Saat Nyonya Besar Brina pergi, Intan meminta Dayang Ita mengambilkan setengah kilogram sarang burung walet untuknya.Nyonya Besar Brina selalu batuk di cuaca dingin. Intan sering memberikan sarang burung walet padanya dulu.Akan tetapi, Nyonya Besar Brina menolak. Intan menggunakan kata-kata yang Nyonya Besar Brina katakan tadi. "Kalau Nyonya tidak ambil, berarti Nyonya memandang rendah aku. Aku juga tidak akan mengambil barang dari Nyonya."Intan hendak menyuruh Dayang Ita mengembalikan gelang emas."Ya, aku ambil, aku ambil." Nyonya Besar Brina bergegas mengambil sarang burung walet. "Aku benar-benar tidak enak hati selalu mengambil barang darimu.""Nyonya sudah menemaniku melewati masa-masa tersulit, aku ingat itu." Intan menggandeng tangan Nyonya Besar Brina dan mengantarnya ke luar.Dulu saat Keluarga Belima dibantai, keluarga Nyonya Besar Diana juga memberi penghiburan, tetapi hanya omongan belaka. Hanya Nyonya Besar Brina yang menemani Intan dengan tulus.Nyonya Besar Brina mere
Tabib Riel segera diundang ke rumah. Setelah diperiksa, Tabib Riel mengapresiasi kerja keras Ahmar dan memuji daya pemulihan Erik.Kemudian, Tabib Riel mencubit hidung Erik. "Nak, kamu hebat sekali. Kakek Riel pikir setidaknya butuh setengah sampai satu tahun.""Tapi, bukankah Paman Riel bilang Erik baru bisa bicara setelah memuntahkan darah beracun?" tanya Intan buru-buru."Tidak harus. Racun di dalam tubuh Erik sudah hampir hilang semua. Tapi sudah dua tahun Erik tidak berbicara, itu agak sulit baginya. Apalagi terapi akupunktur terhadap tenggorokan Erik selama ini, pasti ada sedikit rasa sakit. Pelan-pelan saja, akan sembuh nanti."Semua orang menyahut dengan lega. Mereka memandang satu sama lain dan tersenyum.Sebelumnya, semua orang menunggu setiap hari kapan Erik akan memuntahkan darah hitam. Alhasil, tidak perlu begitu.Ilmu pengobatan Tabib Riel sungguh ajaib.Intan berlutut dan bersujud pada Tabib Riel. "Harusnya Erik yang bersujud padamu, tapi kakinya sakit. Setelah Erik dewa
Larut malam, Intan baru kembali ke kamar dan tidur. Pagi-pagi sekali, Mutiara datang untuk melapor bahwa Linda berada di luar rumah dan ingin menemui Intan. Linda berteriak-teriak, tetapi tidak bisa diusir. Oleh karena itu, Mutiara terpaksa harus membangunkan Intan.Intan duduk di ranjang dan melamun sejenak dengan mata yang mengantuk. Linda benar-benar datang.Setelah bangun, Intan memusatkan konsentrasi untuk mendengar menggunakan kekuatan internal. Di luar memang sangat berisik, itu suara Linda.Selain itu, ada suara gedor pintu yang keras. Jika terus begitu, Erik akan terbangun. Kondisi Erik sudah jauh lebih baik, tetapi Erik masih sangat takut akan suara nyaring.Reaksi pertama dari Intan adalah mengambil Tombak Bunga Persik dan mengusir Linda.Namun, tetangga-tetangga di sekitar Kediaman Adipati Belima adalah keluarga bangsawan. Tidak peduli apa yang Linda lakukan, sekarang Intan adalah kepala Keluarga Adipati Belima. Tidak baik jika kepala keluarga mengusir tamu.Baiklah. Intan
Linda tertawa setelah mendengar jawaban Intan. "Kamu bahkan tidak berani berkata jujur. Intan, mana keberanianmu? Dasar munafik!"Intan mengabaikan Linda dan meneruskan, "Kedua, aku masih ingat omongan sombongmu waktu itu. Kamu menghina kaum wanita. Aku tidak akan iri padamu, aku justru memandang rendah kamu. Sebagai sesama wanita, kamu sama sekali tidak berbelas kasihan pada wanita. Kepribadianmu buruk sekali."Linda mendengus. "Benarkah? Kamu begitu terampil dalam seni bela diri, kalau kamu tidak menyukaiku, kenapa kamu tidak bertarung denganku waktu itu?""Karena tidak sudi!" Mata Intan menjadi gelap. "Saat itu, kamu hanyalah badut jenaka di mataku. Aku tidak sudi untuk bertarung denganmu. Kamu menyindirku, aku juga menyindirmu. Selama ini, Rudi-lah yang telah melanggar janjinya. Aku hanya menargetkan Rudi.""Tidak Sudi? Aku tidak percaya kamu tidak ingin bunuh aku waktu itu." Linda mendengus lagi. "Aku tahu, nona bangsawan seperti kalian itu munafik dan suka berpura-pura, tapi sang
Intan beranjak dari kursi dan berjalan selangkah demi selangkah melewati genangan air ke depan Linda. Lalu, Intan membungkuk dan berbisik di telinga Linda, "Pembalasan dendam dari Sanji belum menyadarkanmu? Kamu masih mengira kamu adalah jenderal wanita terhebat? Linda, kamu bukan siapa-siapa. Rudi hanya menikahimu demi sensasi. Kalau Rudi benar-benar mencintaimu, Rudi harusnya memberimu posisi istri utama, bukan istri kedua."Wajah Linda menjadi pucat. "Itu karena Rudi masih menghormatimu dan aku tidak peduli dengan status."Intan mencengkeram kerah baju Linda, lalu melepaskannya dan merapikannya. Suara Intan sedingin es. "Apa aku perlu penghormatan darinya? Kalau kamu tidak peduli dengan status, apa yang kamu dapatkan? Kamu datang hari ini untuk bersikap congkak di depanku karena pikir aku akan menoleransimu demi menjaga nama baik?"Intan memegang dagu Linda dengan kuat sampai hampir menghancurkan tulang Linda. Mata Linda penuh air mata karena kesakitan. "Mudah sekali bunuh kamu, tap
Ejekan Intan membuat Linda marah.Linda langsung berdiri dan menendang perut Intan. Alih-alih menghindar, Intan melancarkan sikuan keras ke tulang betis Linda. Linda menjerit karena rasa sakit dahsyat saat tulangnya patah.Intan menarik kerah baju Linda dan mendorong Linda ke kursi. Lalu, Intan membungkuk seraya menatap Linda dengan mata yang dingin. "Beraninya kamu main tangan di rumahku? Apa tujuanmu datang ke sini hari ini?"Linda berjuang keras untuk membebaskan diri, tetapi gagal. Cadar Linda jatuh sehingga menampakkan sebelah wajahnya yang jelek.Melihat Intan menatap wajahnya, Linda berteriak, "Karena kamu! Aku datang hari ini untuk menuntutmu! Kamu bisa membawa pasukan untuk menyelamatkanku waktu itu, tapi kamu tidak. Kamu bahkan menghentikan Rudi untuk menyelamatkanku. Intan, kamu membenciku karena merebut Rudi darimu, jadi kamu sengaja membiarkan Sanji menyiksaku. Kamu jelas dengki dan benci padaku. Kamu masih tidak mau mengaku? Dasar munafik!""Kamu! Kamu yang merusak hubung
Intan mengangkat kakinya untuk menendang bagian belakang lutut Linda yang membuatnya langsung berlutut."Apakah kamu tahu bagaimana mereka meninggal? Semua tubuh mereka ditusuk 18 kali, coba kamu pikirkan kenapa bisa ditusuk 18 kali!""Tidak!" Raut wajah Linda memucat, menelan air ludahnya dan memutar bola matanya. Linda sudah mengingatnya, mereka menangkap jenderal muda dari Biromo, lalu menebasnya sebanyak 18 kali dan juga memotong ...."Tidak mungkin, itu adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang Biromo. Keluargamu dibunuh oleh mata-mata Biromo dan sama sekali tidak ada hubungannya denganku."Linda ingin berdiri dan melarikan diri, tapi Intan menekan bahu Linda dengan kuat yang membuat Linda terus berlutut tanpa bisa bergerak."Seluruh anggota Keluarga Bangswan Belima dibunuh karena perbuatanmu di Kota Uldi, bahkan keponakanku yang masih kecil juga termasuk. Tubuh kecilnya sudah lemah sejak lahir dan terus minum obat untuk bertahan hidup. Tubuhnya hancur terpotong-potong karena dit
Linda kembali teringat dengan kejadian yang terjadi di medan perang Manuel dan memang merasa bahwa dia telah dijebak.Linda telah berhasil menebak beberapa hal, tapi tidak ingin memercayainya dan terus mencari banyak alasan.Alasan terbesarnya adalah karena Raja Aldiso ingin menaikkan jabatan Intan, jadi Raja Aldiso telah mengatakan dari awal bahwa dia ingin menghilangkan penghargaan Linda.Hanya saja, Intan menceritakan kembali masalah ini dengan jelas dan Linda tidak memiliki tempat untuk melarikan diri, jadi dia hanya bisa merangkak ke arah pintu dan meringkuk di sana sambil menggelengkan kepalanya dan bergumam, "Bu ... bukan seperti itu."Intan berdiri di depan papan nama, terdapat lentera teratai di belakang Intan yang membuat wajahnya tidak bisa terlihat dengan jelas, "Linda, kamu masih hidup dan seharusnya merasa bersyukur."Suara Intan terdengar sangat pelan, "Sedangkan keluargaku tidak akan pernah kembali lagi untuk selamanya dan semua ini karena kamu, bagaimana mungkin aku ti
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu