Share

Bab 9

Author: Nanda
last update Last Updated: 2024-05-29 10:27:22
Rudi menghela napas lega, tetapi tetap berkata dengan nada dingin, "Ini kutukar dengan jasaku. Kalau Yang Mulia benar-benar menarik kembali dekretnya, itu pasti akan membuat para tentara kecewa. Hari ini, Yang Mulia panggil aku ke Istana, tapi tidak menemuiku. Mungkin karena kamu mengeluh pada Yang Mulia. Intan, aku tidak akan perhitungan denganmu, tapi aku sudah cukup baik padamu."

"Kuharap kamu bisa sadar diri dan jangan membuat masalah lagi. Setelah aku dan Linda menikah, aku akan memberimu anak agar kamu punya sokongan di hari tua."

Intan menunduk ke bawah dan memberi perintah dengan cuek, "Mutiara, antar tamu keluar!"

Mutiara maju seraya berkata, "Jenderal, silakan!"

Rudi mengibaskan tangan dan langsung pergi.

Sebelum Intan bisa berbicara, Mutiara sudah meneteskan air mata tanpa henti.

Intan menghampirinya, lalu bertanya, "Kamu kenapa lagi?"

"Aku merasa sedih untuk Nona. Nona tidak sedih?" tanya Mutiara dengan suara bindeng.

Intan tersenyum saat menjawab, "Sedih, tapi apa gunanya? Lebih baik pikirkan bagaimana cara memperbaiki kehidupan kita untuk ke depannya. Keturunan Keluarga Belima bukan orang lemah!"

Mutiara menyeka air matanya dengan saputangan dan mengerenyotkan bibirnya. "Kenapa semuanya menindas Nona? Nona sudah sangat baik pada orang-orang di Kediaman Jenderal."

"Karena aku sudah tidak penting lagi di mata mereka," jawab Intan sambil tersenyum. Sebenarnya, dia sama sekali tidak penting, tetapi harta bawaannya yang penting.

Mutiara makin menangis karena Nona Intan adalah yang terpenting di dalam hatinya.

"Sudah, jangan menangis, lanjutkan saja kesibukanmu. Hidup ini tetap harus kita jalani." Intan mengelus pipi Mutiara. "Pergi sana!"

"Nona!" Mutiara berusaha menyeka air matanya. "Orang-orang yang dibawa saat Nona menikah ke sini juga akan Nona bawa pergi semua?"

"Aku memegang akta jual mereka. Kalau aku pergi, Linda pasti akan menindas mereka. Tentu saja kalian harus pergi bersamaku."

Saat menikah, Ibu menunjuk Dayang Ita, Dayang Irna, empat pelayan laki-laki dan empat pelayan perempuan untuk ikut bersamanya.

Dalam setahun ini, Diana sakit kronis sehingga Intan-lah yang mengurus Kediaman Jenderal dan orang-orang yang dia bawa saat menikah menduduki posisi penting. Alasan pertama adalah kurangnya pelayan di Kediaman Jenderal. Honorarium Ayah mertua dan Rudi tidak tinggi, mereka juga tidak melakukan bisnis untuk mencari uang sehingga Keluarga Wijaya tidak mampu membiayai terlalu banyak pelayan.

Alasan kedua adalah akan lebih lega dengan mempercayakan pelayan sendiri, tidak perlu membangun kewibawaan untuk menggetarkan orang lain. Intan juga bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk merawat Diana yang sedang sakit.

Adapun harta bawaan Intan, telah digunakan sebagian untuk meringankan pengeluaran Keluarga Wijaya karena obat yang dikonsumsi oleh Diana sangat mahal.

Untungnya, Intan hanya menggunakan profit toko, biaya sewa rumah, serta sebagian pemasukan dari ladang, sawah dan vila.

Keesokan hari, Intan pergi merawat Diana seperti biasa.

Namun, Intan pergi ke sana hari ini karena kedatangan Tabib Riel.

