Ada jarak antara menara kota dan padang rumput, jadi mereka tidak bisa merasakan kekuatan internal maupun melihat retakan di tanah. Yang mereka lihat hanyalah Samuel berdiri diam dan ditikam oleh Intan.Oleh karena itu, Linda merasa ini sangat konyol. Raja Aldiso benar-benar mengerahkan segalanya demi mempromosikan Intan ke posisinya.Setelah selesai tertawa, nadanya penuh amarah, "Seluruh Pasukan Baja patuh pada Raja Aldiso dan akan menyerahkan siapa pun yang Raja Aldiso inginkan, tapi untuk apa repot-repot membuat keributan seperti itu dan memperlakukan prajurit seperti monyet?"Rudi juga agak bingung. Raja Aldiso tidak bisa membuat pengaturan seperti itu. Seni bela diri Intan memang sangat bagus, tapi kalau benar-benar bertarung, Intan bukanlah lawan Samuel.Mungkinkah Intan hanya mengetahui beberapa jurus dan tidak punya keterampilan lain?Bagaimanapun, apa yang disebut tantangan hari ini hanyalah sebuah lelucon.Rudi juga agak marah. Melakukan penipuan di medan perang dan menumpuk
Intan melatih pasukannya hingga larut malam sebelum kembali ke kota, tetapi diadang oleh Linda di gerbang kota.Api unggun menyala dari kejauhan, menyinari wajah Linda yang marah dan sinis."Setidaknya kamu harus melakukan cukup banyak hal untuk menyelamatkan mukamu. Kamu telah menghancurkan reputasi Keluarga Belima."Intan mengangkat kelopak matanya dan berkata dengan dingin, "Apa hubungan reputasi Keluarga Belima denganmu?"Linda menuduh dengan tegas, "Bisa berhenti bersikap sok tidak? Hari ini aku sudah melihatnya. Kamu cuma butuh satu kata dari Raja Aldiso untuk memimpin Pasukan Baja. Untuk apa kamu menyuruh Samuel untuk maju dan melakukan sebuah pertunjukan? Apa kamu pikir bisa meyakinkan orang lain? Kamu anggap mereka buta?"Intan menatapnya dengan dingin, "Kamu benar, tidak semua orang buta. Ada beberapa hal bisa disembunyikan untuk sementara, tapi tidak selamanya."Linda menyipitkan mata dan auranya jelas melemah, "Apa maksudmu?""Tidak ada maksud apa pun." Intan melewatinya da
Begitu Jenderal Teddi mendengar apa yang Linda katakan, dia langsung membantahnya sebelum panglima bisa mengatakan apa pun, "Melindungi apa? 15 ribu Pasukan Baja diberikan kepada Jenderal Intan untuk membunuh musuh dan kamu benar, Pasukan Baja memang berfungsi sebagai tim garda depan untuk menerobos kota dan menyerang medan perang."Linda mencibir, "Panglima benar-benar tahu budi. Kalau Pasukan Baja berhasil menerobos kota, itu akan menjadi hasil kerja keras Intan. Apa bedanya antara ini dan memberikan prestasi militer kepadanya secara langsung?"Jenderal Teddi berkata dengan marah, "Apa yang kamu katakan? Kalau dia memimpin Pasukan Baja untuk menghancurkan kota, dia sendiri yang akan mendapatkan pujiannya. Kok bisa disebut pemberian? Mungkinkah Jenderal Linda cuma ingin bertarung sendirian, sementara para prajurit bersembunyi di belakang?"Linda bertanya balik, "Maksud Jenderal Teddi adalah Jenderal Intan juga akan pergi ke medan perang? Bukannya bersembunyi di belakang dan mengambil
Jenderal Teddi sangat tidak setuju dan berkata, "Awalnya ini adalah masalah yang sudah diputuskan, tapi masih saja ada tantangan yang datang. Ini bukan arena persaingan, melainkan medan perang. Ini tidak baik bagi persatuan pasukan."Setelah mendengarnya, Linda merasa Jenderal Teddi takut Intan akan kalah dan ingin menghentikannya. Keyakinannya langsung meningkat dan dia berkata, "Kalau ada yang mampu, apa salahnya menantang Intan? Apakah Jenderal Teddi takut dia akan kalah? Kalau takut dia akan kehilangan muka karena kalah, kami tidak perlu bertarung lagi. Serahkan saja Pasukan Baja padaku."Jenderal Teddi mendengus, "Indah sekali mimpimu. Setelah memimpin bala bantuan ke medan perang, apa kamu pikir mereka itu bawahanmu? Alasan kenapa aku tidak membiarkanmu menantang adalah demi melindungi mukamu. Karena kamu begitu tidak tahu diri, terserah saja.""Tidak perlu bicara omong kosong lagi, Pasukan Baja tidak bisa jatuh ke tangan Intan kecuali dia mengalahkanku." Setelah mengatakan itu,
Kata-kata Linda agak menyentuh hati Rudi.Tidak ada yang bisa mengucapkan kata-kata yang menyentuh hati seperti Linda karena Linda bukanlah seorang ibu rumah tangga biasa. Dia adalah seorang jenderal yang memimpin pasukan di medan perang dan merupakan pahlawan yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Kota Uldi.Jenderal wanita yang luar biasa mengatakan tidak masalah merawatnya dan keluarganya. Hati Rudi langsung terasa hangat dan kekecewaan yang dia rasakan terhadap Linda di masa lalu juga hilang.Tantangan dilaksanakan saat matahari terbenam. Alfred hanya mengutus Darius untuk memberi tahu Intan. Intan masih berlatih di padang rumput. Setelah mendengar kabar dari Darius, dia mengangguk dan berkata, "Oke, aku mengerti."Seluruh pasukan mengetahui hal ini, jadi Marsila dan yang lainnya berlari ke padang rumput untuk mencari Intan setelah latihan.Semua orang menepuk pundaknya dan hanya memberinya dua kata, "Hajar dia."Intan tersenyum pada mereka. Dibutuhkan banyak kesabaran un
Suara Linda terdengar oleh para jenderal dan Pasukan Baja yang hadir.Dia bangga pada dirinya sendiri karena blak-blakan dan berbicara tanpa menghindar dari orang lain.Akan tetapi, kalimat ini membuat mereka yang sudah meremehkan Intan semakin membencinya.Suara diskusi berangsur-angsur berubah menjadi caci maki yang membuat Intan kewalahan.Marsila dan yang lainnya sangat marah hingga wajah mereka memucat. Kalau bukan karena terikat oleh peraturan militer, mereka akan melangkah maju untuk mengajari Linda bagaimana harus bersikap.Saat melihat Intan, mereka malah lebih marah lagi. Orang-orang itu sangat provokatif, tetapi Intan sama sekali tidak marah. Dia menatap Linda dengan tenang tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebagai balasan.Intan tidak menjawab dan raut wajahnya sama sekali tidak berubah, hanya sorot matanya yang menjadi lebih gelap."Intan!" Alfred mengambil tongkat panjang dari tangan Darius dan melemparkannya kepada Intan, "Jangan pakai Tombak Bunga Persik, pakai tongkat
Linda panik dan menatap sepasang mata gelap Intan, kemudian melihat ternyata tongkat kayu di tangannya sama sekali tidak memiliki bekas tebasan dan diam-diam terkejut.Mungkinkah ini bukan tongkat biasa? Benar, Raja Aldiso bersikeras untuk melindunginya, jadi mana mungkin dia memberinya tongkat kayu biasa?Pasti ada yang tidak beres.Memikirkan hal ini, Linda mencibir, "Takutnya tongkat kayu ini bukan tongkat biasa. Sepertinya panglima telah memilih senjata terkuat untukmu."Tongkat itu sama panjangnya dengan Tombak Bunga Persik. Pada dasarnya itu adalah tiang kayu yang digunakan untuk membangun kemah. Selama Linda mengamatinya dengan saksama, dia bisa melihat itu hanyalah tongkat kayu biasa.Akan tetapi, Linda yakin Raja Aldiso memihak Intan dan tidak mungkin memilih tongkat kayu biasa untuk Intan dalam tantangan seperti itu.Para prajurit tidak bisa melihatnya dengan jelas karena jaraknya yang jauh. Setelah mendengar kata-kata Linda, mereka mengira itu adalah senjata yang sangat bagu
Linda memuntahkan seteguk darah. Tendangan itu seolah hampir membuat organ dalamnya tergeser. Rasa sakitnya begitu luar biasa hingga membuatnya tidak bisa mengeluarkan suara untuk waktu yang lama.Wajah Linda memucat dan dia tanpa sadar mengulurkan tangan untuk menyentuh lehernya. Jari-jarinya berlumuran darah dan seluruh tubuhnya gemetar tak terkendali. Bukan karena takut, melainkan karena dia tidak bisa menerima akhir seperti itu.Linda menatap Intan dengan tidak percaya. Dia belum pernah melihat seni bela diri seperti itu seumur hidupnya.Akan tetapi, bagaimana Intan bisa memiliki seni bela diri yang begitu kuat? Saat pergi karena cerai sebelumnya, Kak Rudi berkata dia bisa menerbangkan bunga, memetik daun dan menyerang orang. Saat itu Linda hanya menganggap itu lucu, tapi sekarang dia sudah mengerti. Hatinya tiba-tiba dipenuhi dengan kecemburuan seolah digigit ribuan semut.Kekalahan yang begitu cepat menghancurkan reputasinya. Sebelumnya dia memberi tahu para bala bantuan bahwa In
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu