Tidak heran Intan tahu orang Biromo menyamar menjadi orang Lonis untuk maju ke medang perang Manuel, lalu menempuh perjalanan jauh sendirian ke Manuel untuk melapor padanya."Ceritakan padaku setelah kamu sudah tenang." Alfred duduk di sebelah Intan. Tubuhnya yang jangkung bagaikan sebuah perisai.Intan sudah jauh lebih tenang. "Apa lagi yang ingin Panglima ketahui?"Berbagai perasaan berkecamuk di mata Alfred. "Semuanya. Kenapa kamu tiba-tiba menikah, apa yang terjadi setelah kamu menikah, dan seluk-beluk pengintai Biromo membantai Keluarga Bangsawan Belima."Intan tidak tahu mengapa Alfred menanyakan tentang pernikahannya. Intan berterus terang, berusaha menceritakannya secara singkat dan tenang. "Begitu pulang dari Taliani Gunung Pir, aku baru tahu tentang kematian ayah dan kakakku. Aku katakan pada ibu aku mau ke medan perang Manuel, tapi ibu melarangku. Ibu sangat terpukul oleh kematian ayah dan kakakku, hampir menangis setiap hari .... Ibu memaksaku berjanji untuk tinggal di ibu
Intan berujar, "Ini belum keterlaluan, masih ada lagi."Intan menceritakan bahwa Keluarga Wijaya ingin mengambil harta bawaannya, serta memfitnahnya dengan tuduhan durhaka dan dengki untuk menceraikannya. Intan berkata, "Ini baru keterlaluan. Tapi di luar dugaan, Kaisar menurunkan dekret untuk menobatkan ayahku sebagai adipati, lalu mengizinkanku cerai dengan Rudi dan membawa pergi seluruh harta bawaanku."Kemarahan membara di mata Alfred. "Beraninya mereka menindas dan merundungmu?""Aku tidak merasa dirundung." Intan meletakkan kedua tangan di atas lutut dan menoleh pada Alfred. Bintik di bawah matanya merah menyala. "Aku akan merasa dirundung kalau aku mencintainya, tapi aku tidak. Bagiku, dapat meninggalkan Kediaman Jenderal adalah suatu pembebasan. Siasat mereka gagal, jadi Panglima bisa melihat betapa marah Linda padaku tadi. Dia marah karena aku cuek terhadap pria yang dia cintai."Linda ingin mempermalukan Intan, tetapi Intan bersikap tenang dan tidak meneteskan air mata setete
Tiga puluh ribu Pasukan Baja ibu kota telah dibina oleh Alfred untuk menjaga ketertiban ibu kota. Mereka semua adalah tentara elite yang mengantisipasi invasi raja atau tentara pemberontak ke ibu kota.Pada umumnya, Pasukan Baja tidak akan turun ke medan perang, kecuali dalam situasi terdesak.Sekarang adalah saat genting dalam menaklukkan Manuel. Jika memindahkan tentara dari Venzor, itu akan menimbulkan ambisi Negara Yanon. Oleh karena itu, pasukan tentara di balai Venzor tidak boleh diganggu gugat.Pasukan Baja tidak turun ke medan perang, tetapi tidak berarti mereka tidak pernah turun ke medan perang. Sebaliknya, tiga puluh ribu Pasukan Baja dipilih dari tentara-tentara yang berperang di medan perang dan dilatih lagi.Pasukan Baja terdiri dari sepuluh ribu Perwira Baja yang bertugas untuk melindungi keselamatan Kaisar dan menjaga ketertiban ibu kota.Sepuluh ribu yang lain bertugas untuk menegakkan hukum. Mereka dapat langsung menangkap tersangka, termasuk keluarga kekaisaran. Mere
Rudi mengejar Linda. "Kamu tidak pernah mau beri tahu aku sebelumnya. Di Kota Wena waktu itu, aku diperintahkan memimpin pasukan untuk membakar gudang makanan. Bagaimana kamu bisa membuat Panglima Biromo, Sanji, setuju untuk menandatangani perjanjian perdamaian denganmu?"Linda menjadi kesal sekaligus berwaspada. "Sudah kubilang, 'kan? Di Kota Wena, aku menyebarkan informasi bahwa Raja Aldiso telah memenangkan pertempuran di Manuel dan akan segera datang ke medan perang Kota Uldi. Ditambah gudang makanan dibakar, mereka panik sehingga memutuskan untuk menyerah."Ya, Linda telah memberi penjelasan yang sama beberapa kali.Sebelumnya, Rudi tidak merasa ada yang aneh.Sampai ketika menikah dengan Linda, Linda mengajak seratusan tentara. Setelah itu, Jenderal Rizki menegur Linda. Ternyata, Linda memindahkan seratus tentara dari kamp militer tanpa melapor pada Jenderal Rizki terlebih dahulu.Namun, Linda memberitahunya dia sudah melapor dan disetujui oleh Jenderal Rizki. Linda dapat berboho
Tidak sampai tiga hari, dua belas ribu pasukan tambahan ramai memperbincangkan suatu hal.Intan diangkat menjadi jenderal bintang lima tanpa prestasi perang, hanya mengandalkan ketenaran ayah dan kakaknya.Tentara pimpinan Linda terus menghasut, "Kalau dia mau memanfaatkan prestasi perang ayah dan kakaknya, menjadi putri bangsawan di ibu kota dan menikmati kemakmuran, terserah dia. Kenapa dia merebut prestasi perang dengan kita di medan perang? Kita mempertaruhkan nyawa untuk membela tanah air untuk mendapatkan prestasi perang, 'kan? Dia tidak berbuat apa-apa, tapi malah jadi jenderal. Sungguh tidak adil!""Dengar-dengar, Raja Aldiso sangat ketat dan tegas. Tak disangka Raja Aldiso juga nepotisme dan memberikan kontribusi besar pada Intan. Buat apa kita berjuang keras? Mungkin musuh-musuh yang kita bunuh di medan perang akan menjadi kontribusi Intan pada akhirnya.""Kita menempuh perjalanan di tengah badai salju karena situasi perang yang sengit di Manuel. Banyak tentara yang jatuh sak
Intan mengerutkan kening setelah mendengar ucapan ini.Dia sama sekali tidak peduli dengan gosip, tetapi dengan sengaja menciptakan pertikaian di pasukan, menciptakan ketidakadilan dan mengganggu moral tentara adalah hal yang tabu sebelum pertempuran.Linda pernah berada di medan perang, mana mungkin dia tidak mengetahui hal ini? Mungkin dia ingin menggunakan opini publik untuk memojokkan Raja Aldiso, sehingga Raja Aldiso akan membiarkannya untuk menstabilkan pasukan."Sekarang cuma menyebar di antara bala bantuan, 'kan?" Intan bertanya.Amarah Marsila masih belum mereda dan wajahnya yang penuh kerutan terlihat semakin memerah, "Benar, bala bantuan tinggal di kamp dan terpisah dari Pasukan Aldiso yang dulu, jadi Pasukan Aldiso tidak tahu. Kemungkinan besar seseorang pasti pergi ke sana dan berdebat dengan mereka."Kerutan di dahi Intan semakin jelas. Setelah beberapa pertempuran, banyak prajurit yang menghormatinya. Kalau sampai tahu dia ditugaskan dengan cara ini, takutnya itu tidak h
Intan menancapkan Tombak Bunga Persik ke tanah dan mengikat rambutnya. Angin utara yang dingin membuat pakaiannya berdesir.Dia mengangkat dagunya dan tatapannya sedingin salju, "Cukup mengalahkanmu saja?""Benar!" Samuel berkata dengan lantang, "Selama kamu mengalahkanku, aku akan mengikutimu sampai mati dan tidak pernah mengingkari janjiku.""Kapten Samuel hebat!""Kalahkan dia. Siapa suruh dia memanfaatkan prestasi militer ayah dan kakaknya, serta menginjak pasukan kita untuk naik pangkat.""Tidak peduli seberapa sulitnya prestasi, beraninya dia seorang wanita menggunakan prestasi militer palsu untuk memimpin kami. Kapten Samuel, kami tidak terima. Kalahkan dia!"Samuel berkata dengan dingin, "Jenderal Intan sudah mendengarnya?"Intan melirik ke arah Pasukan Baja yang berteriak, lalu memegang Tombak Bunga Persik, "Oke, ayo serang!"Tatapan Samuel terlihat sinis, "Jangan bilang aku menindas wanita, Jenderal Intan. Aku akan membiarkanmu maju dulu!""Terima kasih!" Intan tersenyum, tah
Ada jarak antara menara kota dan padang rumput, jadi mereka tidak bisa merasakan kekuatan internal maupun melihat retakan di tanah. Yang mereka lihat hanyalah Samuel berdiri diam dan ditikam oleh Intan.Oleh karena itu, Linda merasa ini sangat konyol. Raja Aldiso benar-benar mengerahkan segalanya demi mempromosikan Intan ke posisinya.Setelah selesai tertawa, nadanya penuh amarah, "Seluruh Pasukan Baja patuh pada Raja Aldiso dan akan menyerahkan siapa pun yang Raja Aldiso inginkan, tapi untuk apa repot-repot membuat keributan seperti itu dan memperlakukan prajurit seperti monyet?"Rudi juga agak bingung. Raja Aldiso tidak bisa membuat pengaturan seperti itu. Seni bela diri Intan memang sangat bagus, tapi kalau benar-benar bertarung, Intan bukanlah lawan Samuel.Mungkinkah Intan hanya mengetahui beberapa jurus dan tidak punya keterampilan lain?Bagaimanapun, apa yang disebut tantangan hari ini hanyalah sebuah lelucon.Rudi juga agak marah. Melakukan penipuan di medan perang dan menumpuk
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu