POV Lisa. *** “Kalian tidak sedang berbohong padaku kan?” tanyaku penuh selidik pasalnya mereka ini orang tua Ocha dan Ocha adalah adik maduku, pelakor dalam rumah tanggaku otomatis apa yang mereka lakukan selalu bernilai negatif di mataku. Bukannya aku manusia yang tidak punya dosa, tapi aku lebih ke mawas diri karena yang terjadi di saat aku tidak ada sangatlah fatal. Mas Eko bukan hanya punya istri dua, tapi tiga. “Enggak, Teh, untuk apa kami berbohong sebenarnya kami juga tidak ingin melakukan ini Teh, tapi perut kami tidak bisa diajak kompromi sungguh kami kelaparan. Kasihan anak kami. Dia sedang sakit, tapi justru ditelantarkan seperti ini kalau Teteh tidak memberikan nasi untukku dan istriku tidak apa-apa tolong Teteh kasih kami satu piring nasi untuk anak kami tidak usah pakai lauk pun tidak apa-apa, The,” jawab bapaknya Ocha seketika hatiku terenyuh. Oh … mungkinkah keadaan mereka selama ini menyedihkan. Kasihan sekali Ocha sudah habis manis sepah dibuang begitu saja oleh M
POV Lisa.***“Aku jadi terpanggil untuk menyelidiki masa lalunya Teh Ocha, Mbok. Karena ini juga berhubungan dengan rumah tanggaku meskipun dia itu nggak bar-bar seperti Rara, tapi dari sorot matanya dia menyimpan kenangan pahit yang hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya. Mbok tahu kan, Mas Eko bagaimana? Aku takutnya The Oca dan keluarganya itu diancam oleh mertuaku dan juga Mas Eko. Lihatkan kemarin waktu aku kasih lihat rekaman di mana The Oca memeluk Mas Eko di taman samping? Dari situ aku sudah bisa menyimpulkan bahwa memang The Ocha itu sakitnya nggak wajar Mbok. Bukan sakit yang bisa terdeteksi medis yang bisa diobati dengan alat-alat modern ataupun obat-obat modern, tapi lebih ke psikis dia yang bukan hanya obat yang mampu menyembuhkan dia, tapi support dari orang-orang terdekatnya. Mbok paham nggak sih apa yang aku ucapkan ini?”“Iya, Mbok paham. Apa pun yang Ibu lakukan pasti Mbok akan dukung dan doakan seperti yang Ibu bilang tadi. Sepak terjang Pak Eko mema
POV Lisa.***“Aamiin … iya, si, Bu. Mbok juga berharapnya begitu, tapi beneran kalau tadi Ibu ngeliat langsung pasti kasihan banget. Mbok merasa ingat anak-anak Mbok di kampung.”“Ya, sudahlah, Mbok, enggak usah dibahas lagi semakin kita membahasnya semakin sedih juga mendingan Mbok beresin itu biar cepat selesai. Aku mau ke depan mau nyusulin bapaknya Ocha. Siapa tahu kan dengan aku ajak ngobrol Teh Ocha bisa sedikit terhibur. Oh, ya, Mbok, sekalian nitip Via. Takut dia bangun dan nangis.”Mbok hanya mengangguk saja. Aku bergegas ke depan ingin melihat keadaan Teh Ocha. Sungguh malang nasibnya. Mungkin dia depresi karena sudah diduakan oleh Mas Eko dengan Rara sepupunya dan juga kehilangan bayinya makanya sampai parah begitu.Mas Eko bener-bener keterlaluan jadi laki-laki. Serakah dan tidak punya tanggung jawab sama sekali dia bukan hanya menyakiti hatiku, tapi juga menganyakiti hati perempuan lain. Mungkin dulu Teh Ocha tidak tahu kalau Mas Eko sudah punya istri makanya mau dijadi
POV Lisa.***“Kalau aku menantu durhaka dan tak tahu diri lalu sebutan yang pas untuk Ibu? Bukankah di sini yang tidak tahu diri dan durhaka itu Ibu? Iya, kan? Apa sih, salahku sama Ibu? apa sih kurangnya aku sampai Ibu mati-matian mendukung anak Ibu untuk menyakitiku dan menghianatiku? Punya otak itu dipakai untuk mikir nggak kerjaannya cuma marah-marah aja.”“Tidak ada mertua durhaka yang ada itu menantu. Ih ... bego banget sih, percuma sekolah tinggi-tinggi, tapi nggak paham-paham,” timpal Rara.“Terserah kalian mau mengumpat dan memakiku seperti apa. Aku sih, masa bodoh asalkan itu membuat kalian senang. Ya, sudah sana pergi dan jangan pernah kembali lagi ke sini!” bentakku.Kedatangan mereka seperti jalangkung saja, tidak diundang.“Lisa dengerin Ibu dulu buka pintunya, Ibu mau ngomong sama kamu. Jangan begini Lis, kita bicarakan semuanya dengan baik-baik dengan kepala dingin. Kamu itu ya, Ibu mertua pulang dari rumah sakit bukannya disambut dengan senyuman dan pelukan hangat i
POV Lisa.***“Lepaskan anakku!" teriakku sekuat tenaga. Tergesa kumenaiki anak tangga. Aku takut sekali jika Via diturunkan di tangga dan akhirnya akan jatuh ke bawah. Teh Ocha menatapku dengan tatapan yang tidak bisa diartikan lalu dia balik badan dan kembali masuk ke kamarku. “Mbak Ocha, buka!” Mbok menggedor pintu. Beliau kalah cepat dengan Ocha.“Teh Ocha, buka!" Kugedor pintu sekuat tenaga. Sial! Kunci cadangan ada di dalam tas sedangkan tasku ada di kamar. Bagaimana ini aku takut terjadi sesuatu pada Via.“Bagaimana dong, Mbok, apa kita dobrak saja, pintunya? Aku takut terjadi sesuatu pada Via." Tangisku pecah. Kurutuki diri sendiri yang tidak becus menjaga anak.“Iya, ayo, Bu, kita lakukan!" Aku dan Mbok berusaha untuk mendobrak pintu. Sepertinya tenaga kami kurang kuat bukannya pintu yang terbuka justru badan kami terasa sakit semua.“Via! Diam!” Kudengar Teh Ocha membentak Via. Kuterus memanggil-manggil anakku. Tak berselang lama terdengar tangisan dari dalam. Aku yakin
POV Lisa.***“Sebaiknya lukanya diobati dulu, Pak, sebentar saya akan telepon keamanan," kata Pak RT, beliau sibuk dengan ponselnya sedangkan Mbok bergegas mengambil obat untuk bapaknya Teh Ocha.“Lihatlah kelakuan anak kalian yang gila itu. Sama bapaknya saja berani dan tega melukai apalagi pada anakku pokoknya jika terjadi sesuatu pada Via, Aku akan habisi Teh Ocha tak peduli penjara. Aku tidak akan pernah takut selama itu aku lakukan untuk anakku!” Ancamku.“Terserah Eneng apa yang akan Neng lakukan. Bapak sudah pasrah," jawab bapaknya Teh Ocha dan ini membuatku sangat geram. Bagaimana bisa dia menyerah begitu harusnya tetap membujuk anaknya. Mereka ini benar-benar keluarga sinting.“Pak, jangan bicara seperti ini, pak, anak kita melakukan ini pasti tidak sengaja. Pasti dia hanya untuk melindungi dirinya, Pak, kalau sampai Ocha di penjara ataupun dibunuh oleh Lisa kita nggak punya dia lagi, Pak," jawab ibunya Teh Ocha, sebenarnya jauh di dalam lubuk hatiku pun aku tak tega, tapi
POv Lisa. *** “Apa-apaan si, Teteh! Kasar banget sama orang tua!” bentak Rara. “Kalian memang pantas untuk dikasari, pergi dari rumah ini, cepat pergi!" sentakku, tapi Rara seolah menantang. Bahkan dia bersedekap tangan dagunya diangkat dengan senyum mengejekku. “Sudah kalian enggak usah berantem. Ibu nggak apa-apa kamu mau ke mana Lisa, kamu mau bawa ke mana Via?" tanya mertuaku “Apa Inu tidak tahu bahwa cucunya ini sedang kesakitan akibat ulah dari perempuan gila itu? Pakai tanya segala akan aku bawa ke mana. Dasar orang tua nggak punya otak," makiku. “Lisa, jaga mulutmu, Ibu tahu kamu sedang marah, tapi nggak gini juga kamu ngatain Ibu seenak jidat," jawab ibu mertuaku. “Ibu pun bebas melakukan apa pun padaku seenak jidat Ibu, jadi jangan atur aku untuk berkata apa yang ingin aku keluarkan dari dalam hatiku." “Oh, jadi kamu dendam sama Ibu begitu, Lisa? Kamu dendam pada orang tua suamimu, Nenek dari anak yang kamu gendong itu, hah!? Kamu dendam sama ibu?" “Iya, memang aku d
