'Dina bisa memberikan keturunan buatmu. Dina juga bisa menjadikan kamu seorang ayah'
Kalimat itu terus terngiang, berulang kali terputar diotak seperti kaset rusak. Semakin dipikirkan semakin membuat Abiyan sakit kepala.
Pria itu tidak pernah menyangka jika kedatangan ibu dan adik perempuannya kali ini untuk membahas sesuatu yang sensitif. Sensitif bila didengar oleh Berliana.
Mungkin akan terjadi perang besar, dan Abiyan takut jika Berliana akan bertindak. Ia sadar istrinya terlalu lelah dengan kelakuan ibu dan adik-adik suaminya.
"Kenapa mas? Kok aku perhatiin kamu ngelamun dari tadi, mikirin kerjaan? Atau yang lain?" tanya Berliana saat wanita itu baru saja keluar dari kamar mandi.
Abiyan mendongak, tersenyum kepada wanitanya, "Sedikit mikirin masalah kerjaan, kenapa hem? Mau keluar gak nanti malam?" tawarnya tiba-tiba.
Tidak langsung menjawab, Berliana berjalan ke arah lemari seraya memilih beberapa baju yang akan ia kenakan, "Ibu sama Vina tadi ngapain Mas? Katanya penting, emang apa?"
Abiyan yang sebelumnya menyenderkan tubuh di kepala ranjang, langsung menegakkan tubuh seketika Berliana bertanya seperti itu. Tidak mungkin dia berkata jujur kepada Berliana, yang ada beberapa detik setelahnya akan terjadi pertengkaran antara mereka berdua.
"Enggak sih, gak penting. Cuma mau minta saran aja, soalnya Vina mau buka cafe."
"Buka cafe?"
"Iya."
"Ohh."
***
Abiyan memutuskan mengajak Berliana pergi keluar untuk menyegarkan pikiran. Sekalian juga quality time sebagai sepasang suami istri. Mengingat akhir-akhir ini Abiyan sibuk dengan pekerjaan dan Berliana yang sedang sibuk-sibuknya dengan urusan butik.
Iya, wanita itu launching butik baru, yang mana sekarang masih on proses.
"Mas, aku mau beli tas—"
"Abiyan. Kita bertemu disini, apa kabar?"
Abiyan dan Berliana menoleh secara bersamaan ke sumber suara, ekor mata Berliana melirik ke arah suaminya, "Siapa Mas?" tanyanya, masih dengan menatap pria dengan setelan formal di hadapannya.
Mungkin pria tersebut rekan bisnis suaminya.
"Istri lo?"
"Hah? Ah iya—ini istri gue."
"Waw cantik ya, lebih cantik dari yang sebelumnya." ucap pria itu, matanya menatap Berliana dengan kagum.
"Vano," ujarnya memperkenalkan diri, dengan tangan terulur ke arah Berliana.
Sepasang suami istri tersebut saling bertatapan, entah apa yang saling mereka ungkapkan lewat isyarat mata.
"Berliana. Anda teman Abiyan?"
"Ah Berliana, kayaknya nama itu enggak asing di telinga. Hmm beberapa tahun lalu, sepertinya nama Berliana mengguncang dunia perbisnisan. Bukankah begitu?"
Berliana berdecak pelan, matanya menatap tak suka pria bernama Vano tersebut. Dari nada bicaranya barusan, terdengar seperti tengah meledek.
Jika pun si Vano ini adalah pembisnis atau rekan kerja Abiyan, Berliana tidak mengenalnya. Walaupun sepertinya Vano mengenal dirinya. Entah sebagai istri Abiyan atau sebagai Berliana si workaholic beberapa tahun lalu, saat masih memimpin perusahaan.
Tidak mau ambil pusing, Berliana memilih meninggalkan dua pria itu untuk berbicara.
"Aku mau beli tas, kamu ngobrol aja sama dia."
"Sendirian?"
"Iya."
"Gapapa?"
"Gapapa."
***
Sebenarnya ada yang mengganggu pikirannya sejak meninggalkan Abiyan berbicara berdua dengan rekan kerjanya.
Entah ini hanya perasaannya saja atau bagaimana, Berliana merasa setiap kalimat yang terucap dari bibir Vano meninggalkan kejanggalan, yang sukses membuat Berliana kepikiran.
