Terlihat sejak subuh Romlah dan Rina serta dibantu Lisa sedang berkutat di dapur. Sepertinya usaha mulai ramai, pemasaran yang dilakukan Lisa sangat membuahkan hasil. Pelanggan baru dari rekan Danu dan Lisa sangat banyak sehingga tidaklah sulit untuk mempromosikan katering menantunya. Semakin banyak pesanan maka waktu mereka untuk bermalas-malasan menjadi berkurang. Sekedar ke rumah Rizwan pun mereka berdua tidak sempat."Sampai kapan aku harus bekerja seperti ini!" Lirih Romlah namun terdengar di telinga Rina."Sabar, Bu. Rina juga males ngerjakan hal seperti ini. Ibu juga tau, aku paling tak suka memasak seperti ini apalagi dalam kuota banyak begini," desah Rina. Desahan mereka berdua terdengar oleh Lisa hanya saja Lisa cuek dan tersenyum miris melihat kebiasaan mereka."Bu, bagaimana jika kita mencari karyawan saja?" usul Rina pada Lisa yang tengah asik menghitung keuangan usaha katering. "Apa kamu sanggup untuk membayar?" Lisa melihat ekspresi menantunya begitu enteng meminta kar
"Assalamu alaikum," ucapan salam dari Laila. Laila dan Shilla sudah merencanakan jauh-jauh hari untuk berkunjung ke kediaman Rina sekedar bersilaturahim dengan Lisa. Lisa sangat mengenal suara wanita yang mengucap salam saat dirinya masih berada di dalam. Lisa segera ke ruang tamu dan melihat dua wanita muda datang bersamaan."Waalaikum salam," jawaban salam dari Lisa. Lisa senang sekali dengan kedatangan mereka berdua. Apalagi sosok Laila yang dirindukan Lisa."Shilla dan Laila, kalian kemari? Ibu sudah kangen sama kalian berdua. Yuk duduk dulu!" Lisa mempersilahkan mereka duduk. Laila dan Shilla saling bersenggolan melihat Rina dan Romlah sedang memasak makanan untuk pesanan."Bagaimana kabar ibu?" tanya Laila."Alhamdulillah, ibu bikinkan minum dulu ya," Lisa berdiri akan menuju ke dapur namun dicegah Laila. Laila tidak mau merepotkan seorang ibu yang sudah dianggapnya ibu kandung sendiri."Tidak perlu, Bu. Laila mau beli lauk untuk makan," Laila sengaja membeli lauk karena ingin
Sepulang dari rumah Rina, Shilla segera menyiapkan makan malam untuk Rizwan. Shilla senang sekali melihat mobil Rizwan sudah terparkir di depan pintu. "Assalamu alaikum," Shilla masuk ke dalam rumah setelah salam namun tak ada jawaban salam dari Rizwan. Tanpa sengaja Shilla melihat darah di depan pintu kamarnya, Shilla terkejut dan segera mencari tahu darah apa itu. "Darah siapa ini?" Shilla masih menyelidiki darah itu, darah mengarah ke sebuah tempat."Kenapa tercecer begini," Shilla mengikuti tetesan darah sampai ke kamar mandi. Shilla takut jika darah ini darah tikus atau orang yang sengaja menerornya.Tok tok tokShilla mencoba berpikir positif dan tidak terjadi apapun di rumah. "Mas, Mas Rizwan." Shila mengetuk kamar mandi karena darah tersebut mengarah ke kamar mandi. Shilla kembali mengetuk dan tetap tak ada jawaban sama sekali. "Mas, apa kamu di dalam?" Shilla masih memanggil nama suaminya."Kok dikunci sih," Shilla masih berusaha membuka pintunya, namun pintu tak bisa ter
TingTerpaksa Shilla menghubungi Laila untuk mengabarkan keasaan Rizwan. Tak ada niat lain, hanya Shilla ingin menyampaikan keadaan, mungkin dengan kedatangan Laila ke rumah sakit, bisa membuat Rizwan kembali bersemangat. "|Mbak Lai, doakan suamiku agar segera pulih. Mas Rizwan nekat bunuh diri|" Pesan dari Shilla."|Bunuh diri?|" balasan dari Laila. Laila terkejut sekali dengan sikap mantan suaminya yang nekat."|Sepertinya Mas Rizwan melakukan hal ini karena kejadian waktu itu|" pesan dari Shilla. "|Kamu yang sabar, mohon maaf Mbak belum bisa membesuknya|" balasan dari Laila. Shilla memaklumi keadaan Laila yang sedang hamil muda."|Shilla mengerti, mohon doanya saja sudah cukup bagi Shilla|" pesan dari Shilla."|Semoga Mas Rizwan segera sembuh|" balasan dari Laila."|Aamiin, terimakasih doanya, Mbak|" pesan dari Shilla."Ehmmm serius amat, sampai suaminya dicuekin. Sini lihat ponselnya," Doni segera mengambil ponsel Laila. Doni membaca pesan Shilla kepada Laila. "Rizwan? Maksudny