POV Lisa. ***“Lisa, kamu tuh kebiasaan ya, tangan kamu itu dipakai untuk nampar orang istighfar, Lisa!” seru ibu mertuaku“Kenapa Ibu nggak terima aku nampar menantu kesayangan Ibu ini atau Ibu juga kepingin merasakan tanganku?" tanyaku sinis.“Sudahlah aku nggak ada waktu banyak aku harus bawa anakku ke rumah sakit. Sekarang pergi dari sini atau kalian aku pukuli pakai linggis ini biar sekalian is dead!"“Lakukan, lakukan saja, Lisa. Jika kamu berani!" tantang ibu mertuaku.“Benar?” tanyaku memastikan.“Iya, lakukan saja biar kamu kualat!”“Ini sakit banget loh, bisa patah tulang kita. Kalau Ibu sampai patah tulang bisa pakai kursi roda ke mana-mana. Beneran mau aku pukul pakai linggis ini?”“Ibu, enggak usah nantang Teh Lisa, dia lagi kesurupan setan, Bu, yang ada kita rugi. Udahla, ayo, ebih baik kita pergi dari sini! Aku nggak mau Ibu cacat kalau Ibu cacat dan jalan pakai kursi roda siapa yang mau bantu? Aku nggak bisa, Bu. Aku banyak tugas kuliah dan aku harus kerja sedangkan T
POV Lisa. ***“Ibu, aku ada di mana? Di mana Via da Bapak?” tanyaku pada ibu yang sedang mengaji di sampingkuAku pindai ruangan ini dan sekarang aku paham aku ada di mana seingatku memang aku pingsan rupanya aku dirawat di sini.“Alhamdulillah ... Nak, kamu sudah sadar. Bapak ada di luar. Via juga ada di luar sama Mbok. Alhamdulillah sadar, Ibu senang sekali. Kamu pingsan terlalu lama Lisa, sampai membuat Ibu khawatir. Jangan tinggalkan Ibu, ya, Nak, kita hadapi ini sama-sama kalau kamu sakit begini Ibu juga ikut sakit. Kalau kamu lemah, Ibu lemah tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau kamu kuat menghadapi, Ibu akan jauh lebih kuat lagi. Lisa, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu selama ini tidak jadi orang tua yang perhatian padamu sampai-sampai masalah seperti ini harus kamu telan sendiri. Ayo, Sayang, bangkit anak Ibu yang cantik anak ibu yang kuat. Tetaplah bersama Ibu, tetaplah menjadi kebanggaan Ibu yang tidak pernah takut apa pun di luar sana. Ibu akan selalu ada di sampingmu sam
POV Lisa. ***“Ibu, nggak usah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Kalaupun orang tuanya teh Ocha mau mengatakan sesuatu ya, biarkan saja dulu berbicara setelah selesai berbicara baru Ibu menyangkalnya tidak begini. Namanya nggak sopan,” kataku.“Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi kami harus mengungkapkan kebenarannya. Neng Lisa maafkan Ibu selama ini menyembunyikan padahal sebenarnya awal dari kedatangan kami ke sini ingin memberitahukan kebenaran ini pada Neng Lisa, tapi yang ada banyak sekali kendala-kendalanya dan mungkin hari ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kami untuk mengatakan sejujurnya. Perlu Neng Lisa dan keluarga tahu bahwa Ocha benar-benar istrinya ke dua Eko. Sedangkan Rara istri ketiganya Eko jelas,” bapaknya Teh Ocha.Ibuku jangan ditanya beliau langsung ambruk jatuh ke lantai,meski tidak pingsan, tapi aku yakin hatinya hancur mendengar kejujuran ini semua.“Kenapa begini? Kenapa rumah tangga anakku jadi begini sakit sekali aku mendengarnya. A