"Ini tas keluaran terbaru Bu. Di desain khusus dengan bahan premium yang hanya diproduksi sebanyak 5 buah saja. Ibu cantik bila memakainya, terlihat cocok dan pas." ucap pelayan perempuan yang menemani Berliana berkeliling melihat-lihat isi toko.
"Saya gak terlalu suka warna yang mencolok." ucapnya dengan mata yang melihat sekeliling ruangan. Matanya terkunci pada tas yang berada di etalase atas, terlihat begitu mewah dan elegan.
"Saya mau itu—"
"Saya ambil tas itu."
Berliana melirik kerah kirinya, dimana ada seorang wanita yang menunjuk tas yang sama seperti yang dia inginkan.
"Aku yang pertama melihat tas ini, jadi ini milikku."
Berliana tercengang, menatap tak percaya wanita di hadapannya yang tiba-tiba berbicara seperti itu. Seolah Berliana ingin melakukan drama rebut-rebutan seperti yang ada di sinetron-sinetron. Mana ada seperti itu.
"Saya bila ambilkan tas itu kalau ibu menginginkannya." ucap pelayan memberikan kesempatan Berliana untuk memiliki tas tersebut.
"Gak perlu, saya mau cari tas yang lain aja. Mungkin tas itu, kamu bisa bungkuskan untuk saya." tunjuknya pada satu tas berwarna hitam dengan model tak kalah elegan dari yang sebelumnya Berliana pilih.
"Baik bu, ibu bisa menunggu di sana sebentar."
Tanpa Berliana sadari, sejak tadi ada dua orang yang memperhatikannya dari jarak dekat. Tak lain tak bukan adalah wanita yang sama, yang menginginkan tas yang sempat ingin dibeli oleh Berliana.
"Gayanya sombong banget ya bu. Kayaknya orang kaya baru deh. Dia langsung pilih tas lain padahal yang dia pingin itu tas yang aku pegang ini."
"Biarin lah gak penting juga."
"Oh iya, ibu lupa tanya soal kemarin. Gimana-gimana, kabar dia sekarang?"
"Hmm. Dia udah nikah bu, tapi kayaknya bisa deh aku rebut dia lagi. Lagian sekarang dia udah mapan, ayah juga pasti gak bakal nolak kalau dia lamar aku. Iya kan bu?"
"Benar sih, tapi kamu tahu enggak dia nikah sama siapa? Aduh jangan deh, ibu gak mau ya kalau kamu sampai di cap pelakor karena rebut suami orang."
Wanita cantik itu menggelengkan kepala, "Enggak bakal. Soalnya aku dengar-dengar istrinya itu gak disukai sama keluarganya Abiyan. Gak tahu kenapa, tapi itu jadi peluang aku untuk masuk di tengah-tengah mereka."
Sarah terdiam, dia takut sesuatu buruk terjadi kepada putrinya. Bagaimanapun juga mendekati pria yang sudah beristri adalah resiko yang besar, bisa-bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Kamu yakin kalau Abiyan masih bisa nerima kamu? Kamu tahu sendiri kan Din, kalau ayah yang nolak dia mentah-mentah waktu dia mgelamar kamu. Ibu takut aja."
"Ya makanya itu bu, aku yakin banget dia masih ada rasa ke aku. Soalnya adiknya sendiri juga bilang kalau cinta lama itulah pemenangnya. Lagian nih ya, istrinya itu mandul dan gak bisa kasih keturunan. Jadi aku bakal miliki Abiyan dengan menjadikan dia sebagai seorang ayah."
"Terserah kamu deh, yang penting gak resiko. Tapi kalau bisa kamu harus nikah sama dia, gimana pun caranya. Soalnya kamu bakal tetap kalah kalau kamu gak punya status meskipun nantinya kamu kasih dia anak."
"Itu udah pasti. Ibaratnya jalan aku buat masuk kedalam pernikahan Abiyan dan istrinya itu mulus banget. Ibunya Abiyan masih berharap aku untuk jadi menantunya, keluarga Abiyan yang gak suka sama istrinya Abiyan, istrinya Abiyan yang mandul. Itu seolah kesempatan yang gak bakal datang dua kali." ucap Dina dengan senyuman lebar.
