Marsila menatap Intan, "Me ... mereka tidak menargetkan Linda? Apakah mereka menargetkan Kediaman Aldiso?""Aku tidak tahu," jawab Intan yang tidak bisa menganalisisnya untuk sementara waktu, lagi pula Intan hanya mengetahui bahwa mereka memasuki ibu kota dengan niat membunuh yang kuat dan tidak memiliki kabar apa pun lagi. "Aku harus minta Ranto untuk memperkuat pertahanan Kediaman Aldiso. Besok aku akan antar Erik ke akademi dan minta Ranto untuk memimpin orang-orang berjaga di luar selama beberapa hari sampai orang-orang itu pergi."Tidak ada salahnya berhati-hati, selain itu Alfred dan Tuan Axel tidak berada di dalam kediaman, jadi mereka harus lebih berhati-hati dalam bertindak.Ranto langsung bertindak pada hari itu juga dan menempatkan 500 pasukan di ibu kota, efek dari tindakan ini sangat bagus meskipun Kaisar merasa sedikit waspada.Sangat mudah untuk mengatur pertahanan seperti sekarang, terdapat tiga sif setiap tiga jam dan tenaga kerjanya benar-benar sangat mencukupi.Ranto
Wajah nyonya itu terlihat pucat, air hujan telah membasahi seluruh rambut dan pakaiannya. Terlihat jelas bahwa nyonya itu tidak ingin orang lain melihat kondisi mengenaskannya, jadi nyonya itu menutupi wajah dengan lengan pakaiannya dan berkata pada Intan, "Terima kasih, terima kasih banyak.""Sama-sama, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Intan."Aku ba ... aduh!" Nyonya itu menggerakkan kakinya, kemudian merasakan rasa sakit yang sangat menusuk di kaki kirinya dan tidak bisa menahan diri untuk berteriak."Sepertinya kakimu terkilir," ujar Intan sambil membantu nyonya itu untuk berdiri dengan tegak, pelayan itu segera mendekat untuk membantu juga. Tapi telapak tangan pelayan itu berdarah, kedua tangannya pasti tergores oleh pasir kasar di tanah saat terjatuh sebelum ini.Intan mengerutkan keningnya dan berkata, "Kereta kudaku ada di depan dan ada obat-obatan serta salep di dalamnya. Bagaimana kalau kalian ikut aku ke sana dan aku akan bantu mengobati luka kalian?"Nyonya itu berkata, "
Kereta kuda berhenti di sudut bagian utara Akademi Milu, kereta kuda Keluarga Bangsawan Cahyo juga mengikuti dari belakang agar tidak menyebabkan kemacetan.Hujan semakin deras dan orang-orang semakin banyak, kaki Jennifer terluka dan tidak baik baginya untuk kembali ke kereta kudanya pada saat ini. Dia hanya bisa menunggu sampai kereta kuda yang mengantar anak-anak ke akademi secara perlahan pergi dan baru turun dari kereta kuda Intan."Nyonya Jennifer antar anakmu untuk sekolah?" Intan mengetahui bahwa dia mengadopsi seorang orang, hanya saja tidak tahu berapa umurnya sekarang."Benar, ini adalah hari pertama dia bersekolah dan aku datang untuk mengantarnya," ujar Jennifer sambil tersenyum dan sikapnya terlihat jauh lebih alami saat membicarakan tentang putranya."Berapa umurnya? Siapa namanya?"Jennifer berkata, "Dia sudah tujuh tahun dan namanya Galio Cahyo."Marsila berkata sambil tersenyum, "Aku tahu bahwa dia akan jadi anak yang hebat setelah mendengar namanya."Ekspresi Jennife
Intan memanggil Marsila dan membantu Jennifer untuk bersandar di punggung Marsila, kemudian Marsila segera menggendong Jennifer ke kereta kuda dengan cepat, "Kamu tunggulah di sini, aku pasti akan menemukannya untukmu."Seluruh tubuh Jennifer bergetar, seluruh rambut Jennifer basah dengan air, sedangkan air di wajahnya tidak bisa dibedakan apakah itu adalah air mata atau air hujan. Bibir Jennifer bergetar dengan hebat dan berkata, "Tolong, tolong, kamu harus temukan anting itu.""Jangan turun dari kereta kuda!" Intan berkata dengan keras, "Jaga dirimu baik-baik dan jangan sampai dia yang sudah berada di surga mengkhawatirkanmu."Jennifer menangis sambil menutupi wajahnya.Intan menyuruh kusir untuk menjaga Jennifer, lalu turun dari kereta kuda dan terus mencari.Kereta kuda perlahan-lahan bubar pada setengah jam kemudian, tapi hujan masih belum berhenti, langit sangat gelap dan terlihat sangat menakutkan, keempat orang tidak bisa berdiri dengan tegak karena terus mencari anting Jennife