POV Lisa. *** “Lapor sana, lapor cepetan aku tidak akan pernah takut! Asal kamu tahu saja ya, perempuan murahan, pezina macam kamu bisa dipenjara. Perselingkuhan yang kamu lakukan dengan Eko bisa kena pasal dan kamu akan membusuk di penjara bersama Eko! Paham kamu?!” teriak ibuku tepat di depan wajahnya Rara sampai dia mundur matanya dan wajahnya merah aku tahu Rara ketakutan. “Jangan sok tahu Ibu tua. Aku dan A Eko itu melakukannya atas dasar suka dan sama suka, jadi tidak ada yang bisa memisahkan kami dan begitu dengan kamu tidak akan pernah bisa memenjarakan kami,” jawab Rara. “Dasar perempuan bodoh! Selain bodoh kamu juga norak. Perselingkuhan zaman sekarang bisa dipenjarakan. Oh, ya, aku baru tahu kalau ternyata seleranya Eko rendahan begini. Lihat besan selingkuhannya Eko bahkan tidak lebih baik daripada Lisa. Udik sudah seperti jemuran jalan nggak jelas begitu. Pokoknya aku mau Eko dan Lisa pisah,” ucap ibuku. “Terserah kamu saja Besan yang penting aku juga tetap pada pendi
POV Lisa. **** “Bahkan perempuan yang duduk di seberang Ibu yang diperkenalkan sebagai saudara itu adalah maduku,” kataku lagi. Perih sekali aku harus mengatakan jujur kepada kedua orang tuaku, tapi di sisi lain aku plong karena merasa berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam dadaku. “Apa!” teriak ibuku. “Be—san ... ini masuknya gimana, ya, tolong jelaskan pada kami!” bentak bapak. “Tidak ... ini pasti Lisa dan Besan sedang ngeprank kan, bentar lagi kan Ibu mau ulang tahun jadi pasti kalian bikin surprise kan?” kata ibuku sepertinya beliau memang belum bisa menerima kenyataan ini, tapi air mata sudah membasahi pipinya. “Tenang dulu Bu, kita minta penjelasan mengenai ini dari Besan dan juga Lisa,” sahut Bapak seraya mengusap bahu ibu. “Bapak, tahu ‘kan kalau mereka biasanya memang suka bikin kejutan begini. Bikin hati orang tua cemas ujung-ujungnya nge-prank seperti yang sering kita lihat di YouTube itu loh, Pak dan ujung-ujungnya kita dapat hadiah. Iya, kan, Lisa?” kata i
POV Lisa.****“Iya, Besan memang aku yang melarang Lisa untuk memberitahukannya pada kalian karena kami pikir bisa menyelesaikannya. Kasihan kalian juga kan, kalau terbebani dengan masalah anakku. Sudah kukatakan tadi bahwa anakku di sini posisinya bersalah Aku malu jika harus memberitahukan padamu. Aku juga yang mewanti-wanti Lisa agar tidak memberitahukan bukan kami tidak menghargai Besan, tapi sebenarnya malu," jawab ibu mertua aku beliau pasang muka sesedih mungkin.Bapak menatapku meminta penjelasan. Aku mengangguk saja karena memang aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Biarkan saja Ibu mendramatisir apa yang terjadi itu tidak akan pernah merubah keputusanku nantinya jadi aku bebaskan saja Ibu mengarang cerita.“Tapi, ya, enggak boleh gitu juga lah besan. Kita ini kan, keluarga jadi mau sekecil apa pun permasalahan kita harus berdiskusi apalagi ini sampai di penjara loh, si Eko dan sampai dihajar bahkan kritis begitu. Kita bisa menuntut yang menghajar Eko jangan mau kita diinjak
POV Lisa. ***“Ibu sama Bapak cuma berdua aja si Via nggak nangis kan, Bu," tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku muak mendengar ucapan manis mertuaku yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.“Eggak ... tadi sih, sama Mbok lagi mainan boneka. Happy kok, Ibu sama Bapak ke sini juga nggak sendiri sama saudara besan loh, tadi ketemu di depan rumah si Lisa. karena mereka kaget Eko ada di rumah sakit ya, sudah akhirnya kami ajak ke sini," jawab ibuku. Sementara Salsa dan mertuaku terlihat kaget aku pun sebenarnya iya, tapi mencoba bersikap biasa saja. Saudara yang dimaksud orang tuaku pasti itu Teh Ocha dan kedua orang tuanya kalau begitu moment ini sungguh sangat istimewa. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Saatnya aku membongkar kebusukan mertua dan suamiku di depan orang tuaku.“Saudara yang mana besan? “tanya mertuaku sok tidak tahu. Padahal dari matanya jelas terbaca beliau sangat panik.“Si Ocha sama orang tuanya tapi tadi lagi izin ke toilet katanya kebelet. Oh, ya, Eko sakit apa