Ah, dia jadi membayangkan bagaimana kehidupannya kelak jika bisa merebut kembali seorang Abiyan untuk menjadi miliknya. Bukankah yang lama itu yang akan jadi pemenangnya? Kalaupun tidak, dia akan tetap membuat Abiyan menjadi miliknya. Apapun caranya, Abiyan harus kembali padanya.
Dina tiba-tiba tersenyum. Siapapun yang melihatnya pasti akan merasa ngeri.
***
Menjalani rumah tangga ternyata tidak semudah yang aku kira. Awalnya aku masih memegang prinsip, yaitu menikah haruslah di umur 30 tahun keatas, karena di usia itu aku merasa lebih matang dan siap dalam segala aspek. Namun siapa sangka jika aku malah jatuh cinta dengan salah satu pegawai bagaian administrasi di kantor. Itu hal yang gila, tapi aku lebih gila lagi karena sudah memperjuangkan cinta, yang bahkan saat itu aku tidak tahu arti cinta yang sebenarnya itu seperti apa. Aku hanya tahu, aku menyukai dan tertarik kepada Abiyan. Ada rasa ingin memiliki, mengagumi dan lama-kelamaan dia begitu spesial di mataku. Kesan pertama bertemu, aku begitu terkesima dengan cara bicara Abiyan yang terkesan tegas dan berwibawa meskipun hanya seorang staf administrasi. Semua yang ada pada diri Abiyan membuat aku tertarik, sampai rela membayar orang untuk memata-matai pria itu. Bagaimana dia, keseharian serta latar belakang keluarganya. Cukup terdengar seperti wanita bodoh, itu memang bena
Seusai balik ke rumah usai pertemuannya dengan sang sepupu, membuat Berliana kepikiran sesuatu. Ada yang mengganjal di hatinya, dan itu membuatnya gelisah sepanjang perjalanan. Niatnya Berliana akan mampir sebentar ke perusahaan, mengingat sudah lama Berliana tidak melihat langsung kondisi di sana. Apalagi sejak dia memutuskan berhenti menjabat, dan memercayakan perusahaan sepenuhnya kepada Abiyan, Berliana mulai jarang mengurusi masalah pekerjaan. Tapi mood Berliana sudah kacau saat Sania berkata seperti itu. Iya Sania, dia merupakan sepupu dekat dengan Berliana. Dan di antara semua keluarga, bisa dibilang Sania yang paling dekat dengan dirinya. Perkataan Sania di akhir membuatnya kepikiran sampai sekarang. Apa yang dikatakan Sania tidak ada yang salah, justru Berliana membenarkan semuanya. Namun, ada satu yang sulit Berliana terima. Yaitu, kenyataan jika saja suaminya punya wanita lain di belakangnya. Ini tidak menutup kemungkinan. Mengingat Abiyan adalah anak yang—ya begi
Gagal sudah rencana berlibur ku dengan Berliana ke Makassar. Aku relakan tiket pesawat kami karena adanya permasalahan antara kita berdua. Oh tidak, lebih tepatnya masalah yang ibuku timbulkan. Lagi dan lagi ibu membuat ulah dan mengganggu rumah tangga kami. Kali ini aku tidak akan tinggal diam, ibu sudah kelewat batas dengan memperkenalkan Dina kepada Berliana. Ibu sukses membuat Berliana naik pitam, dan sekarang wanita itu tengah menuntut penjelasan mengenai siapa Dina dan hubungan seperti apa dulu wanita itu dengan ku. Brakkk "Abiyan! Apa-apaan sih kamu. Datang-datang banting pintu rumah. Kenapa?!" "Seharusnya aku yang tanya, kenapa bu? Kenapa ibu lancang sekali?" "Lancang apa sih? Gak jelas banget kamu ini!" Aku mengacak rambut frustasi, kepalaku terasa berat memikirkan ini semua. Di satu sisi rumah tanggaku sedang runyam, Berliana menuntut penjelasan dan ibuku biang permasalahannya. Harus apa aku? Harus bagaimana agar bisa memberi pengertian kepada ibuku tanpa mengh