Hari ini sengaja Laila dan Doni tak pergi ke kantor. Mereka akan menjenguk Rizwan seperti yang rencanakan. Laila membawa makanan dalam rantang untuk Shilla. Semua makanan Laila persiapkan sendiri supaya tidak merepotkan orang lain."Rajin amat istriku padahal sedang hamil," ucap Doni saat melihat Laila tengah sibuk menyiapkan bekal untuk dibawa ke rumah sakit. Tiba-tiba kedua tangan Doni melingkar di perut Laila."Iya, kasihan Shilla. Pasti dia sibuk menjaga suaminya, jangan berburuk sangka padaku, aku buka wanita yang akan kembali ke masa lalu," Laila yang mengerti dengan rasa cemburu suaminya, sosok Doni yang tak akan rela Laila menjadi milik siapapun kecuali dirinya."Iya, iya. Aku mengerti kok," persiapan sudah selesai kini mereka berdua bersiap menuju ke rumah sakit.Doni melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tak ada percakapan serius selama dalam perjalanan. Tak lama mereka segera menuju ke rumah sakit tempat Rizwan dirawat. Sampai di ruang rawat inap, Laila mendapati Shil
Laila dan Doni keluar dari ruang rawat inap Rizwan dan segera pulang ke rumah. Sedangkan Shilla kembali duduk di samping Rizwan. Digenggamnya lelaki yang menjadi sandaran hidupnya sembari diusap punggung telapak tangannya. Rizwan mengerjabkan mata dan memanggil nama Shilla."Shil, Shilla," suara lirih meluncur begitu saja dari mulut Rizwan. Shilla menatap kedua mata Rizwan, hatinya begitu tenang melihat Rizwan sudah siuman. "Mas, aku di sampingmu. Apa kamu mendengarku?" Shilla kembali menyadarkan Rizwan."Shil, aku minta maaf," suara lemah dari bibir Rizwan. Kedua mata Rizwan berkaca-kaca melihat Shilla mendampinginya. Digenggamnya tangan Shilla seakan tak memperbolehkan dia pergi darinya. Tak ada yang bisa diungkapkan kecuali rasa syukur atas kebahagiaan yang didapatkannya."Kamu tak salah, Mas." Shilla membelai kepala Rizwan sesekali mendaratkan ciuman di dahinya."Shil, maafkan aku sudah menyusahkanmu," ucap Rizwan. Seketika Shilla mencium tangan Rizwan yang mengenggam tangannya.
Pagi-pagi sekali, Lisa meminta Rina untuk menyiapkan makanan untuk Shilla. Lisa sengaja mengirim makanan untuk Shilla karena Lisa paham jika Shilla pasti terlalu lelah setelah menjaga Rizwan di rumah sakit. Apalagi mengurus pindah kontrakan sehingga Shilla membutuhkan banyak tenaga."Untuk siapa, Rin?" Romlah heran melihat Rina sepagi ini sudah menyiapkan makanan."Disuruh ibu untuk diantar ke rumah Rizwan," jawab Rina membuat Romlah sedikit kesal. Mendengar nama Rizwan sudah membuat mood Romlah dan Rina berantakan."Dasar anak pungut, Bisa - bisanya dia merepotkan kita!" celetukan Romlah tentu saja didengar Lisa. Lisa kesal mendengar ucapan Romlah yang tak ada rasa kasihan sama sekali."Emangnya Bu Romlah merasa direpotkan? aku menyuruh Rina bukan Bu Romlah. Lagian yang masak juga aku bukan Rina," ucapan Lisa membuat kedua mata Romlah membola sempurna. Romlah semakin kesal karena pembelaan dari Lisa."Sudah, kamu tidak usah ikut campur!" pungkas Romlah yang tak suka dengan sahutan Li
Motor yang dikendarai Rina sudah berada di depan rumah kontrakan Shilla dan Rizwan. Meski tak besar namun cukup nyaman untuk mereka berdua.Tok tok tok Rina mengetuk pintu rumah Rizwan tanpa salam. Rina terpaksa mengantar makanan karena permintaan Ibu mertuanya. Tak ada yang bisa dia lakukan dan hanya bisa menurut saat Lisa memintanya.Ceklek"Mbak Rina," Shilla terkejut melihat Rina sudah berada di depan pintu membawa sebuah rantang makanan."Ini dari Bu Lisa, udah buruan bawa masuk!" Rina segera menuju ke motornya dan pergi dari rumah Rizwan tanpa ingin menjenguknya. Selama Rizwan di rumah sakit, Romlah dan Rina tak pernah menjenguknya. Bertanya kabarpun tak pernah mereka lakukan.'Benar-benar hati Rina dan Romlah sudah membeku. Hanya ingin senangnya saja tanpa memikirkan susahnya."Ada ya orang model begitu, saat diberi uang saja kayak ajudan pribadi. Saat sakit, nengok saja kagak," Shilla membuang nafas kasar setelah melihat tingkah Rina. Shilla membawa rantang pemberian Lisa ke