Cherry tertegun sejenak, lalu tersenyum. "Ya, aku memang nggak punya pacar. Kamu nggak usah takut ada yang cari masalah sama kamu. Tapi, kamu berani nggak?"Doni tak bisa menahan tawa. "Pantas saja, ternyata kamu kekurangan perhatian dari pacar!"Wajah Cherry memerah, matanya penuh godaan. "Ya, kamu bisa nggak kasih perhatian itu ke aku?"Tiba-tiba, ekspresi Doni berubah menjadi serius."Kalau energi esensi cukup, nggak akan terjerumus dalam hawa nafsu. Kalau energi vital cukup, nggak akan selalu ingin makan. Kalau energi spiritual cukup, nggak akan mudah mengantuk.""Kalau seseorang memiliki energi esensi yang cukup, dia nggak akan terlalu pikirkan soal pria dan wanita.""Kamu sepertinya kekurangan energi esensi! Tapi kamu masih gadis, nggak mungkin kelelahan karena hubungan semacam itu.""Aku tebak, kamu terlalu banyak buang energi.""Cherry, aku anggap kamu sebagai teman, jadi dengan tulus aku kasih saran.""Mulai sekarang, kurangi nonton film-film dari luar negeri yang durasinya pe
Doni Jonathan berdiri di pinggir jalan sambil memegang selembar brosur dan menjilat bibir.Di brosur itu, ada seorang wanita cantik yang berpakaian seksi dan keterangannya."Umur 25 tahun, cantik dan seksi. Suami kaya, tapi cacat dan impoten. Untuk mewariskan keluarga yang besar, setelah berdiskusi dengan suami, dicari pria yang berkarakter baik, tampan dan sehat untuk memenuhi impianku untuk menjadi ibu, juga memberiku kenikmatan sebagai seorang wanita. Akan diberi bayaran besar. Telp: 08 ...."Pada akhirnya, dengan ekspresi bertekad, Doni mengambil ponsel lamanya dan menelepon nomor itu, "Halo, aku ingin memenuhi impianmu untuk menjadi ibu. Apa kamu bisa hari ini?"Terdengar suara yang lembut dan memikat di telepon, "Bisa, bisa. Kakak, kita bicarakan tatap muka saja. Setengah jam lagi, ketemu di Bar Sentosa. Aku pakai gaun hitam. Kakak?""Kemeja putih, jeans biru.""Kalau begitu, sampai jumpa nanti, Kakak."Doni menutup telepon dan menggelengkan kepala dengan tidak berdaya. 'Aku yang
Doni duduk dan mengamati gadis stoking jala hitam itu. "Kamu yang menawarkan bayaran tinggi untuk bisa punya anak? Siapa namamu?""Panggil saja aku Lisa.""Lisa, dari usia tulangmu, kamu seharusnya baru genap 18 tahun, nggak sama dengan keterangan di brosur!"Gadis itu termangu. "Bodoh sekali kamu, kampungan. Kamu benar-benar pikir ada hal seperti itu?""Masuk!" Lisa bertepuk tangan.Bam!Pintu kamar didobrak dari luar. Lalu, tiga pria kekar menyerbu ke dalam.Pria berambut pendek yang memimpin berteriak, "Beraninya kamu macam-macam dengan wanita bos? Kamu cari mati? Cepat berlutut! Suruh keluargamu bayar empat ratus juta. Kalau nggak, mereka hanya akan mendapat mayatmu!""Sudah kuduga, mana ada hal bagus datang dua kali berturut-turut? Ternyata ini penipuan." Doni menyeringai sinis. Lalu, Doni menendang.Pria berambut pendek tidak siaga sehingga jatuh di lantai.Doni meninjunya lagi. Pria berambut pendek tergeletak di lantai dan tidak bisa bergerak.Dua pria lain tersadarkan. Mereka b
Doni termenung dan menggaruk kepala. "Kakek Seno, ini ... ini terlalu terburu-buru, 'kan?"Seno tersenyum seraya menjawab, "Nggak buru-buru. Dua puluh tahun lalu, Kakek sudah sepakat dengan gurumu! Dengarkan Kakek saja!"Bernard yang duduk di samping tidak tahan lagi. Bernard menunjuk Doni sambil berseru, "Ayah! Kalau Ayah nikahkan Helen dengan ... orang desa ini, apa seperti apa pandangan kerabat-kerabat yang lain? Keluarga kita akan menjadi bahan tertawaan di Kota Timung!""Ya ...." Sherline bergegas menambahkan, "Selain itu, kurasa kepribadian orang ini juga bermasalah! Baru pertama kali datang, dia bahkan hanya membawa dua kaleng daun teh! Apa Keluarga Kusmoyo di matanya?"Doni menyela dengan tenang, "Bibi, ini teh hijau berkualitas tinggi.""Teh? Berkualitas?" tukas Sherline dengan sarkas."Bagaimana mungkin kampungan dari desa sepertimu bisa punya daun teh berkualitas semacam ini? Kalau kubilang, ini pasti daun teh liar yang kamu asal petik.""Cukup!" Teriakan marah Seno memotong
