Dari pada ejekan Rosa, hati Jexeon malah nyeri mendengar ucapan Yua. Seolah Yua tidak suka berlama-lama bersama dengannya. Dia membalik sendok, berdiri dengan cepat dan meninggalkan meja makan.Tanpa aba-aba, Jexeon segera menggendong Yua seperti biasanya, membuat tongkat gadis itu terjatuh. Menggelinding hingga sampai pot bunga di samping tangga. "Ehhh." Yua sangat terkejut dan berusaha dorong Jexeon menjauh, Arjun mundur selangkah, melihat tingkah pasangan suami istri yang aneh dan tidak tahu tempat. Jexeon membawa Yua pergi, sementara Arjun menggelengkan kepala sebelum mengambil tongkat Yua dan mengikuti mereka dengan pelan."Turunkan aku," kata Yua. Dia berteriak dan terus meronta. "Diamlah."Berbeda dari biasanya, Yua tidak melingkarkan tangan di leher Jexeon dengan manja. Tatapannya nyalang tidak suka digendong. Meronta sampai lantai dua. Terus memukul dada pria itu supaya dia diturunkan."Aku bilang turunin aku! Mas nggak bisa seenaknya kayak gini!" Teriak Yua, penuh amarah
Peluh keringat membasahi kemeja, tuxedo berwarna hitam yang tadi dikenakan Jexeon sudah terlempar jauh. Robek di segala bagian sejak digunakan sebagai senjata. Namun, musuh terus berdatangan layaknya laron. Mengincarnya sembari menghancurkan segala yang ditemui. Matanya melirik Yua, gadis itu ketakutan di antara dua pria yang melindunginya. Dia mengerang karena polisi tak kunjung datang, seharusnya sudah sampai sekitar sepuluh menit lalu. Tidak mungkin ayahnya atau tamu lain tidak lapor polisi.Sepuluh meter dari Jexeon, terlihat Roan kewalahan melindungi Yua. Dia terluka di segala bagian, tidak terbiasa dengan pertarungan. Sementara Lazio terus bertahan dengan menyerang tiga orang sekaligus. "Sial!" Rencananya kacau, tidak tahu apa yang dilakukan polisi. Mereka sangat lambat. Setelah menghabisi beberapa orang, dia mundur dan menarik Yua ke belakangnya, Roan sudah tidak sanggup melindungi Yua lagi. Tinggal menunggu waktu saudaranya itu tumbang.Roan ikut mundur, membelakangi Yua. "
Mereka satu SMP, satu kelas, satu keluarga. Roan berpikir tak apa Jexeon selalu ranking satu, sebagai saudara dia ikut bangga seperti Papa. Meskipun itu membuatnya kesulitan karena Mama yang selalu menyuruh berusaha lebih keras. Namun, kali ini Papanya keterlaluan. Menganggapnya tidak layak memimpin perusahaan. Padahal masa depan masih panjang untuk mengejar Jexeon dan bersaing secara adil."Apa Papa pikir aku nggak layak?" tanya Roan, tangannya mengepal. "Kau juga cuma adik, kakakmu lebih berhak.""Umur kita setara! Kenapa Papa nggak ngasih kesempatan ke aku?" tanya Roan dengan mata berkaca-kaca. Jexeon tahu Roan juga sudah berusaha semaksimal mungkin, begadang sampai mimisan supaya bisa membanggakan orang tuanya. Ingin diakui Papa seperti dia. "Jangan terlalu berambisi dan sadar posisimu sebagai adik," jawab Papa. Sangat menyakitkan dan terpatri di hati Roan.Perlakuan tidak adil Papa membuat Roan perlahan membenci Jexeon, tidak menolong lagi dan menjauh. Membuat Jexeon serba sa
Jexeon yang masih remaja pertama kali melihat adegan tidak senonoh, pipinya panas dan mengalihkan pandangan. Saat orang-orang memintanya mencoba, Jexeon menolak. "Dia masih takut, biarkan saja. Padahal sekali mencoba dia pasti akan ketagihan." Ketua geng mengatakan hal itu sembari menikmati pelayanan dari para wanita, Jexeon tidak tahan dengan pemandangan ini dan pergi keluar. Jantungnya berdebar kencang. Orang-orang menertawakannya. Inilah kehidupan yang dia pilih, mungkin karena belum terbiasa maka ia merasa risih. Lambat laun, Jexeon yakin juga bisa seperti mereka yang bebas. Suatu hari ia tidak sengaja bertemu dengan ayah, Jexeon hendak pergi dan mengabaikan, tetapi ayah menahannya. "Ibu tirimu berbohong, Ayah sudah membuktikan lewat tes DNA. Kamu anak ayah. Ayo pulang ke rumah."Tanpa penyesalan ayah mengatakan hal itu, padahal semua sudah terlambat. Jexeon tidak akan mau kembali ke neraka itu lagi.Jexeon menepis tangan ayah, tidak ingin kembali ke rumah yang ada Rosa dan R
Rasa sakit dari lengan tersayat melebihi rasa sakit di hati, aku memukul dadaku sendiri berulang kali. Sulit sekali bernapas. Air mata berusaha ditahan hingga berbelok di taman rumah sakit. Aku mencari tempat sepi di teras samping. Dapatkah hati ini kuat mencintai orang yang penuh kebencian? Dia menyakiti banyak orang, bahkan menyakiti dirinya sendiri karena dendam. Aku menangis, berusaha menghilangkan sesak di dada. Dia dan segala cinta, sudah menyatu erat dengan hatiku. Bahkan aku mampu merasakan dendamnya, sakit hatinya, dan juga perasaannya yang beku. "Sesak," kataku sembari memukul dada. Berusaha bernapas dengan benar. Aku menjatuhkan punggung di tembok, merasa tidak berguna sama sekali. Jexeon adalah orang yang tidak mampu kugapai. Aku tidak bisa membawanya keluar dari kegelapan. Tidak bisa mengobati sakit di hatinya. Dia seperti terjebak dalam lingkaran yang terus menyakiti, tidak bisa melihat cahaya sekalipun memiliki mata. Dia jatuh dalam kegelapan hingga tanganku tidak
"Aku nggak akan balikan sama Roan," jawabku."Kenapa?""Karena kamu mimpiku, pahlawanku, suamiku dan orang yang aku cintai.""Meskipun aku orang jahat?" "Cinta itu buta, bahkan kalau pun kamu orang jahat, aku akan tetap menerimamu. Memeluk semua rasa sakit hatimu, supaya kamu bisa tersenyum dan bahagia."Tubuh Jexeon bergetar, perlahan tangannya membalas pelukan. Kepalanya menunduk hingga sampai di bahuku. Cukup lama dia diam hingga terasa bahuku basah. Lalu terdengar suara isak tangis. Aku menepuk bahunya ringan, membiarkan dia melepaskan segala rasa sakit di hatinya. Pelukannya semakin erat seakan tidak mau lepas. "Balas dendam sudah berhasil, apa sekarang Mas merasa bahagia?"Kepalanya menggeleng, "tidak."Aku tersenyum, dia tidak merasa bahagia walaupun rencananya berhasil. Pasti dia merasa bersalah dan sesak. Aku paham bahwa dendam tidak akan membuat orang merasa lebih baik."Kalau gitu jangan sakiti diri sendiri lagi, suamiku sayang." Aku memeluknya gemas. Dia melepaskan pel
Aku menarik selimut sampai menutupi sebagian wajah. Malu-malu mlirik ke samping, Jexeon sedang tengkurap dengan dada telanjang. Raut wajah tampan itu sangat kelelahan, tidur pulas seperti bayi besar. Kadang mengerang dan mungkin sedang bermimpi indah. Kemarin adalah hari yang melelahkan, pertarungan di resepsi pernikahan ditambah pertempuran malam. "Pipiku panas." Aku memegang pipiku sendiri. Pasti merah seperti kepiting rebus. Dadaku berdegup kencang, ingat semalam ketika melakukannya. Tidak menyangka hubungan kami akan sampai sejauh ini, terlebih tidak memakai pengaman. Mungkin saja kami akan menjadi keluarga berencana dengan dua anak. Kenapa malah membicarakan anak padahal baru tadi malem lempar peluru? Sekali lagi melirik ke samping, apakah Jexeon berpikir untuk memiliki anak juga? Aku takut kalau hanya dijadikan pemuas nafsu, bukan sebagai istri dan keluarga. Kepalaku menggeleng, menyakinkan diri sendiri bahwa Jexeon bukan orang seperti itu. Dia adalah pria yang memegang om
Siang hari, setelah tidur cukup lama. Aku keluar kamar. Mendapati kamar sebelah, kamar Roan terbuka. Mengintip sedikit, apakah Roan sudah pulang dari rumah sakit? "Rin?" Aku terkejut melihat Efrina sedang menata baju milik Roan ke dalam tas, gadis cantik dengan pipi chubby itu menoleh. "Eh, Non Yua tinggal di rumah Pak Roan?" "Iya, udah dari beberapa hari lalu. Kamu lagi ngapain?" Aku masuk ke dalam kamar dengan tertatih. Selain kaki lumpuh, rasa nyeri di tempat pertempuran juga masih terasa. "Ini Pak Roan minta dibawakan baju ke rumah sakit.""Emangnya itu tugas sekretaris ya?" "Bukan, harusnya ini tugas asisten rumah tangga. Tapi Pak Roan emang nyebelin banget, nyuruh seenaknya, kalau aku nggak butuh duit udah aku maki-maki tuh orang." Dia masih sama seperti dulu, sangat menyukai uang. Aku pun membantu Efrina memasukkan barang Roan ke dalam tas. Baru pertama aku masuk kamar adik ipar, rapi dan bersih. Foto wisuda terpampang jelas di tembok. Dia gagah dan tersenyum lebar. Me
Seseorang yang aku tunggu mendampingi hidupku, jodoh yang Allah takdirkan hingga membuatku bisa bersabar. Aku percaya Tuhan akan menggantikan kehilangan dengan kebahagiaan. Aku terus berusaha hingga tak kenal lelah berdoa. Menjaga adikku sembari menunggu keluarga baru yang Allah siapkan. Hingga Jexeon datang bagai pahlawan, kupikir dia memang dikirim Allah untuk menjadi bagian dari hidupku. Sejak pertemuan pertama, jantungku berdebar kencang. Kami tak saling kenal, tetapi dia mau menolong dan menjagaku. Selain hatinya digerakkan oleh Allah, tidak ada alasan lain. Kenapa kubilang begitu walaupun Jexeon menawarkan perjanjian pernikahan? Kalau sejak awal niatnya perjanjian pernikahan, maka dia tidak akan menungguku ditolak Roan. Tetapi langsung menawarkan. "Allah menghadirkanmu untuk menyempurnakan hidupku," kataku ketika awal kehamilan. Jexeon yang irit bicara hanya tersenyum, dia menggendongku sembari terus menciumi pipi. "Kau juga," balasnya singkat. Aku melingkarkan tangan di
Aku menjalani hidup dengan penuh perjuangan sejak orang tuaku meninggal, tidak ada lagi Yuaira yang manja dan kekanakan. Setiap hari bagaikan pertarungan hidup dan mati karena orang-orang mengincar harta keluarga kami. Padahal, dulu aku bagaikan tuan putri. Melakukan apapun terserah, membuat masalah hingga masuk kantor polisi pun pernah, orang tuaku akan mengurusnya hingga kadang melimpahkan kesalahan pada orang lain. Bahkan nilai mata pelajaran yang jelek pun Orang tuaku bisa mengatasi. "Dia Evrina Arzety yang akan jadi teman sekolahmu." Ayah memperkenalkan Rin untuk pertama kali, aku tahu Rin adalah pembantu yang dijual ayahnya sendiri ke sini. Kalau tidak salah dia dihargai 10 juta. Bahkan uang jajanku sehari 200 juta. Sungguh Rin tidak lebih mahal dari harga kaos kakiku.Aku dengar Rin adalah anak cerdas yang menjadi juara satu UN SMP se-provinsi Jawa. Saat itu aku pikir ayah membeli barang bagus dengan harga murah untuk membantuku meningkatkan nilai. "Hay Evrina, kita bakal j