Rudi membeli sebuah tusuk rambut berwarna emas merah dan memasukkannya ke dalam kotak. Rudi tiba di kediaman dan bertanya kepada pelayan, Rudi langsung pergi ke kamar ibunya setelah mengetahui bahwa Shayna sedang berada di sana.Benar saja, Shayna sedang memeluk kotak perhiasan itu pada saat ini, dia segera berdiri dan bertanya dengan waspada saat melihat Rudi berjalan masuk, "Bukankah Kakak bekerja hari ini? Kenapa kembali lagi?""Ini untukmu!" Rudi memberi kotak itu pada Shayna dan berkata dengan datar, "Ini tusuk rambut yang kubelikan untukmu."Shayna bertanya dengan curiga, "Tusuk rambut untukku? Kenapa beli tusuk rambut untukku?"Shayna memeluk kotak perhiasannya dengan erat, beberapa hari ini Rudi menyuruhnya untuk mengembalikan hiasan kepala ini, kenapa Rudi tiba-tiba membelikan tusuk rambut untuknya?"Ini hadiah untukmu karena kamu telah merawat Ibu selama beberapa hari ini ... huh, ambilah," ujar Rudi sambil membalikkan badan dan menatap Diana yang sedang berbaring di tempat t
Para pelayan akhirnya berhasil meleraikan Shayna dan Amanda setelah Rudi tiba di kediaman, tapi kondisi mereka berdua terlihat sangat mengenaskan, rambut mereka acak-acakan dan pakaian mereka sampai robek. Bahkan wajah mereka juga dipenuhi dengan bekas cakaran dan tamparan, benar-benar seperti perkelahian antar tikus jalanan.Diana duduk di kursi sambil terengah-engah dan memelototi Amanda dengan marah, "Dia sebentar lagi akan menikah, tapi kamu malah melukai wajahnya, bagaimana dia bisa bertemu dengan orang-orang di masa depan?"Amanda duduk di lantai dan menangis dengan sangat sedih.Rudi melangkah maju dan membantu Amanda untuk berdiri, kemudian memberikan setumpuk uang kertas padanya, "Hiasan kepala batu rubi itu sudah dikembalikan dan simpan uang ini.""Rudi, apakah kamu sudah gila?" Diana merasa sangat marah sampai berdiri, "Tidak disangka kamu kembalikan perhiasan yang sudah dibeli, mau taruh di mana muka Keluarga Wijaya?""Ambil kembali, cepat ambil kembali hiasan kepala itu!"
Tatapan Rudi sedingin air dan berkata pelan, "Aku sangat berharap kamu bilang kalau kamu tidak melakukan hal seperti itu di Kota Wena."Linda mencibir, "Apakah kamu merasa jijik padaku karena kejadian di Kota Wena? Tidak, kamu jijik padaku karena aku ditangkap di Gunung Norao, wajahku rusak dan kamu merasa aku sudah tidak suci lagi. Tapi aku bisa kasih tahu kamu kalau aku masih suci."Rudi menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku merasa kasihan atas apa yang terjadi padamu di pegunungan di luar Norao, kalau tidak aku tidak akan membantumu menanggung kesalahanmu. Hal yang tidak bisa kuterima adalah semua hal yang kamu lakukan di Kota Wena.""Bisakah kamu jangan membohongi dirimu sendiri?" Linda tetap mencibir, "Apakah kamu benar-benar merasa tindakanku di Kota Wena salah?""Kamu tidak merasa dirimu salah?" Rudi menarik napas dalam-dalam, "Sampai saat ini kamu masih merasa dirimu tidak salah?"Linda tidak mengenakan cadar, cahaya lampu menerangi wajahnya yang sudah rusak. Tatapan mata Linda
Rudi berkata, "Orang Biromo juga merupakan warga, kami punya perjanjian untuk tidak melukai warga sipil. Ini adalah janji yang dibuat oleh pihak atasan untuk rakyat dan tidak akan merugikan rakyat dari kedua negara. Apakah kamu tidak pernah mengira warga di Kota Uldi juga akan dibantai saat kamu membantai desa?"Linda mendengus dan terdapat tatapan mengejek di matanya, "Tidak disangka kamu bisa bertanya seperti ini sebagai seorang jenderal militer. Rudi, sebenarnya kamu tidak cocok di medan perang, kamu berhati lembut dan tidak memiliki kemampuan untuk membunuh lawan. Bagaimana mungkin kamu bisa berjasa kalau bukan karena aku? Bahkan akulah yang membujukmu untuk meminta pada Jenderal Raffa untuk bawa pasukan pergi ke Kota Wena untuk membakar lumbung. Kalau tidak, kamu bahkan tidak akan pernah dapat pujian karena membakar lumbung.""Kamu bisa berjasa karena aku juga berjasa, sedangkan aku juga yang menandatangani perjanjian damai. Kamu yang merupakan pemimpin bala bantuan dapat keuntung
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu