Mohon dukungannya lewat vote ya manteman
Jexeon merasa hilang akal, bagaimana bisa ada wanita yang berniat telanjang di sampingnya? Dia buru-buru menutup pintu lemari setelah mengambil jas. Berbalik membelakangi Yua. "Cepat ganti baju," ucapnya. Berjalan ke meja rias, mengambil sisir untuk menyisir rambutnya yang basah. Matanya tak sengaja melihat ke arah cermin, ada punggung Yua yang putih mulus sedang ganti baju. Jantungnya tiba-tiba berdebar tak karuan. Padahal, selama ini banyak wanita sexy yang mendekatinya. Apalagi ketika dia masih menjadi anggota Siluet. Setiap selesai misi, dia dan teman-temannya akan merayakan di bar. Banyak dikelilingi wanita sexy yang nyaris telanjang. "Aku bisa gila," ucap Jexeon lirih. Mengalihkan pandangannya dari cermin. Selama ini setiap wanita sexy yang menggodanya, Jexeon merasa jijik. Pasalnya, para wanita itu sudah pernah dicicipi teman-temannya secara bergilir, sesuatu yang sudah pernah disentuh orang lain membuatnya enggan menyentuhnya juga. Namun, Yua berbeda. Gadis itu masih suc
Dulu, setiap Roan datang ke rumahku. Jantungku selalu berdebar, dialah calon suamiku, tapi belum sah jadi harus jaga hati. Tidak boleh terlalu senang setiap bertemu dan diberi perhatian. Bukan mahram, harus jaga jarak. Sampai pernah aku bilang supaya Roan jangan terlalu sering datang. Tesisnya belum selesai, Roan harus lulus S2 dulu sebelum menikahiku. Kata orang-orang, Roan adalah calon suami paling sempurna abad ini. Anak tunggal kaya raya, pewaris Nathanael Group, juga tidak pernah ada rumor buruk tentangnya. Lewat kakak, aku tahu bahwa Roan semangat mengerjakan tesis demi kami bisa cepat menikah, menggemaskan sekali. Membuat hatiku bagaikan ditaburi kelopak bunga. Setiap malam aku mendoakan supaya semua urusan Roan dilancarkan. Tapi siapa sangka, ternyata Roan melamar hanya karena statusku sebagai anak kedua Candra grup. Keluarga yang memiliki kekuasaan dan kaya raya. Ketika keluargaku jatuh, Roan berubah. Keluarganya juga berubah. Semangatnya untuk segera menikahiku hilang t
Mungkin, dia lupa bahwa aku hanya berdiri dengan satu kaki. Belum sempat mengambil tongkat, dia menarik dengan sangat keras hingga aku jatuh tersungkur ke lantai. Tangan kiriku berusaha menahan badan sementara tangan kanan masih dicengkeram Roan. Sakit sekali, sepertinya memar. Melihatku terjatuh Roan melepaskan tangannya. Ini memalukan, apalagi di depan Tasya yang sering mengejek kakiku."Yua!" Jexeon segera menunduk dan membopongku, menatap Roan yang hanya terpaku di tempat. Aku pasrah digendong, memalingkan wajah dari Roan. Dia masih sama. Selalu saja menyakitiku, sungguh bodoh karena dulu berpikir Roan akan melindungi."Yua, aku tidak bermaksud--" Ucapan Roan dipotong Jexeon."Apa kamarku masih ada?" tanya Jexeon. "Masih utuh seperti dulu. Bawa Yua ke sana, dari dulu kamarmu selalu dibersihkan. Nanti Ayah akan suruh pelayan mengambilkan obat." Om Rasyid menyilakan Jexeon untuk membawaku ke lantai atas. Meninggalkan Roan dan semua orang yang ada di sana, terdengar ribut-ribu
Sampai siang kami di sana, Om- eh Ayah, sekarang Om Rasyid sudah jadi mertua, aku harus membiasakan diri memanggil Ayah seperti Jexeon. Mengajak kami makan siang bersama. Setelah salat dhuhur kami turun, suasana di lantai bawah sudah jauh lebih tenang. Duduk saling berhadapan dengan Roan di meja makan, sungguh ini canggung sekali. "Kenapa kau menikah dengan Jexeon?" tanya Roan. Sekarang sepertinya dia sudah yakin bahwa aku benar menikahi kakaknya. Aku melihat sekilas sorot mata Roan yang penuh kekecewaan. Matanya merah, seperti menahan amarah. Dia adalah orang yang selalu tenang dan bisa menjaga cara bicara, tetapi kenapa sekarang dia bertanya hal itu di depan semua orang? "Karena dia mau menikahiku," jawabku sembari membalik piring. Bersiap untuk makan. "Apa kau sangat murahan sampai menikah dengan sembarang orang?" Pertanyaan sangat menusuk, aku mengepalkan tangan. Dia sendiri yang tidak mau menikahiku, sekarang malah mempermalukan aku di depan keluarganya. "Iya, benar. Aku
Hati sulit ditebak, beberapa hari lalu aku sangat berharap bersama Roan. Sekarang aku ingin Roan menjauh dari hidupku. Melupakan segala rasa hingga tak tersisa. Meskipun tidak mendapat cinta dari Jexeon, aku memilih mengamankan hati supaya tidak tersakiti. Langit cerah tak berawan, jalanan ramai seperti biasa. Ada rasa lega dari hati yang paling dalam. Bisa mengungkapkan semua kekecewaan. Perkataan Roan memang membingungkan, seolah dia sangat mencintaiku dan tidak kehilangan. Tetapi, kenapa selama ini dia tidak peduli padaku?"Kita mau ke mana, Mas?" tanyaku."StarTV."Jexeon selalu menjawab singkat. "Ngapain ke sana?" "Wawancara."Aku tidak tahu sama sekali kalau hari ini ada wawancara, kebiasaan Jexeon adalah irit bicara, membuat komunikasi kami berjalan sulit. Bagaimana bisa wawancara tidak ada persiapan sama sekali?"Wawancara gimana, Mas? Kok nggak bilang dulu, ntar kalau aku buat kesalahan gimana?""Cukup bersikap seperti pasangan kekasih." Kita bukan sepasang kekasih, baru
Cukup lama kami berada di posisi ini, tidak memedulikan orang-orang yang melihat kami. Hingga pintu lift 24 terbuka. Rombongan itu keluar, menyisakan kami yang menuju lantai 25. Jexeon melepaskan kedua tangannya, berdehem dan berdiri agak menjauh. Jantungku berdebar kencang, tanganku dingin. Belum pernah sedekat ini dengan pria."Nanti kalau aku gugup gimana?" tanya memecah kecanggungan. "Jangan gugup."Dia menjawab singkat seperti biasa. Tidak ada basa-basinya sama sekali. "Aku nggak perlu ngomong kalau nggak ditanya 'kan?"Sangat sulit membuat obrolan dengan Jexeon. Dia kaku seperti kanebo kering. "Iya.""Kalau ditanya kenapa kita nikah gimana?""Saling mencintai."Aku langsung diam hampir tersedak ludahku sendiri, bagaimana bisa menjawab bahwa kita saling mencintai? Itu terlalu berbohong. Semua orang tahu bahwa aku bertunangan dengan Roan, adiknya. Bahkan pembatalan pertunangan dengan Roan belum diumumkan secara resmi, hanya aku yang mengembalikan cincin. Tidak melalui musyawa
Aku segera menoleh ke sumber suara, ada Mia di sana. Memakai baju sexy. Bagaimana bisa dia memakai baju transparan sore hari begini? Dia mirip wanita pinggir jalan yang mencari mangsa, firasatku mengatakan dia sengaja menggoda Jexeon."Dia bilang ada urusan, bukan cari perempuan lain." "Yua, kamu itu bosenin. Makanya suamimu pergi terus setiap malam. Tapi, karena aku adalah sepupu baik hati. Nanti malam akan aku coba menyenangkan suamimu supaya betah di rumah." Mia mengatakan itu dengan senyum lebar, hatiku terasa terbakar mendengarnya. Kenapa suamiku harus disenangkan olehnya? Aku bisa mengurus suamiku sendiri."Tidak perlu repot-repot, suamiku itu urusanku, bukan urusanmu." "Aku bantu dengan senang hati kok, apalagi tubuh kekar suamimu itu uh kayaknya sangat kuat di ranjang," ucapnya pergi meninggalkanku. Aku lihat semakin lama pakaian Mia semakin keterlaluan, terlihat jelas dia sedang berusaha menggoda Jexeon. Walaupun aku percaya dengan Jexeon, tetap saja rasa kesal itu ada.
Sorot matahari yang sebentar lagi tenggelam menimbulkan warna jingga di langit Jakarta, kicauan burung terbang di atas barisan gedung pencakar langit. Angin berembus ringan, menerbangkan debu halus hingga menerpa wajah Roan hingga dia kelilipan.Sorot matanya tajam sedikit merah, melihat lalu lalang kendaraan dari atap gedung Nathanael Grup. Kemarahan menguasai dadanya sejak siang. Wanita yang sangat dia cintai memilih pria lain, apalagi sorot mata kecewadari Yua membuat goresan luka di hatinya. Tangannya mengepal, menyalahkan diri sendiri kenapa tidak mencegah Yua memutuskan pertunangan. Kalau saja waktu itu dia berlari mengejar Yua, pasti tidak akan menjadi seperti ini. Sekarang, Yua sudah menjadi istri orang lain. Roan tidak menyangka hal itu sama sekali. Lalu, kenapa orang yang menjadi pelampiasan Yua adalah kakak tirinya, Jexeon. Dia bukan orang baik-baik. Jexeon memiliki dendam terhadap keluarganya, terutama padanya. Pasti Yua hanya dimanfaatkan untuk balas dendam."Kenapa mem