"Jadi selama ini kamu membuntutiku?" tanya Jexeon. Mereka duduk berhadapan dengan tangan Yua yang tidak mau lepas, wanita berhijab merah muda memalingkan wajah, enggan menjawab tuduhan sang suami. Yua masih sama, selalu memasang raut wajah imut ketika merasa bersalah. "Aku cuma penasaran ke mana suamiku pergi, siapa tahu main cewek lain." Jexeon mengikuti arah pandangan Yua, bibirnya senyum. Terlihat jelas bahwa Yua cemburu. Padahal selama ini dia tidak ada hubungan dengan wanita manapun. Apalagi Purwati."Kenapa kamu nggak nyamperin dari dulu?" Tangan Jexeon mengambil dagu Yua, memaksa wanita itu membalas tatapannya. Kedua alis Jexeon terangkat, menunggu jawaban. "Aku nggak mau ganggu.""Lalu kenapa tiba-tiba datang, hmm?" Pandangan Yua mengarah ke Purwati lagi, memberi isyarat tanpa mau berucap, menunggu kepekaan Jexeon terhadap perasaannya. Yua tadi berkata padanya bisa menyembunyikan rasa rindu tapi tidak dengan cemburu. Selama perjalanan 3 tahun ini Jexeon tidak dekat deng
Malam ini Jexeon duduk di atas mobil camping sembari makan mie instan. Matanya memandang langit. Bulan sabit dengan bintang di sekitarnya. Terlihat indah menghiasi langit.Sudah 3 tahun dia meninggalkan Yua dan si kembar, besok ia akan kembali ke Jakarta. Memulai hidup baru tanpa masa lalu.Semua masa lalu telah dia singkirkan, termasuk uang haram hasil mencuri. Dia menjual semuanya dan diberikan kepada fakir miskin. Sebagian digunakan menyekolahkan anak-anak kurang mampu. Setahun lalu uangnya habis. Jexeon menjadi sangat miskin.Hidup tanpa uang adalah sesuatu yang tidak mungkin, Jexeon mencari cara menghasilkan uang dengan cara halal dan tanpa merugikan orang lain.Dia juga membuka jasa mengembalikan data perusahaan yang hilang, data yang diretas ataupun membantu KPK dalam menelusuri data para koruptor. Pekerjaan di bidang IT terbilang lancar sebagai sosok misterius. Ia menerima bayaran mahal, lalu dikumpulkan dan diberikan kepada Elgar. Di penthouse sana, Elgar mengelola uang Jexeo
Hidup memang seperti ini, orang-orang datang dan pergi. Perbedaannya hanyalah kesan. Saat masih bersama apakah berkesan sampai tidak sanggup melupakan atau hanya berlalu tanpa ingin dikenang. Aku dan Roan sudah memilih jalan berpisah tanpa harus diingat kembali. Kenangan berupa cincin pertunangan tidak begitu berarti. Pertunangan bukanlah janji suci yang mengikat hati sampai ke akhirat. Roan hanyalah salah satu pria yang pernah hadir sebagai calon suami, tidak lebih dari itu. Perasaanku padanya padam sejak melepas cincin pertunangan di gedung Nathanael.Akhir cerita bersama Roan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jexeon. Suamiku itu pergi dan menyuruhku tidak menunggu. Mereka sungguh bersaudara. Bagaimana bisa dua saudara itu sama-sama mencampakkanku? Namun, ada sedikit perbedaan antara Roan dan Jexeon, janji Jexeon padaku disaksikan Tuhan. Cinta di antara kami juga membuahkan dua bayi kembar, anak hasil persatuan raga dengan bumbu cinta. Hubungan kami tidak bisa hanya menjadi ke
Las Vegas adalah kota terpadat di negara bagian Nevada, ibu kota Clark County, Amerika serikat. Ini adalah pertama kalinya aku mengunjungi kota yang terkenal karena sejumlah resor kasino dan hiburan sejenisnya. Lampu kota Las Vegas bersinar terang, gedung pencakar langit berdiri kokoh. Keindahan kota dapat aku lihat dari lantai 25 apartemen milik Tante Amel. Jendelanya dibuka, membuat angin musim panas masuk ke dalam. Aku memejamkan mata, merasakan angin itu menerpa wajah. Rambutku yang lurus panjang tertiup angin, berkilau indah terkena pantulan lampu. Rambut itu yang setiap malam Jexeon cium karena suka aromanya. Awalnya aku pikir ia yang sudah tobat tidak suka dengan kota ini. Namun, ternyata dia memang tidak berniat datang. Pria itu meninggalkan kami dengan menitipkan surat pada Tante Amel. Berulang kali aku mencoba menghubunginya. Bahkan menanyakan keberadaan Jexeon pada Lazio dan Elgar. Aku kehilangan Jexeon seperti orang yang hilang akal."Teman macam apa kalian tidak tahu
Wilayah Indonesia begitu luas dan indah, Jexeon baru sadar setelah berkelana di pulau Sumatra selama dua tahun. Meninggalkan tanah kelahiran sekaligus anak dan istrinya. Dia pergi dengan tujuan menyelesaikan masa lalu, menata hidupnya supaya tidak ada lagi yang tersakiti. Terutama anak-anaknya di masa depan. Ia tidak ingin masa lalunya menyulitkan kedua anaknya dan Yua. Dalam perjalanannya, ia baru sadar bahwa negaranya sendiri jauh lebih indah dari semua negara yang pernah dia datangi. Dari dulu Jexeon sering keluar negeri untuk urusan bisnis dan tugas dari Tuan Besar, pekerjaan utamanya di Siluet adalah meretas data musuh, mengirimnya ke Lazio dan tim IT. Ia juga ahli pertarungan lapangan, tidak kalah dengan para tukang pukul. Posisinya setara letnan. Tepat berada di bawah kepala tukang pukul keluarga Siluet. Ada cerita tentang kedekatannya dengan Tuan Besar hingga ia diangkat menjadi anak. Di usia 19 tahun, Tuan besar diculik keluarga Pigel. Mereka meminta tebusan dengan jumlah
Kalau Jexeon harus menghentikan perasaannya sekarang, sepertinya ia akan mati. Dia tidak menyangka akan memiliki perasaan sedalam ini kepada Yua. Dia tidak tahu bahwa es akan meleleh jika disinari matahari terus menerus. Senyuman, perhatian dan kehangatan Yua tidak disangka bisa meluluhkan lantahkan dinding esnya. Membuat perasaannya cair dan dihangatkan oleh cinta. Cinta yang setiap hari mengalir sempurna tanpa bisa dicegah kini menimbulkan efek, yakni rasa sakit. Jexeon menutup wajahnya dengan tangan. Melihat Yua terluka sungguh merobek hatinya. Terasa seperti tubuhnya yang tercabik-cabik. "Maaf," kata yang selalu dia ucapkan selama Yua kritis. Andai kalimat itu bisa mengulang waktu, dia akan memilih tidak melamar Yua. Menjauhkan wanita itu dari hidupnya yang kacau. Hari kelahiran bayinya yang seharusnya sebulan lagi terpaksa dipercepat. Bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, kecil mungil mirip Yua. Jexeon bingung harus bahagia atau sedih. "Mas Iyon bakal nyusul
Elgar tidak jadi mengambil pistol, dia berlari ke gedung. Mulai meretas semua CCTV dan mengarahkan komplotannya yang ada di dalam untuk keluar dengan selamat. Peluhnya menetes, baju putih abu-abu penuh dengan keringat. Jantungnya berdebar kencang, bunyi tembakan terus bersautan. Misi penyelamatan Yua sangat menegangkan. Pasalnya selain sulit, keadaan kakak perempuan Arjun itu tengah hamil 8 bulan. Dari earphone Elgar mendengar instruksi dari Jexeon, "kami sebentar lagi berada di luar. Cepat bawa mobil kemari!" Elgar menutup laptopnya, ia berlari ke arah mobil dan mengendarainya, berputar ke arah belakang gedung. Bersiap menerima penumpang setelah menembaki orang-orang yang menghalangi. Jexeon menggendong Yua sembari berlari ke arah mobil, dilindungi beberapa orang yang Elgar tahu itu adalah mantan anggota Gengster Singa Hitam. Mereka menginstruksikan supaya Jexeon pergi duluan. Orang-orang akan melindunginya sampai benar-benar aman. "Jalan!" Perintah Jexeon setelah berhasil masuk