Ketika pemakaman paman, tunangan ku Roan datang sebentar. Dia bahkan tidak menghiburku sama sekali, cuek padahal tahu aku sedang kesulitan karena Tante Fera. Aku sempat meminta dia menikahiku saat itu juga, supaya Tante Fera tidak bisa macam-macam pada kami.
"Jangan bicarakan pernikahan sekarang, makam pamanmu saja belum kering.""Tapi kamu tahu sendiri gimana sikap Tante Fera, aku dan Arjun bisa celaka.""Kalau terjadi sesuatu padamu, kamu bisa minta tolong padaku."Roan pergi meninggalkan kami di pemakaman, tidak berkunjung ataupun menghubungi lagi sampai sekarang. Kadang aku berpikir, apakah karena keluargaku tidak berpengaruh seperti dulu, Roan jadi berubah?Setelah orang tuaku dan kakak laki-laki ku meninggal. Posisi Direktur utama sekarang dipegang orang lain, meskipun keluargaku memiliki saham mayoritas, namun tidak ada yang bisa memimpin. Aku belum lulus kuliah dan pincang, sementara Arjun adalah anak di bawah umur."Yua!" Teriak Tante Fera.Aku berbalik, buru-buru menggerakkan tongkat kruk menuju pintu keluar. "Iya, Tante."Tante, Om Nurman dan dua sepupuku. Berdiri di ruang tengah dan memandangi isi rumah, tangannya menunjuk ke setiap benda. Berbicara tentang harga dan tata letak perabot. Sepertinya mereka ingin mengganti isi rumahku seakan ini rumah mereka sendiri."Kamu ini gimana sih? Sudah tahu kami mau datang, tapi kamu malah di kamar aja nggak menyambut!" Tante Fera menunjuk keningku dengan jari telunjuk."Maaf Tante, aku lagi di kamar. Nggak tahu Tante dateng.""Wajarin ajalah, Ma. Namanya juga pincang, nggak bisa jalan."Aldo, sepupu berusia 24 tahun. Berprofesi sebagai petinju muda. Badannya yang besar sangat menakutkan, bicaranya yang sembarang tanpa memikirkan lawan bicara. Dia adalah orang yang sangat arogan dan berbahaya."Oh ya, Tante ke sini mau apa?""Tentu saja jagain kamu dan harta keluarga ini. Besok barang-barang kami akan dipindahkan ke sini. Kamar Bundamu di sebelah mana?"Tante mau menempati kamar Bunda? Bahkan aku tidak menyentuh sedikitpun barang-barang bunda dan ayah. Semua masih tertata rapi seolah mereka masih hidup."Jangan pakai kamar Bunda, aku mohon." Aku menangkupkan tangan dengan wajah memelas. Menggeleng.Tante mendengus kesal, matanya nyalang menatapku. Dia menggangkat tasnya, menabrak bahuku dan mencari kamar Bunda.Aku berbalik, hendak menyusul Tante dengan menggerakkan tongkat. Namun, tongkatku di tendang Aldo. Membuatku jatuh tersungkur ke lantai."Hey pincang, sekarang kau sudah tidak bisa sombong lagi 'kan? Jadi harus sadar diri."Aldo mendekatkan diri ke wajahku, bibirnya menyeringai. Aku menahan diri untuk tidak menangis, menggenggam erat tanganku. Menahan luka yang mereka torehkan ke dalam anak yatim piatu ini.Aku berusaha meraih tongkatku yang terlempar, sedikit merangkak, sebentar lagi sampai. Lagi-lagi Aldo usil, dia menendang tongkat itu hingga terlempar lebih jauh.Om Nurman menendang tongkatku supaya lebih dekat, membuatku mendongak melihatnya yang mau sedikit berbaik hati."Kalian berdua harus ingat, jangan sampai Yua dan Arjun lecet. Seminggu lagi pengacara akan datang untuk menyerahkan surat kuasa," kata Paman memberi peringatan.Aldo mendengus kesal, dia memasukkan tangannya ke kantong baju. Sementara Mia, sepupu yang seumuran denganku tetap asik dengan ponselnya. Tidak pedulikan yang terjadi di sekitar.Mereka mengecek seisi rumah, aku benci rasa tidak berdaya ini. Harapanku tinggal kepada Roan. Semoga dia mau menikahiku segera dan menjauhkanku keluarga Tante Fera.Sekali lagi aku menarik tubuh, tanpa harga diri berusaha mengambil tongkat. Aku merindukan Ayah dan Bunda, juga Kak Farel. Andai mereka saja mereka masih hidup.Susah payah aku berdiri, tidak kuasa melihat Tante Fera mengambil alih kamar orangtuaku. Aku berjalan ke kembali ke kamar dengan tongkat. Hati-hati karena lutut kaki kananku terasa memar. Sakit sekali."Roan akan segera menjemputku, aku harus bersabar."Di dalam kamar aku menunggu adikku Arjun dan tunangan ku Roan, hingga malam adikku itu belum juga kembali. Rasa khawatir begitu menakutkan.Apa mungkin Roan tidak mau menikahiku dan mengabaikan kedatangan Arjun? Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan?Dari pagi sampai malam, Arjun menunggu Roan di lobby. Berharap Roan segera menemuinya, khawatir dengan keadaan Yua yang ditinggal di rumah. Kakinya terus bergerak, beberapa kali ia pukul paha yang dibalut celana levis itu. Rasa lapar tidak dihiraukan, terus menunggu sampai jam 10 malam. Padahal dulu mereka sangat akrab, melewati waktu bersama hingga tumbuh besar, Arjun bahkan bebas keluar masuk rumah dan perusahaan Roan, tetapi sekarang Roan seperti orang yang berbeda. Tak ada keakraban lagi. Roan menjauh darinya dan Yua tanpa alasan.Setelah menunggu lama akhirnya Roan keluar dan menemuinya, wajahnya menunjukkan ekspresi dingin seolah tidak suka Arjun datang. "Ada apa?" tanyanya. Tanpa basa-basi. Melepaskan kancing jas. "Kami dalam masalah, Tante Fera datang membawa keluarganya. Dia pasti akan menyiksa kami dan menguasai seluruh harta. Bisa jadi juga mereka akan membunuh kami setelah menjadi wali."Arjun mengabaikan sikap dingin Roan, berusaha menjelaskan semuanya supaya Roan mau
Langkahnya terhenti ketika mendengar suara perkelahian, Arjun mengintip di salah satu gang. Ada lima orang bersenjata melawan satu orang. Matanya melotot ketika melihat wajah orang itu di bawah cahaya remang-remang lampu. "Jexeon, si singa hitam?" gumamnya. Melihat seksama. Beberapa waktu lalu, di sekolah, para anak nakal yang sering mengganggunya mengeluh tentang pria yang dijuluki sebagai singa hitam. Mantan gengster yang menjadi raja jalanan. Ditakutin semua preman. Tidak ada yang berani melawannya. Arjun tidak sengaja melihat foto Jexeon di layar ponsel temannya, dia sangat terkenal sampai remaja pendiam seperti Arjun saja tahu. Matanya sungguh takjub melihat gaya berkelahi Jexeon, dengan sangat cepat menghajar lima orang sekaligus. Lima orang yang kesakitan itu pun berjalan pincang mengaku kalah. Jexeon mengenakan hoodie hijamnya lagi dan berlalu dari sana. "Keren," ucapnya. Masih takjub. Arjun berjalan ke lokasi bekas perkelahian, tersisa kayu yang patah dan besi. Lampu re
Mobil sport berwarna hitam memecah jalanan ibu kota, menyalip kendaraan lain dan menunjukkan kegagahannya sebagai penguasa jalan. Melewati bundaran HI, mobil itu semakin kencang menuju Jakarta pusat. Pemiliknya melirik jam, pukul setengah dua belas malam. Jalanan cukup lenggang dengan lampu dari gedung pencakar langit yang menyala terang. Mobil itu berbelok memasuki apartemen, turun ke parkiran bawah tanah. Jexeon keluar dengan membawa jaketnya, menutup pintu mobil dengan keras. Langsung berjalan ke arah lift. Penthouse yang dia beli setahun lalu kini dihuni dua orang, ia benci hal itu. Merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Jika bukan karena pekerjaan yang tidak bisa diatasi sendiri, dia tidak akan mau tinggal bersama bocah berisik yang masih SMA. Apalagi bocah itu sering sembarangan menyentuh barang-barangnya, dari mulai baju hingga alat cukur. Sangat menggangu. "Bang, ke mana dua hari nggak pulang?" pertanyaan itu langsung terdengar ketika Jexeon membuka pintu. Matanya m
Jexeon memilih mengalah, mundur dari Siluet dan bersumpah tidak akan bergabung dengan Kelompok manapun. Dia akan mundur dari dunia hitam dan hidup seperti bayangan. Sumpah setianya hanya untuk Siluet untuk kapanpun. Putra Tuan besar senang mendengar hal itu, Jexeon tidak mau bertarung dengannya untuk memperebutkan posisi pengganti Tuan besar. Dia pun percaya dengan sumpah setia Jexeon. Membiarkan pria bertato singa itu pergi tanpa membawa apapun. Sebagai saudara angkat, Jexeon diizinkan meminta bantuan jika ada hal mendesak. "Sudah lama, Tuan." Jexeon memandang foto wajah pria tua yang merangkul bahunya. Sebagian rambut sudah memutih tapi masih kekar dan terlihat tegas. "Tiga tahun, aku hidup dalam bayangan." Jexeon mendesah berat. Sorot mata Arjun tadi mengingatkan dia pada dirinya dahulu, mungkin Arjun seusianya ketika meninggalkan rumah. Saat Ayah kandungnya melempar barang-barang keluar rumah, berkata bahwa dia anak haram yang tidak diinginkan. Anak berusia 15 tahun melangkah
Aku selalu berpikir akan menghabiskan sisa hidup bersama Roan, menyayangi dia sepenuh hati, menyerahkan segala yang aku miliki. Cincin di jari manis sudah terpaut selama 3 tahun, janji akan menikahi setahun kemudian. Namun, setahun kemudian orang tuaku meninggal. Roan ingin pernikahan ditunda sampai aku wisuda. Meskipun berat, aku menerima. Menjalani kehidupan dengan kaki pincang, diejek orang hingga merasa tidak pantas menjadi pendamping Roan. Namun, ia selalu berkata bahwa mencintaiku apa adanya. Sekarang, penolakan yang disampaikan lewat Arjun membuatku berpikir, bahwa selama ini telah dibohongi, kalimat cintanya tidak berarti, kebersamaan yang dilalui bagaikan ilusi. Hubungan selama 3 tahun, hanya sebuah mimpi yang tidak berarti."Jagain Yua, awas kalau kamu sakiti dia," ancam Kakakku. Dia membawa kepala Roan diapit ketiak. Roan memukul tangan kakak berulang kali hingga terlepas. Saat itu kami baru bertunangan, dibandingkan para pria yang mengajak pacaran. Aku lebih tertarik de
Pikiran Arjun sama denganku, dunia ini tidak ramah. Cepat atau lambat kami akan mati, ntah itu diracun oleh Tante Fera atau kelaparan. Aku pernah menonton berita di TV, bibi membunuh ponakannya sendiri karena dendam. Mengubur ponakan hidup-hidup.Aku merasa hidupku akan berakhir, tetapi tidak mau menyerah. Inilah sebabnya aku menyuruh Arjun pergi dari rumah, biar aku sendiri yang melawan mereka. Rupaya Arjun lebih memilih mati bersamaku dari pada hidup sendiri. Usianya masih 16 tahun, november nanti baru 17 tahun. Dia sulit bangkit dari trauma setelah kematian keluarga kami. Jika aku mati, Arjun tidak akan bisa bertahan. Meskipun raganya hidup, tetapi hatinya akan mati. Dia tidak mau hal itu."Kalau kamu sudah baikan, ayo cari jalan buat kabur lagi. Jangan mati di sini, malu kalau kita bertemu orang tua kita dengan keadaan menyedihkan.""Apa mungkin bisa?" Aku diam, tidak tahu harus menjawab apa. Gudang ini sangat pengap. Tidak tahu caranya keluar. Dua hari lagi pengacara datang, m
Ketika dulu Mamanya memaksa menikahi Yua, Roan sempat menolak. Berteman dengan Farel sebagai penerus Candra Grup sudah cukup. Tidak perlu sampai menikahi anak kedua Candra Grup. Bagi Roan, pernikahan bukan hanya sebatas tentang relasi dan koneksi, tetapi harus mencintai seuumur hidup. Mamanya membujuk dengan sekuat tenaga supaya ia mau mengenal Yua, katanya gadis itu haus akan cinta dan naif, banyak manfaat menikah dengan Yua karena keluarganya terpandang dan bisa menguatkan posisi Roan sebagai Direktur utama Nathanael Grup. "Dia cuma gadis biasa, tidak menarik." Kesan pertama yang Roan lihat. Tetap tidak mau berhubungan dengan Yua. Pertemanan dengan Farel semakin akrab, dia jadi sering main ke rumah Farel dan bertemu Yua. Semakin lama Roan tahu bahwa Yua spesial. Selalu menundukkan pandangan dan taat dalam beribadah. "Kenapa nggak ke club seperti teman-temanmu, sekarang kamu 'kan sudah kuliah?" tanya Roan suatu waktu. Yua masih menunduk, dia membawa Al-Qur'an dalam dekapan. Hija
"Eh, yang benar aja. Dia masih kuliah, aku masih sibuk kuliah dan tahun depan baru lulus S2." Roan tidak mau terburu-buru, dia belum siap. "Tunangan aja dulu, nikahnya tahun depan.""Kalau pacaran dulu, trus tahun depan tunangan gimana? Terus nikahnya kalau Yua udah lulus kuliah. Kita masih muda banget buat hubungan serius. Umurku baru 22 tahun," jawab Roan. Umur Yua baru 18 tahun, baru masuk kuliah. Mana bisa bertunangan dan menikah. Terlalu buru-buru tidak baik, masih labil dan juga... dia belum yakin bisa menjadi suami. Yua juga masih terlalu muda untuk melahirkan anaknya, dia takut tidak baik untuk Yua. "Kalau gitu Yua bakal diambil orang, selama ini yang nembak Yua itu banyak. Lamaran buat Yua juga pasti sebentar lagi rame karna dia udah kuliah. Kalau nggak kamu keep duluan pakai pertunangan, udah pasti diduluin orang." Ucapan Farel membuat Roan galau, dia bimbang dan bingung. Ingin menghilangkan wajah Yua dari pikirannya. Namun, malah semakin melekat. Ditambah kecemasan te
Seseorang yang aku tunggu mendampingi hidupku, jodoh yang Allah takdirkan hingga membuatku bisa bersabar. Aku percaya Tuhan akan menggantikan kehilangan dengan kebahagiaan. Aku terus berusaha hingga tak kenal lelah berdoa. Menjaga adikku sembari menunggu keluarga baru yang Allah siapkan. Hingga Jexeon datang bagai pahlawan, kupikir dia memang dikirim Allah untuk menjadi bagian dari hidupku. Sejak pertemuan pertama, jantungku berdebar kencang. Kami tak saling kenal, tetapi dia mau menolong dan menjagaku. Selain hatinya digerakkan oleh Allah, tidak ada alasan lain. Kenapa kubilang begitu walaupun Jexeon menawarkan perjanjian pernikahan? Kalau sejak awal niatnya perjanjian pernikahan, maka dia tidak akan menungguku ditolak Roan. Tetapi langsung menawarkan. "Allah menghadirkanmu untuk menyempurnakan hidupku," kataku ketika awal kehamilan. Jexeon yang irit bicara hanya tersenyum, dia menggendongku sembari terus menciumi pipi. "Kau juga," balasnya singkat. Aku melingkarkan tangan di
Aku menjalani hidup dengan penuh perjuangan sejak orang tuaku meninggal, tidak ada lagi Yuaira yang manja dan kekanakan. Setiap hari bagaikan pertarungan hidup dan mati karena orang-orang mengincar harta keluarga kami. Padahal, dulu aku bagaikan tuan putri. Melakukan apapun terserah, membuat masalah hingga masuk kantor polisi pun pernah, orang tuaku akan mengurusnya hingga kadang melimpahkan kesalahan pada orang lain. Bahkan nilai mata pelajaran yang jelek pun Orang tuaku bisa mengatasi. "Dia Evrina Arzety yang akan jadi teman sekolahmu." Ayah memperkenalkan Rin untuk pertama kali, aku tahu Rin adalah pembantu yang dijual ayahnya sendiri ke sini. Kalau tidak salah dia dihargai 10 juta. Bahkan uang jajanku sehari 200 juta. Sungguh Rin tidak lebih mahal dari harga kaos kakiku.Aku dengar Rin adalah anak cerdas yang menjadi juara satu UN SMP se-provinsi Jawa. Saat itu aku pikir ayah membeli barang bagus dengan harga murah untuk membantuku meningkatkan nilai. "Hay Evrina, kita bakal j
"Jadi selama ini kamu membuntutiku?" tanya Jexeon. Mereka duduk berhadapan dengan tangan Yua yang tidak mau lepas, wanita berhijab merah muda memalingkan wajah, enggan menjawab tuduhan sang suami. Yua masih sama, selalu memasang raut wajah imut ketika merasa bersalah. "Aku cuma penasaran ke mana suamiku pergi, siapa tahu main cewek lain." Jexeon mengikuti arah pandangan Yua, bibirnya senyum. Terlihat jelas bahwa Yua cemburu. Padahal selama ini dia tidak ada hubungan dengan wanita manapun. Apalagi Purwati."Kenapa kamu nggak nyamperin dari dulu?" Tangan Jexeon mengambil dagu Yua, memaksa wanita itu membalas tatapannya. Kedua alis Jexeon terangkat, menunggu jawaban. "Aku nggak mau ganggu.""Lalu kenapa tiba-tiba datang, hmm?" Pandangan Yua mengarah ke Purwati lagi, memberi isyarat tanpa mau berucap, menunggu kepekaan Jexeon terhadap perasaannya. Yua tadi berkata padanya bisa menyembunyikan rasa rindu tapi tidak dengan cemburu. Selama perjalanan 3 tahun ini Jexeon tidak dekat deng
Malam ini Jexeon duduk di atas mobil camping sembari makan mie instan. Matanya memandang langit. Bulan sabit dengan bintang di sekitarnya. Terlihat indah menghiasi langit.Sudah 3 tahun dia meninggalkan Yua dan si kembar, besok ia akan kembali ke Jakarta. Memulai hidup baru tanpa masa lalu.Semua masa lalu telah dia singkirkan, termasuk uang haram hasil mencuri. Dia menjual semuanya dan diberikan kepada fakir miskin. Sebagian digunakan menyekolahkan anak-anak kurang mampu. Setahun lalu uangnya habis. Jexeon menjadi sangat miskin.Hidup tanpa uang adalah sesuatu yang tidak mungkin, Jexeon mencari cara menghasilkan uang dengan cara halal dan tanpa merugikan orang lain.Dia juga membuka jasa mengembalikan data perusahaan yang hilang, data yang diretas ataupun membantu KPK dalam menelusuri data para koruptor. Pekerjaan di bidang IT terbilang lancar sebagai sosok misterius. Ia menerima bayaran mahal, lalu dikumpulkan dan diberikan kepada Elgar. Di penthouse sana, Elgar mengelola uang Jexeo
Hidup memang seperti ini, orang-orang datang dan pergi. Perbedaannya hanyalah kesan. Saat masih bersama apakah berkesan sampai tidak sanggup melupakan atau hanya berlalu tanpa ingin dikenang. Aku dan Roan sudah memilih jalan berpisah tanpa harus diingat kembali. Kenangan berupa cincin pertunangan tidak begitu berarti. Pertunangan bukanlah janji suci yang mengikat hati sampai ke akhirat. Roan hanyalah salah satu pria yang pernah hadir sebagai calon suami, tidak lebih dari itu. Perasaanku padanya padam sejak melepas cincin pertunangan di gedung Nathanael.Akhir cerita bersama Roan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jexeon. Suamiku itu pergi dan menyuruhku tidak menunggu. Mereka sungguh bersaudara. Bagaimana bisa dua saudara itu sama-sama mencampakkanku? Namun, ada sedikit perbedaan antara Roan dan Jexeon, janji Jexeon padaku disaksikan Tuhan. Cinta di antara kami juga membuahkan dua bayi kembar, anak hasil persatuan raga dengan bumbu cinta. Hubungan kami tidak bisa hanya menjadi ke
