Salju pertama berhenti setelah dua jam berlalu.Intan masih mengenakan pakaian berwarna putih dengan bunga putih di kepalanya. Intan terus mengenakan pakaian berwarna putih di kediaman karena dia berbakti pada ayah dan ibunya selama tiga tahun dan tidak pernah mengenakan pakaian warna lain.Perilaku Intan masih sama seperti di Kediaman Jenderal, sama sekali tidak terburu-buru dan memberi salam setelah memasuki ruangan, "Aku beri salam pada Nyonya Besar Brina."Kemudian membungkuk pada Nyonya Selen dan sedikit menundukkan kepalanya.Nyonya Besar Brina bangkit dan melangkah maju untuk menggenggam tangannya, kemudian melihat bahwa wajah Intan masih seputih salju dan terlihat bersemangat, dia bahkan terlihat lebih baik daripada saat berada di Kediaman Jenderal.Nyonya Besar Brina merasa tenang, tapi rongga matanya kembali memerah saat mengingat apa yang dia alami di Kediaman Jenderal, "Intan, apakah kamu baik-baik saja?""Nyonya Besar Brina tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja," ujar I
Intan tidak bisa menahan dirinya untuk tersenyum saat melihat sikap cemas dan gelisah Nyonya Selen, "Tidak apa-apa, katakan saja."Intan akan meninggalkan ibu kota malam ini dan Selen akan terus datang setiap hari kalau masalah ini tidak diselesaikan hari ini, semua ini dilakukan agar tidak memperburuk keadaan karena Selen yang memohon untuk bertemu dengan Intan tapi tidak diberi izin untuk memasuki kediaman.Intan mengetahui bahwa Nyonya Besar Diana tidak menyukai Nyonya Selen, selain karena tidak bisa melahirkan putra, keluarganya juga tidak berkuasa dan maharnya sedikit, yang sama sekali membuat Nyonya Selen tidak memiliki keagungan seperti seorang wanita bangsawan.Nyonya Selen tidak sungkan-sungkan terhadap Intan dan juga tidak memiliki sikap seperti seorang kakak ipar, jadi dia menceritakan semua hal padanya.Air mata Nyonya Selen mengalir dengan deras tanpa henti, Nyonya Selen mengatakan bahwa semua tamu dan tentara yang diundang melarikan diri, semua orang menyalahinya, termasu
Intan menatap tatapan mata Nyonya Selen yang putus asa, dia seperti ketakutan terhadap masalah saat Kediaman Jenderal menceraikannya.Nyonya Selen menangis dan segera menggunakan saputangan untuk menutup mulutnya, lalu kembali berkata setelah beberapa saat berlalu, "Intan, aku benar-benar tidak membohongimu. Ibu merasa bahwa Kediaman Jenderal sudah tidak seperti dulu lagi dan sudah menjauh dari kalangan orang terkenal di ibu kota. Ibu menunjukkan banyak ketidakpuasannya padaku saat aku yang mengurus kediaman dan juga bilang kalau aku yang merupakan menantu pertama sama sekali tidak punya keagungan seorang menantu pertama, serta juga bilang kalau dia menyesal menyuruh suamiku menikahiku.""Aku berbeda denganmu, aku tidak bisa kembali ke keluargaku jika diceraikan, aku bahkan akan dimarahi dan dihina oleh mereka karena telah menghancurkan pernikahan adik dan keponakan perempuanku. Aku hanya bisa meninggal di Kediaman Jenderal sebelum diceraikan dan bahkan tidak bisa pergi ke biara."Inta
Intan tidak tidur setelah Nyonya Besar Brina dan Nyonya Selen pergi, saat ini sudah senja dan dia akan pergi saat langit sudah gelap, jadi tidak masalah jika dia tidak tidur.Intan tiba-tiba merasa lucu saat teringat dengan cerita Nyonya Selen tentang pernikahan Rudi.Ternyata seperti inilah orang yang disukai oleh Rudi.Hanya saja orang yang disukai Rudi sama sekali tidak membuatnya bahagia, sebaliknya malah mempermalukan Kediaman Jenderal, bahkan semua tamu pernikahan juga pergi, hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.Linda ....Intan mengucapkan nama ini di dalam hatinya, rasa benci dan amarah yang berusaha untuk ditekan melonjak keluar seperti gelombang ombak yang besar.Kalau dia tidak haus akan pujian dan membantai seluruh Desa Panri, seluruh Keluarga Bangsawan Belima juga tidak akan dibantai sampai habis.Intan tidak pernah membenci Linda, tidak peduli jika Linda merebut suaminya atau menghinanya. Intan tetap menghormatinya terhadap kontribusi Linda kepada negara karena bisa m
Guntur dan Intan beristirahat dengan baik di malam hari, Intan sangat berhati-hati saat bepergian di luar, dia bangun di pagi hari dan pergi mandi, kemudian menutupi wajahnya dengan kain hitam dan terus menempuh perjalanan.Perjalanan ini tentu saja sangat sulit dan juga dingin. wajah Intan terasa kasar karena terpaan angin meski sudah ditutupi dengan kain hitam.Intan berkaca di depan cermin perunggu saat akan tidur, melihat wajah yang pada awalnya terasa lembut dan basah, kini berwarna merah dan pecah-pecah, Intan mengeluarkan sebotol minyak biji teh dan mengoleskan di wajahnya.Bukan karena agar dia tetap cantik, tapi karena wajahnya akan terasa sakit jika benar-benar pecah.Dia telah tiba di Manuel pada pagi kelima setelah berangkat.Hanya saja hal yang membuat Intan merasa khawatir adalah dia sama sekali tidak melihat pasukan yang mengangkut bahan pangan di jalanan. Dengan kata lain Raja Aldiso merasa bahwa dia sudah pasti menang dan tidak perlu terus menerus mengirimkan bahan pan
Intan menunggangi kuda dan mengikuti Alfred, hatinya tenggelam saat melihat api unggun yang semakin menjauh.Manuel pada awalnya memiliki 300 ribu pasukan, Kota Uldi memberi 100 ribu pasukan, jadi totalnya mencapai 400 ribu pasukan.Dikhawatirkan 200 ribu pasukan juga tidak cukup berdasarkan pengamatan Intan saat ini.Raja Aldiso telah merebut kembali 23 kota dari Manuel sepanjang perjalanannya dan hanya tersisa dua kota sekarang. terlihat jelas bahwa dia telah mengorbankan banyak tentara.Tentara barisan depan dan jenderal berdiri di kedua sisi kamp setelah mereka sampai di depan kamp komandan, Intan melirik mereka yang juga mengenakan baju besi yang rusak, wajah yang kasar dan gelap, serta janggut yang diikat.Terdapat beberapa jenderal yang berdiri dari kejauhan dan menatap mereka dari jarak yang kurang dari 30 meter di luar kamp komandan. Intan mengenal salah satu dari mereka, namanya adalah Teddi Salim yang merupakan mantan anak buah ayahnya. Paman Teddi bahkan pernah menggendongn
Baru pada saat ini Intan merasakan rasa lelah di sekujur tubuhnya, dia duduk di pinggir meja dengan kedua kaki yang gemetar dan tidak memedulikan etika lagi.Mungkin dia sedikit tidak bisa bertahan karena sudah lama tidak bepergian dengan terburu-buru seperti ini.Raja Aldiso tersenyum sampai menunjukkan gigi putihnya saat melihat tindakan Intan, "Kamu pasti sangat lelah, ya? Kamu sudah bepergian selama berapa hari?""Lima hari," ujar Intan sambil menghela napas. "Aku baik-baik saja, tapi kudaku benar-benar kelelahan.""Hebat sekali!" Raja Aldiso menunjukkan ekspresi kagum dan berteriak pada orang di luar, "Beri makan kuda dan siapkan makanan!"Terdengar suara yang keras di luar, "Baik!"Intan segera bertanya, "Apakah Raja tidak mau menyusun strategi lebih dulu? Atau mengutus orang untuk mengirim pesan ke ibu kota secepatnya dan meminta Kaisar untuk mengirim bala bantuan?"Raja Aldiso menyandarkan punggungnya di meja peta dan jari Raja Aldiso yang panjang mengetuk kakinya, kemudian ber
Intan merasa sangat kagum dengan analisis Raja Aldiso.Hanya orang yang telah lama berada di medan perang mengetahui betapa tidak masuk akalnya membuat pihak musuh menyerah hanya dengan membakar bahan pangan. Apalagi itu juga merupakan masalah perbatasan yang telah menemui jalan buntu selama beberapa tahun terakhir, yang membuat kedua negara terus berperang dalam skala kecil maupun besar dan telah berada dalam kekacauan selama belasan tahun terakhir.Selain itu Biromo bukannya tidak memiliki bahan pangan, cukup antarkan lagi setelah membakar itu semua dan sama sekali tidak perlu menyerah. Paling tidak mereka hanya akan menarik kembali pasukannya dan menghentikan perang, pasukan Negara Runa tidak perlu menyerang Biromo."Jadi masalahnya apa?" tanya Raja Aldiso.Intan tidak menyembunyikan apa pun lagi, lagi pula Raja Aldiso sudah mengutus orang untuk menyelidiki hal ini dan cepat atau lambat akan mengetahuinya, "Linda membantai seluruh Desa Panri."Raut wajah Raja Aldiso langsung berubah
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu