Share

Bab 11

Walau sedih, Linda menjawab, "Aku bukan orang yang suka iri atau cemburu. Selain itu, demi kebaikanmu sendiri, kamu juga bisa punya sokongan di hari tua kalau punya anak sendiri. Setelah kamu hamil, dia pergi ke tempatmu atau tidak bukan urusanku."

Linda jelas marah saat mengatakan kalimat terakhir.

Rudi bergegas berjanji, "Jangan khawatir, aku tidak akan menyentuhnya lagi kalau dia sudah hamil."

"Kamu tidak perlu berjanji, aku bukan orang kikir." Linda memalingkan tatapan, matanya penuh dengan kekesalan.

Intan merasa dua orang di depannya sungguh konyol. Dia beranjak dari kursinya, lalu menatap Linda dan berseru dengan tegas, "Kehidupan perempuan sudah cukup sulit, kenapa kamu masih menghina kaum perempuan? Kamu sendiri juga perempuan, jangan merendahkan perempuan hanya karena kamu bisa maju ke medan perang. Memangnya di mata kalian, aku hanya bisa hidup mengandalkan keturunan Keluarga Wijaya? Memangnya aku tidak punya kesibukan sendiri atau kehidupan yang kuinginkan? Memangnya aku harus menjadi korban kalian dan hidup menyendiri di rumah ini? Kalian anggap aku ini apa?"

Linda tertegun, lalu mengernyit. "Kamu terlalu membesar-besarkan masalah."

Intan menyeletuk dengan suara dingin, "Kita cerai saja, tidak usah bicarakan yang lain, jangan rusak kehormatan masing-masing."

"Cerai? Kamu mengancam, ya?" Linda menyeringai sinis. "Memangnya aku akan pasrah pada ancamanmu? Terserah kalau kamu mau bikin masalah, reputasimu sendiri yang akan rusak."

Linda tahu bahwa bangsawan di ibu kota menjunjung tinggi reputasi, terutama nona bangsawan seperti Intan.

Rudi menambahkan, "Intan, aku tidak akan cerai denganmu. Kami ini berpikir demi kebaikanmu."

"Tidak perlu!" Intan memasang ekspresi serius yang berwibawa, "Kamu hanya takut dikatai pria bajingan yang pindah hati. Kalian hanya memikirkan diri sendiri, tapi malah bilang berpikir demi kebaikanku. Kalian tidak merasa kalian itu munafik dan menjijikkan?"

Rudi menjadi cemas. "Aku tidak bermaksud begitu, jangan salah paham."

Linda menggelengkan kepala dan menyeringai sinis. "Kamu memang berpandangan sempit, masih memikirkan kehormatan nona bangsawan sampai sekarang. Menyebalkan! Aku awalnya mau jelaskan denganmu, tapi kamu malah banyak pikir dan menerka-nerka, seolah-olah kami membuat konspirasi terhadapmu. Kami hanya berpikir demi kebaikanmu. Kalau sudah cerai dan jadi wanita buangan, kehidupanmu tidak akan senyaman di Kediaman Jenderal lagi. Buat apa kamu mengotot dan merugikan dirimu? Kalau kamu tidak menghargai kebaikanku ini, aku tidak akan bicarakan lagi. Terserah kamu mau apa. Aku mencintai Rudi dan itu nyata, tidak perlu disembunyikan. Kalau ada yang mencemooh dan memarahiku, aku juga terima."

Intan berujar, "Kalau tidak takut digosipi, kamu tidak perlu datang ke sini."

Linda melangkah ke depan Intan dan menukas dengan suara dingin, "Aku hanya takut ada yang menggunakan alasan cerai untuk berpura-pura kasihan di depan orang lain agar bisa menghentikan pernikahanku dengan Rudi. Pernikahan ini kami tukar dengan jasa kami, tidak boleh kamu rusak!"

Intan menggelengkan kepala dan merasa geli. "Kalian pergi saja, pembicaraan kita tidak ada artinya. Kalian adalah jenderal yang telah berjasa untuk keKaisaran, aku tidak ingin memaki kalian."

Ayah dan kakaknya adalah jenderal, bahkan telah gugur di medan perang. Oleh karena itu, jenderal yang membela tanah air sangat mulia di hati Intan. Intan tidak ingin basa-basi dengan mereka lagi karena takut akan berbicara ketus.

"Mutiara, antar mereka keluar!" perintah Intan. Matanya yang dingin diarahkan ke bawah.

Mutiara yang berdiri di luar sudah tidak tahan lagi. Mendengar panggilan Intan, dia segera masuk dan menyeletuk, "Jenderal, kalian saling mencintai itu urusan kalian, tapi jangan menindas Nona kami atau memaksa Nona kami dengan jasa kalian."

"Lancang kamu!" bentak Linda. "Beraninya pelayan rendahan sepertimu berbicara lancang pada jenderal sepertiku!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status