Melihat Intan datang, Diana merasa senang karena mengira Intan sudah paham. "Linda akan datang nanti, kalian ketemu dulu. Ke depannya, kalian adalah saudari dan harus hidup bersama dengan rukun."

Intan tidak menjawab, hanya menunggu Riel di samping. Setelah Riel menuliskan resep obat, Intan berkata, "Paman Riel, biar aku antar ke luar."

"Baik, kebetulan ada yang ingin kukatakan denganmu." Riel menyuruh pelayannya membawa kotak medis, lalu berjalan keluar bersama Intan tanpa berpamitan dengan Diana.

Saat berjalan di koridor, Riel berkata, "Anak bodoh, tidak ada orang baik di rumah ini. Mereka tidak pantas untuk kamu perlakukan dengan baik. Ke depannya, jangan suruh orang undang aku ke sini lagi. Aku tidak akan datang lagi."

Intan berkata, "Paman Riel, aku mengerti. Aku tidak akan suruh orang undang Paman Riel ke sini lagi. Aku sudah berencana untuk cerai."

Barulah Riel tersenyum. "Anak baik! Anak Keluarga Belima harus tegas begini. Aku tidak butuh orang mereka. Kalau bukan karena kamu, aku tidak akan mau mengobatinya."

Riel yang telah banyak berpengalaman tentu tahu Diana adalah orang yang serakah.

Related chapters

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 10

    Setelah mengantar Riel pergi, Intan kembali ke Kediaman Wanar. Sejam kemudian, Rudi datang bersama Linda.Intan sedang membenahi laporan keuangan bulanan Keluarga Wijaya di ruang kerjanya. Melihat mereka datang, tatapannya tertuju pada tangan mereka yang bertautan.Intan menghirup wangi gaharu yang dibakar dalam pot emas bermotif binatang. Baiklah, langsung bicarakan saja.Setelah menyuruh Mutiara keluar, Intan berkata, "Silakan duduk!"Linda memakai gaun merah yang disulam dengan kupu-kupu emas. Begitu duduk, gaunnya menjuntai sehingga kupu-kupu itu tampak diam.Linda tidak termasuk cantik, tetapi sangat gagah."Intan!" seru Linda sambil menatap lurus padanya. Dia telah membunuh banyak musuh di medan perang sehingga yakin Intan tidak akan berani menatap matanya karena wibawanya. Namun, di luar dugaannya, mata Intan jernih dan tidak ada rasa takut."Jenderal, langsung katakan saja!" ucap Intan."Dengar-dengar, kamu ingin ketemu aku? Aku sudah datang sekarang. Aku hanya mau tanya, apa k

    Last Updated : 2024-05-29
  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 11

    Walau sedih, Linda menjawab, "Aku bukan orang yang suka iri atau cemburu. Selain itu, demi kebaikanmu sendiri, kamu juga bisa punya sokongan di hari tua kalau punya anak sendiri. Setelah kamu hamil, dia pergi ke tempatmu atau tidak bukan urusanku."Linda jelas marah saat mengatakan kalimat terakhir.Rudi bergegas berjanji, "Jangan khawatir, aku tidak akan menyentuhnya lagi kalau dia sudah hamil.""Kamu tidak perlu berjanji, aku bukan orang kikir." Linda memalingkan tatapan, matanya penuh dengan kekesalan.Intan merasa dua orang di depannya sungguh konyol. Dia beranjak dari kursinya, lalu menatap Linda dan berseru dengan tegas, "Kehidupan perempuan sudah cukup sulit, kenapa kamu masih menghina kaum perempuan? Kamu sendiri juga perempuan, jangan merendahkan perempuan hanya karena kamu bisa maju ke medan perang. Memangnya di mata kalian, aku hanya bisa hidup mengandalkan keturunan Keluarga Wijaya? Memangnya aku tidak punya kesibukan sendiri atau kehidupan yang kuinginkan? Memangnya aku ha

    Last Updated : 2024-05-29
  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 12

    Mutiara merasa sakit hati melihat Intan dianiaya. Ada perkataan yang tidak enak hati diucapkan oleh Intan yang terdidik, tetapi Mutiara yang hanyalah pelayan tidak takut. Matanya merah saat dia berkata, "Aku yang jadi pelayan pun tahu malu. Sebagai jenderal, kamu malah menggoda suami orang di medan perang. Sekarang, kamu bahkan menggunakan jasamu untuk menindas Nona kami ....""Plak!"Mutiara ditampar dengan keras.Rudi menampar Mutiara dengan gusar, lalu melemparkan tatapan dingin pada Intan. "Ini pelayan yang kamu ajarkan? Tidak tahu aturan!"Intan bergegas berlari ke depan untuk membantu Mutiara bangun. Wajahnya bengkak parah, dapat dilihat seberapa kuat tamparan Rudi.Intan menoleh ke belakang dengan ekspresi galak dan menampar Rudi. "Kamu tidak berhak sembarangan menampar pelayanku!"Rudi tidak menyangka Intan akan menamparnya demi seorang pelayan. Bagaimana bisa dia ditampar oleh seorang wanita, apalagi di depan Linda?Namun, Rudi tidak bisa membalasnya. Dia memelototi Intan, lal

    Last Updated : 2024-05-29
  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 13

    Melihat semua orang dilema, Rudi mengambil daftar itu dan membacanya. Lalu, dia bertanya pada Brina, "Apa masalahnya? Mahar sepuluh ribu tahil, dua set gelang emas, dua set gelang giok, dua set konde emas, lima puluh gulung brokat. Hanya ini saja, printilannya tidak banyak.""Tidak banyak?" Brina menyeringai sinis. "Sayangnya, sekarang kas kita bahkan tidak ada seribu tahil."Rudi terkejut. "Kok bisa? Siapa yang mengurus keuangan? Apa ada kerugian?""Aku yang urus!" sahut Intan."Kamu yang urus? Mana uangnya?" tanya Rudi."Ya, mana uangnya?" Brina mencibir. "Kamu pikir Keluarga Wijaya adalah keluarga bangsawan? Kediaman Jenderal ini dianugerahkan oleh Mantan Kaisar kepada kakekmu yang menjadi jenderal. Honorarium dan beras subsidi yang ayah dan pamanmu peroleh setiap tahun bahkan tidak lebih dari dua ribu tahil. Kamu adalah jenderal bintang 4, tidak mungkin lebih banyak dari ayahmu.""Kalau begitu, aset peninggalan Kakek setidaknya masih bisa menghasilkan profit, 'kan?" tanya Rudi lagi

    Last Updated : 2024-05-29
  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 14

    Diana terperanjat. Pinjam?Tadi Diana juga mengatakan pinjam dan akan dikembalikan pada Intan setelah sudah ada uang. Jadi, dia tidak membantah ucapan Intan.Akan tetapi, dalam hati, Diana menyalahkan Intan yang begitu perhitungan dengan suaminya sendiri. Keluarga Intan sudah meninggal semua, buat apa uangnya jika tidak diberikan pada Keluarga Wijaya?Rudi menggelengkan kepala. "Aku akan cari cara sendiri, tidak perlu pinjam uangmu."Setelah itu, Rudi berbalik badan dan berjalan ke luar.Semua orang di ruangan menatap Intan. Intan pun memberi salam. "Kalau tidak ada urusan lain, aku kembali ke kediamanku dulu.""Intan, berhenti!" Wajah Diana menjadi masam. Di bawah pengaruh marah, dia tidak lagi batuk atau lemas. Bagaimanapun, dia telah mengonsumsi sebutir pil dari Tabib Riel.Intan menatap lurus pada Diana. "Ada apa, Ibu?"Diana menasihatinya, "Aku tahu kamu sudah masuk ke istana dan mohon Yang Mulia, tapi kamu bodoh. Kalau Linda menikah dengan keluarga kita dan memiliki jasa lagi ke

    Last Updated : 2024-05-29
  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 15

    Diana tidak percaya Riel tidak mau datang karena Riel baru saja memberinya obat dan imbauan kemarin. Seketika, Diana mengutus pelayan ke Toko Obat Pinsi untuk mengundang Riel. Alhasil, Riel sama sekali tidak keluar, hanya menyampaikan pesan melalui tabib jaga.Pengurus menyampaikan pesan itu secara lengkap kepada Diana yang kemudian membuatnya marah besar.Tabib jaga itu menyampaikan pesan dari Riel, "Ke depannya, kalian tidak perlu datang lagi untuk mengundangku. Perbuatan Keluarga Wijaya sangat tidak bermoral. Mengobati orang tidak bermoral akan membuat umur hidupku jadi pendek. Aku tidak mau mati lebih awal."Diana membentak dengan marah, "Pasti Intan yang suruh Tabib Riel berhenti mengobatiku. Tak disangka, kejam sekali dia! Saat dia baru dinikahi waktu itu, aku pikir dia lembut dan soleh. Sepanjang tahun ini, juga tidak kelihatan dia ternyata begitu kejam. Dia ingin aku mati! Aku akan mati tanpa obat dari Tabib Riel!"Javier berdiri di samping tanpa berkomentar, tetapi dalam hatin

    Last Updated : 2024-05-29
  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 16

    Rudi sibuk di luar sana untuk meminjam uang dengan teman dekat.Akan tetapi, Rudi baru mengumpulkan seribu tahil, masih jauh dari belasan ribu tahil yang dibutuhkan untuk membiayai maskawin, mahar dan resepsi.Tentu saja, jika Rudi bersedia merendahkan diri dan meminjam uang dengan keluarga bangsawan, meminjam dua atau puluh ribu tahil pun tidak jadi masalah. Rudi yang pulang membawa jasa sedang menjadi orang populer di pemerintahan sehingga banyak orang yang ingin menjilatnya.Namun, Rudi merasa malu.Meminjam uang adalah hal yang sensitif dan memalukan. Bagaimana mungkin Rudi mau kehilangan muka?Setelah dipikir-pikir, Rudi lebih memilih untuk meminjam uang Intan. Kehilangan muka di depan Intan jauh lebih baik daripada kehilangan muka di depan orang lain.Dalam perjalanan pulang, Rudi berpapasan dengan adiknya yang menunggang kuda. Sebelum dia sempat bertanya, Beni langsung berseru, "Kak Rudi, cepat pulang. Ibu nyaris mati karena Kak Intan."Mendengar karena Intan lagi, Rudi bertanya

    Last Updated : 2024-05-29
  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 17

    Rudi menarik napas dalam-dalam dan menatap Intan dengan ekspresi mata tidak percaya.Intan benar-benar menginginkannya atau hanya mengancam? Namun, Rudi tidak akan menceraikan Intan. Jika tidak, orang-orang akan mencemooh dia dan Linda.Selain itu, para tentara akan jijik pada mereka karena Marko adalah jenderal pahlawan di mata para tentara. Rudi tidak boleh kehilangan kepercayaan para tentara."Intan, aku tidak akan menceraikanmu." Rudi merasa jengkel dan galau. "Aku juga tidak akan menindasmu. Aku hanya berharap kamu jangan buat masalah lagi, terutama kali ini kamu mengancamku dengan kondisi penyakit Ibu. Kamu tidak merasa dirimu kejam? Kalau ada permintaan, ada keluhan, kamu bisa lampiaskan semuanya padaku. Jangan sakiti Ibu. Kalau orang-orang tahu kamu durhaka, reputasimu bisa hancur."Ekspresi Intan menjadi dingin. "Kamu tidak akan menceraikanku atau tidak berani? Menceraikanku hanya berdampak buruk bagimu. Kamu takut dikatai pria bajingan, tapi lebih takut kehilangan dukungan ba

    Last Updated : 2024-05-29

Latest chapter

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 690

    Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 689

    Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 688

    Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 687

    Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 686

    Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 685

    Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 684

    Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 683

    Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 682

    Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu

DMCA.com Protection Status