"Lin, Lin. Bangun dong, gila aja lo ambruk di sini. Di rumah kek, gue bingung bawa pulangnya." Sania terus saja menggoyang tubuh Berliana yang tertunduk lemas. Sepertinya wanita itu terlalu banyak minum dan mengakibatkan hilangnya kesadaran diri. Sedangkan Sania, dia tidak mau ikut-ikutan mabuk, sebab tahu jika dia kemari tidak sendiri. Apa jadinya jika mereka berdua sama-sama hilang kesadaran. Bisa-bisa dibungkus buaya disana. "Sumpah, ingetin gue buat maki-maki mertua lo nanti. Tahu gini mending gue cegah lo ke bar." Sania menggelengkan kepala, dia takjub melihat banyaknya botol kosong berjajar di atas meja mereka. Dari tujuh botol, tersisa setengah botol saja, lainnya Berliana yang menghabiskan sendiri. Ah tidak, Sania juga ikut minum tapi tidak sebanyak itu. Tapi jika harus membawa Berliana sendiri dan mengemudikan mobil, Sania rasa tidak bisa. Dia tidak sekuat itu. Apalagi dia mulai merasakan pening yang menyerang. "Gue pesenin taxi online ya, tapi gue takut nanti ki
Sejak kejadian dimana Abiyan meminta maaf kepada Berliana, sifat pria itu mulai dirasa berubah. Mulai dari tingkah laku sampai rutinitasnya, tidak pernah luput dari perhatian Berliana. Berliana kebingungan, apalagi hampir seminggu ini hubungan keduanya tidak kunjung membaik. Seolah ada dinding di tengah-tengah mereka. Oh ya Tuhan, jangan lupakan kalau sudah seminggu ini Abiyan dan Berliana pisah kamar. Entahlah apa yang sebenarnya terjadi. Berliana dengan keras kepalanya yang tetap ingin Tari meminta maaf secara langsung dan Abiyan yang mungkin sudah lelah menghadapi istri dan ibunya. Berliana tidak salah, Abiyan juga tidak salah. Takdir sendiri yang membuat mereka berdua ada di situasi yang tidak mengenakkan. "Bu, sarapannya udah siap. Menunya sesuai request an ibu Berlin semalam." ucap salah satu asisten rumah tangga. Membuat pandangan Berliana teralihkan. "Iya, saya bentar lagi turun. Oh iya, suami saya udah berangkat?" "Udah Bu, pagi-pagi sekali." "Ya udah kamu bole
Baru saja sejam yang lalu Abiyan mengirim pesan agar Berliana segera menuju ke restoran. Tapi baru saja masuk dan memesan makanan, Abiyan malah menelepon dan berkata tengah ada urusan mendadak yang tak bisa ditinggalkan.Padahal pria itu sendiri yang bilang ingin menyelesaikan masalah mereka. Akan tetapi, sepertinya Abiyan tak serius dengan ucapannya. Buktinya pria itu tanpa rasa bersalah langsung membatalkan janji temu mereka.Geram sekali Berliana terhadap tingkah laku suaminya. Urusan mendadak seperti apa sampai-sampai tidak bisa ditinggalkan. Di perusahaan jabatannya sebagai direktur, tidak bisakah melemparkan urusan ke sekertaris pribadi? Apa gunanya jabatan tinggi kalau tidak bisa diandalkan disaat-saat penting. Lagipula tidak setiap hari Abiyan keluar dengan Berliana. Sebegitu pentingnya pekerjaan bagi Abiyan.Heran sekali, semakin lama Abiyan semakin gila dengan pekerjaannya. Apapun selalu pekerjaan yang dia nomor satukan.Pembicaraan mereka ini juga penting.Ah, sejak menikah
Pria berperawakan tinggi dengan pakaian kantor yang melekat di tubuhnya, terlihat jelas raut wajah letih darinya. Dia Abiyan.Hari ini, dia menghabiskan waktu seharian dengan wanita yang baru saja menjadi istri keduanya. Bukan tanpa sebab Abiyan melakukan hal ini. Selain desakan dari sang ibu yang terus-menerus menginginkan cucu, Abiyan terjebak pada wanita masa lalu yang kembali hadir di dalam hidupnya. Dan merusak semua mimpinya dengan Berliana.Entah setan dari mana yang membuat Abiyan nekat melakukan hal ini. Dia tahu bagaimana akhir dari semua ini bila Berliana mengetahuinya.Abiyan sangat kenal betul bagaimana Berliana. Selama empat tahun hidup bersama, Abiyan akui jika Berliana adalah wanita yang sangat baik serta menghormatinya sebagai seorang suami. Tapi apa yang dikatakan ibu serta adik-adiknya ada benarnya juga, pernikahan akan hambar seiring berjalannya waktu jika tidak ada anak ditengah-tengah mereka. Sekuat apapun Abiyan mencoba, dia juga seorang pria yang menginginkan a