Sherline menatap daun teh yang mengapung di dalam basi dengan ekspresi kaget. "Master Terry, daun teh ini ... benaran teh hijau berkualitas? Tapi ... hambar sekali dan warnanya nggak gelap.""Tentu saja!" Hati Terry sangat perih. "Kamu ini menantu Keluarga Kusmoyo, kenapa malah nggak bisa bedakan teh hijau? Mana ada teh hijau berkualitas yang beraroma kuat? Itu bukan teh merah! Aduh! Sayang sekali! Teh hijau berkualitas tinggi, lho! Aku pun hanya pernah minum sekali!"Seno juga tampak canggung. "Ehem! Sherline, daun tehnya masih ada berapa banyak?""Masih ada setengah kaleng.""Setengah kaleng?" Seno ingat kaleng daun teh itu bisa memuat setengah kilogram. Jadi, dua kaleng sekitar satu kilogram. Alhasil, hanya tersisa setengah kaleng. Hati Seno sangat perih. "Cepat ambilkan! Seduh teh untuk Master Terry!""Baik, baik, aku ambilkan sekarang!" Sherline terburu-buru sehingga terhuyung dan nyaris menjatuhkan basi.Otot wajah Terry berkedut-kedut. "Hati-hati, itu telur rebus teh dari teh hi
Begitu pintu dibuka, ada aroma yang wangi. Doni masuk dan menarik napas dalam-dalam. Lalu, Doni berkata dalam hati, "Ternyata begini kamar cewek! Wangi sekali! Entah berapa kali lipat lebih baik dari rumah batuku di gunung!"Helen duduk di ranjang dengan wajah masam dan melirik Doni dengan cuek."Kakek suruh kamu tinggal di sini, tapi kamu jangan punya pikiran macam-macam!"Helen menunjuk selimut di lantai. "Kamu tidur di sana!""Nggak masalah!" Doni tersenyum sambil menggelar selimut di lantai, melepas sandal dan masuk ke dalam selimut. Timbul ekspresi menikmati di wajah Doni."Nyaman sekali! Selimut ini empuk!""Wangi! Dikasih parfum, ya?""Selimut empuk ini pasti dari bulu angsa!""Kampungan!" Helen memutar mata.Tidur memakai selimut bulu angsa di musim ini?Kampungan, biar kamu mati kepanasan!Helen mematikan lampu dengan jengkel. Tiba-tiba, Helen menegang.Mereka telah melewati malam yang vulgar itu, tetapi Helen kehilangan akal sehat pada saat itu sehingga tidak bisa mengontrol
Begitu Doni, Helen, dan Cherry memasuki Balai Anggar Astra, beberapa pria berjalan ke arah mereka.Pria tampan di depan adalah kakak sepupu Cherry, Reyhan Wongso."Hahaha, Cherry, akhirnya kamu datang. Aku sudah menunggumu dari tadi!"Cherry menggandeng Helen dan tersenyum saat memperkenalkan, "Helen, ini kakak sepupuku, Reyhan Wongso, sudah kuceritakan padamu! Lulusan unggul dari Universitas Berming! Kak Reyhan, ini teman baikku, Helen Kusmoyo, Dewi Es yang terkenal di Kota Timung! Aku benar, 'kan?"Reyhan terpukau. Lalu, Reyhan tersenyum pada Helen. "Halo, Nona Helen! Sudah lama aku mendengar tentangmu!"Helen mengangguk dengan cuek. "Halo, kamu terlalu sungkan."Kemudian, Reyhan menoleh pada Doni yang berada di belakang. "Ini ...."Cherry langsung menyela, "Aduh! Kak Reyhan lupa? Ini kampungan yang kuceritakan itu! Kampungan yang punya angan-angan tinggi!"Mendengar itu, beberapa pria di belakang Reyhan langsung mencibir.Reyhan melirik Doni dengan remeh. Setelah itu, Reyhan terseny
Doni berjalan ke sana dan berbisik pada Calvin, "Aku yakin kamu menderita tumor ganas!""Apa?" Wajah Calvin menjadi pucat. "Nggak mungkin, aku masih muda.""Kanker pada usia muda bisa terjadi di seluruh dunia." Doni berkata dengan berat hati, "Aku nggak bohong. Kebiasaan hidupmu sangat nggak sehat, jadi kamu termasuk dalam kelompok orang yang rentan terjangkit kanker. Kalau nggak percaya, kamu bisa periksa di rumah sakit."Saking panik, punggung Calvin dibasahi keringat. Seluruh pikiran Calvin penuh dengan kata "kanker". Itu merupakan penyakit terminal! Tanpa berpikir panjang, Calvin berucap pada Reyhan dan yang lain, "Aku pergi dulu, ada urusan lain." Lalu, Calvin berjalan ke luar tanpa menoleh ke belakang.Reyhan terbengong. Ketika Calvin sampai di depan pintu, Reyhan berseru, "Tuan Muda Calvin! Tuan Muda Calvin, kenapa kamu tiba-tiba pergi? Tunggu!"Namun, Calvin seolah-olah tidak mendengar Reyhan. Calvin berjalan ke luar dan segera hilang.Reyhan akhirnya bisa mengundang Calvin den