ***Aku benar-benar tidak menduga bahwa dia otaknya konslet bahkan lebih konslet dari Teh ocha. Ya, Tuhan beginikah selera suamiku? Selera seorang berpendidikan tinggi sungguh turun derajat sekali karena sewaktu dulu kuliah Mas Eko itu termasuk lelaki yang benar-benar pemilih kualitas perempuan giliran selingkuh kok, sama remahan rengginang begini. Astagfirullah dan itu menjadi sainganku kalau diladenin mungkin sampai lebaran monyet tidak akan berhenti. Ya, lebih baik aku diam saja malas ngeladenin orang-orang yang otaknya lebih konslet daripada Teh Ocha.“Diamkan kamu nggak usah balas ucapanku. Makanya kalau mau ngomong itu ngaca dulu kamu itu siapa? Ih ... malas banget meskipun kata Eko kamu adalah wanita yang paling berjasa dalam hidupnya, tapi kalau soal yang lain contohnya soal ranjang A Eko selalu memujiku bawa aku adalah yang terbaik,” kata Rara seraya mengibaskan rambut pirangnya.Astaghfirullahaladzim aku mimpi apa ya, bisa berhadapan dengan pelakor model begini. S
POV Lisa. ***“Puas kamu, Lisa, udah buat anak Ibu begini. Pokoknya kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lihatlah sekarang Eko kritis. Ibu benar-benar kecewa sama kamu," ucap mertuaku begitu melihat kedatanganku. Untung saja Via tidak aku ajak karena situasi di sini sangat tidak kondusif. Mertuaku bahkan berusaha menyerangku.“Puas banget tuh, aku kira datang ke sini Mas Eko tinggal nama ternyata masih ada orangnya, ya, meskipun dalam keadaan kritis," jawabku pasti mereka semua tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan menjawab seperti itu bahkan orang-orang sampai melongo.“Apa kamu bilang, dasar ya, kamu itu istri nggak tahu diri suami sekarat malah Alhamdulillah, benar-benar ya kamu kurang seons otaknya pantas aja dia pergi ninggalin kamu lihatlah, Bu, menantu yang Ibu bangga-banggakan ternyata begitu kan? Licik dan jahat. Bahkan dia mendoakan suaminya meninggal," sahut Rara. Aku hanya tertawa saja mendengarkan ocehannya. Terserah mau ngomong apa aku tak peduli.“Teteh kay
POV Lisa. *** “Ya, mau bagaimana lagi Ibu juga khawatir, tapi kalau kita pergi malam ini lebih mengkhawatirkan keselamatan kita. Duh, tiba-tiba kepala Inu jadi pusing begini memikirkan sesuatu yang terjadi semuanya secara tiba-tiba,” keluh mertuaku. “Ayo, Mbok kita pergi dari sini aku nggak mau lagi mendengarkan perdebatan mereka!" ajakku pada Mbok, lalu kumatikan lampu agar mereka benar-benar pulang. “Tuh, kan, lampunya mati lagi, Bu. Sudahlah Ayo, kita pulang!" teriak Salsa. Sampai kamar aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Sejujurnya aku sedikit khawatir pada Mas Eko. Pasti sakit maag-nya kambuh lagi sampai dia dibawa ke rumah sakit begitu. Mas Eko itu orangnya milih-milih soal makanan sedangkan di penjara pasti makan seadanya dan Mas Eko nggak mau makan itu sebabnya dia sakit. “Apakah besok Ibu akan jenguk pak Eko?" tanya Mbok Wati. Aku menggeleng saja belum tahu apa yang akan aku lakukan besok. “Mbok, jadi curiga jangan-jangan Bapak dipenjara digebukin sama na