POV Lisa. ***Aku benar-benar tidak menduga bahwa dia otaknya konslet bahkan lebih konslet dari Teh ocha. Ya, Tuhan beginikah selera suamiku? Selera seorang berpendidikan tinggi sungguh turun derajat sekali karena sewaktu dulu kuliah Mas Eko itu termasuk lelaki yang benar-benar pemilih kualitas perempuan giliran selingkuh kok, sama remahan rengginang begini. Astagfirullah dan itu menjadi sainganku kalau diladenin mungkin sampai lebaran monyet tidak akan berhenti. Ya, lebih baik aku diam saja malas ngeladenin orang-orang yang otaknya lebih konslet daripada Teh Ocha.“Diamkan kamu nggak usah balas ucapanku. Makanya kalau mau ngomong itu ngaca dulu kamu itu siapa? Ih ... malas banget meskipun kata Eko kamu adalah wanita yang paling berjasa dalam hidupnya, tapi kalau soal yang lain contohnya soal ranjang A Eko selalu memujiku bawa aku adalah yang terbaik,” kata Rara seraya mengibaskan rambut pirangnya.Astaghfirullahaladzim aku mimpi apa ya, bisa berhadapan dengan pelakor model begini. S
POV Lisa. ***“Puas kamu, Lisa, udah buat anak Ibu begini. Pokoknya kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lihatlah sekarang Eko kritis. Ibu benar-benar kecewa sama kamu," ucap mertuaku begitu melihat kedatanganku. Untung saja Via tidak aku ajak karena situasi di sini sangat tidak kondusif. Mertuaku bahkan berusaha menyerangku.“Puas banget tuh, aku kira datang ke sini Mas Eko tinggal nama ternyata masih ada orangnya, ya, meskipun dalam keadaan kritis," jawabku pasti mereka semua tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan menjawab seperti itu bahkan orang-orang sampai melongo.“Apa kamu bilang, dasar ya, kamu itu istri nggak tahu diri suami sekarat malah Alhamdulillah, benar-benar ya kamu kurang seons otaknya pantas aja dia pergi ninggalin kamu lihatlah, Bu, menantu yang Ibu bangga-banggakan ternyata begitu kan? Licik dan jahat. Bahkan dia mendoakan suaminya meninggal," sahut Rara. Aku hanya tertawa saja mendengarkan ocehannya. Terserah mau ngomong apa aku tak peduli.“Teteh kay
POV Lisa. *** “Ya, mau bagaimana lagi Ibu juga khawatir, tapi kalau kita pergi malam ini lebih mengkhawatirkan keselamatan kita. Duh, tiba-tiba kepala Inu jadi pusing begini memikirkan sesuatu yang terjadi semuanya secara tiba-tiba,” keluh mertuaku. “Ayo, Mbok kita pergi dari sini aku nggak mau lagi mendengarkan perdebatan mereka!" ajakku pada Mbok, lalu kumatikan lampu agar mereka benar-benar pulang. “Tuh, kan, lampunya mati lagi, Bu. Sudahlah Ayo, kita pulang!" teriak Salsa. Sampai kamar aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Sejujurnya aku sedikit khawatir pada Mas Eko. Pasti sakit maag-nya kambuh lagi sampai dia dibawa ke rumah sakit begitu. Mas Eko itu orangnya milih-milih soal makanan sedangkan di penjara pasti makan seadanya dan Mas Eko nggak mau makan itu sebabnya dia sakit. “Apakah besok Ibu akan jenguk pak Eko?" tanya Mbok Wati. Aku menggeleng saja belum tahu apa yang akan aku lakukan besok. “Mbok, jadi curiga jangan-jangan Bapak dipenjara digebukin sama na