Berliana duduk di ruangan HRD. Ia memperhatikan sekitar dan tatapannya kembali terpusat pada satu map yang berisi laporan keuangan perusahaan selama setahun terakhir. Empat orang duduk dihadapan Berliana, meliputi HRD, kepala staf keuangan, karyawan dan Anastasia yang merupakan sekertaris pribadi suaminya."Sesuai yang ibu minta, ini laporan keuangan perusahaan selama setahun terakhir.""Boleh di jelaskan?""Baik Bu."Rasanya oksigen di ruangan ini semakin menipis, Berliana ketakutan sendiri dengan apa yang akan dia dengar setelah ini. Kebohongan apa lagi yang akan Berliana ketahui.Andai semalam tidak ada notifikasi dari bank, mungkin hari ini Berliana tidak akan ke perusahaan. Dan Berliana tidak akan se khawatir ini pada Abiyan."Tidak ada yang aneh selama setahun ini. Tapi dua tahun terkahir Pak Abiyan melakukan transaksi sebesar 3M untuk membeli rumah di daerah Jakarta Selatan. Lalu di bulan Januari ada pengeluaran sebesar 567 juta untuk pembelian tanah di daerah Bandung. Dan bebe
Berliana duduk di ruang tamu, merenungkan perjalanan panjang yang telah dia dan Abiyan lalui beberapa waktu dalam memperbaiki rumah tangga mereka. Beberapa bulan terakhir ini, mereka berhasil menyelesaikan masalah-masalah mereka dan merasa hubungan mereka semakin membaik setiap harinya. Berliana merasa tenang dan bahagia jika terus seperti ini. Ya, Berliana harap ini akan bertahan dengan waktu yang lama.Berliana tersenyum puas, ketika melihat suaminya datang menghampirinya, “Mas, akhir-akhir ini rasanya rumah tangga kita semakin harmonis. Aku merasa tenang dan bahagia.”Abiyan duduk di sebelah Berliana, merangkul pinggang wanita itu, “Iya, aku juga merasakannya. Ini adalah hasil dari kerja keras kita bersama dan tekad kita untuk memperbaiki hubungan kita. Aku sangat senang melihatmu bahagia, sayang.”“Terima kasih, mas. Aku benar-benar merasakan perubahan dalam hubungan kita. Dan yang terpenting, tidak ada lagi gangguan dari ibu dan adik-adikmu. Rasanya lebih intim dan kita bisa foku
Abiyan dan Berliana duduk di balkon kamar mereka, sinar matahari senja menerangi wajah mereka yang penuh harapan. Setelah melewati beberapa masalah rumah tangga, mereka memutuskan untuk mulai menyelesaikan konflik mereka dan berniat untuk menjadi lebih saling terbuka lagi.Ya, setelah pergulatan sebagaimana suami istri lakukan, Abiyan membuka topik pembicaraan yang mengarah pada masalah yang menimpa mereka beberapa waktu lalu.Awalnya Berliana tidak ingin membahas hal itu dan memutuskan akan mencari tahu sendiri. Lagipula dia tidak puas dengan jawaban yang suaminya berikan.Tapi, pagi itu Abiyan memberikan janji bahwa sepulang dia dari kantor, dia akan menyelesaikan semua masalahnya dengan Berliana. Mau bagaimana lagi, Berliana membuka pintu, mengizinkan bila pria itu ingin menyelesaikan kesalahpahaman diantara mereka berdua.Abiyan menggenggam tangan Berliana dengan erat, “Sayang, aku ingin kita mulai mengatasi masalah kita dengan lebih jujur. Aku merasa kita perlu menjadi lebih terb
