Nyonya Besar Diana tersenyum dengan paksa. "Suka atau tidak belum bisa dipastikan karena baru bertemu sekali saja. Tapi, karena ini jodoh yang ditentukan oleh Kaisar, hal ini pun tidak bisa dibantah. Kelak Linda dan Rudi bertugas di militer, sedangkan kamu bertanggung jawab atas Kediaman Jenderal, bahkan juga bisa menikmati jasa dari hasil perang mereka. Ini sangat bagus.""Memang sangat bagus!" Intan tersenyum. "Hanya saja kasihan pada Jenderal Linda karena dia harus menjadi selir."Nyonya Besar Diana berkata dengan senyum, "Kamu ini sungguh polos, ini jodoh yang ditentukan oleh Kaisar, mana mungkin Linda bisa menjadi selir? Selain itu dia adalah jenderal, juga seorang pejabat, mana ada pejabat yang menjadi selir, 'kan? Kalian akan menjadi istri yang setingkat, tidak ada perbedaan tingkat di antara kalian."Intan berkata, "Tidak ada perbedaan tingkat? Apa kerajaan kita ada aturan seperti ini?"Ekspresi Nyonya Besar Diana agak dingin. "Intan, kamu selalu pengertian. Karena kamu telah m
Anggota Keluarga Wijaya saling melihat karena mereka tidak menyangka Intan yang biasanya mudah diajak bicara, kali ini malah bersikap begitu keras.Selain itu, Intan bahkan tak patuh dengan kata ibu mertuanya.Nyonya Besar Diana berkata dengan dingin, "Dia pasti akan patuh karena dia tidak ada pilihan lain."Benar, sekarang dia sudah tidak ada keluarga, selain tinggal di sini, dia tidak ada pilihan lain. Selain itu, Keluarga Wijaya tidak membuatnya merasa direndahi, dia tetap istri sah.Esok paginya, Intan membawa Mutiara kembali ke Kediaman Bangsawan Belima.Kediaman ini sangat sepi, bahkan penuh dengan tumpukan daun.Karena sudah tidak diurus selama setengah tahun, Kediaman Bangsawan Belima tumbuh rumput liar yang tinggi.Ketika memasuki Kediaman Bangsawan Belima lagi, Intan merasa sangat sedih.Setengah tahun lalu, Intan mendengar kabar mengejutkan tentang sekeluarganya dibunuh. Intan dengan pasrah berlutut di depan mayat nenek dan ibunya, tubuh mereka sangatlah dingin, kediaman jug
Intan berlutut di ruang kerja sambil menundukkan kepalanya.Ketika Kaisar Roni teringat Keluarga Bangsawan Belima hanya tersisa Intan seorang, dia pun kasihan padanya. "Berdiri dulu, baru berbincang!"Intan melipat kedua tangannya sambil mengetuk kepalanya. "Yang Mulia, hari ini aku datang termasuk tindakan lancang, tapi aku juga ingin meminta rahmat Yang Mulia."Kaisar Roni berkata, "Intan, aku sudah membuat keputusan itu, tidak mungkin menarik balik."Intan menggelengkan kepalanya. "Aku ingin meminta Yang Mulia mengeluarkan perintah agar aku bercerai dengan Jenderal Rudi secara damai."Kaisar muda itu tercengang. "Cerai? Kamu mau cerai?"Awalnya kira kedatangan Intan untuk menyuruhnya menarik balik perintah itu, tak disangka dia malah meminta untuk cerai.Intan menahan air matanya. "Yang Mulia, Jenderal Rudi dan Jenderal Linda meminta pernikahan itu dengan jasa mereka. Kebetulan hari ini adalah hari kematian ayah dan saudaraku, aku juga ingin dengan jasa mereka meminta dekret untuk c
Setelah Intan pergi, Bimo pun keluar. "Yang Mulia, Ibu Suri menyuruh orang untuk mengundang Anda ke tempatnya."Kaisar Roni menghela napas. "Mungkin karena dia mencemaskan masalah Intan, ayo segera ke sana."Di Istana Heli bunga peony sedang mekar, dekorasi istana juga megah dan terlihat indah.Bahkan bunga mawar di tembok istana juga sudah bermekaran.Ibu suri sedang duduk di kursi mahoni dengan sandaran bundar di aula utama. Ibu suri mengenakan jubah ungu, juga memakai konde giok putih di rambutnya dan terlihat sedih."Aku memberi hormat pada Ibu!" Kaisar Roni memberi hormat.Ibu suri menatapnya, lalu menyuruh keluar semua pelayan, baru menghela napas. "Dekret menyetujui pernikahanmu itu sungguh tak bijak. Perbuatanmu itu tidak hanya akan membuatmu merasa bersalah pada Marko, juga memberi contoh buruk pada rakyat."Suara Ibu Suri menjadi tegas. "Negara Runa punya aturan kalau pejabat tidak boleh punya selir dalam waktu lima tahun setelah menikah. Lima tahun adalah waktu yang pendek,
Esok harinya, Rudi datang ke istana karena panggilan Kaisar. Awalnya kira bisa langsung menemui Kaisar, bagaimanapun sekarang dia adalah pejabat yang terkenal.Namun, dia malah menunggu di luar ruang kerja selama dua jam, baru Bimo keluar dan berkata, "Jenderal Rudi, Kaisar sedang sibuk. Katanya suruh Anda kembali dulu, lain hari baru memanggil Anda kemari lagi."Rudi tercengang. Dia sudah menunggu lama di luar ruang kerja, juga tak melihat ada pejabat yang masuk, jadi bisa dipastikan kalau Yang Mulia tidak membahas hal penting dengan pejabat.Rudi bertanya, "Kasim Bimo, Yang Mulia memanggilku kemari karena hal apa?"Bimo hanya menjawab dengan senyum, "Jenderal, aku tidak tahu."Rudi merasa agak aneh, tapi dia tidak berani masuk dan tanya pada Kaisar. "Tolong Kasim Bimo memberi petunjuk, apa aku sudah melakukan kesalahan?"Bimo menjawab dengan senyum, "Jenderal baru pulang, jadi hanya ada jasa, tidak ada kesalahan.""Jadi Yang Mulia ...."Bimo memberi hormat. "Harap Jenderal pulang dul
Rudi menghela napas lega, tetapi tetap berkata dengan nada dingin, "Ini kutukar dengan jasaku. Kalau Yang Mulia benar-benar menarik kembali dekretnya, itu pasti akan membuat para tentara kecewa. Hari ini, Yang Mulia panggil aku ke Istana, tapi tidak menemuiku. Mungkin karena kamu mengeluh pada Yang Mulia. Intan, aku tidak akan perhitungan denganmu, tapi aku sudah cukup baik padamu.""Kuharap kamu bisa sadar diri dan jangan membuat masalah lagi. Setelah aku dan Linda menikah, aku akan memberimu anak agar kamu punya sokongan di hari tua."Intan menunduk ke bawah dan memberi perintah dengan cuek, "Mutiara, antar tamu keluar!"Mutiara maju seraya berkata, "Jenderal, silakan!"Rudi mengibaskan tangan dan langsung pergi.Sebelum Intan bisa berbicara, Mutiara sudah meneteskan air mata tanpa henti.Intan menghampirinya, lalu bertanya, "Kamu kenapa lagi?""Aku merasa sedih untuk Nona. Nona tidak sedih?" tanya Mutiara dengan suara bindeng.Intan tersenyum saat menjawab, "Sedih, tapi apa gunanya?
Setelah mengantar Riel pergi, Intan kembali ke Kediaman Wanar. Sejam kemudian, Rudi datang bersama Linda.Intan sedang membenahi laporan keuangan bulanan Keluarga Wijaya di ruang kerjanya. Melihat mereka datang, tatapannya tertuju pada tangan mereka yang bertautan.Intan menghirup wangi gaharu yang dibakar dalam pot emas bermotif binatang. Baiklah, langsung bicarakan saja.Setelah menyuruh Mutiara keluar, Intan berkata, "Silakan duduk!"Linda memakai gaun merah yang disulam dengan kupu-kupu emas. Begitu duduk, gaunnya menjuntai sehingga kupu-kupu itu tampak diam.Linda tidak termasuk cantik, tetapi sangat gagah."Intan!" seru Linda sambil menatap lurus padanya. Dia telah membunuh banyak musuh di medan perang sehingga yakin Intan tidak akan berani menatap matanya karena wibawanya. Namun, di luar dugaannya, mata Intan jernih dan tidak ada rasa takut."Jenderal, langsung katakan saja!" ucap Intan."Dengar-dengar, kamu ingin ketemu aku? Aku sudah datang sekarang. Aku hanya mau tanya, apa k
Walau sedih, Linda menjawab, "Aku bukan orang yang suka iri atau cemburu. Selain itu, demi kebaikanmu sendiri, kamu juga bisa punya sokongan di hari tua kalau punya anak sendiri. Setelah kamu hamil, dia pergi ke tempatmu atau tidak bukan urusanku."Linda jelas marah saat mengatakan kalimat terakhir.Rudi bergegas berjanji, "Jangan khawatir, aku tidak akan menyentuhnya lagi kalau dia sudah hamil.""Kamu tidak perlu berjanji, aku bukan orang kikir." Linda memalingkan tatapan, matanya penuh dengan kekesalan.Intan merasa dua orang di depannya sungguh konyol. Dia beranjak dari kursinya, lalu menatap Linda dan berseru dengan tegas, "Kehidupan perempuan sudah cukup sulit, kenapa kamu masih menghina kaum perempuan? Kamu sendiri juga perempuan, jangan merendahkan perempuan hanya karena kamu bisa maju ke medan perang. Memangnya di mata kalian, aku hanya bisa hidup mengandalkan keturunan Keluarga Wijaya? Memangnya aku tidak punya kesibukan sendiri atau kehidupan yang kuinginkan? Memangnya aku ha
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu