Carissa dan juga Sinta berdiri sambil memegang besi di atas kepala mereka.
"Akhirnya aku coba juga naik busway," kata Clarissa yang begitu sangat senang. Matanya memandang ke luar jendela.
Sinta tersenyum memandangnya. "Naik busway walaupun berdiri tapi pakai AC," ucapnya.
"Iya, jadi tetap adem," jawab Clarissa yang tersenyum.
"Lokasi ke tanah Abang lumayan jauh dari tempat tinggal kamu jadi kita naik busway dua kali," Sinta berucap saat busway itu berhenti di halte terakhir.
"Apa kita harus menyambung lagi naik busway yang satu lagi, untuk menuju jurusan tanah Abang?" tanya Clarissa. mereka berdiri di halte busway.
"Iya,” jawab Sinta, “kamu gak pusingkan naik busway?"
"Enggak apa-apa aku pengen jalan-jalan." Clarissa tersenyum.
"Itu buswaynya ayo cepat," a
Fathir meremas-remas rambutnya dengan sangat kasar. "Apa yang telah aku lakukan,” ucapnya saat dia sadar dan memandang sekeliling ruangannya yang berantakan.Wajah pria itu memucat saat menyadari apa yang dilakukannya. Walaupun kondisinya dalam keadaan mabuk, namun pria itu masih bisa mengetahui apa yang diperbuatnya. Ia memejamkan matanya saat mengingat gadis cleaning service yang masuk ke dalam ruangannya. Baju-baju yang berserakan di lantai di kutip nya satu persatu dan memakainya. Matanya memandang lantai. "Apa yang telah kulakukan?" ucapnya yang melihat bercak darah yang menempel di lantai yang ada di ruangannya.Fathir membersihkan lantai itu dengan memakai tisu. Ia duduk di kursi sambil mengusap-ngusap wajahnya dan memijat-mijat pelipis keningnya. Berulang kali pria itu mengutuk perbuatannya. "Aku sudah menghancurkan masa depan seorang gadis," ucapnya.Fathir meminum a
“Perusahaan aku bisa bangkrut bila aku memberikan kamu kartu itu,” ucap Fathir.“Mas tahukan berapa pengeluaran yang harus aku keluarkan setiap hari setiap minggu dan setiap bulan," ungkap Farah.“Kamu sibuk dengan dunia kamu, kamu sibuk jalan-jalan dengan teman-teman mu, sedangkan kamu tidak memikirkan bagaimana aku dan juga anak kamu, anak kita itu masih kecil dia masih butuh kasih sayang ibu. Namun kamu lebih mengutamakan teman-teman mu. Satu minggu pergi dan kamu baru pulang sekarang, begitu kamu pulang kamu minta uang.” Fathir berkata dengan begitu sangat kesal memandang wajah istrinya.“Aku pergi aku bilang ya Mas.” Farah membela dirinya.“Kamu bilang iya, memang kamu bilang dengan saya, kamu pergi,” ucap Fathir.“Salah aku apa,” tanya Farah.“Kamu tanya salah
Fathir duduk di kursi kerjanya. Tangannya tidak ada henti-hentinya memijat pelipis keningnya. Kepalanya serasa akan pecah saat memikirkan masalah yang dihadapinya. Masalah keluarganya belum selesai. Sekarang datang masalah baru. Ingin rasanya ia memecat semua karyawan yang ada di perusahaannya saat ini. Kalau bukan karena ulah karyawannya, kesalahan seperti ini tidak mungkin dilakukannya.Berulang kali pria itu memukul mejanya sebagai tempat pelampiasan kemarahannya.Pada saat itu Ia sengaja ingin menenangkan dirinya. Ruangan tempat kerjanya merupakan tempat yang mungkin paling nyaman yang dirasakannya. Fathir memilih minum dengan harapn bisa sedikit melupakan masalahnya. Ia meminum-minuman itu setelah jam kantor berakhir. Fathir yakin sudah tidak akan ada lagi karyawan yang tersisa. Ia tidak menyangka bahwa masih ada karyawannya yang masih bekerja di malam hari.Fathir
"Aku nggak ngerti kenapa semua cleaning service diberhentikan dan sekarang masuk cleaning service yang baru." Clarissa memandang rombongan cleaning service yang baru datang. Shinta hanya menggelengkan kepalanya dan mengangkat bahunya. "Apa semuanya ada hubungan dengan kita?” tanyanya. "Maksudnya?” Clarissa bertanya dengan membesarkan matanya. “Kita diberi uang lembur, itu artinya perusahaan mungkin tahu kalau kita kerja di sini melebihi dari jam yang seharusnya." Melihat kejanggalan yang terjadi Shinta mengambil kesimpulan. “Apa karena itu mereka jadi benci sama kita?” tanya Carissa. “Aku rasa seperti itu,” ucap Sinta yang membesarkan matanya. Clarissa mengangkat telepon yang berbunyi di ruang pantry tersebut. “Halo ruang pantri di sini. Saya Clarissa. Apa ada yang bisa saya bantu," sapa Clarissa saat mengangkat panggilan tele
Sinta memandang Clarissa yang masuk ke ruang pantri. "Ada apa?" tanyanya memandang temannya tersebut. Sinta memperhatikan wajah teman yang terlihat berbeda. Matanya tampak sembab seperti habis menangis. "Apa kamu dipecat?" tanya Sinta yang begitu sangat menghawatirkan temannya.Carissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Clarissa tersenyum lebar hingga matanya terlihat begitu sangat kecil. "aku dikasi libur tiga hari." Clarissa mengangkat tiga jarinya. Clarissa berusaha menutupi masalahnya agar temannya tidak curiga.“Kenapa,” tanya Sinta.“Sewaktu aku mengantar kopi Aku pusing, jadi cangkir kopinya jatuh, makanya kata pak direktur aku libur aja dulu selama tiga hari." Clarissa berkata dengan raut wajah yang terlihat begitu sangat senang.“Aku merasa kamu sepertinya tidak sehat, ternyata pak direktur itu baik ya,” puji Sinta memandang temannya.