“Tumben lo ngajak gue keluar? Lagi ada masalah ya?”“Gak juga sih. Ya gue cuma pingin aja keluar. Kenapa? Lo keberatan ya Lin?”“Hooh sepertinya. Hahaha.”Mereka berdua terlibat obrolan singkat, sampai pada Sania yang menyinggung persoalan rumah tangga sahabatnya. Berliana.“Gimana masalah lo sama Abiyan? Aman kan?”“Iya. Kemarin kita baikan, dan dia juga udah minta maaf buat kesalapahaman antara kita.”“Ya okelah kalau gitu.”Berliana memperhatikan raut wajah Sania, yang seolah ragu dengan ucapannya sendiri.“Kenapa San?”“Gapapa, emangnya kenapa?”“Lo kayak gimana gitu pas dengar gue udah baikan sama Abiyan. Kenapa?”Yap, tepat sekali. Berliana sangat pintar membaca ekspresi wajah, apalagi Sania yang tidak pandai menyembunyikan mimik wajahnya.“Hmm gimana ya Lin. Gue bingung mau ngomongnya.”“Bingung kenapa?” tanya Berliana. Wanita itu dibuat penasaran dengan perkataan Sania.“Hmm, sorry nih ya. Tapi, suami kamu punya selingkuhan?”***Atas dasar apa Sania bertanya seperti itu.Sani
Berliana duduk di balkon kamar, menatap ke luar dengan wajah penuh kecemasan. Dia merasa sangat sedih dan takut kehilangan Abiyan. Mereka baru saja berbicara dan mencoba menyelesaikan masalah rumah tangga mereka yang sempat terguncang masalah.Abiyan masuk ke kamar dengan wajah yang agak tegang. Dia merasa sangat lega bisa membicarakan masalahnya dengan Berliana, tapi masih ada kekhawatiran di hatinya.Dia berjalan mendekati Berliana dan memegang merangkulnya dari arah belakang."Sayang, aku minta maaf atas semua masalah yang terjadi di antara kita. Aku mencintaimu dan tidak ingin kehilanganmu." ungkap Abiyan. Pria itu menarik tubuh sang istri, di peluknya dengan erat.Berliana menatap Abiyan dengan wajah bingung, namun juga merasa lega dan bahagia mendengar perkataan Abiyan.“Aku juga mencintaimu, mas. Dan aku merasa sangat bersyukur bahwa kita bisa bicara dan menyelesaikan masalah kita.”Ya, tadi pagi sekitar pukul 7. Abiyan sudah balik dari luar kota dan langsung menemui Berliana u
Suasana pagi di rumah Ibu Abiyan, begitu terasa tenang. Abiyan duduk di ruang tamu sambil sesekali membaca email yang masuk dan mengerjakan proposal perusahaan. Rencananya ia akan balik ke Jakarta hari ini dan meluruskan semua masalahnya dengan Berliana yang semakin merambat kemana-mana.Abiyan juga sudah berbicara dengan ibu dan ketiga adiknya. Menegaskan kepada mereka, bahwa tak seharusnya mereka memperlakukan Berliana seperti itu.Abiyan juga mengungkit-ungkit kehidupan mereka dulu, yang serba kekurangan. Tapi setelah dirinya menikah dengan Berliana, wanita itu mengangkat derajat keluarga Abiyan. Abiyan mengingatkan hal itu, agar keluarganya juga menyadari seberapa berjasanya Berliana bagi kehidupan mereka.Saat sibuk membaca email yang masuk, tiba-tiba bel pintu berbunyi. Sedangkan tak ada orang di rumah, Ibunya pergi entah kemana dan adik-adiknya sejak tadi tidak keluar dari dalam kamar. Mau tak mau Abiyan lah yang membukakan pintu untuk tamu. Tapi saat membuka pintu, Abiyan ter
Berliana duduk di ruangan HRD. Ia memperhatikan sekitar dan tatapannya kembali terpusat pada satu map yang berisi laporan keuangan perusahaan selama setahun terakhir. Empat orang duduk dihadapan Berliana, meliputi HRD, kepala staf keuangan, karyawan dan Anastasia yang merupakan sekertaris pribadi suaminya."Sesuai yang ibu minta, ini laporan keuangan perusahaan selama setahun terakhir.""Boleh di jelaskan?""Baik Bu."Rasanya oksigen di ruangan ini semakin menipis, Berliana ketakutan sendiri dengan apa yang akan dia dengar setelah ini. Kebohongan apa lagi yang akan Berliana ketahui.Andai semalam tidak ada notifikasi dari bank, mungkin hari ini Berliana tidak akan ke perusahaan. Dan Berliana tidak akan se khawatir ini pada Abiyan."Tidak ada yang aneh selama setahun ini. Tapi dua tahun terkahir Pak Abiyan melakukan transaksi sebesar 3M untuk membeli rumah di daerah Jakarta Selatan. Lalu di bulan Januari ada pengeluaran sebesar 567 juta untuk pembelian tanah di daerah Bandung. Dan bebe
Pria berperawakan tinggi dengan pakaian kantor yang melekat di tubuhnya, terlihat jelas raut wajah letih darinya. Dia Abiyan.Hari ini, dia menghabiskan waktu seharian dengan wanita yang baru saja menjadi istri keduanya. Bukan tanpa sebab Abiyan melakukan hal ini. Selain desakan dari sang ibu yang terus-menerus menginginkan cucu, Abiyan terjebak pada wanita masa lalu yang kembali hadir di dalam hidupnya. Dan merusak semua mimpinya dengan Berliana.Entah setan dari mana yang membuat Abiyan nekat melakukan hal ini. Dia tahu bagaimana akhir dari semua ini bila Berliana mengetahuinya.Abiyan sangat kenal betul bagaimana Berliana. Selama empat tahun hidup bersama, Abiyan akui jika Berliana adalah wanita yang sangat baik serta menghormatinya sebagai seorang suami. Tapi apa yang dikatakan ibu serta adik-adiknya ada benarnya juga, pernikahan akan hambar seiring berjalannya waktu jika tidak ada anak ditengah-tengah mereka. Sekuat apapun Abiyan mencoba, dia juga seorang pria yang menginginkan a
Baru saja sejam yang lalu Abiyan mengirim pesan agar Berliana segera menuju ke restoran. Tapi baru saja masuk dan memesan makanan, Abiyan malah menelepon dan berkata tengah ada urusan mendadak yang tak bisa ditinggalkan.Padahal pria itu sendiri yang bilang ingin menyelesaikan masalah mereka. Akan tetapi, sepertinya Abiyan tak serius dengan ucapannya. Buktinya pria itu tanpa rasa bersalah langsung membatalkan janji temu mereka.Geram sekali Berliana terhadap tingkah laku suaminya. Urusan mendadak seperti apa sampai-sampai tidak bisa ditinggalkan. Di perusahaan jabatannya sebagai direktur, tidak bisakah melemparkan urusan ke sekertaris pribadi? Apa gunanya jabatan tinggi kalau tidak bisa diandalkan disaat-saat penting. Lagipula tidak setiap hari Abiyan keluar dengan Berliana. Sebegitu pentingnya pekerjaan bagi Abiyan.Heran sekali, semakin lama Abiyan semakin gila dengan pekerjaannya. Apapun selalu pekerjaan yang dia nomor satukan.Pembicaraan mereka ini juga penting.Ah, sejak menikah
Sejak kejadian dimana Abiyan meminta maaf kepada Berliana, sifat pria itu mulai dirasa berubah. Mulai dari tingkah laku sampai rutinitasnya, tidak pernah luput dari perhatian Berliana. Berliana kebingungan, apalagi hampir seminggu ini hubungan keduanya tidak kunjung membaik. Seolah ada dinding di tengah-tengah mereka. Oh ya Tuhan, jangan lupakan kalau sudah seminggu ini Abiyan dan Berliana pisah kamar. Entahlah apa yang sebenarnya terjadi. Berliana dengan keras kepalanya yang tetap ingin Tari meminta maaf secara langsung dan Abiyan yang mungkin sudah lelah menghadapi istri dan ibunya. Berliana tidak salah, Abiyan juga tidak salah. Takdir sendiri yang membuat mereka berdua ada di situasi yang tidak mengenakkan. "Bu, sarapannya udah siap. Menunya sesuai request an ibu Berlin semalam." ucap salah satu asisten rumah tangga. Membuat pandangan Berliana teralihkan. "Iya, saya bentar lagi turun. Oh iya, suami saya udah berangkat?" "Udah Bu, pagi-pagi sekali." "Ya udah kamu bole