Las Vegas adalah kota terpadat di negara bagian Nevada, ibu kota Clark County, Amerika serikat. Ini adalah pertama kalinya aku mengunjungi kota yang terkenal karena sejumlah resor kasino dan hiburan sejenisnya. Lampu kota Las Vegas bersinar terang, gedung pencakar langit berdiri kokoh. Keindahan kota dapat aku lihat dari lantai 25 apartemen milik Tante Amel. Jendelanya dibuka, membuat angin musim panas masuk ke dalam. Aku memejamkan mata, merasakan angin itu menerpa wajah. Rambutku yang lurus panjang tertiup angin, berkilau indah terkena pantulan lampu. Rambut itu yang setiap malam Jexeon cium karena suka aromanya. Awalnya aku pikir ia yang sudah tobat tidak suka dengan kota ini. Namun, ternyata dia memang tidak berniat datang. Pria itu meninggalkan kami dengan menitipkan surat pada Tante Amel. Berulang kali aku mencoba menghubunginya. Bahkan menanyakan keberadaan Jexeon pada Lazio dan Elgar. Aku kehilangan Jexeon seperti orang yang hilang akal."Teman macam apa kalian tidak tahu
Wilayah Indonesia begitu luas dan indah, Jexeon baru sadar setelah berkelana di pulau Sumatra selama dua tahun. Meninggalkan tanah kelahiran sekaligus anak dan istrinya. Dia pergi dengan tujuan menyelesaikan masa lalu, menata hidupnya supaya tidak ada lagi yang tersakiti. Terutama anak-anaknya di masa depan. Ia tidak ingin masa lalunya menyulitkan kedua anaknya dan Yua. Dalam perjalanannya, ia baru sadar bahwa negaranya sendiri jauh lebih indah dari semua negara yang pernah dia datangi. Dari dulu Jexeon sering keluar negeri untuk urusan bisnis dan tugas dari Tuan Besar, pekerjaan utamanya di Siluet adalah meretas data musuh, mengirimnya ke Lazio dan tim IT. Ia juga ahli pertarungan lapangan, tidak kalah dengan para tukang pukul. Posisinya setara letnan. Tepat berada di bawah kepala tukang pukul keluarga Siluet. Ada cerita tentang kedekatannya dengan Tuan Besar hingga ia diangkat menjadi anak. Di usia 19 tahun, Tuan besar diculik keluarga Pigel. Mereka meminta tebusan dengan jumlah
Kalau Jexeon harus menghentikan perasaannya sekarang, sepertinya ia akan mati. Dia tidak menyangka akan memiliki perasaan sedalam ini kepada Yua. Dia tidak tahu bahwa es akan meleleh jika disinari matahari terus menerus. Senyuman, perhatian dan kehangatan Yua tidak disangka bisa meluluhkan lantahkan dinding esnya. Membuat perasaannya cair dan dihangatkan oleh cinta. Cinta yang setiap hari mengalir sempurna tanpa bisa dicegah kini menimbulkan efek, yakni rasa sakit. Jexeon menutup wajahnya dengan tangan. Melihat Yua terluka sungguh merobek hatinya. Terasa seperti tubuhnya yang tercabik-cabik. "Maaf," kata yang selalu dia ucapkan selama Yua kritis. Andai kalimat itu bisa mengulang waktu, dia akan memilih tidak melamar Yua. Menjauhkan wanita itu dari hidupnya yang kacau. Hari kelahiran bayinya yang seharusnya sebulan lagi terpaksa dipercepat. Bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, kecil mungil mirip Yua. Jexeon bingung harus bahagia atau sedih. "Mas Iyon bakal nyusul
Elgar tidak jadi mengambil pistol, dia berlari ke gedung. Mulai meretas semua CCTV dan mengarahkan komplotannya yang ada di dalam untuk keluar dengan selamat. Peluhnya menetes, baju putih abu-abu penuh dengan keringat. Jantungnya berdebar kencang, bunyi tembakan terus bersautan. Misi penyelamatan Yua sangat menegangkan. Pasalnya selain sulit, keadaan kakak perempuan Arjun itu tengah hamil 8 bulan. Dari earphone Elgar mendengar instruksi dari Jexeon, "kami sebentar lagi berada di luar. Cepat bawa mobil kemari!" Elgar menutup laptopnya, ia berlari ke arah mobil dan mengendarainya, berputar ke arah belakang gedung. Bersiap menerima penumpang setelah menembaki orang-orang yang menghalangi. Jexeon menggendong Yua sembari berlari ke arah mobil, dilindungi beberapa orang yang Elgar tahu itu adalah mantan anggota Gengster Singa Hitam. Mereka menginstruksikan supaya Jexeon pergi duluan. Orang-orang akan melindunginya sampai benar-benar aman. "Jalan!" Perintah Jexeon setelah berhasil masuk