Clarissa diam dan menelan air ludahnya ketika mendengar ucapan bosnya tersebut.“Kemarin saya tidak berani untuk melanjutkan pembicaraan karena kondisi kamu masih sangat takut dengan saya. Saya tahu setelah peristiwa itu, kamu pasti sangat trauma dan benci sama saya. Namun percayalah saya benar-benar tidak pernah berniat melakukan itu,” Fathir berkata dengan memandang gadis yang hanya menundukkan kepala didepannya. “Saya sangat tidak tenang sebelum masalah ini bisa selesai,” jelas pria itu.Clarissa hanya diam saat mendengar ucapan bosnya, dia tidak tahu harus berbicara apa saat ini.“Kamu tahu bahwa saya pria yang sudah beristri,” ungkap Fathir.Clarissa menganggukkan kepalanya."Saya sudah memiliki dua orang anak."Clarissa hanya diam saat mendengar penjelasan pria tersebut.Fathir diam cukup la
Clarissa memegang dadanya yang berdegup dengan hebatnya. Clarissa tidak menyangka bahwa bosnya akan datang ke rumahnya. Dari tatapan mata pria itu terlihat bahwa pria itu begitu sangat menyesal. "Risa tidak tahu apa yang harus Risa dilakukan," ucap Clarissa yang mengacak-ngacak rambutnya yang panjang. Ia hanya duduk di atas kasur yang ada di dalam kamarnya. Clarissa masih ingat apa yang disampaikan oleh bosnya. Tidak ada satupun pilihan yang bisa diambilnya. Semua pilihan yang ada sulit untuk diputuskannya. Clarissa tidak mungkin meminta pertanggung jawaban dari pria tersebut atau meminta uang sebagai ganti rugi karena itu sama saja menjual harga dirinya. Clarissa menangis disaat menyadari tidak ada tempat untuknya mengadu atau sekedar meminta pendapat. "Ini sudah takdir yang harus aku dijalani. Aku cuma bisa pasrah dan jalani ini semua," ucapnya yang mengusap air matanya dan berusaha untuk tegar.
"Rumah kamu sayangnya nggak bisa dilalui mobil, jadinya jalan dulu ke dalam,” ucapnya ketika mobilnya berhenti di depan ruko yang berada di samping gang.“Iya pak, soalnya di sini harganya murah,” jawab Clarissa sambil sedikit tersenyum."Biar saya saja yang bawa," ucapnya ketika melihat Clarissa akan mengangkat kantong yang berisi ayam goreng."Risa saja pak," ucap Clarissa yang melepaskan kantong tersebut saat pria itu sudah menenteng kantong plastik itu lebih dulu.Clarissa berjalan di dalam gang kecil bersama bosnya. Ia berjalan menuju rumah kontrakan yang masih ditempatinya. Clarissa sedikit tersenyum saat memandangn bosnya yang menenteng kantong ayam goreng."Alhamdulillah sudah sampai pak," ucap Clarissa yang membuka pintu rumahnya. Clarissa sangat kasihan ketika melihat keringat bosnya yang bercucuran di keningnya."Iya, ternyata di lu
Angin berhembus menyejukkan kulitnya. Rambut panjang sebahu menari-nari mengikuti arah kemana angin membawanya. Clarissa tersenyum dan memeluk tangan yang melingkar di pinggangnya."Apa nggak dingin,” Fathir bertanya Ketika melihat istrinya yang sudah lama berdiri di balkon teras kamarnya.Clarissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “dingin sih, tapi anginnya enak, sejuk Risa suka. Risa nggak pernah bayangin kalau Risa bakalan datang ke sini," Clarissa berbicara dengan memutar sedikit kepalanya ke belakang dan memandang wajah suaminya yang berdiri di belakangnya. Dari atas lantai 25 ini Clarissa bisa yang menatap keindahan kota Tokyo di malam hari.Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya."Abang kalau mau cium kasih aba-aba kenapa.""Kalau kasih aba-aba itu nggak seru.” Fathir mengulum senyumnya. Pria tiga anak Itu menatap wajah istrinya yang begitu sangat cantik. "Sebenarnya sudah lama pengen ajak adek berlibu
Clarissa memandang suaminya. Ada rasa khawatir ketika dirinya akan bertemu dengan Farah mantan istri suaminya."Bang." Clarissa memegang tangan suaminya.“Iya,” jawab Fathir.“Risa masih belum siap untuk ketemu sama Mbak Farah,” keluh Carissa.Fathir tersenyum dan mengusap pipi istrinya, “dia datang ke sini niatnya untuk memperkenalkan calon suaminya, dan juga untuk melihat Devan dan Sheren, jadi niatnya baik. Bila orang datang dengan niat yang baik, maka kita harus menerimanya." Fathir meyakinkan istrinya. Pria itu mengusap pipi istrinya dan mengecup kening istrinya.“Nanti Abang jangan tinggalin Risa ya,” pinta Clarissa. Hingga saat ini Clarissa masih tidak berani terhadap istri mantan suaminya. Apa yang telah dilakukan oleh mantan istri suaminya itu masih teringat jelas dalam ingatannya.“Iya dek Abang nggak akan ninggalin,” Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya.&ld
"Bang jangan gangguin, Risa lagi kasih Azkah susu," kata Clarissa yang merasa geli ketika suaminya mencium tengkuk lehernya."Kalau Azkah sudah selesai minum susu dan tidur, satu kali lagi ya Dek,"pintar Fathir.Clarissa memutar kepalanya dan memandang wajah suaminya.Fathir tersenyum dan memajukan bibirnya ke depan. Pria itu mencium bibir istrinya. "Ya sayang," ucap Fathir yang sedikit mengecup bibir istrinya."Sejak tadi rambut Risa nggak ada kering-keringnya," kata Clarissa yang sedang dalam kondisi berbaring menyusui bayi.“Iya sama Dek,” ucap Fathir.“Sama apanya.”“Rambut Abang juga gak ada kering-keringnya.” Jawab pria yang memegang punggung istrinya dari belakang.“Abang rambutnya pendek. Gitu siap mandi 5 menit dah kering,” ucap Clarissa.Fathir hanya tersenyum saat mendengar ucapan istrinya. "Dek, kemarin 40 hari cuti dek. Sekarang tu rasanya beda, enak. Gak
Farah duduk di meja kerjanya. Saat ini dirinya memeriksa laporan penjualan butik miliknya. Butik yang didirikannya 10 bulan yang lalu. Farah juga mengurusi pemesanan secara online.Farah menghentikan pekerjaannya dan menutup layar komputernya. Farah melihat foto-foto kedua anaknya seperti ini, air matanya menetes seketika. Setelah perpisahannya dengan mantan suaminya, Farah belum pernah bertemu dengan kedua anaknya. Rasa rindunya begitu sangat kuat, namun Farah malu untuk menatap wajah kedua anaknya. Menyandang nama sebagai ibu yang tidak baik, begitu membuatnya tidak berani untuk mendekati kedua anaknya.“Andainya aku berjumpa dengan mereka , apakah mereka akan berlari memeluk ku?" Farah bertanya di dalam hatinya. “Maafkan mami, Mami malu menatap wajah kalian. Sekarang kalian pasti begitu sangat bahagia. Berkumpul sama opa dan Oma. Kalian sudah memiliki mama baru, yang sepertinya dia sangat menyayangi kalian,” ucap Farah yang mengusap air matan
Fathir masuk ke dalam kamarnya. Pria itu melihat istrinya yang sedang tidur bersama dengan anak ketiganya. Sudah 2 hari ini istrinya sudah pulang ke rumah.Fathir tersenyum memandang wajah istrinya yang saat ini tertidur dengan sangat nyenyak. Pria itu mencium kening istrinya dengan sangat lembut kemudian mencium pipi dan bibir istrinya. “Enak kali tidurnya sampai nggak tahu,” ucap Fathir yang sedikit menarik hidup istrinya. Istrinya tidak bergerak sama sekali meskipun dirinya sudah dekat seperti ini.Fathir merangkak naik ke atas tempat tidur. Pria itu memandang wajah putranya yang begitu sangat tampan. “Ini tidurnya pasti sama enaknya sama mamanya. Atau jangan-jangan lagi lomba tidur." Fathir berbicara dengan suara yang sangat kecil. "Pipinya lembut sekali." Fathir mencium lembut bibir putranya.Fathir tersenyum ketika putranya bergerak. Pria itu mencium pipi putranya dan membuka jas yang saat ini di pakainya. Fathir menggendong putranya dan
Clarissa berbaring di atas tempat tidur kamar rawatnya. Senang sangat hati Clarissa setelah proses persalinannya berjalan dengan sangat lancar. Saat ini kamar yang ditempatinya sudah penuh dengan keluarganya. Adik-adiknya, anak-anaknya, Papa mertua, Mama mertua kemudian juga Ibu serta papa sambungnya. Clarissa tersenyum saat melihat wajah ibu dan juga mama mertuanya yang sedang asik mengendong cucunya.Clarissa tertawa ketika melihat tingkah Sheren yang begitu sangat lucu. Sheren menarik tangan Omanya agar dirinya bisa mencium Adik bayinya tersebut."Sejak tadi dicium-cium Sheren dan Devan, tapi tetap aja gak bangun-bangun," Clarissa memandang putranya yang tidur dengan sangat lelap."Jadi aku sekarang sudah di panggil Om," tanya DikoClarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Ciko yang umurnya nya 6 tahun juga?" Tanya Diko.“Iya,” jawab Rini."Oh aku berharap dia tidak cepat menikah nanti agar aku tidak
"Apa tidak ada cara lain dok, Istri saya sudah sangat kesakitan tapi masih disuruh untuk jalan?" Fathir menahan emosinya saat dokter Sandra yang menangani persalinan Istrinya meminta agar istrinya jalan-jalan di dalam kamar."Ini guna mempercepat bukaannya pak. Saat ini sudah bukaan 5." Dokter Sandra menjelaskan."Tapi istri saya sudah sangat kesakitan," ucap Fathir yang meneteskan air matanya. Dengan sangat cepat pria itu menutup matanya dengan telapak tangannya dan mengusap air matanya."Fathir, persalinan normal memang seperti ini." Rini menasehati menantunya."Tapi bu," ucap Fathir menghentikan ucapannya."Kita harus ikut apa yang disarankan dokter Sandra. Biar mempercepat bukaan. " Ucap Rini.Fathir memandang isterinya yang berbaring di atas tempat tidur. Saat ini yang bisa dilakukannya hanya menuruti saran dari dokter tersebut.Fathir berjalan mendekati istrinya. Pria itu duduk di samping tempat tidur. "Mau ya Dek jalan," bujukn
Setelah sholat subuh Fathir menemani istrinya jalan pagi di halaman rumahnya. Terkadang Fathir membawa istrinya jalan di taman agar Istrinya tidak bosan.Saat ini Fathir sedang berada di taman di depan rumahnya. Istrinya tidak mau untuk jalan-jalan ke taman yang berada di luar dari perumahannya. Clarissa lebih memilih untuk jalan pagi di halaman rumah mereka.Clarissa berhenti dan memegang tangan suaminya."Kenapa?" tanya Fathir."Perut Risa sakit bang," ucap Clarissa. Wajahnya terlihat menahan sakit."Apa sakit kali sayang, bila terlalu sakit jalan paginya udahan aja. Abang gendong ke kamar ya?"Clarissa menggelengkan kepalanya. "Gak usah bentar lagi akan hilang, sekarang sering sakit gini bang, terus nanti sakitnya hilang." Clarissa mengusap-usap perutnya berharap rasa sakit yang dirasakannya bisa secepatnya hilang.“Sayang, adek cepat lahir ya nak, kasihan Mama,” ucap Fathir. Ia hanya berusaha menguatkan istrinya dengan
Clarissa duduk di pangkuan suaminya sambil mengancing kemeja yang dipakai suaminya.Fathir memandang wajah istrinya. Pipi istrinya sudah semakin berisi dan bulat. Pria itu begitu sangat gemas melihat istrinya yang semakin tampak imut-imut. "Mau ikut ke kantor gak?" tanyanya sambil mencium pipi bulat istrinya.Clarissa memandangnya dan membesarkan matanya. "Apa boleh?" tanyanya."Iya bolehlah istri bos yang datang, siapa yang berani larang," ucapnya."Tapi nanti Risa gangguin abang kerja," Clarissa berkata dengan memandang wajah tampan suaminya."Ya enggak lah, paling waktu istirahat nanti main di kamar," Fathir sedikit tersenyum dan menaikan sebelah alisnya."Kalau gitu Risa wajib bawa baju ganti, make up juga," Clarissa berkata dengan wajah polosnya. Clarissa hanya perlu membawa perlengkapan baju dan make up saja, sedangkan untuk perlengkapan mandi di sana sudah tersedia.Fathir tersenyum saat mendengar jawaban polo